Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN PUSTAKA

I. KOLELITIASIS

1. Defenisi Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis). Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik. Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.

Gambar 1: Batu dalam kandung empedu. -

2. Klasifikasi Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkankan atas 3 (tiga) golongan, yaitu: a) Batu kolesterol Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. b) Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. c) Batu pigmen hitam Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.

3. Epidemiologi Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahun 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.

4. Etiologi/Faktor Resiko Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain: a. Jenis Kelamin Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan

kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu. b. Usia Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

c. Berat badan (BMI) Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu. d. Makanan Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu. e. Riwayat keluarga Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga. f. Aktifitas fisik Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi. g. Penyakit usus halus Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik. h. Nutrisi intravena jangka lama Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal.

Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

5.Manifestasi Klinis Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi. Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic. Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut. Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis. Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal. Sebagian besar (90 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut.

Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.

Gambar 4: Manifestasi klinis yang umum terjadi

6. Patofisiologi 6.1 Batu Empedu Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995 sebagai berikut: a) Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa sebagai: Batu Kolesterol Murni Batu Kombinasi Batu Campuran (Mixed Stone) b) Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar kolesterolnya paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai: Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calcium Batu pigmen murni c) Batu empedu lain yang jarang Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi: Batu Kolesterol Batu Campuran (Mixed Stone) Batu Pigmen.

6.2 Patofisiologi Umum Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid

membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu empedu.

7.Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis: a. Asimtomatik b. Obstruksi duktus sistikus c. Kolik bilier d. Kolesistitis akut Empiema Perikolesistitis Perforasi e. Kolesistitis kronis Hidrop kandung empedu Empiema kandung empedu Fistel kolesistoenterik Ileus batu empedu (gallstone ileus)

8.Diagnosis Anamnesis Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam

kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.

Pemeriksaan Fisik Batu kandung empedu Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Batu saluran empedu Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.

Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.

b. Pemeriksaan radiologis Foto polos Abdomen Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

Gambar 5: Foto rongent pada kolelitiasis Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding

kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

Gambar 6: Hasil USG pada kolelitiasis Kolesistografi Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

Gambar 7: Hasil kolesistografi pada kolelitiasis

9.Penatalaksanaan Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaan antara lain: a) Kolesistektomi terbuka Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. b) Kolesistektomi laparaskopi Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi. c) Disolusi medis Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien. d) Disolusi kontak

Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten (metilter-butil-eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun). e) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. f) Kolesistotomi Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.

Terapi Ranitidin Komposisi: Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50 mg/ml injeksi. Indikasi: Ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina, ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung (Dalam kasus kolelitiasis ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik). Perhatian: Pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil. Buscopan (analgetik /anti nyeri) Komposisi: Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi. Indikasi: Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih wanita. Kontraindikasi: Glaukoma hipertrofiprostat. Buscopan Plus Komposisi: Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg.

Indikasi: Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita. NaCl NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida/Natrium Clorida yang dimana kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh. NaCl 3 % berisi Sodium Clorida/Natrium Clorida tetapi kandungan osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma tubuh.

Penatalaksanaan Diet Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga klien dianjurkan/dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi/teh.

II. HIDRONEFROSIS 1. Definisi Hidronefrosis adalah penggembungan ginjal akibat tekanan balik terhadap ginjal karena aliran air kemih tersumbat. Dalam keadaan normal, air kemih mengalir dari ginjal dengan tekanan yang sangat rendah. Jika aliran air kemih tersumbat, air kemih akan mengalir kembali ke dalam tabung-tabung kecil di dalam ginjal (tubulus renalis) dan ke dalam daerah pusat pengumpulan air kemih (pelvis renalis). Hal ini akan menyebabkan ginjal menggembung dan menekan jaringan ginjal yang rapuh. Pada akhinya, tekanan hidronefrosis yang menetap dan berat akan merusak jaringan ginjal sehingga secara perlahan ginjal akan kehilangan fungsinya. 2. Etiologi Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis): Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis renalis terlalu tinggi Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah Batu di dalam pelvis renalis Penekanan pada ureter oleh: jaringan fibrosa arteri atau vena yang letaknya abnormal tumor.

Hidronefrosis juga bisa terjadi akibat adanya penyumbatan dibawah sambungan ureteropelvik atau karena arus balik air kemih dari kandung kemih: Batu di dalam ureter Tumor di dalam atau di dekat ureter

Penyempitan ureter akibat cacat bawaan, cedera, infeksi, terapi penyinaran atau pembedahan

Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter Pembentukan jaringan fibrosa di dalam atau di sekeliling ureter akibat pembedahan, rontgen atau obat-obatan (terutama metisergid)

Ureterokel (penonjolan ujung bawah ureter ke dalam kandung kemih) Kanker kandung kemih, leher rahim, rahim, prostat atau organ panggul lainnya

Sumbatan yang menghalangi aliran air kemih dari kandung kemih ke uretra akibat pembesaran prostat, peradangan atau kanker

Arus balik air kemih dari kandung kemih akibat cacat bawaan atau cedera Infeksi saluran kemih yang berat, yang untuk sementara waktu menghalangi kontraksi ureter.

Hidronefrosis bisa terjadi selama kehamilan karena pembesaran rahim menekan ureter. Perubahan hormonal akan memperburuk keadaan ini karena mengurangi kontraksi ureter yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung kemih. Hidronefrosis akan berakhir bila kehamilan berakhir, meskipun sesudahnya pelvis renalis dan ureter mungkin tetap agak melebar. Pelebaran pelvis renalis yang berlangsung lama dapat menghalangi kontraksi otot ritmis yang secara normal mengalirkan air kemih ke kandung kemih. Jaringan fibrosa lalu akan menggantikan kedudukan jaringan otot yang normal di dinding ureter sehingga terjadi kerusakan yang menetap. 3. Gejala Gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi penyumbatan serta lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (hidronefrosis akut), biasanya akan menyebabkan kolik renalis ( nyeri yang luar biasa di daerah antara tulang rusuk dan tulang panggul) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (hidronefrosis kronis), bisa tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di

daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggul). Nyeri yang hilang timbul terjadi karena pengisian sementara pelvis renalis atau karena penyumbatan sementara ureter akibat ginjal bergeser ke bawah. Air kemih dari 10% penderita mengandung darah. Sering ditemukan infeksi saluran kemih (terdapat nanah di dalam air kemih), demam dan rasa nyeri di daerah kandung kemih atau ginjal. Jika aliran air kemih tersumbat, bisa terbentuk batu (kalkulus). Hidronefrosis bisa menimbulkan gejala saluran pencernaan yang samar-samar, seperti mual, muntah dan nyeri perut. Gejala ini kadang terjadi pada penderita anak-anak akibat cacat bawaan, dimana sambungan ureteropelvik terlalu sempit. Jika tidak diobati, pada akhirnya hidronefrosis akan menyebabkan kerusakan ginjal dan bisa terjadi gagal ginjal. 4. Diagnosis Diagnosis dipastikan dengan ultrasonografi atau pielografi intravena

5. Tatalaksana Penanganan bedah terdiri atas plastic pielum setelah dilakukan reseksi stenosis. Tindak bedah dilakukan pada hidronefrosis disertai dilatasi kaliks atau pada penyulit seperti pembentukan batu, infeksi, hematuria, atau hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W. 2002. Kamus kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC. ISFI. 2008. ISO Indonesia. Volume 43 2008. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Lesmana, L. 2000. Batu empedu. Buku ajar penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mansjoer, A. 1999. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius FKUI. Schwartz S, Shires G, Spencer F. 2000. Prinsip-prinsip ilmu bedah (principles of surgery). Edisi 6. Jakarta: EGC. Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.

ILUSTRASI KASUS

Seorang pasien perempuan, umur tahun, masuk ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 8 Januari 2013 dengan: Keluhan utama: Nyeri pada pinggang kiri sejak 5 hari yang lalu Riwayat Penyakit sekarang: Nyeri pada pinggang kiri sejak 5 hari yang lalu,nyeri dirasakan terusmenerus,nyeri menjalar ke ari-ari Mual muntah 5 hari yang lalu,frekueni 3 kali,banyaknya satu gelas setiap muntah,berisi apa yang dimakan Buang air kecil dirasakan lebih sedikit daripada biasanya sejak 9 hari yang lalu Nyeri ketika selesai buang air kecil sejak 15 hari yang lalu. Buang air kecil berdarah tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah menderita nyeri pada perut kanan bawah 1 tahun yang lalu dengan gejala yang sama dengan saat ini,dan telah melaksanakan USG abdomen dengan saran dokter untuk operasi batu empedu namun pasien menolak Pasien memiliki riwayat menderita Diabetes Melitus

Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga mempunyai riwayat penyakit keganasan Pemeriksaan fisik Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : composmentis cooperative

Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi Nafas Suhu Status Generalis : 72 x/menit : 20 x/menit : 36,5o C

Status Lokalis

Kepala : normocephal Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik Leher : JVP 5-2 cmH2O KGB : tidak ditemukan pembesaran KGB THT : tidak ditemukan kelainan

Thorak : tidak ditemukan kelainan Ekstrimitas : akral hangat,perfusi baik

Abdomen inspeksi : tidak terlihat adanya tanda radang palpasi : nyeri tekan (+), ballottement (+), nyeri ketok (+) auskultasi : bising usus (+) normal

Diagnosis Kerja : Kolelitiasis + Hidronefrosis Diagnosis Banding

Laboratorium Hb Hematokrit Leukosit Trombosit : 11,1 g/dl : 36 % : 8.900/mm3 : 418.000/mm3

Pemeriksaan Penunjang USG abdomen

Terapi

Cefotaxim 2 x 1 IV Ranitidin 2 x 1 IV drip Tramadol 3x50 mg dalam RL 28 tts/i

Anda mungkin juga menyukai