Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN POST OP LAPARATOMY DENGAN CHOLEDOCHOLITHIASIS


DI RUANG ICU RS PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

Disusun Oleh :
Puput Irna Aqdia
113119013

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN 2020
I. MASALAH KESEHATAN : Post op laparatomi eksplorasi CBD dengan
Choledocholithiasis
II. PENGERTIAN

Choledocholithiasis adalah adanya batu dalam saluran empedu dan


merupakan suatu kondisi umum dan bisa menimbulkan berbagai komplikasi.
Pada umumnya komposisi utama batu adalah kolesterol. Letak batu di saluran
empedu yaitu di saluran empedu utama atau di duktus choledochus
(choledocholithiasis), di saluran sistikus (sistikolitiasis) jarang sekali ditemukan
dan biasanya bersamaan dengan batu di dalam kandung empedu, dan di saluran
empedu intrahepatal (intrahepatolitiasis) atau hepatolitiasis.
Sebagian besar batu yang terletak di duktus choledochus berasal dari
kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke
dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu
saluran empedu sekunder. Choledocholithiasis biasanya disertai dengan kalkulus
cholecystitis. Batu yang ada dapat tunggal atau ganda, berbentuk bulat atau oval.
Batu dapat terletak di ampula vateri.
Beberapa istilah yang berkaitan dengan gangguan pada empedu dan
salurannya :
a. Batu saluran empedu : adanya batu yang terdapat pada sal. empedu (duktus
koledokus)
b. Batu empedu (kolelitiasis) : adanya batu yang terdapat pada kandung empedu
c. Radang empedu (kolesistitis) : adanya radang pada kandung empedu
d. Radang saluran empedu (kolangitis) : adanya radang pada saluran empedu

III. ETIOLOGI

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang
dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum
diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan
supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu
yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan mulai
membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah
gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi
empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Beberapa faktor risiko terjadinya batu empedu antara lain jenis kelamin,
umur, hormon wanita, infeksi (cholecystitis), kegemukan, kehamilan, terapi
hormon, kehilangan berat badan yang cepat, penyakit crohn, trigliserida darah
yang meningkat serta faktor genetik.
Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
o Infeksi kandung empedu
o Usia yang bertambah
o Obesitas
o Wanita
o Kurang makan sayur
o Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol

IV. MANIFESTASI KLINIS

Choledocholithiasis yang tanpa kelainan atau sebagai batu tersembunyi


(silent stone) tidak memberikan gejala sama sekali. Bila menimbulkan tanda
sumbatan baru memberikan gejala ikterus cholestatic. Pada umumnya ikterusnya
ringan, dan sifatnya sementara, karena yang sering menimbulkan sumbatan
sebagian, jarang menimbulkan sumbatan lengkap. Penderita dapat berkeringat
banyak atau berjalan mondar-mandir atau berguling ke kanan dan ke kiri di atas
tempat tidur. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri
ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama.
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin A,D,E,K
yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan gejala defisiensi
vitamin-vitamin ini jika obstruksi biliaris berlangsung lama. Defisiensi vitamin K
dapat mengganggu pembekuan darah yang normal. Di samping adanya
regurgitasi gas berupa flatus dan sendawa.
Tanda murphy positif ditemukan pada pemeriksaan fisik. Kulit atau mata
menguning merupakan suatu tanda penting untuk obstruksi biliaris. Dan pada
choledocholithiasis atau pankreatitis sering ditemukan pula adanya ikterus, feses
yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya
pekat yang disebut “clay-colored”. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urin berwarna sangat gelap. Selain tanda-tanda tersebut, jika didapatkan
demam dan menggigil, maka diagnosa yang dipertimbangkan adalah cholangitis
ascendes.

V. GANGGUAN PEMENUHAN KDM DIKAITKAN DENGAN PATOFISIOLOGI


Patofisiologi terbentuknya batu kolesterol diawali adanya pengendapan
kolesterol yang membentuk kristal kolesterol. Batu kolesterol terbentuk ketika
konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi kemampuan empedu
untuk mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang
selanjutnya membentuk batu. Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga
proses yang panjang yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh
(supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses
pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi
kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau keduanya (Gustawan, 2007).
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui
duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut
dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet
sehingga menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam
duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu
akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus (Sjamsuhidayat, 2010).
Penderita choledocholithiasis yang mengalami kolik perlu diberi
spasmoanalgetik untuk mengurangi nyeri atau serangan kolik. Bila
memperlihatkan peradangan, dapat diberi antibiotik. Selanjutnya batu perlu
dikeluarkan, dapat secara pembedahan atau endoskopi sfingterotomi.
Pembedahan pengangkatan batu dari duktus choledochus (choledocholitotomi).
Penatalaksanaan pembedahan dilakukan dengan Laparatomi :
1. Pengertian Laparatomi
Laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen (Lakaman
2011). Bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada
daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan.
Pada beberapa kasus dilakukan eksplorasi terhadap saluran empedu/
Common Bile Duct (CBD). Eksplorasi bertujuan untuk menemukan batu yang
menyebabkan obstruksi secara tepat pada saluram empedu. Tujuan nya untuk
mengangkat batu empedu pada saluran empedu yang menyebabkan obstruksi,
dan mencegah terjadinya batu kembali karena batu telah di eksploitasi pada
saluran empedu.
2. Jenis-jenis Laparatomi
a. Mid-line incision
b. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang
(12,5 cm).
c. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
d. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah
±4cm diatas anterior spinaliliaka, misalnya; pada operasi appendictomy. 
Latihan - latihan fisik seperti latihan napas dalam, latihan batuk,
menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih
baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke 2 post
operasi.(Smeltzer, 2012).

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien dilakukan pemeriksaan darah yaitu bilirubin, tes fungsi hati,
dan enzim pankreatik. Hasil yang diperoleh, diantaranya :
o Meningkatnya serum kolesterol
o Meningkatnya fosfolipid
o Menurunnya ester kolesterol
o Meningkatnya protrombin serum time
o Tes fungsi hati ; meningkatnya bilirubin total lebih dari 3mg/dL,
transaminase (serum glumatic-pyruvic transaminase dan serum glutamic-
oxaloacetic transaminase) meningkat pada pasien choledocholithiasis
dengan komplikasi cholangitis, pankreatitis atau keduanya.
o Menurunnya urobilirubin
o Jumlah darah ; meningkatnya sel darah putih sebagai tanda adanya
infeksi atau inflamasi, tapi penemuan ini non-spesifik.
o Meningkatnya serum amylase/lipase, bila pankreas terlibat yaitu
pankreatitis akut akibat komplikasi choledocholithiasis atau bila ada batu
di duktus utama.
o Kultur darah ; seringkali positif pada cholangitis.
o Leukosit : 12.000 – 15.000 /iu (N : 5000 – 10.000 iu).
o Bilirubin : meningkat ringan, (N : < 0,4 mg/dl).
o Amilase serum meningkat.( N: 17 – 115 unit/100ml).
o Protrombin menurun, bila aliran dari empedu intestin menurun
karena obstruksi sehingga menyebabkan penurunan absorbsi
vitamin K.(cara Kapilar : 2 – 6 mnt).
o USG : menunjukkan adanya bendungan /hambatan , hal ini karena
adanya batu empedu dan distensi saluran empedu  ( frekuensi sesuai
dengan prosedur diagnostik)
o Endoscopic Retrograde choledocho pancreaticography (ERCP),
bertujuan untuk melihat kandung empedu, tiga cabang saluran
empedu melalui ductus duodenum.
o PTC (perkutaneus transhepatik cholengiografi): Pemberian cairan
kontras untuk menentukan adanya batu dan cairan pankreas.
o Cholecystogram (untuk Cholesistitis kronik) : menunjukkan adanya
batu di sistim billiar.
o CT Scan : menunjukkan gellbalder pada cysti, dilatasi pada saluran
empedu, obstruksi/obstruksi joundice.
o Foto Abdomen :Gambaran radiopaque (perkapuran ) galstones,
pengapuran pada saluran atau pembesaran pada gallblader.

VII.MASALAH KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan dilakukannya tindakan insisi bedah.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya sayatan / luka operasi
laparatomi.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan pergerakan terbatas dari
anggota tubuh.
4. Risiko ketidakseimbangan elektrolit b.d keluarnya cairan tubuh ditandai
dengan muntah yang berlebihan
5. Gangguan Ventilasi spontan b.d keletihan otot pernapasan.
6. Risiko tinggi syok hipovolemik b.d penurunan volume darah, sekunder dari
syok sepsis ditandai dengan mual, muntah, dan demam

VIII. INTERVENSI KEPERAWATAN


No. Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil intervensi
Keperawatan
1. Nyeri akut NOC NIC
berhubungan Ansiety Anxiety Reduction
dengan Fear leavel (penurunan kecemasan)
dilakukannya Sleep deprivation 1.      Identifikasi tingkat
tindakan insisi Comfort, readines for kecemsan
bedah. enchanced 2.      Bantu klien mengenal
Kriteria Hasil: situasi yang menimbulkan
Mampu mengontrol kecemasan kecemasan
Mengontrol nyeri 3.      Kaji karakteristik nyeri
Kualitas tidur dan istirahat 4.      Instruksikan pasien
adekuat menggunakan tehnik
Status kenyamanan meningkat rekasasi
5.      Berikan posisi nyaman
sesuai kebutuhan
6.      Kolaborasi pemberian obat
analgetik
2. Resiko infeksi NOC NIC
berhubungan Immune status Infection Control (kontrol
dengan adanya Knowledge : infection control infeksi)
sayatan / luka Risk control 1.      Monitor tanda dan gejala
operasi laparatomi. Kriteria hasil infeksi sistemik dan lokal
Klien bebas dari tanda dan 2.      Bersihkan luka
gejala infeksi 3.      Ajarkan cara menghindari
Menunjukkan kemampuan infeksi
untuk mencegah timbulnya 4.      Instruksikan pasien untuk
infeksi minum obat antibiotik sesuai
Jumlah leukosit dalam batas resep
normal 5.      Berikan terapi antibiotik IV
bila perlu
3. Gangguan NOC NIC
mobilitas fisik Joint movement : active Exercise therapy :
berhubungan Mobility level ambulation
dengan pergerakan Self care : ADLs 1.      Monitor vital sign
terbatas dari Transfer performance sebelum/sesudah latihan dan
anggota tubuh. Kriteria hasil lihat respon pasien saat
Klien meningkjat dalam aktivits latihan
fisik 2.      Latih pasien dalam
Mengerti dari tujuan dari pemenuhan kebutuhan
peningkatan mobilitas ADLs secara mandiri sesuai
Memeragakan penggunaan alat kebutuhan
Bantu untuk mobilisasi (walker) 3.      Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
4.      Konsultasi dengan terapi
fisik tentang rencana
ambulasi sesuai kebutuhan
5.      Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
4. Risiko NOC NIC
ketidakseimbangan ·         Fluid balance Fluid management
elektrolit ·         Hydration ·         Timbang
·         Nutritional Status : Food popok/pembalut jika
and Fluid diperlukan
·         Intake ·         Pertahankan catatan
intake dan output yang
Kriteria Hasil : akurat
·         Mempertahankan urine ·         Monitor status
output sesuai dengan usia hidrasi (kelembaban
dan BB, BJ urine normal, membran mukosa, nadi
HT normal adekuat, tekanan darah
·         Tekanan darah, nadi, ortostatik ), jika
suhu tubuh dalam batas diperlukan
normal ·         Monitor vital sign
·         Tidak ada tanda tanda ·         Monitor masukan
dehidrasi, makanan / cairan dan
·         Elastisitas turgor kulit hitung intake kalori
baik, membran mukosa harian
lembab, tidak ada rasa ·         Kolaborasikan
haus yang berlebihan pemberian cairan IV
·         Monitor status nutrisi
IX. PRIMARY SURVEY (ABC)
A. Airway
Jalan nafas terpasang ET, terdapat akumulasi sekret di mulut dan selang ET,
lidah tidak jatuh kebelakang.
A. Breathing
RR : 38 x/menit, tidak terdapat cuping hidung, terdapat retraksi otot
intercosta, tidak menggunakan otot bantu nafas, terdapat suara ronkhi basah
di basal paru kanan dan kiri, tidak terdapat wheezing, terpasang ventilator
dengan mode SIM V, FiO2 70%, PEEP +5, vt 487, suara dasar vesikuler.
B. Circulation
TD :140/98 mmHg, MAP 112, HHR 124 x/menit, SaO2 100%, CRT <3
detik, kulit tidak pucat, konjungtiva tidak anemis.
X. DAFTAR PUSTAKA
Brunner and suddart. (2011). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth

Edition. J.B. Lippincott Campany, Philadelpia.

Mansjoer, Arif. 2012. Capita ,Selekta Kedokteran. Bakarta :Media Aesculapius.

Muttaqin, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA : Masalah Yang Lazim

Muncul

Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Nursalam. 2010. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan, Edisi II. Salemba Medika. Jakarta

Prasetyo, S. N. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta :

Graha Ilmu.

Soeparman, dkk. 2010. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2010. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and

Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai