TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kolelitiasis adalah istilah medis untuk penyakit batu saluran empedu. Kolelitiasis disebut juga
sebagai batu empedu, gallstone, atau kalkulus biliaris. Batu empedu merupakan gabungan dari
beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung
empedu (kolesistolitiasis) atau di dalam saluran empedu (koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya. 4
Kolesistitis merupakan inflamasi pada dinding kandung empedu yang paling sering disebabkan
oleh obstruksi duktus sistikus akibat adanya kolelitiasis, yang umumnya disertai keluhan nyeri perut
kanan atas, nyeri tekan dan demam. Faktor risiko kolesistitis umumnya serupa dengan kolelitiasis. 4,5
Obstruksi saluran empedu biasanya parsial dan intermiten karena batu tersebut berlaku
sebagai ballvalve di ujung distal duktus koledokus. Manifestasi batu koledokus dapat berupa:
Koledokolitiasis dapat tanpa simptom, ditemukan secara kebetulan pada saat pencitraan, paling
sering terdapat kolik bilier disertai gangguan tes faal hati dengan atau tanpa ikterus.4,5
2.2 Etiologi
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan
batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol mengekresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara
yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.4,5
Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung
empedu atau spasme spingter oddi, atau keduanya dapat menyebabkan statis. Faktor hormonal
(hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung
empedu.4,5
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus
meningatakan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat
presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding penyebab
terbentuknya batu. 4,5
Faktor risiko batu empedu dikenal dengan singkatan 4F, yaitu Forty, Female, Fat, Family.
Artinya, batu empedu lebih umum pada mereka yang berusia di atas 40 tahun, wanita, kegemukan dan
punya riwayat keluarga terkena batu empedu.
a. Usia lanjut. Batu empedu jarang sekali menyerang di usia 25 tahun ke bawah. Sekitar
30% lansia diperkirakan memiliki batu empedu, meskipun kebanyakan tidak
menimbulkan gejala.
b. Wanita. Wanita lebih banyak terkena batu empedu dibandingkan pria. Pada wanita
insidennya sekitar 2 per 1000, dibandingkan hanya 0,6 per 1000 pada pria. Pada
wanita hamil, kandung empedu menjadi lebih rendah dan batu empedu bisa
berkembang. Hormon wanita dan penggunaan pil KB juga diduga ikut berperan.
c. Obesitas. Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko yang kuat untuk batu
empedu, terutama di kalangan wanita. Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan
memiliki BMI lebih dari 32 memiliki risiko tiga kali lebih besar untuk
mengembangkan batu empedu dibandingkan yang memiliki BMI antara 24 s.d. 25.
Risiko meningkat tujuh kali lipat pada wanita dengan BMI lebih dari 45.
d. Genetik. Bila keluarga inti Anda (orangtua, saudara dan anak-anak) memiliki batu
empedu, Anda berpeluang 1½ kali lebih mungkin untuk mendapatkan batu empedu.
Komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya terbentuk dari
garam kalsium. Cairan empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanya tetap berbentuk
cairan. Jika caiiran empedu menjadu jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut
dan membentuk endapan diluar empedu.Sebagian besar batu empedu terbentuk didalam kandung
empedu dan sebagian besar batu di dalam saluran empedu berasal dari kandung empedu. Batu empedu
bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya
penyempitan saluran atau setelah dilakukan pengangkatan kandung empedu.Batu empedu di dalam
saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis), infeksi pankreas
(pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan
segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan
menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.4,5
2.3 Patofisiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut dalah statis cairan empedu,
infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama kolesistitis akut adalah
batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus yang menyebabkan statis cairan
empedu. Statis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis kut masih belum jelas.
Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol,
lisolesitin, dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti
oleh reaksi inflamasi dan supurasi.5,6,7
Sebagian besar batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu dan sebagian besar batu di
dalam saluran empedu berasal dari kandung empedu. Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran
empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran atau setelah
dilakukan pengangkatan kandung empedu. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan
infeksi hebat saluran empedu (kolangitis), infeksi pankreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran
empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam
saluran. Kadang-kadang batu yang besar secara bertahap akan mengikis dinding kandung empedu dan
masuk ke usus halus atau usus besar, dan menyebabkan penyumbatan usus (ileus batu empedu). Yang
lebih sering terjadi adalah batu empedu keluar dari kandung empedu dan masuk ke dalam saluran
empedu. Dari saluran empedu, batu empedu bisa masuk ke usus halus atau tetap berada di dalam
saluran empedu tanpa menimbulkan gangguan aliran empedu maupun gejala.5,6,7
Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal,
kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat
menyebabkan pengendapan kolesterol adalah: terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak
absorbsi garam- garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam
empedu. Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan
karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam
tubuh.5,6,7
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus sistikus.
Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran
empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti
di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh struktur, batu akan tetap
berada disana sebagai batu duktus sistikus.5,6,7
a. Batu kolesterol
Empedu yang di supersaturasi dengan kolesterol bertanggung jawab lebih dari 90 %
kolelitiasis di negara Barat. Sebagian besar empedu ini merupakan batu kolesterol campuran yang
mengandung paling sedikit 75 % kolesterol serta dalam variasi jumlah fosfolipid, pigmen empedu,
senyawa organik dan inorganik lain. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu
bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya tergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid
dalam empedu). Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis
asam empedu dan peningktan sintesis kolesterol dalam hati, keadaan ini mengakibatkan supersaturasi
getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar getah empedu, mengendap, dan membentuk batu.
Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan
berperan sebgai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.5,6,7
Menurut Meyers & Jones, 1990, proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat
tahap:
1) Supersaturasi empedu dengan kolesterol.
3) Kristalisasi/presipitasi.
b) Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total kasus batu empedu, mengandung <20% kolesterol. Batu
pigmen dapat dibagi kepada 2, yaitu: 5,6,7
1) Batu kalsium bilirunat (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-
bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan
infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi
bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-
glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam
glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian
yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen
coklat. Baik enzim ß-glukoronidase endogen maupun yang berasal dari bakteri ternyata mempunyai
peran penting dalam pembentukan batu pigmen ini. Umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di
saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
Batu kolesterol
Kontraksi k. empedu spasme Sp. Oddi Nyeri abdomen kanan atas Nyeri
Feses berlemak
gangguan nutrisi
Kandung empedu gangguan kes. Cairan dan elektrolit
membesar
Simtomatik
Keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri
lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang
beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya
dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah
beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris.
Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris.
Kolesistitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan
sering meyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan
manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi duktus sistikus atau
dalam infundibulum. Massa yang dapat dipalpasi hanya ditemukan pada 20% kasus. Kebanyakan
pasien akhirnya akan memerlukan terapi berupa kolesistektomi terbuka atau laparoskopik.
Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut
GEJALA AKUT GEJALA KRONIS
TANDA : TANDA:
Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme. Biasanya tak tampak gambaran pada abdomen.
Usaha inspirasi dalam waktu diraba pada Kadang terdapat nyeri di kuadran kanan atas.
kuadran kanan atas.
Kandung empedu membesar dan nyeri.
Ikterus ringan.
GEJALA:
GEJALA: Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat : abdomen
Rasa nyeri (kolik empedu) yang menetap. bagian atas (mid epigastrium), Sifat : terpusat di
Mual dan muntah. epigastrium menyebar ke arah skapula kanan.
Febris (38,5°C). Nausea dan muntah.
Intoleransi dengan makanan berlemak.
Flatulensi.
Eruktasi (bersendawa).
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi
batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan
USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau odema yang
diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.12
Kolesistografi
Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2
mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat
mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung
empedu.12
2.8 Penatalaksanaan
1. Konservatif
Penatalaksanaan pendukung diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat,
cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai
gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien
memburuk. (Smeltzer, 2002). Manajemen terapi :13,14
1. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
4. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi
syok.
Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke
kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang
tinggi.13,14
2.Penanganan Operatif
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan untuk
mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan penyebab kolik bilier dan
untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan pasien sudah
mereda atau bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi pasien
mengharuskannya. Penatalaksanaan pra operatif : 13,14
a) Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu
b) Foto thoraks
c) Elektrokardiogram
d) Pemeriksaan faal hati
e) Vitamin K (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah)
f) Terapi komponen darah
g) Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa secara intravena bersama
suplemen hidrolisat protein mungkin diperlukan untuk membantu kesembuhan
luka dan mencegah kerusakan hati.
2) Kolesistektomi laparoskopik
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan
lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, menyingkatkan perawatan di rumah sakit dan
biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontra
indikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi
tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang
terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocor stump duktus sistikus dan trauma duktus
biliaris. Resiko trauma duktus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar
antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih
baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat
bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk
aktifitas olahraga.
3) Kolesistektomi minilaparatomi.
Modifikasi dari tindakan kolesistektomi terbuka dengan insisi lebih kecil
dengan efek nyeri paska operasi lebih rendah.
Daftar Pustaka
11. Schirmer BD, Winters KL, Edlich RF. Cholelithiasis and cholecystitis. J
Long Term Eff Med Implants. 2005;15(3):329-38.
12. Greenbergen N.J., Isselbacher K.J. Diseases of the Gallbladder and Bile
Ducts, dari Harrison’s Princi-ples of Internal Medicine, Edisi ke-14,
hal.1725-1736, Editor Fauci dkk. Mc Graw Hill, 1998
13. Jacobson I.M. Gallstones, dari Current Diagnosis and Treatment in
Gastro- enterology, Editor Grendell J.H., McQuaid K.R., Friedman S.L.,
hal. 668-678, Appleton & Lange , 1996
14. Malet P.F. Complications of Chole- lithiasis, dari Liver and Biliary
Diseases, Edisi II, hal 673-691, Editor Kaplowitz N., Williams & Wilkins,
1996