Anda di halaman 1dari 7

Laporan Pendahuluan

“Cholelitiasis”

Disusun dalam rangka memenuhi tugas


stase Keperawatan Medikal Bedah

Di Susun Oleh:

ADITYA HARTOYO PRATAMA ERFANDI


032022112

Preceptor Institusi Preceptor Lahan

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS
KURNIA JAYA PERSADA
2023
A. PENGERTIAN
1. Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung empedu atau saluran
empedu (duktus koledekus) atau keduanya. (Muttaqin, 2011).
2. Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis 
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung emp
edu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu 
yang terbentuk di dalam kandung empedu. Batu empedu adalah timbunan kristal di da
lam kandung empedu atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam k
andung empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu disebut 
koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, edisi 72, 2011).
3. Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk dalam
kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari kolesterol,
pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70% batu saluran empedu
adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol dan sisanya dengan komposisi
yang tidak diketahui. Di negara-negara Barat, komponen utama dari batu empedu
adalah kolesterol, sehingga sebagian batu empedu mengandung kolesterol lebih dari
80% (Majalah Kedokteran Indonesia, volum 57, 2007).
4. Batu empedu merupakan endapan satu atau lebih komponen empedu kolesterol,
bilirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan fosfolipid (Price &
Wilson, 2005).
5. Kolelitiasis (kalkulus / kalkuli , batu empedu) biasanya terbentuk dalam kandung
empedu dari unsur – unsur padat yang membentuk cairan empedu yang memiliki
ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. (Brunner & Suddart, 2002)

B. ETIOLOGI
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam
chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3%
bilirubin.2 Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang
paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.3 Sementara itu, komponen utama
dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan
empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan di luar empedu (Denis, 2005)
Menurut Lesmana (2000), Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor
resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang,
semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara
lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki)
2. Usia lebih dari 40 tahun .
3. Kegemukan (obesitas).
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan
kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit putih, baru
orang Afrika)

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Epigastrium kanan terasa nyeri dan spasme, menjalar ke pundak kanan atau punggung.
2. Kandung empedu membesar dan nyeri
3. Ikterus = Perubahan warna Kulit
4.Nyeri di kwadran kanan atas
5. Mual dan muntah
6. Kembung
7. Febris (38,5°C)
8. Beraknya warna pucat, kencing warna gelap sebagai
9. Blumberg Signs ( kekakuan dan nyeri lenting)
10.Berkurangnya absorbsi lemak dan vitamin yang larut di usus

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur
diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan
akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi hati dan ikterus. Disamping
itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini
akan membrikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam
harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan
ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu empedu
dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan pengisian,
memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya. Oral kolesistografi
tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver tidak dapat menghantarkan
media kontras ke kandung empedu yang mengalami obstruksi.(Smeltzer, 2002)
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.(Williams, 2003)
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada sat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop
serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum pars
desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus
pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk
menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta
evaluasi percabangan bilier.(Smeltzer, 2002)
6. Pemeriksaan Darah :
a. Kenaikan serum kolesterol
b. Kenaikan fosfolipid
c. Penurunan ester kolesterol
d. Kenaikan protrombin serum time
e. Kenaikan bilirubin total, transaminase
f. Penurunan urobilirubin
g. Peningkatan sel darah putih
h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di duktus
utama
E. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan non bedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
80% dari pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh dengan istirahat,
cairan infus, pengisapan nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Diit yang
dianjurkan adalah tinggi protein dan karbohidrat.
b. Farmakoterapi
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodial,
chenofalk). Fungsinya untuk menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan
sekresinya dan tidak desaturasi getah empedu.
c. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan
Pengangkatan batu empedu : menginfuskan bahan pelarut (monooktanoin
atau metil tertier butil eter (MTBE) ke dalam kandung empedu.Pengangkatan
non bedah : dengan lewat saluran T-tube dan dengan alat jaring untuk
memegang dan menarik keluar batuyang terjepit dalam duktus koleduktus.
d. Extracorporal shock-wave lithotripsy (ESWL)
Gelombang kejut berulang yang diarahkan kepada batu empedu yang
gelombangnya dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik.Efek
samping : petekia kulit dan hematuria mikroskopis
2. Penatalaksanaan bedah
a. Kolesistektomi : paling sering digunakan atau dilakukan : kandung empedu
diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.
b. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4.
c. Kolesistektomi laparoskopik (endoskopik) : lewat luka insisi kecil melalui dinding
abdomen pada umbilikus.
d. Koledokostomi : insisi lewat duktus koledokus untuk mengeluarkian batu empedu.
F. PATOFISIOLOGI
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :
1. Pembentukan empedu yang supersaturasi
2. Nukleasi atau pembentukan inti batu
3. Berkembang karena bertambahnya pengendapan
Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan
semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila 
perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun
di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang menga
ndung air. Empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang m
empunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam em
pedu dan lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu 
rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti pengendap
an kolesterol.  Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal kolesterol keluar dari laruta
n membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu pengendapan.  Pada tingkat saturasi y
ang lebih rendah, mungkin bakteri, fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel 
debris yang lain diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan.
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini : 
bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi normal a
kan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karena adanya enzim glokuron
il tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adany
a enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/
pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi ti
dak 
larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi pengendapan 
bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu tapi ini jarang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai