NIM :PO714203232038
Batu ginjal terbentuk saat urin mengandung lebih banyak zat pembentuk kristal, seperti kalsium,
oksalat, dan asam urat, sehingga sulit untuk hancur oleh cairan dalam urine. Pada saat yang sama,
urine mungkin kekurangan zat yang mencegah kristal saling menempel, sehingga menciptakan
tempat yang ideal untuk pembentukan batu ginjal. Sementara itu, batu ginjal tidak akan selalu
menetap di dalam organ ginjal alias bisa berpindah tempat. Jika ukurannya cenderung besar, batu
ginjal akan cukup sulit untuk berpindah sehingga memicu terjadinya iritasi pada saluran kemih.
Apabila kondisi tersebut bisa dokter ketahui dan tangani sejak awal, risiko terjadinya kerusakan
fungsi ginjal secara permanen pun bisa terhindari.
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang
supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya
pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan
semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila
perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah
harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air. Empedu
dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol,
dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang
berlebihan, atau kadar asam empedu rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang
litogenik. Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendapan
kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari larutan membentuk
suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin
bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain diperlukan untuk
dipakai sebagai benih pengkristalan
4. Faktor Resiko
4.1 Faktor Resiko Batu Ginjal
Ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena batu ginjal meliputi:
a) Riwayat keluarga dan medis. Jika seseorang dalam keluarga mengidap batu ginjal, kemungkinan
besar kamu juga akan terkena batu. Selain itu, jika kamu sudah memiliki satu atau lebih batu
ginjal, kamu berisiko lebih tinggi untuk mengembangkan yang lain.
b) Usia. Sebagian besar penyakit batu ginjal terjadi pada orang-orang dengan rentang usia antara
30 hingga 50 tahun.
c) Dehidrasi. Tidak minum cukup air setiap hari dapat meningkatkan risiko batu ginjal. Selain itu,
ada banyak kondisi yang terjadi ketika tubuh mengalami dehidrasi.
d) Asupan garam berlebih. Mengonsumsi makanan yang tinggi natrium (garam) dapat
meningkatkan risiko beberapa jenis batu ginjal. Sebab, asupan garam berlebih meningkatkan
jumlah kalsium yang harus ginjal saring
e) Kegemukan. Indeks massa tubuh (BMI) yang tinggi, ukuran pinggang yang besar, dan
penambahan berat badan berkaitan dengan peningkatan risiko batu ginjal.
f) Penyakit pencernaan dan pembedahan. Operasi bypass lambung, penyakit radang usus atau
diare kronis dapat menyebabkan perubahan dalam proses pencernaan. Kondisi ini akan
mempengaruhi penyerapan kalsium dan air, meningkatkan jumlah zat pembentuk batu dalam
urine.
g) Kondisi medis lain. Misalnya seperti asidosis tubulus ginjal, sistinuria, hiperparatiroidisme, dan
infeksi saluran kemih berulang juga dapat meningkatkan risiko batu ginjal.
h) Suplemen dan obat-obatan tertentu. Misalnya seperti vitamin C atau obat pencahar (bila kamu
gunakan secara berlebihan) dapat meningkatkan risiko batu ginjal.
Adapun sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena batu empedu meliputi:
a) Usia. Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang dengan usia yang lebih muda.
b) Jenis kelamin. Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu.
c) Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi
kolelitiasis. Ini dikarenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung
empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/pengosongan kandung empedu.
d) Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk
menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol
yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat
mengendap dan lama kelamaan menjadi batu.
e) Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain: obesitas,
makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi parenteral yang lama.
5. Manifestasi Klinis
5.1 Gejala Klinis Batu Ginjal
Batu ginjal biasanya tidak menimbulkan gejala sampai bergerak di dalam ginjal atau masuk ke
salah satu ureter. Ureter adalah saluran yang menghubungkan ginjal dan kandung kemih. Jika batu
ginjal tersangkut di ureter, kondisi ini bisa menghalangi aliran urin dan menyebabkan ginjal
membengkak dan ureter kejang. Pada saat itu, pengidap batu ginjal mungkin mengalami gejala
berikut:
a) Sakit parah dan tajam di bagian samping dan belakang, pada bawah tulang rusuk.
b) Nyeri yang menjalar ke perut bagian bawah dan selangkangan.
c) Rasa sakit yang datang dalam gelombang dan intensitasnya berfluktuasi.
d) Nyeri atau sensasi terbakar saat buang air kecil.
Selain itu, rasa sakit yang timbul akibat batu ginjal dapat berubah. Misalnya, berpindah ke
lokasi yang berbeda atau meningkat intensitasnya saat batu bergerak melalui saluran kemih.
Gejala klinik Batu empedu (kolelitiasis) bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnyagejala.
Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik (pasien tidak
menyadari gejala apapun). Gejala klinik yang timbulpada orang dewasa biasanya dijumpai
gejala:
1. Rasa nyeri yang tiba-tiba dan meningkat dengan cepat di bagian kanan atas perut.
2. Rasa nyeri yang tiba-tiba dan meningkat dengan cepat di bagian tengah perut, tepat di
bawah tulang dada.
3. Dispepsia non spesifik
4. Mual, muntah
5. Demam
6. Perubahan warna urine dan feses
6. Tujuan pemeriksaan
Analisa batu ginjal merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan batu ginjal, yaitu
suatu kondisi terdapat satu atau lebih batu di dalam saluran kencing. Batu ginjal dapat terbentuk
dari kalsium, fosfat atau kombinasi asam. Selain itu, analisis batu ginjal dilakukan untuk:
a) Temukan susunan kimiawi batu ginjal.
b) Panduan pengobatan batu ginjal.
c) Beri informasi cara mencegah terbentuknya batu ginjal lebih banyak.
Pada Analisa batu empedu merupakan pemeriksaan untuk dapat memberikan informasi penting
terkait penyebab, dasar metabolisme pembentukannya, dan menentukan faktor risiko yang
memengaruhi individu tertentu, serta dapat bermanfaat untuk edukasi diet terhadap pasien.
7. Pengambilan sampel
Pada pengambilan sampel Batu Ginjal yaitu Menyaring spesimen urine pertama di pagi hari
adalah hal yang penting. Itu karena batu bisa masuk ke kandung kemih Anda pada malam hari.
Perhatikan baik-baik saringan untuk mencari batu ginjal. Ini mungkin terlihat seperti butiran pasir
atau kerikil kecil. Batu apa pun yang Anda temukan harus dijaga tetap kering—jangan dimasukkan ke
dalam cairan atau urin. Masukkan ke dalam cangkir dengan penutup atau kantong plastik. Bawa ke
kantor dokter atau laboratorium untuk dianalisis. Jangan menempelkan selotip pada batu ginjal.
Tape dapat mengubah hasil tes. Batu ginjal yang Anda bawa ke laboratorium akan dibersihkan dari
darah atau jaringan apa pun dan kemudian diperiksa untuk mengetahui bahan kimia penyusunnya.
Pada Pengambilan sampel Batu Empedu menggunakan metode Endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) adalah sebuah prosedur medis yang menggabungkan
pemeriksaan endoskopi dan juga fluoroskopi. Biasanya dokter akan menyarankan prosedur ini jika
MetroFriends memiliki permasalahan di bagian saluran empedu, kantung empedu, pankreas atau
hati. ERCP ini juga menjadi tindakan awal untuk diagnosis penyakit batu empedu. Karena, ERCP
memungkinkan dokter untuk melihat dan mengambil gambar kondisi saluran empedu hingga
pankreas secara detail. ERCP juga dapat memberikan informasi penting yang tidak dapat diperoleh
dari pemeriksaan diagnostik lain, seperti USG, CT scan, atau MRI. ERCP juga digunakan sebagai
prosedur untuk melebarkan saluran empedu yang mengalami penyempitan dan juga mengeluarkan
atau menghancurkan batu saluran empedu.
5) Magnesium
Botol 5. Sambil dikocok tambahkan 10 tetes R11 dan 10 tetes R12. Setelah 1 menit
sesuaikan warna yang terjadi dengan warna di brosur. Catat prosentase sesuai
warna.
6) Urid Acid
Botol 6. Tambahkan 3 tetes R13, kocok kemudian diamkan selama 2 menit.
Selanjutnya tambahkan 2 tetes R5, kemudian kocok. Dalam 10 detik sesuaikan warna
yang terjadi dengan warna di brosur. Catat prosentase sesuai warna.
7) Sistin
Botol 7. Sambil dikocok tambahkan 10 tetes R14 dan 1 sendok merah penuh R15.
Setelah 1 menit tambahkan 1 sendok hitam penuh R16 dan kocok. Setelah 30 detik
sesuaikan warna yang terjadi dengan warna di brosur. Catat prosentase sesuai warna
Lakukan perhitungan :
Senyawa yang mungkin ada dengan jumlah relative ditentukan dengan bantuan alat
bantu (mistar penghitung), yaitu:
3. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan
memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus
melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah
methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung
empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
4. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave)
yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan
maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen. (Smeltzer,SC dan
Bare,BG 2002).
5. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan, lambung dan ke
dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah
selang di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga
batu empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan
sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih
aman dibandingkan pembedahan perut.
6. Kolesistektomi laparaskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan
batu besar, berdiameter lebih dari 2cm. kelebihan yang diperoleh klien luka operasi kecil (2-
10mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal.
7. Kolesistektomi terbuka
Kolesistektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara mengangkat kandung
empedu dan salurannya dengan cara membuka dinding perut. Operasi ini merupakan
standar terbaik untuk penanganan klien dengan kolelitiasis sitomatik.
Pemeriksaan CT- Scan non
kontras sebaiknya digunakan
mengikuti
pemeriksaan USG pada pasien
dengan nyeri punggung bawah
akut karena lebih
akurat dibandingkan IVP
Pemeriksaan CT- Scan non
kontras sebaiknya digunakan
mengikuti
pemeriksaan USG pada pasien
dengan nyeri punggung bawah
akut karena lebih
akurat dibandingkan IVP
Pemeriksaan CT- Scan non
kontras sebaiknya digunakan
mengikuti
pemeriksaan USG pada pasien
dengan nyeri punggung bawah
akut karena lebih
akurat dibandingkan IVP
Pemeriksaan CT- Scan non
kontras sebaiknya digunakan
mengikuti
pemeriksaan USG pada pasien
dengan nyeri punggung bawah
akut karena lebih
akurat dibandingkan IVP
Pemeriksaan CT- Scan non
kontras sebaiknya digunakan
mengikuti
pemeriksaan USG pada pasien
dengan nyeri punggung bawah
akut karena lebih
akurat dibandingka
10. Pencegahan
10.1 Pencegahan Batu Ginjal
Cara terbaik untuk mencegah terbentuknya batu ginjal adalah dengan menurunkan risiko
terjadinya kondisi ini. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah :
1. Mengkonsumsi banyak air putih 8-10 gelas perhari merupakan cara sederhana mencegah
penyakit batu ginjal, terutama saat cuaca panas.
2. Berkonsultasi dengan dokter jika harus mengonsumsi suplemen kalsium atau vitamin yang
berpotensi menyebabkan pembentukan batu ginjal.
3. Mengurangi konsumsi makanan yang menyebabkan asam urat tinggi. pencegahan yang harus
anda lakukan adalah mengurangi jenis- jenis makanan yang yang banyak mengandung purin
seperti ikan sarden, jeroan, hati, otak, kerang dan makanan lainnya karena jenis makanan ini
bisa meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Selain itu mengurangi pembentukan asam
urat juga bisa dilakukan dengan pemberian allopurinol karena batu asam urat terbentuk jika
keasaman air kemih bertambah, oleh karena itu untuk menciptakan air kemih yang basa atau
alkalis bisa dilakukan dengan pemberian kalium sitrat.
4. Menurunkan berat badan atau menjaga berat badan agar tetap ideal.
5. Mengkonsumsi banyak air putih 8-10 gelas perhari merupakan cara sederhana mencegah
penyakit batu ginjal, terutama saat cuaca panas.
6. Berkonsultasi dengan dokter jika harus mengonsumsi suplemen kalsium atau vitamin yang
berpotensi menyebabkan pembentukan batu ginjal.
7. Mengurangi konsumsi makanan yang menyebabkan asam urat tinggi. pencegahan yang harus
anda lakukan adalah mengurangi jenis- jenis makanan yang yang banyak mengandung purin
seperti ikan sarden, jeroan, hati, otak, kerang dan makanan lainnya karena jenis makanan ini
bisa meningkatkan kadar asam urat dalam tubuh. Selain itu mengurangi pembentukan asam
urat juga bisa dilakukan dengan pemberian allopurinol karena batu asam urat terbentuk jika
keasaman air kemih bertambah, oleh karena itu untuk menciptakan air kemih yang basa atau
alkalis bisa dilakukan dengan pemberian kalium sitrat.
8. Menurunkan berat badan atau menjaga berat badan agar tetap ideal.
9. Menghindari mengonsumsi makanan tinggi kalsium secara berlebihan, seperti keju, susu sapi,
dan yogurt.
10. Memilih makanan yang rendah garam dan protein hewani.
PENUTUP
Analisa batu adalah pemeriksaan untuk menentukan jenis batu yang terdapat pada saluran
kemih ataupun batu empedu setelah dikeluarkan, baik keluar sendiri pada batu saluran kemih,
maupun melalui metode operatif. Adapun jenis batu tersebut adalah Batu Ginjal dan Batu Empedu.
Batu ginjal adalah komponen kristal yang sering ditemukan di kaliks atau pelvis ginjal dan bila keluar
melalui ureter menimbulkan gesekan, yang menyebabkan nyeri yang bergantung pada besarnya
kristal tersebut. Penyebab batu ginjal masih idiopatik, namun terdapat faktor predisposisi seperti
genetik, makanan dan minuman, volume air yang diminum, infeksi saluran kemih, aktivitas, vitamin
dan obat-obatan, jenis kelamin dan berat badan. Seseorang yang mengalami batu ginjal biasanya
memiliki tanda seperti rasa mual ingin muntah. Hal tersebut dikarenakan infeksi pada saluran kemih
akibat tersimpan lamanya batu. Selain itu, semua batu pada saluran kemih dapat menyebabkan
nyeri, namun lokasi nyeri bergantung pada lokasi batu. Selain itu, gejala dengan batu ginjal, yakni
nokturia yang merupakan gejala pengeluaran urine pada waktu malam hari yang menetap sampai
sebanyak 700 ml atau pasien terbangun untuk berkemih beberapa kali waktu malam ini. Gejala-
gejala di atas cukup membuktikan bahwa seseorang mengidap batu ginjal.
Analisa batu empedu merupakan pemeriksaan untuk melihat beberapa unsur yang membentuk
suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu (kolesistolitiasis) atau di
dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya. Batu empedu adalah batu yang
terdapat di dalam kandung empedu dan pada semua saluran empedu sesuai dengan proses
pembentukannya. Setegah sampai dua pertiga penderita batu empedu adalah asimptomatis. Pada
yang simptomatis manifestasi klinis dapat berupa nyeri di perut kanan atas (kolik bilier), obstuctive
jaundice, kolangitis atau pankreatitis. Komposisi batu empedu terbanyak terdiri dari kolestreol,
bilirubin dan kalsium.
DAFTAR PUSTAKA
Dwi Nur Patria Krisna. 2016. Faktor Risiko Penyakit Batu Ginjal. Jurnal Kesehatan Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Negri Semarang.
Felicia Suryanto, Anak Agung, & Ngurah Subawa. (2017). Gambaran Hasil Analis Batu Saluran Kemih Di
Laboratorium Patologi Klinis Rsup Sanglah Denpasar Periode November 2013 – Oktober 2014. E-Jurnal
Medika, 6(1).
Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). (2018). Panduan Penatalaksanaan Klinis Batu Saluran Kemih. Edisi
Pertama. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia.
Rasyid, N., & Tarmono, W. (2018). Panduan Penatalaksanan Klinis Batu Saluran Kemih. Jakarta:IAUI.