Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kolelitiasis, Kolesistitis dan koledokolitiasis

2.1 Definisi
Kolelitiasis adalah istilah medis untuk penyakit batu saluran empedu. Kolelitiasis disebut juga
sebagai batu empedu, gallstone, atau kalkulus biliaris. Batu empedu merupakan gabungan dari
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung
empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya. 4
Kolesistitis merupakan inflamasi pada dinding kandung empedu yang paling sering disebabkan
oleh obstruksi duktus sistikus akibat adanya kolelitiasis, yang umumnya disertai keluhan nyeri perut
kanan atas, nyeri tekan dan demam. Faktor risiko kolesistitis umumnya serupa dengan kolelitiasis. 4,5
Obstruksi saluran empedu biasanya parsial dan intermiten karena batu tersebut berlaku
sebagai ballvalve di ujung distal duktus koledokus. Manifestasi batu koledokus dapat berupa:
Koledokolitiasis dapat tanpa simptom, ditemukan secara kebetulan pada saat pencitraan, paling
sering terdapat kolik bilier disertai gangguan tes faal hati dengan atau tanpa ikterus.4,5

2.2 Etiologi
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan
batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara
yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.4,5
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung
empedu atau spasme spingter oddi, atau keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal
(hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung
empedu.4,5
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus
meningatakan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat
presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding penyebab
terbentuknya batu. 4,5
Faktor risiko batu empedu dikenal dengan singkatan 4F, yaitu Forty, Female, Fat, Family.
Artinya, batu empedu lebih umum pada mereka yang berusia di atas 40 tahun, wanita, kegemukan dan
punya riwayat keluarga terkena batu empedu.
a. Usia lanjut. Batu empedu jarang sekali menyerang di usia 25 tahun ke bawah. Sekitar
30% lansia diperkirakan memiliki batu empedu, meskipun kebanyakan tidak
menimbulkan gejala.

b. Wanita. Wanita lebih banyak terkena batu empedu dibandingkan pria. Pada wanita
insidennya sekitar 2 per 1000, dibandingkan hanya 0,6 per 1000 pada pria. Pada
wanita hamil, kandung empedu menjadi lebih rendah dan batu empedu bisa
berkembang. Hormon wanita dan penggunaan pil KB juga diduga ikut berperan.

c. Obesitas. Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko yang kuat untuk batu
empedu, terutama di kalangan wanita. Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan
memiliki BMI lebih dari 32 memiliki risiko tiga kali lebih besar untuk
mengembangkan batu empedu dibandingkan yang memiliki BMI antara 24 s.d. 25.
Risiko meningkat tujuh kali lipat pada wanita dengan BMI lebih dari 45.

d. Genetik. Bila keluarga inti Anda (orangtua, saudara dan anak-anak) memiliki batu
empedu, Anda berpeluang 1½ kali lebih mungkin untuk mendapatkan batu empedu.

Komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya terbentuk dari
garam kalsium. Cairan empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanya tetap berbentuk
cairan. Jika caiiran empedu menjadu jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut
dan membentuk endapan diluar empedu.Sebagian besar batu empedu terbentuk didalam kandung
empedu dan sebagian besar batu di dalam saluran empedu berasal dari kandung empedu. Batu empedu
bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya
penyempitan saluran atau setelah dilakukan pengangkatan kandung empedu.Batu empedu di dalam
saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis), infeksi pankreas
(pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan
segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan
menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.4,5

2.3 Patofisiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut dalah statis cairan empedu,
infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah
batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan statis cairan
empedu. Statis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis kut masih belum jelas.
Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol,
lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti
oleh reaksi inflamasi dan supurasi.5,6,7
Sebagian besar batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu dan sebagian besar batu di
dalam saluran empedu berasal dari kandung empedu. Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran
empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran atau setelah
dilakukan pengangkatan kandung empedu. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan
infeksi hebat saluran empedu (kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran
empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam
saluran. Kadang-kadang batu yang besar secara bertahap akan mengikis dinding kandung empedu dan
masuk ke usus halus atau usus besar, dan menyebabkan penyumbatan usus (ileus batu empedu). Yang
lebih sering terjadi adalah batu empedu keluar dari kandung empedu dan masuk ke dalam saluran
empedu. Dari saluran empedu, batu empedu bisa masuk ke usus halus atau tetap berada di dalam
saluran empedu tanpa menimbulkan gangguan aliran empedu maupun gejala.5,6,7
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal,
kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat
menyebabkan pengendapan kolesterol adalah: terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak
absorbsi garam- garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam
empedu. Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan
karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam
tubuh.5,6,7
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus sistikus.
Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran
empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti
di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh struktur, batu akan tetap
berada disana sebagai batu duktus sistikus.5,6,7

a. Batu kolesterol
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab lebih dari 90 %
kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran yang
mengandung paling sedikit 75 % kolesterol serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu,
senyawa organik dan inorganik lain. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu
bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya tergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid
dalam empedu). Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis
asam empedu dan peningktan sintesis kolesterol dalam hati, keadaan ini mengakibatkan supersaturasi
getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar getah empedu, mengendap, dan membentuk batu.
Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan
berperan sebgai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.5,6,7
Menurut Meyers & Jones, 1990, proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat
tahap:
1) Supersaturasi empedu dengan kolesterol.

2) Pembentukan nidus atau inti pengendapan kolesterol

3) Kristalisasi/presipitasi.

4) Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa lain


yang membentuk matriks batu.

b) Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total kasus batu empedu, mengandung <20% kolesterol. Batu
pigmen dapat dibagi kepada 2, yaitu: 5,6,7
1) Batu kalsium bilirunat (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-
bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan
infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi
bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam
glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian
yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen
coklat. Baik enzim ß-glukoronidase endogen maupun yang berasal dari bakteri ternyata mempunyai
peran penting dalam pembentukan batu pigmen ini. Umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di
saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.

2) Batu pigmen hitam


Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat
hitam yang tak terekstraksi.Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien
dengan hemolisis kronik atau sirosis hati dengan peningkatan beban bilirubin tak terkonjugasi (anemia
hemolitik). Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis
terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu
dengan empedu yang steril.
Faktor resiko Sintesa kolesterol eningkat

Sekresi as. Empedu dan lechhitin

Kemampuan melarutkan kolesterol menurun

Kristal kolesterol meningkat

Batu kolesterol

Kontraksi k. empedu spasme Sp. Oddi Nyeri abdomen kanan atas Nyeri

Menghambat aliran cairan empedu Jaundice, priritus Gangguan integritas kulit


icteric

Feses berlemak
gangguan nutrisi
Kandung empedu gangguan kes. Cairan dan elektrolit
membesar

2.4 Manifestasi Batu Kandung Empedu


Asimtomatik
Batu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala
(asimtomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri bilier, nyeri
abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual. Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari
semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah
asimtomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu
asimtomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5
tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan kolesistektomi rutin dalam semua pasien dengan
batu empedu asimtomatik

Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri
lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang
beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya
dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah
beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris.
Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris.
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan
sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan
manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau
dalam infundibulum. Massa yang dapat dipalpasi hanya ditemukan pada 20% kasus. Kebanyakan
pasien akhirnya akan memerlukan terapi berupa kolesistektomi terbuka atau laparoskopik.

2.5 Manifestasi Kolesistitis


Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut di sebelah
kanan atas epigastrium dan nyeri tekan, takikardia serta kenaikan suhu tubuh. Keluhan tersebut
dapat memburuk secara progresif. Kadang – kadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skapula
kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan sangat
bervariasi tergantung dari adanya kelainan inflamasi yang ringan sampai dengan gangren atau
perforasi kandung empedu. Sekitar 60 – 70% pasien melaporkan adanya riwayat serangan yang
sembuh spontan.8,9,10
Tanda peradangan peritoneum seperti peningkatan nyeri dengan penggetaran atau pada
pernapasan dalam dapat ditemukan. Pasien mengalami anoreksia dan sering mual. Muntah relatif
sering terjadi dan dapat menimbulkan gejala dan tanda deplesi volume vaskuler dan
ekstraseluler. Pada pemeriksaan fisis, kuadran kanan atas abdomen hampir selalu nyeri bila
dipalpasi. Pada seperempat sampai separuh pasien dapat diraba kandung empedu yang tegang
dan membesar. Inspirasi dalam atau batuk sewaktu palpasi subkosta kudaran kanan atas biasanya
menambah nyeri dan menyebabkan inspirasi terhenti (tanda Murphy).8,9,10
Ketokan ringan pada daerah subkosta kanan dapat menyebabkan peningkatan nyeri
secara mencolok. Nyeri lepas lokal di kuadran kanan atas sering ditemukan, juga distensi
abdomen dan penurunan bising usus akibat ileus paralitik, tetapi tanda rangsangan peritoneum
generalisata dan rigiditas abdomen biasanya tidak ditemukan, asalkan tidak ada perforasi. Ikterus
dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila konsentrasi
bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatik. Pada pasien –
pasien yang sudah tua dan dengan diabetes mellitus, tanda dan gejala yang ada tidak terlalu
spesifik dan kadang hanya berupa mual saja 8,9,10
Walaupun manifestasi klinis kolesistitis akalkulus tidak dapat dibedakan dengan kolesistitis
kalkulus, biasanya kolesistitis akalkulus terjadi pada pasien dengan keadaan inflamasi kandung
empedu akut yang sudah parah walaupun sebelumnya tidak terdapat tanda – tanda kolik kandung
empedu. Biasanya pasien sudah jatuh ke dalam kondisi sepsis tanpa terdapat tanda – tanda kolesistitis
akut yang jelas sebelumnya. 8,9,10

Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut
GEJALA AKUT GEJALA KRONIS

TANDA : TANDA:
Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme. Biasanya tak tampak gambaran pada abdomen.
Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada Kadang terdapat nyeri di kuadran kanan atas.
kuadran kanan atas.
Kandung empedu membesar dan nyeri.
Ikterus ringan.
GEJALA:
GEJALA: Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat : abdomen
Rasa nyeri (kolik empedu) yang menetap. bagian atas (mid epigastrium), Sifat : terpusat di
Mual dan muntah. epigastrium menyebar ke arah skapula kanan.
Febris (38,5°C). Nausea dan muntah.
Intoleransi dengan makanan berlemak.
Flatulensi.
Eruktasi (bersendawa).

2.6 Pemeriksaan Fisik


1. Batu kandung empedu
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak
anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung
jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.10,11
2. Batu saluran empedu
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba
hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl,
gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul
ikterus klinis. 10,11

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium (darah) :12
- Kenaikan serum kolesterol
- Kenaikan fosfolipid
- Penurunan ester kolesterol
- Kenaikan bilirubin total
- Penurunan urobilirubin
- Peningkatan sel darah putih
- Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus
utama.
2. Pemeriksaan radiologis
Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-
15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung
cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan
kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa
jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura
hepatika.12

Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi
batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan
USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau odema yang
diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.12

Kolesistografi
Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2
mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat
mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.12

2.8 Penatalaksanaan
1. Konservatif
Penatalaksanaan pendukung diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat,
cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai
gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien
memburuk. (Smeltzer, 2002). Manajemen terapi :13,14
1. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
4. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi
syok.

Lisis batu dengan obat-obatan


Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak akan mengalami keluhan
dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama
pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat
elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksilat untuk melarutkan batu empedu kolesterol
dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi.
Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5
tahun.13,14

Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke
kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang
tinggi.13,14

2.Penanganan Operatif
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk
mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan
untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan pasien sudah
mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi pasien
mengharuskannya. Penatalaksanaan pra operatif : 13,14
a) Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu
b) Foto thoraks
c) Elektrokardiogram
d) Pemeriksaan faal hati
e) Vitamin K (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah)
f) Terapi komponen darah
g) Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa secara intravena bersama
suplemen hidrolisat protein mungkin diperlukan untuk membantu kesembuhan
luka dan mencegah kerusakan hati.

Penanganan operatif: 13,14


1) Open kolesistektomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi,
perdarahan, dan infeksi.

2) Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan
lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan
biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra
indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi
tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang
terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus
biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar
antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih
baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat
bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk
aktifitas olahraga.
3) Kolesistektomi minilaparatomi.
Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil
dengan efek nyeri paska operasi lebih rendah.
Daftar Pustaka

4. Schirmer BD, Winters KL, Edlich RF. Cholelithiasis and cholecystitis. J


Long Term Eff Med Implants. 2005;15(3):329-38.)
5. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. EGC. Jakarta. 2009.
6. Pridadi, F.X. Hepatologi :Kolesistitis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. p2017-2019.
7. Sylvia A..Prince, Lorraine M Wilson. 2005. Patofisiologi; Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit Ed 6. Jakarta; EGC.
8. Welsby PD, Qlintang S. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta:
EGC, 2009.h.92-102.
9. Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990,
Jakarta, P: 586-588.\
10. Kim YK, Kwak HS, Kim CS, Han YM, Jeong TO, Kim IH, et al. CT
findings of mild forms or early manifestations of acute cholecystitis. Clin
Imaging. 2009;33(4):274-80.

11. Schirmer BD, Winters KL, Edlich RF. Cholelithiasis and cholecystitis. J
Long Term Eff Med Implants. 2005;15(3):329-38.
12. Greenbergen N.J., Isselbacher K.J. Diseases of the Gallbladder and Bile
Ducts, dari Harrison’s Princi-ples of Internal Medicine, Edisi ke-14,
hal.1725-1736, Editor Fauci dkk. Mc Graw Hill, 1998
13. Jacobson I.M. Gallstones, dari Current Diagnosis and Treatment in
Gastro- enterology, Editor Grendell J.H., McQuaid K.R., Friedman S.L.,
hal. 668-678, Appleton & Lange , 1996
14. Malet P.F. Complications of Chole- lithiasis, dari Liver and Biliary
Diseases, Edisi II, hal 673-691, Editor Kaplowitz N., Williams & Wilkins,
1996

Anda mungkin juga menyukai