Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA PASIEN Ny.

T DIAGNOSA
CHOLELITHIASIS TINDAKAN OPERASI LAPARATOMI EKSPLORASI
DENGAN ANESTESI GENERAL ANESTESI DI KAMAR OPERASI
RS ADVENT BANDUNG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Presentasi Kasus


Pelatihan Perawat Anestesi

Disusun Oleh:
Kelompok 1
Abdul Krim Amrulloh, Amd.,Kep Fitri Aisyah, S.Kep.,Ners
Aditia Choirul Pratama, Amd.,Kep Jamaludin, Amd.,Kep
Alfin, S.Kep.,Ners Milda Rahmawati Firdaus, Amd.,Kep
Ardita Ayu Lestari, S.Kep.,Ners Pariz Samsurizal, S.Kep.,Ners
Erna Mariyanti, AMK

HIMPUNAN PERAWAT ANESTESI INDONESIA

PENGURUS WILAYAH JAWA BARAT

2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan Presentasi
1.1 Tujuan umum
Memperoleh Gambaran dan mampu menerapkan Asuhan Keperawatan Perianestesi
Di Ruang Operatif serta dapat berdiskusi dengan rekan dan tim anestesiologi Pada
Pasien Dengan Cholesithiasis Tindakan Laparatomi Cholecystectomy Dengan Jenis
Anestesi General Anestesi
1.2 Tujuan khusus

C. Ruang Lingkup Masalah


D. Konsep Teori Kasus
1. Definisi
Cholelitiasis adalah timbunan Kristal di dalam kandung empedu atau di dalam
saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu disebut
koledokolitiasis. Cholelithiasis juga di definisikan sebagai endapan satu atau lebih
komponen empedu, seperti berupa kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium
dan protein (Sholeh, 2013).
Cholelithiasis (batu empedu) adalah penyakit dengan keadaan dimana terdapat
atau terbentuk batu empedu, bisa terdapat dalam kandung empedu atau dalam
dukus choledochus (Gagola, 2015).
Menurut Shole, S (2013) secara umum, cholelitiasis dibedakan menjadi tiga
bentuk batu kolesterol, batu kalsium bilirubint, dan batu saluran empedu.
2. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut (Suratun, 2010) adalah sebagai
berikut:
a. Batu kolesterol (mengandung 90% kolesterol)
Biasanya berukuran beasar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna
kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Kolesterol yang
merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air.
Pada klien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan
sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati.
b. Batu pigmen (mengandung 90% bilirubin)
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat, karbonat,
fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini cenderung berukuran
kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan, batu pigmen berwarna coklat
berkaitan dengan infeksi empedu kronis. Batu pigmen akan berbentuk bila
pigmen tidak terkonjugasi dalam empedu dan terjadi proses presipitasi
(pengendapan) sehingga terjadi batu. Resiko terbentuknya batu semacam ini
semakin besar pada klien sirosis, hemolisis, dan infeksi percabangan bilier.
3. Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa
kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah
beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal
dan mulai membentuk batu. Faktor predisposisi terpenting adalah gangguan
metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis
empedu, dan infeksi kandung empedu. Berbagai faktor yang mempengaruhi
pembentukan batu empedu, diantaranya:
a. Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami
aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran
empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika
saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera
menimbulkan infeksi di dalam saluran.
b. Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu,
sehingga menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu
empedu. Infeksi dapat disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi
bisa merambat ke saluran empedu sampai ke kantong empedu. Penyebab paling
utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini menjalar tanpa terasa menyebabkan
peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga cairan yang berada di
kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu.
Faktor resiko untuk kolelitiasis, yaitu:
a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.
Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan orang dengan usia yang lebih muda. Hal ini dikarenakan,
meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya
usia, empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
b. Jenis kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan
dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.
c. Berat badan
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadi kolelitiasis. Ini dikarenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko
untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika
kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal,
cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu.
e. Nutrisi intra-vena jangka lama
Nutrisi intra-vena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati
intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam
kandung empedu
4. Patofisiologi
Empedu adalah produk hati, merupakan cairan yang mengandung mucus,
mempunyai warna kuning kehijauan dan mempunyai reaksi basa. Komposisi
empedu adalah garam-garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, lesitin, lemak
dan garam organic. Pigmen empedu terdiri dari bilirubin dan bilverdin. Bilirubin
yang telah dibebaskan ke dalam peredaran darah disebut hemobilirubin sedangkan
bilirubin yang terdapat dalam empedu disebut kolebilirubin. Empedu dihasilkan
oleh hati dan disimpan dalam kandung empedu sebelum diskresi ke dalam usus.
Patofisiologi kolelitiasis (cholelithiasis) atau batu empedu adalah akibat
substansi tertentu pada cairan empedu yang meningkat, sehingga memiliki
konsentrasi yang lebih tinggi daripada pelarutnya. Cairan empedu yang
terkonsentrasi menyebabkan supersaturasi dan presipitasi sebagai kristal
mikroskopik.
Kristal ini terperangkap dalam mukus kantung empedu dan membentuk
lumpur bilier (biliary sludge). Seiring berjalannya waktu, kristal ini menumpuk dan
saling menyatu membentuk batu makroskopik. Gejala dan komplikasi kolelitiasis
disebabkan dari penutupan duktus oleh lendir dan/atau batu di dalam kantung
empedu atau duktus empedu. Terdapat 2 substansi utama pembentuk batu empedu,
yaitu kolesterol dan calcium bilirubinate.
5. Manifestasi Klinis
Menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) tanda dan gejala kolelitiasis bersifat
asimtomatik. Gejala utama adalah nyeri di bagian kanan atas atau tengah perut yang
muncul secara tiba-tiba. Sakit perut juga dapat disertai dengan gejala lain, seperti
mual, muntah, hilang nafsu makan, perubahan warna urine dan feses, dan diare.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan selanjutnya yang disarankan adalah pemeriksaan darah untuk
evaluasi adanya proses inflamasi dan tanda sumbatan saluran empedu. Pemeriksaan
penunjang lain yang diperlukan adalah pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan bila
diperlukan lagi bisa dilanjutkan dengan pemeriksaan MRCP (Magnetic Resonance
Cholangio Pancreatography) untuk melihat saluran empedu.
7. Penatalaksanaan
a. Penanganan Non bedah
1) Disolusi Medis
Oral dissolution therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian
obat-obatan oral. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi
non operatif diantaranya batu kolestrol diameternya <20mm dan batu <4
batu, fungsi kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.
2) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon
ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju lumen duodenum
sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu besar, batu yang
terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu
yang sempit diperlukan prosedur endoskopik tambahan sesudah
sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan
litotripsi laser.
b. Penanganan bedah
1) Kolesistektomi laparaskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut, atau kandung
empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2cm. kelebihan yang
diperoleh klien luka operasi kecil (2-10mm) sehingga nyeri pasca bedah
minimal.
2) Kolesistektomi terbuka
Kolesistektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara mengangkat
kandung empedu dan salurannya dengan cara membuka dinding perut
(Sahputra, 2016). Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan
klien dengan kolelitiasis simtomatik.

8. Komplikasi
Batu empedu adalah penyakit yang perlu ditangani dengan cepat dan tepat. Jika
tidak, kondisi batu empedu dapat memicu terjadinya sejumlah komplikasi serius
yang berbahaya, antara lain:
a. Peradangan kantong empedu
Batu empedu yang berada di leher kantong empedu menyebabkan peradangan
yang disebut cholecystitis.
b. Penyumbatan saluran empedu
Batu empedu dapat menyumbat saluran tempat empedu yang mengalir dari
kantong empedu ke usus halus, kondisi ini menyebabkan infeksi saluran
empedu.
c. Pankreatitis akut
Saluran pankreas berbentuk seperti tabung dan berada dari pankreas hingga
saluran empedu. Dengan adanya penyumbatan di saluran pankreas, terjadi
radang pankreas yang disebut pankreatitis. Gejala utama yang dirasakan adalah
nyeri perut hebat yang terjadi secara konstan.
d. Kanker kantong empedu
Pengidap batu empedu adalah orang yang berisiko tinggi terkena kanker
kantong empedu. Umumnya, batu empedu terbentuk akibat endapan kolesterol
tinggi disertai bilirubin yang menumpuk dalam kantong empedu. Beberapa
faktor seperti pola makan tidak sehat, diet tinggi kolesterol, genetik, usia, dan
kondisi medis tertentu dapat memicu terjadinya penyakit ini.
9. Pencegahan
Pencegahan Cholelithiasis dapat di mulai dari masyarakat yang sehat yang
memiliki faktor risiko untuk terkena Cholelithiasis sebagai upaya untuk mencegah
peningkatan kasus Cholelithiasis pada masyarakat dengan cara tindakan promotif
dan preventif.
a. Tindakan promotif yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengajak
masyarakat untuk hidup sehat, menjaga pola makan, dan perilaku atau gaya
hidup yang sehat.
b. Sedangkan tindakan preventif yang dapat dilakukan adalah dengan
meminimalisir faktor risiko penyebab Cholelithiasis, seperti menurunkan
makanan yang berlemak dan berkolesterol, meningkatkan makan sayur dan
buah, olahraga teratur dan perbanyak minum air putih.
Pada pasien yang sudah didiagnosa mengalami Cholelithiasis dapat dilakukan
tindakan dengan cara bedah maupun non-bedah. Penanganan secara bedah adalah
dengan cara kolesistektomi. Sedangkan penanganan secara non-bedah adalah
dengan cara melarutkan batu empedu menggunakan MTBE, ERCP, dan ESWL
(Bruno, 2019).
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan Anestesi Pada Pasien dengan Cholelithiasis


1. Pengumpulan Data
a. Anamnesis
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat tanggal
lahir, pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis biasanya ditemukan pada 20 -50
tahun dan lebih sering terjadi pada anak perempuan dibanding anak laki – laki.
b. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen
pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
c. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama melalui metode PQRST,
paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau
kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu
nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan
klien merasakan nyeri tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah memiliki
riwayat penyakit sebelumnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini menyerang
sekelompok manusia yang memiliki pola makan dan gaya hidup yang tidak
sehat.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum: mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan
2) B1 (Breath): peningkatan frekuensi pernafasan, nafas pendek dan dangkal.
3) B2 (Blood): takikardi, berkeringat.
4) B3 (Brain): umumnya normal ditandai dengan kesadaran compos mentis
dan kooperatif.
5) B4 (Bowel): nyeri abdomen atas yang dapat menyebar ke punggung atau
bahu kanan, perubahan warna feses seperti tanah liat atau steatorea,
distensi abdomen, teraba masa pada kuadran kanan atas.
6) B5 (Bladder): didapatkan perubahan warna urine yang lebih gelap dan
pekat.
7) B6 (Bone): umumnya normal tidak ada gangguan.
g. Pola aktivitas dan psikologi
1) Umumnya didapatkan pasien kelemahan dan gelisah.
2) Anoreksia, mual/muntah
3) Demam, menggigil
4) Ikterik dengan kulit berkeringat dan gatal (pruritus)
5) Tidak toleran terhadap lemak dan makanan “pembentuk gas”, nyeri pada
epigastrium, tidak dapat makan, flatus dyspepsia.
6) Kegemukan dan atau adanya penurunan berat badan
h. Pemeriksaan penunjang
Menurut Nuratif & Kusuma (2015), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada pasien Cholelitiasis yaitu:
1) Pemeriksaan USG, menggantikan kolesistografi oral. Pemeriksaan ini dapat
mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau dukus koleduktus yang
mengalami dilatasi.
2) Radiografi; kolesistografi. Digunakan abapila hasil USG meragukan,
dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan
kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi serta mengosongkan isinya.
3) Sonogram, dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding kandung
empedu telah menebal.
4) Endoscopi Retrograde Colangiopancreatografi (ERCP), pemeriksaan ini
memungkinkan visualisai struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat
pada saat laparatomi.
5) Pemeriksaan laboratorium, akan ditemukan kenaikan serum kolesterol,
fosfolipid, penurunan ester kolesterol, kenaikan prothrombin serum time,
kenaikan bilirubin total, transaminase (normal < 0,4 mg/dl), penurunan
urobilirubin, peningkatan sel darah putih (nomal 5000-10.000/iu),
peningkatan serum amilase, bila pancreas terlibat atau bila ada batu di dukus
utama (normal 17-115 unit/ml).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yaitu menentukan arah perawatan yang akan diberikan
pada satu atau seluruh tahap pembedahan. Diagnosa keperawatan digolongkan
berdasarkan karakteristik tertentu yang diperoleh selama pengkajian (Muttaqin,
2013).
Diagnosa keperawatan berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(SDKI), 2028 yang lazim muncul pada asuhan keperawatan perioperatif atau
anestesi dengan pasien Cholelithiasis antara lain:
a. Pre Anestesi
1) Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(inflamasi) ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, persikap
protektif, skala nyeri
2) Ansietas (D.0080) berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan
merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi, tampak tegang
b. Inra Anestesi
1) Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001) berhubungan dengan efek agen
farmakologis ditandai dengan sputum berlebih, dispnea, gelisah
2) Resiko perdarahan (D.0012) berhubungan dengan tindakan pembedahan
3) Resiko aspirasi (D.0006) berhubungan dengan penurunan tingkat
kesadaran, efek agen farmakologis
c. Post Anestesi
1) Nyeri akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur
operasi) ditandai dengan mengeluh nyeri, bersikap meringis
2) Resiko infeksi (D.0142) berhubungan dengan efek prosedur invasif
3. Intervensi Keperawatan

No Perencanaan Asuhan Keperawatan


Diagnosa Keperawatan
Luaran dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Pre operatif atau anestesi
1. Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan dengan agen keperawatan selama ….. maka Observasi:
pencedera fisiologis Tingkat nyeri (L.08066) menurun, 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
(inflamasi) ditandai dengan dengan kriteria hasil: intensitas nyeri
mengeluh nyeri, tampak a. Keluhan nyeri menurun 2) Identifikasi skala nyeri
meringis, persikap protektif, b. Meringis menurun 3) Identifikasi respons nyeri non verbal
skala nyeri c. Sikap protektif menurun 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
d. Gelisah menurun nyeri
e. Kesulitan tidur menurun 5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f. Menarik diri menurun 6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g. Berfokus pada diri sendiri 7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
menurun 8) Monitor efek samping penggunaan analgetik
h. Diaphoresis menurun Terapeutik:
i. Perasaan depresi (tertekan) 1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
menurun nyeri (misal: TENS, hipnosis, akupresure, terapi musik,
j. Perasaan takut mengalami biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
cedera berulang menurun terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
k. Anoreksia menurun 2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misal:
l. Ketegangan otot menurun suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
m. Mual, muntah menurun 3) Fasilitasi istirahat dan tidur
n. Frekuensi nadi membaik 4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
o. Pola napas membaik strategi meredakan nyeri
p. Tekanan darah membaik Edukasi:
q. Proses berfikir membaik 1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
r. Prilaku membaik 2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan intervensi Reduksi ansietas (I.09134)
berhubungan dengan krisis keperawatan selama ….. maka Observasi:
situasional ditandai dengan Tingkat ansietas (L.09093) 1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. kondisi,
merasa bingung, merasa menurun, dengan kriteria hasil: waktu, stressor)
khawatir dengan akibat dari a. Verbalisasi kebingungan 2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
kondisi yang dihadapi, menurun 3) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
tampak tegang b. Verbalisasi khawatir akibat Terapeutik:
kondisi yang dihadapi 1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
menurun kepercayaan
c. Perilaku gelisah menurun 2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
d. Perilaku tegang menurun memungkinkan
e. Keluhan pusing menurun 3) Pahami situasi yang membuat ansietas
f. Anoreksia menurun 4) Dengarkan dengan penuh perhatian
g. Konsentrasi membaik 5) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
h. Pola tidur membaik 6) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
i. Kontak mata membaik 7) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
j. Frekuensi Pernapasan dan nadi 8) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang
membaik akan datang
k. Tekanan darah membaik Edukasi:
l. Orientaasi membaik 1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
2) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
4) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
5) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
7) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
8) Latih teknik relaksasi
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
Intra operatif atau anestesi
1. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan intervensi Manajemen jalan napas (I.01011)
tidak efektif (D.0001) keperawatan selama ….. maka Obeservasi:
berhubungan dengan efek Bersihan jalan nafas (L.01001)
agen farmakologis ditandai meningkat, dengan kriteria hasil: 1) Monitor pola napas (frekuensi dan kedalaman, usaha napas)
dengan sputum berlebih, m. Batuk efektif meningkat 2) Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi,
dispnea, gelisah n. Produksi sputum menurun wheezing, ronkhi kering)
o. Mengi, wheezing, ronkhi 3) Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
kering, stridor, snoring. Terapeutik:
p. Dyspnea menurun 1) Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan
q. Ortopnea menurun chin-lift (jaw thrust jika curiga trauma servikal)
r. Sulit bicara menurun 2) Posisikan semi-fowler atau fowler
s. Sianosis menurun 3) Berikan minum hangat
t. Gelisah menurun 4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
u. Frekuensi napas ……x/menit 5) Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
v. Pola napas membaik 6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
7) Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
8) Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi:
1) Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2) Ajarkan tekhnik batuk efektif
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pembeian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
2. Resiko perdarahan Setelah dilakukan intervensi Pencegahan perdarahan (I.02067)
(D.0012) berhubungan keperawatan selama ….. maka Observasi:
dengan tindakan Tingkat perdarahan (L.02017)
pembedahan menurun, dengan kriteria hasil: 1) Monitor tanda dan gejala perdarahan
a. Kelembapan membran mukosa 2) Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan sesudah
meningkat kehilangan darah
b. Kelembapan kulit meningkat 3) Monitor tanda-tanda vital ortostatik
c. Kognitif meningkat 4) Monitor koagulasi (misal: prothrombin time (PT), partial
d. Hemoptisis menurun trombhoplastin time (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin
e. Hematemesis menurun dan/atau platelet
f. Hematuria menurun Terapeutik:
g. Perdarahan anus menurun 1) Pertahankan bedrest selama perdarahan
h. Distensi abdomen menurun 2) Batasi tindakan invasif, jika perlu
i. Perdarahan vagina menurun 3) Gunakan kasur pencegah dekubitus
j. Perdarahan pasca operasi 4) Hindari pengukuran suhu rektal
menurun Edukasi:
k. Hemoglobin, hematocrit 1) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
membaik 2) Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
l. Tekanan darah, frekuensi nadi 3) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk mencegah
dan suhu membaik konstipasi
4) Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
5) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
6) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika
perlu
2) Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
3) Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
3. Resiko aspirasi (D.0006) Setelah dilakukan intervensi Pencegahan aspirasi (I.01016)
berhubungan dengan keperawatan selama ….. maka Observasi:
penurunan tingkat kesadaran, Tingkat aspirasi (L.01006) 1) Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan kemmapuan
efek agen farmakologis. menurun, dengan kriteria hasil: menelan
a. Tingkat kesadaran meningkat 2) Monitor status Pernapasan
b. Kemampuan menelan 3) Monitor bunyi napas, terutama setelah makan atau minum
meningkat 4) Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral
c. Kebersihan mulut meningkat 5) Periksa kepatenan selang nasogastrik sebelum memberi
d. Dyspnea menurun asupan oral
e. Kelemahan otot menurun Terapeutik:
f. Akumulasi sekret menurun 1) Posisikan semi-fowler (30-450) 30 menit sebelum memberi
g. Wheezing menurun asupan oral
h. Batuk meningkat 2) Pertahankan posisi semi-fowler (30-450) pada pasien tidak
i. Penggunaan otot aksesoris sadar
menurun 3) Pertahankan kepatenan jalan napas (mis. teknik head tilt,
j. Sianosis menurun chin lift, jaw thrust, in line)
k. Gelisah menurun 4) Pertahankan pengembangan balon endotracheal tube (ETT)
l. Frekuensi napas membaik 5) Lakukan penghisapan jalan napas, jika produksi sekret
meningkat
6) Sediakan suction diruangan
7) Hindari memberi makan melalui selang gastrointestinal, jika
residu banyak
8) Berikan makanan dengan ukuran kecil atau lunak
9) Berikan obat oral dalam bentuk cair
Edukasi:
1) Anjurkan makan secara perlahan
2) Ajarkan strategi mencegah aspirasi
3) Ajarkan teknik mengunyah atau menelan, jika perlu
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian antiematik, jika perlu
Post operatif atau anestesi
1. Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri (I.08238)
berhubungan dengan agen keperawatan selama ….. maka Observasi:
pencedera fisik (prosedur Kontrol nyeri (L.08063) 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
operasi) ditandai dengan meningkat, dengan kriteria hasil: intensitas nyeri
mengeluh nyeri, bersikap a. Melaporkan nyeri terkontrol 2) Identifikasi skala nyeri
meringis. menurun 3) Identifikasi respons nyeri non verbal
b. Kemampuan mengenali onset 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri meningkat nyeri
c. Kemampuan mengenali 5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
penyebab nyeri meningkat 6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
d. Kemampuan menggunakan 7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
teknik non farmakologis 8) Monitor efek samping penggunaan analgetik
meningkat Terapeutik:
e. Dukungan orang terdekat 1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
meningkat nyeri (misal: TENS (Transcutaneous Electrical Nerve
f. Keluhan nyeri menurun Stimulation), hipnosis, akupresure, terapi musik,
g. Penggunaan analgetik biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
menurun terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misal:
suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi:
1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Resiko infeksi (D.0142) Setelah dilakukan intervensi selama Pencegahan infeksi (I.14541)
berhubungan dengan efek ….. maka Tingkat infeksi Observasi:
prosedur invasif (L.14137) menurun, dengan kriteria 1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
hasil: Terapeutik:
a. Kebersihan tangan meningkat 1) Batasi jumlah pengunjung
b. Kebersihab badan meningkat 2) Berikan perawatan kulit pada area edema
c. Nafsu makan meningkat 3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
d. Demam, kemerahan, nyeri, lingkungan pasien
bengkak menurun 4) Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
e. Vesikel menurun Edukasi:
f. Cairan berbau busuk menurun 1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
g. Sputum berwarna hijau 2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
menurun 3) Ajarkan etika batuk
h. Drainase purulen menurun 4) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
i. Pyuria menurun 5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
j. Periode malaise menurun 6) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
k. Periode menggigil menurun Kolaborasi:
l. Latergi menurun 1) Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
m. Gangguan kognitif menurun
4. Imlementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi di mulai setelah rencana
tindakan di susun dan di tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai
tujuan yang di harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di
laksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
kesehatan. Tujuan dari implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan
yang telah di tetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Harahap, 2019)
5. Evaluasi Keperawatan
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012).
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan Perianestesi Pada Pasien Ny. T. Diagnosa
Cholelithiasis Tindakan Operasi Cholecystectomy Dengan Anestesi General Anestesi
Di Kamar Operasi RS Advent Bandung Jawa Barat, melalui suatu rangkaian proses
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian keperawatan
Pada tahap pengkajian, klien kooperatif dan mudah dikaji sehingga informasi yang
dibutuhkan oleh penulis mudah didapatkan.
2. Diagnosa keperawatan
Pada tahap pengkajian kasus klien, penulis menemukan beberapa diagnosa
keperawatan pada klien, meliputi:
a) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
b) Resiko aspirasi berhubungan dengan terpasang ETT, terpasang selang
nasogastric, pasien penurunan tingkat kesadaran
c) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi)
3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan keperawatan yang diberikan kepada klien dengan cholelithiasis
didasarkan pada Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, yaitu dengan asuhan
reduksi ansietas, manajemen jalan napas dan manajemen nyeri.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan penulis dan
intervensi yang telah disusun baik tindakan keperawatan mandiri maupun
kolaborasi.
5. Evaluasi keperawatan
Berdasakan proses keperawatan yang telah dilaksanakan sebagian besar dapat
mencapai tujuan yang ditetapkan. Hal ini didukung oleh motivasi klien dan
keluarga untuk menyelesaikan masalah kesehatan.
B. Saran
1. Perawat
Perawat hendaknya melakukan pengkajian secara komperhensif pada klien
sehingga meminimalkan masalah keperawatan yang muncul.

2. Rumah Sakit
Diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien
sehingga mutu pelayanan menjadi meningkat.
3. Klien
Diharapkan dapat mengikuti dan bekerjasama dalam proses keperawatan dengan
kooperatif dan jujur memberikan informasi kesehatannya, sehingga terapi dan
pengobatan dapat dilaksanakan dengan baik serta kesembuhan klien dapat tercapai
dengan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin. (2013). Asuhan Keperawatan perioperatif konsep, proses, dan aplikasi . Jakarta:
Salemba Medika.
Nuari, N. (2015). Buku Ajar asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Gastrointestinal.
Jakarta Timur: CV. Trans Info Medika.
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan
(1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Soleh, S. (2013). Buku Panduan Lengkap Penyakit Dalam. Jogyakarta: DIVA Press.
Wibowo, S., dkk. (2010). Saluran empedu dan hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ke
3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai