STENOSIS
Disusun oleh :
Ariska Widiastuti
2111040115
2. Etiologi
a. kompresi dari permukaan duodenum oleh band-band Ladd sekunder untuk rotasi lengkap
dari usus
b. Annular membungkus pancreas
c. Keturunan resesif autosomal
d. Adanya Polyhidramnion (saat kehamilan)
3. Manifestasi Klinis
saat berumur beberapa bulan/tahun Gejala = Muntah , bilious dan non bilious Bisa
timbul saat dewasa, refluks gastroesofageal, ulserasi peptic, atau obstruksi
duodenum proksimal dari stenosis oleh bezoar.
Gejala sering tidak berkembang pada masa neonates
Biasanya anak mengalami mual intermiten dengan muntah. Muntahan berisi
empedu
Anak gagal untuk berkembang
dapat ditemukan di perut bagian atas kembung.
diwarnai empedu muntah pada neonatus berusia 24 jam
4. Pathofisiologi
Penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang
bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan atau
penyumbatan lumen usus, hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu.
Sehingga terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan pada bagian
proksimal tempat penyumbatan yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi).
Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat sebagai kompensasi
adanya sumbatan atau hambatan. Bila obstruksi terus berlanjut dan terjadi peningkatan
tekanan intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak akan berkontraksi dengan
baik dan bising usus menjadi tidak teratur dan hilang. Peningkatan tekanan intraluminal
dan adanya distensi menyebabkan gangguan vaskuler terutama stasis vena. Dinding usus
menjadi udem dan terjadi translokasi bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang
disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menyebabkan timbulnya gejala sistemik. Efek
lokal peregangan usus adalah iskemik akibat nekrosis disertai absorbsi toksin-toksin
bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik. Hal ini biasanya terjadi pada
obstruksi usus dengan strangulasi. Bahaya umum dari keadaan ini adalah sepsis.
Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa disertai
gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang tertelan, sekresi usus dan
udara akan berkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit.Bagian
proksimal dari usus mengalami distensi dan bagian distalnya kolaps. Fungsi sekresi dan
absorbsi membran mukosa usus menurun dan dinding usus menjadi edema dan kongesti.
distensi intestinal yang berat dengan sendirinya secara terusmenerus dan progresif akan
mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa serta meningkatkan risiko terjadinya
dehidariasi, iskemik, nekrosis, perforasi, peritonitis dan kematian
5. Komplikasi
Indikasi ditentukan oleh derajat obstruksi usus Sebuah obstruksi bermutu tinggi biasanya
dilakukan pada kebijaksanaan dokter bedah (intervensi bedah elektif)
Tingkat rendah penghalang parsial mungkin pergi bertahun-tahun tanpa membutuhkan
pembedahan.Sebagian besar operasi berlangsung di tahun-tahun dewasa dengan operasi
sesekali di masa kecil
Operasi
Pembedahan dilakukan di bawah anestesi umum Sayatan dibuat di perut bagian atas
Stenosis ini biasanya dilewati tanpa menghapus apapun pankreas atau jaringan duodenum.
Prosedur memotong berbagai:
Duodeno duodenostomy – lubang dibuat di sisi duodenum atas dan di bawah stenosis
diikuti dengan penjahitan dinding duodenum di lubang bersama untuk membentuk bypass
(sisi untuk memotong sisi)
Duodeno jejunostomy – akhir untuk memotong sisi duodenum untuk jejunum
Gastrojejunostomy – sisi perut bagian bawah ke sisi bypass jejunum
Gastroduodenostomy – sisi perut bagian bawah ke sisi dari bypass duodenum
Resusitasi cairan
Dekompresi dengan NGT
Antibiotika
7. Pathway
8. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGUMPULAN DATA
1. Identitas Identitas pasien
meliputi : nama, jenis kelamin, umur, pendidikan, agama, kebangsaan, suku, alamat,
tanggal dan jam masuk RS, No. Reg, ruangan, serta identitas yang bertanggung
jawab.
2. Keluhan Utama
Bayi dengan stenosis duodenum datang dengan keluhan muntahmuntah setelah diberi
ASI/MPASI, kembung.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang.
Pada umumnya bayi sering mengalami kembung, muntahmuntah, anorexia, lemah,
keringat dingin, demam
b. Riwayat kesehatan lalu.
Pasien mempunyai riwayat tertentu seperti : demam tinggi, demam kejang, icterus,
distensi abdomen, sering mengalami muntah
c. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarganya tidak mempunyai penyakit menular atau mempunyai penyakit menular
5. Keadaan umum
Pada bayi dengan stenosis duodenum keadaannya lemah dan hanya merintih,
kesadaran composmentis
6. Tanda-tanda Vital Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu
tubuh < 36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C. Sedangkan
suhu normal tubuh antara 36,5C – 37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit
respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat
pernafasan belum teratur.
7. Pemeriksaan fisik
a. Kulit Warna kulit tubuh merah, tidak terdapat luka atau benjolan.
b. Kepala Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-
ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
c. Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna
sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleks terhadap cahaya.
d. Hidung
Ada/tidak pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
e. Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
f. Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
g. Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
h. Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi,
frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
i. Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis papila
mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut cekung
adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah
masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna, dapat
terjadi distensi abdomen.
j. Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda infeksi
pada tali pusat.
k. Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada
neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya
sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
l. Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari
faeses.
m. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya
kelumpuhan syaraf atau keadaan jarijari tangan serta jumlahnya.
n. Refleks
Pada bayi reflek moro dan sucking kuat. Reflek moro dapat memberi keterangan
mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah tulang
2.2 Perencanaan
Diagnosa : Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d bronkospasme
2.2.1 Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria):
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 jam, diharapkan
jalan nafas efektif
Kriteria Hasil:
Produksi sputum
Tidak ada bunyi nafas tambahan
Pola nafas dan irama normal
2.2.2 Intervensi keperawatan dan rasional:
Intervensi:
- Monitor frekuensi dan kedalaman nafas
- Monitor bunyi nafas tambahan
- Monitor saturasi oksigen
- Berikan posisi semi fowler 30-45°
- Pasang oksimetri nadi
- Pasang oksigenasi untuk mempertahankan spO2 ≥90 %
- Anjurkan bernafas lambat dan dalam
- Ajarkan mengidentifikasi dan menghindari pemicu (debu,su hu
ekstrem,polutan udara)
- Kolaborasi pemberian bronkodilator
Rasional:
Menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
Memantau ttv
Memantau bunyi nafas tambahan
Rasional:
Menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
Memantau ttv
Memantau bunyi nafas tambahan
Kriteria Hasil:
Kemampuan mencari informasi tentang resiko
Kemampuan mengidentifikasi factor resiko
Kemampuan melakukan strategi kontrol resiko
Intervensi keperawatan dan rasional:
Intervensi:
-periksa kondisi umum pasien (ttv)
-periksa kondisi stoma pasien
-identifikasi kemampuan dan pengetahuan tentang stoma
-terapkan Teknik aseptic dan keamanan selama merawat stoma
-buang dan bebaskan stoma dari kantung sebelumnya
- Rasional:
Menentukan tindakan keperawatan selanjutnya
Memantau ttv
Mempertahankan Teknik aseptic untuk menghindari infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Botto LD, Olney RS, Erickson JD. Vitamin supplements and the risk for congenital
anomalies other than neural tube defects. American Journal of Medical Genetics Part C
(Semin. Med. Genet.), Vol. 125C, 2004.
Bound JP, Harvey PW, Francis BJ. Seasonal prevalence of major congenital malformations
in the Fylde of Lancashire 1957-1981. J Epidemiol Community Health 1989;43:330-342.
Cardonic E, Iacobucci A. Use of chemotherapy during human pregnancy. Lancet, Vol. 5,
May 2004.
Rittler M, Lopez-Camelo J, Castilla EE. Sex ratio and associated risk factors for 50
congenital anomaly types: lues for causal heterogeneity. Birth Defects Research (Part A),
Vol. 70, 2004.
Van Bokhoven H, Celli J, van Reeuwijk J, Rinne T, Glaudemans B, van Beusekom E, Rieu
P, Newbury-Ecob RA, Chiang C, Brunner HG. MYCN haploinsufficiency is associated with
reduced brain size and intestinal atresias in eingold syndrome. Nature Genetics, Vol. 37, No.
5, 2005.
Werler MM, Sheehan JE, Mitchell AA. Association of vasoconstrictive exposures with risks
of gastroschisis and small intestinal atresia. Epidemiology, Vol. 14, 2003.
Yang J, Carmichael SL, Kaidarova Z, Shaw GM. Risks of selected congenital malformations
among offspring of mixed race-ethnicity. Birth Defects Research (Part A): Clinical and
Molecular Teratology, Vol. 70, 2004.