Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR PENYAKIT CHOLELITIASIS

Praktek Profesi Keperawatan Dasar

Oleh:

IRA INDAH LESTARI


NIM 23101059

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI
JEMBER
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa :
Kasus Laporan Pendahuluan :
Ruang Praktik : Ruang Lavender
Rumah Sakit : Rumah Sakit Paru

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(……………….………………) (……………….………………)
NIK/NIDN …………………… NIK/NIDN ……………………
TINJAUAN PUSTAKA
CHOLELITIASIS

1.1. Pengertian

Cholelitiasis adalah timbunan batu kristal dalam kandung empedu


atau didalam saluran empedu. Batu yang ditemukan didalam kandung
empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu didalam saluran empedu
disebut koledokolitiasis. Batu empedu juga dapat didefini11sikan sebagai
endapan satu atau lebih komponen empedu, seperti kolestrol, bilirubin,
garam empedu, kalsium, dan protein (Naga, 2013).
Kolelitiasis adalah suatu penyakit yang berisi batu empedu yang
biasa ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu,
atau pada kedua-duanya. Kolelitiasis disebut juga dengan batu empedu,
gallstones, atau biliary calculus. Batu empedu dikenal ada tiga jenis, yaitu
batu kolesterol, batu pigmen atau batu bilirubin, dan batu
campuran.Kandung empedu terletak di bawah hati, di sisi perut bagian
kanan atas, tepat di bawah lobus kanan hepar. Kandung empedu ini
memiliki fungsi untuk menyimpan dan memekatkan empedu (Sanusi et al.,
2019).

1.2. Etiologi
Menurut Cahyono 2014 etiologi kolelitiasis yaitu:
1. Supersaturasi kolesterol
Komposisi cairan empedu yang berpengaruh terhadap terbentuknya
batu tergantung keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan
lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah
kandungan garam empedu akan membuat keadaan didalam kandung
empedu menjadi jenuh akan kolesterol (Supersaturasi kolesterol).
2. Pembentukan inti kolesterol
Kolesterol diangkut oleh misel (gumpalan yang berisi fosfolipid,
garam empedu dan kolesterol). Apabila saturasi kolesterol lebih tinggi
maka ia akan diangkut oleh vesikel yang mana vesikel dapat
digambarkan sebagai sebuah lingkaran dua lapis. Apabila konsentrasi
kolesterol banyak dan dapat diangkut, vesikel memperbanyak lapisan
lingkarannya, pada akhirnya dalam kandung empedu, pengangkut
kolesterol, baik misel maupun vesikel bergabung menjadi satu dan
dengan adanya protein musin akan membentuk kristal kolesterol,
kristal kolesterol terfragmentasi pada akhirnya akan dilem atau
disatukan.
3. Penurunan fungsi kandung empedu
Menurunnya kemampuan menyemprot dan kerusakan dinding
kandung empedu memudahkan seseorang menderita batu empedu,
kontraksi yang melemah akan menyebabkan statis empedu dan akan
membuat musin yang diproduksi di kandung empedu terakumulasi
seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung
empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat
sehingga semakin menyulitkan proses pengosongan cairan empedu.

1.3. Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkankan atas 3 (tiga) golongan. (Sylvia and Lorraine, 2016)
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang
mengandung > 50% kolesterol).
2. Batu pigmen
Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis baru empedu yang mengandung
<20% kolesterol.
3. Batu campuran
Batu campuran antara kolesterol dan pigmen dimana mengandung 20-50%
kolesterol.
1.4. Patofisiologi
1.5. Pathway
1.6. Manifestasi Klinis
Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya
gejala. Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala
asimptomatik (pasien tidak menyadari gejala apapun). Gejala klinik yang timbul
pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala:
1. Nyeri pada perut kanan atas
2. Dispepsia non spesifik
3. Mual, muntah
4. Demam

1.7. Pemeriksaan Penunjang


1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita
disfungsi hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak
membuat pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan
memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada
malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadan
distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara
yang dipantulkan kembali. Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli
dalam kandung empedu atau duktus koleduktus yang mengalami
dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan
isinya. Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena
liver tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu
yang mengalami obstruksi.
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung
yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini
meliputi insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus
hingga mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula
dimasukan ke dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus,
kemudian bahan kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk
menentukan keberadaan batu di duktus dan memungkinkan
visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kenaikan serum kolesterol.
b. Kenaikan fosfolipid.
c. Penurunan ester kolesterol.
d. Kenaikan protrombin serum time.
e. Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl).
f. Penurunan urobilirubin.
g. Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 -
10.000/iu).
h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada
batu di duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml).

1.8. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Nonbedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
1) Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2) Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3) Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign.
4) Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok.
5) Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti
koagulopati).
b. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan
pemberian obat-obatan oral. Pemberian obat-obatan ini dapat
menghancurkan batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis,
terutama batu yang kecil. Disolusi medis harus memenuhi kriteria
terapi nonoperatif diantaranya batu kolesterol diameternya < 20
mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung empedu baik dan
duktus sistik paten.
c. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk
menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan
pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus
melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier.
Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini
dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu
dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu
dalam 24 jam.
d. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut
berulang (Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu
empedu didalam kandung empedu atau duktus koledokus dengan
maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa sejumlah
fragmen.
e. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras
radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang
di dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka
agak lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan
berpindah ke usus halus.
2. Penatalaksanaan Bedah
a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
denga kolelitiasis simtomatik. Angka mortalitas yang dilaporkan
untuk prosedur ini kurang dari 0,5%.
b. Kolesistektomi laparaskopi
Kandung empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat
sayatan kecil di dinding perut.

1.9. Komplikasi
1. Kolesistis
Kolesistitis adalah peradangan kandung empedu, saluran kandung
empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan
peradangan kandung empedu.
2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena
infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah
saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
3. Hidrops
Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga
tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal.
4. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi

1.10. Proses Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal,
tempat tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis
biasanya ditemukan pada 20 -50 tahun dan lebih sering terjadi
anak perempuan pada dibanding anak laki – laki.
2. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien
saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan
adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual
muntah.
3. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama
keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri
dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri menjalar
kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan Time (T)
yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
c) Riwayat kesehatan keluarga (genogram)
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita
penyakit kolelitiasis.
4. Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan umum. Pemeriksaan tingkat kesadaran, tanda–
tanda vital yaitu tekanan darah, nadi, RR, dan suhu.
b) Pemeriksaan Fisik Head To Toe
1) Kulit. Warna kulit apakah normal, pucat atau sianosis,
rash lesi, bintik–bintik, ada atau tidak. Jika ada seperti
apa, warna, bentuknya ada cairan atau tidak, kelembaban
dan turgor kulit baik atau tidak..
2) Kepala
3) Wajah
4) Mata
5) Telinga. Bentuk, ukuran telinga, kesimetrisan telinga,
warna, ada serumen atau tidak, ada tanda – tanda infeksi
atau tidak, palpasi adanya nyeri tekan atau tidak.
6) Hidung. Bentuk, posisi, lubang, ada lendir atau tidak,
lesi, sumbatan, perdarahan tanda–tanda infeksi, adakah
pernapasan cuping hidung atau tidak dan nyeri tekan.
7) Mulut
Warna mukosa mulut dan bibir, tekstur, lesi dan
stomatitis. Langit–langit keras (palatum durum) dan
lunak, tenggorokan, bentuk dan ukuran lidah, lesi, sekret,
kesimetrisan bibir dan tanda–tanda sianosis.
8) Dada. Kesimetrisan dada, adakah retraksi dinding dada,
adakah bunyi napas tambahan (seperti ronchi, wheezing,
crackels), adakah
9) Bunyi jantung tambahan seperti (mur mur), takipnea,
dispnea, peningkatan frekuwensi, kedalaman (pernafasan
kusmaul).
10) Abdomen. Inspeksi perut tampak membesar, palpasi
ginjal adanya nyeri tekan, palpasi hepar, adakah distensi,
massa, dengarkan bunyi bising usus, palpasi seluruh
kuadran abdomen. Biasanya pada kolelitiasis terdapat
nyeri pada perut bagian kanan atas.
11) Genitalia dan rectum
12) Ekstremitas. Inspeksi pergerakan tangan dan kaki, kaji
kekuatan otot, palpasi ada nyeri tekan, benjolan atau
massa.

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan
tampak meringis, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah
meningkat, dan nafsu makan berubah.
2. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan
ditandai dengan volume urine menurun
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan ditandai dengan nyeri abdomen dan nafsu makan
menurun.
C. Perencanaan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Rencana Keperawatan
1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (I.08238)
proses inflamasi ditandai dengan selama … tingkat nyeri menurun (L.08066) Tindakan :
tampak meringis, frekuensi nadi Kriteria hasil : Observasi
meningkat, tekanan darah meningkat, 1. Keluhan nyeri berkurang 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
dan nafsu makan berubah. 2. Tampak meringis berkurang frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
3. Mual berkurang 2. Identifikasi skala nyeri
4. Muntah berkurang Terapeutik
5. Frekuensi nadi membaik 1. Kontrol lingkungan yang memperberat
6. Tekanan darah membaik rasa nyeri (misal suhu ruang dan
7. Nafsu makan membaik kebisingan)
2. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri (misal kompres
hangat/dingin)
3. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi dalam
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolanorasi pemberian analgetik
2 Hipovolemia berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen hipovolemia (I03116)
kekurangan intake cairan ditandai selama … keseimbangan cairan meningkat Observasi
dengan volume urine menurun (L.05020) 1. Periksa tanda gejala hipovolemia (misal
Kriteria hasil : frekuensi nadi meningkat, nadi terasa
1. Asupan cairan meningkat lemah, tekanan darah menurun, turgor
2. Keluaran urin meningkat kulit menurun, membran mukosa
3. Dehidrasi menurun kering, volume urin menurun, lemah)
4. Tekanan darah membaik 2. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan asupan cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (misal NaCl, RL)
3 Defisit nutrisi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nutrisi (I.03119)
ketidakmampuan mencerna makanan selama … status nutrisi membaik (L.03030) Observasi
ditandai dengan nyeri abdomen dan Kriteria hasil : 1. Identifikasi makanan yang disukai
nafsu makan menurun. 1. Porsi makan yang dihabiskan 2. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
meningkat nutrien
2. Frekuensi makan membaik 3. Identifikasi perlunya penggunaan
3. Nafsu makan membaik selang nasogastrik
4. Monitor asupan makanan
5. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik
1. Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
2. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
3. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (misal pereda nyeri)
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Albab, A. U. (2013). Karakteristik Pasien Kolelitiasis Di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo. 1–56.
Naga, S. s. (2013). BUKU PANDUAN LENGKAP Ilmu Penyakit Dalam (P. E.
Nareswati (ed.)). DIVA Press.
Sanusi, H., Umboh, A., & Umboh, V. (2019). PROFIL CT-SCAN PASIEN
DENGAN KOLELITIASIS DI BAGIAN RADIOLOGI RSUP PROF. DR. R.
D. KANDOU MANADO PERIODE AGUSTUS 2015 – AGUSTUS 2016
Jurnal KEDOKTERAN KLINIK (JKK), Volume 3 No 2, Juli - Desember
2019. 3(2), 8.
Veronika, S., Tarigan, P., & Sinatra, J. (2016). Karakteristik Penderita Kolelitiasis
Hasil Ultrasonography ( USG ) di RSUD dr . Pirngadi Medan. Jurnal
Kedokteran Methodist Volume 10 Nomer 1 Tahun 2017, 2015–2018.
Widiastuti, W. (2019). Terapi Ursodeoxycholic Acid ( UDCA ) dan Tindakan
Kolesistektomi Laparaskopik pada Remaja dengan Cholelithiasis : Sebuah
Laporan Kasus. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 2(4), 34–39.

Anda mungkin juga menyukai