Anda di halaman 1dari 26

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ileus Obstruktif Dan Peritonitis

Disusun Oleh : Kelompok 3

1. Fahdia Anjeli : 121811010


2. Nur syahraini : 121811016
3. Yuzi Rustam : 121811025
4. Dewi anjani : 121811005

Dosen Pembimbing
Devy Kurniawati, S. Kep, Ns

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH TANJUNG PINANG
TANJUNG PINANG
T.A 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hasirat Allah SWT., karena berkat limpahan rahmat serta hidayahNya,
kami diberikan kekuatan untuk dapat menyusun makalah ini dengan judul Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Ileus Obstruktif Dan Peritonitis. Makalah yg kami buat ini dapat menjadi salah satu
referensi untuk para pembaca, dan menambahkan wawasan tentang Ileus Obstruktif Dan
Peritonitis
Meskipun telah berusaha untuk menghindarkan kesalahan, kami menyadari juga bahwa
makalah ini masih mempunyai kelemahan sebagai kekurangannya. Karena itu, kami berharap
agar pembaca berkenan menyampaikan kritikan. Dengan segala pengharapan dan keterbukaan,
kami menyampaikan rasa terima kasih dengan setulus-tulusnya. Akhir kata, kami berharap agar
makalah ini dapat membawa manfaat kepada pembaca.

Kab.Bintan 27 April 2020

Kelompok 3
KONSEP DASAR MEDIS

A. Ileus Obstruktif
1. Definisi
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara,
2007).
Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total.Obstruksi usus
biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebahagaian dasar dari obstruksi justru mengenai usus
halus.
2. Etiologi
Ileus obstruktif dapat disebabkan oleh antara lain:
1) Penyebab intraluminal (relatif jarang), antara lain:
a. Benda asing yang tertelan. Meskipun demikian, pada umumnya suatu benda
asing yang telah lolos melewati lubang pylorus (dari lambung ke usus), tidak
akan mengalami kesulitan untuk mencapai usus halus, kecuali adanya adesi
setelah operasi.
b. Bezoars mungkin merupakan faktor.
c. Penyakit parasit, seperti Ascariasis mungkin dapat ditemukan.
d. Batu empedu mungkin terjadi dengan suatu fistula  cholecystenteric.
e. Suatu bolus makanan yang besar dapat menjadi penyebab, dengan material
makanan yang sulit dicerna akan berdampak pada usus bagian bawah. Pada
kasus ini kebanyakan pasien pada umumnya sudah mengalami operasi pada
daerah lambung.
f. Cairan mekonium akan menyebabkan obstruksi pada daerah distal ileum
mungkin akibat kista fibrosis yang terjadi pada semua umur.
2) Penyebab intramural, (relatif jarang). Obstruksi yang terjadi sebagai akibat dari
adanya lesi pada dinding usus halus.
a. Atresia dan striktur mungkin juga merupakan penyebab.
b. Penyakit Crohn. Obstruksi yang terjadi mungkin hilang timbul dan
obstruksinya sebagian atau parsial.
c. Tuberkulosis usus. Pada negara-negara tertentu tidak merupakan hal yang laur
biasa.
d. Suatu hematoma yang terjadi diantara dinding usus, akibat trauma atau pasien
yang mendapat pengobatan dengan antikoagulan yang berlebihan dari dosis
yang dibutuhkan.

3) Penyebab ekstramural. Penyebab ini mungkin merupakan penyebab yang paling


umum atau sering:
a. Adesi yang berhubungan dengan pembedahan abdomen atau peritonitis sering
meningkatkan frekuensi ileus obstruktif. Adesi mudah lengket pada lumen
usus dan menyebabkan luka yang berlokasi dimana-mana.Adesi ini dapat
menghalangi peristaltik usus halus dan menyebabkan angulasi secara akut dan
kekusutan pada usus, sering terjadi beberapa tahun setelah prosedur awal
dilakukan.
b. Kelainan intraperitoneal kongenital mungkin dapat mengakibatkan obstruksi.

3. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat
dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat,
kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana gas
(70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen, yang
menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Oleh karena sekitar
8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya absorbsi dapat
mengakibatkan penimbunan intra lumen yang cepat.Muntah dan penyedotan usus
setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan
elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang
cairan ekstra sel yang mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi
ginjal, syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan,
asidosis metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi.
Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan penurunan absorbsi cairan dan
peningkatan sekresi cairan kedalam usus.Efek lokal peregangan usus adalah iskemia
akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi
toksin-toksin/bakteri kedalam rongga peritonium dan sirkulasi sistemik.Pengaruh
sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi diafragma dengan akibat
terbatasnya ventilasi dan berikutnya timbul atelektasis.Aliran balik vena melalui vena
kava inferior juga dapat terganggu.Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik
vena yang nyata, usus menjadi sangat terbendung, dan darah mulai menyusup
kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai kadar yang cukup berarti
bila segmen usus yang terlibat cukup panjang.

4. Manifestasi Klinik
a. Nyeri tekan pada abdomen.
b. Muntah.
c. Konstipasi (sulit BAB).
d. Distensi abdomen.
e. BAB darah dan lendir tapi tidak ada feces dan flatus

5. Komplikasi
a. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
b. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra
abdomen.
c. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
d. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.

6. Penatalaksanaan
a. Obstruksi usus halus (letak tinggi) Selain beberapa perkecualian, obstruksi usus
harus ditangani dengan operasi, karena adanya risiko strangulasi.Persiapan-
persiapan sebelum operasi:
a) Pemasangan pipa nasogastrik. Tujuannya adalah untuk mencegah muntah,
mengurangi aspirasi dan jangan sampai usus terus menerus meregang akibat
tertelannya udara (mencegah distensi abdomen).
b) Resusitasi cairan dan elektrolit. Bertujuan untuk mengganti cairan dan
elektrolit yang hilang dan memperbaiki keadaan umum pasien.
c) Pemberian antibiotik, terutama jika terdapat strangulasi.
d) Operasi Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-
organ vital berfungsi secara memuaskan. Perincian operatif tergantung dari
penyebab obstruksi tersebut.Perlengketan dilepaskan atau bagian yang
mengalami obstruksi dibuang.
e) Pasca Bedah: Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal
cairan dan elektrolit.
b. Obstruksi usus besar (letak rendah)
Tujuan pengobatan yang paling utama adalah dekompresi kolon yang
mengalami obstruksi sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah
pemotongan bagian yang mengalami obstruksi. Persiapan sebelum operasi sama
seperti persiapan pada obstruksi usus halus, operasi terdiri atas proses sesostomi
dekompresi atau hanya kolostomi transversal.

7. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:
a. Pemeriksaan sinar x: Untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas atau cairan
dalam usus.
b. Pemeriksaan laboratorium (misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah
lengkap) akan menunjukan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma
dan kemungkinan infeksi.
c. Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa
obstruksi usus.
B. Peritonitis
1. Definisi
Peritonitis adalah suatu peradangan dan peritoneum, pada membrane serosa, pada
bagian rongga perut. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum - lapisan membrane
serosa rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik/kumpulan tanda dan gejala,
diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda-
tanda umum inflamasi. Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh
infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membrane serosarongga
abdomen dan dinding perut bagian dalam.
Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel-sel dan
pus, biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen,
konstipasi, muntah dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi
pada peritoneum.Peritoneum adalah membrane serosa rangkap yang terbesar didalam
tubuh. Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal dan
peritoneum visceral, yang berfungsi menutupi sebagian besar dari organ-organ
abdomen dan pelvis, membentuk perbatasan halus yang memungkinkan organ saling
bergeser tanpa ada penggesekan. Organ-organ digabungkan bersama dan menjaga
kedudukan mereka tetap, dan mempertahankan hubungan perbandingan organ-organ
terhadap dinding posterior abdomen. Sejumlah besar kelenjar limfe dan pembuluh
darah yang termuat dalam peritoneum, membantu melindunginya terhadap infeksi.
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang merupakan pembungkus
visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel
mesoepitelial diatas dasar fibroelastik. Terbagi menjadi bagian visceral, yang
menutupi usus dan mesenterium, dan bagian parietal yang melapisi dinding abdomen
dan berhubungan dengan fasia muskularis. Peritoneum viselare yang menyelimuti
organ perut dipersyarafi oleh system syaraf otonom dan tidak peka terhadap rabaan
atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahita pada usus dapat dilakukan
tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan atau regangan organ,
atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan ischemia
misalnya pada colic atau radang seperti appendicitis maka akan timbul nyeri. Pasien
yang merasakan nyeri visceral biasanya tidak dapat menunjukan dengan tepat letak
nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya dengan
menunjuk daerah yang nyeri.
Peritoneum perietale, dipersyarafi oleh syaraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul
karena adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan atau proses radang. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk atau atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan
tepat lokasi nyeri.
Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten
dengan suatu membrane semi permeable. Cairan dan elektrolit kecil dapat bergerak
kedua arah. Organ-organ yang terdapat dicavum peritoneum yaitu gaster, hepar, vesia
fellea, lien, ileum jejunum, kolon transfersum, kolom sigmoid, sekum dan appendix
(intra peritoneum), pancreas,duodenum, kolon ascenden, desenden, ginjal dan ureter
(retroperitoneum)

2. Anatomi
Dinding perut mengandung struktur musulo-apponeurosis yang kompleks.
Dibagian belakang struktur ini melekat pada tulang belakangsebelah atas pada iga,
dan dibagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis
baik yaitu dari luar kedalam. Lapisan kulit yang terdiri dari kutus dan subkutis, lemak
subkutan dan facies superficial (facies scapa), kemudian ketiga otot dinding perut m.
obliquus abdominis eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum
abdominis, dan akhirnya lapis preperitonium dan peritonium, yaitu fascia
transversalis, lemak preperitonial dan peritonium. Otot di bagian depan tengah terdiri
dari sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya yang di garis tengah dipisahkan
oleh linea alba.
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada
permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di
antara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron
didaerah abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus
saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium. Lapisan
peritonium dibagi menjadi 3, yaitu
a. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika
serosa).
b. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
c. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.

Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis


kanan kiri saling menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut
duplikatura. Dengan demikian baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu
duplikatura. Duplikatura ini menghubungkan usus dengan dinding ventral dan
dinding dorsal perut dan dapat dipandang sebagai suatu alat penggantung usus
yang disebut mesenterium. Mesenterium dibedakan menjadi mesenterium ventrale
dan mesenterium dorsale. Mesenterium vebtrale yang terdapat pada sebelah
kaudal pars superior duodeni kemudian menghilang. Lembaran kiri dan kanan
mesenterium ventrale yang masih tetap ada, bersatu pada tepi kaudalnya.
Mesenterium setinggi ventrikulus disebut mesogastrium ventrale dan
mesogastrium dorsale. Pada waktu perkembangan dan pertumbuhan, ventriculus
dan usus mengalami pemutaran. Usus atau enteron pada suatu tempat
berhubungan dengan umbilicus dan saccus vitellinus. Hubungan ini membentuk
pipa yang disebut ductus omphaloentericus.
Dengan demikian di flexura duodenojejenalis terdapat plica duodenalis
superior yang membatasi recessus duodenalis superior dan plica duodenalis
inferior yang membatasi resesus duodenalis inferior.

3. Etiologi
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan
penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus
abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga
karena trauma abdomen.
Infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Penyebab utama peritonitis adalah spontaneous bacterial peritonitis
(SBP) akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intrabdomen,
namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik.
Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi
appendiksitis, perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat
devertikulisis, volvusus atau kanker dan strangulasi colon asenden. Peritonitis
sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi
transmural) organ – organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal.
Adapun penyebab spesifik dari peritonitis adalah :
a. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi
b. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan
seksual.
c. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang disebabkan oleh gonore dan infeksi
clamedia.
d. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana bisa terjadi asites dan mengalami
infeksi.
e. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.

4. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa,
yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran
mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif,
maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya
interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke
perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk
mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan
juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera
gagal begitu terjadi hipovolemia. Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk
dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh
darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga
peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan
oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.
Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta
muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut
meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit
dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian
menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat
terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu
pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.

5. Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Peritonitis bakterial primer. Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial
secara hematogen pada cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi
dalam abdomen. Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli,
Streptococus atau Pneumococus. Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini
adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen, imunosupresi dan
splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal
ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites
b. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa) Peritonitis yang mengikuti suatu
infeksi akut atau perforasi tractus gastrointestinal atau tractus urinarius. Pada
umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal.
Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini.
Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh
bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas dan lama kontaminasi
suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis.
c. Peritonitis non bakterial akut Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan
langsung, sepertii misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
Peritonitis bakterial kronik(tuberkulosa) Secara primer dapat terjadi karena
penyebaran dari fokus di paru, intestinal atau tractus urinarius.
d. Peritonitis non bakterial kronik (granulomatosa) Peritoneum dapat bereaksi
terhadap penyebab tertentu melaluii pembentukkan granuloma, dan sering
menimbulkan adhesi padat. Peritonitis granulomatosa kronik dapat terjadi karena
talk (magnesium silicate) atau tepung yang terdapat disarung tangan dokter.
Menyeka sarung tangan sebelum insisi, akan mengurangi masalah ini.

6. Manifestasi Klinis
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda –
tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan
defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma.
Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah
terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia,
hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri
pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium.
Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk,
atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri
tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya. Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik)
terjadi pada beberpa penderita peritonitis umum.
a. Demam
b. Distensi abdomen
c. Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung
pada perluasan iritasi peritonitis.
d. Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang
jauh dari lokasi peritonitisnya.
e. Nausea, vomiting
f. Penurunan peristaltik.

7. Gambaran Klinis
Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis
organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau umum.
Gambaran klinis yang biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri
abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun atau menghilang.
Sedangkan gambaran klinis pada peritonitis bakterial sekunder yaitu adanya nyeri
abdominal yang akut. Nyeri ini tiba-tiba, hebat, dan pada penderita perforasi (misal
perforasi ulkus), nyerinya menjadi menyebar keseluruh bagian abdomen. Pada
keadaan lain (misal apendisitis), nyerinya mula-mula dikarenakan penyebab utamanya,
dan kemudian menyebar secara gradual dari fokus infeksi. Selain nyeri, pasien
biasanya menunjukkan gejala dan tanda lain yaitu nausea, vomitus, syok
(hipovolemik, septik, dan neurogenik), demam, distensi abdominal, nyeri tekan
abdomen dan rigiditas yang lokal, difus atau umum, dan secara klasik bising usus
melemah atau menghilang.
Gambaran klinis untuk peritonitis non bakterial akut sama dengan peritonitis
bakterial.Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) memberikan gambaran klinis
adanya keringat malam, kelemahan, penurunan berat badan, dan distensi abdominal;
sedang peritonitis granulomatosa menunjukkan gambaran klinis nyeri abdomen yang
hebat, demam dan adanya tanda-tanda peritonitis lain yang muncul 2 minggu pasca
bedah.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya
lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis
tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100
ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur.
b. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma
tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan
didapat.
c. Pemeriksaan X-Ray Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis;
usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus
perforasi. Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk
pertimbangan dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis
dilakukan foto polos abdomen 3 posisi :
a) Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP ).
b) Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan
c) Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
Gambaran radiologis pada peritonitis secara umum yaitu adanya kekaburan
pada cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya
udara bebas subdiafragma atau intra peritoneal.

9. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :
(chushieri)
a. Komplikasi dini
a) Septikemia dan syok septic
b) Syok hipovolemik
c) Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multi system
d) Abses residual intraperitoneal
e) Portal Pyemia (misal abses hepar)
b. Komplikasi lanjut
a) Adhesi
b) Obstruksi intestinal rekuren

10. Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi
saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan
elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik atau
penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan
tindakan – tindakan menghilangkan nyeri.
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat,
terutama bila disertai appendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau
divertikulitis. Pada peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang
panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan.Diberikan
antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.
Cairan dan elektrolit bisa diberikan melalui infus1.
11. Pathway

Interna (appendicitis Bakteri E. Coli, Eksterna (trauma,


perrforasi, tukak peptikum, Pseudomonas, operasi yg tidak steril)
Streptococus, klebsiella)
tumor, divetikulosis)

Invasi bakteri

Infeksi

Leukosit meningkat

Kontaminasi Bakteri

Peristaltic menurun Kompresi jaringan Permeabilitas kapiler

Lambung tertekan
konstipasi
Inflamasi
Distensi abdomen
Usus mengalami Penumpukan
paralysis Akumulasi rongga cairan dlm rongga
abdomen peritoneum
Mual muntah
nyeri Kebocoran isi dari
Keb. Nutrisi tidak organ dalam abdomen
terpenuhi masuk ke rongga
peritoneum

Gg pemenuhan nutrisi
Hipertermi
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. ILEUS OBSTRUKTIF
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan upaya
untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis mulai dari pengumpulan data,
identitas dan evaluasi status kesehatan klien.
2. Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan
gaya hidup.
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

4. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (breathing)
Pola nafas irama : teratur
Suara nafas : Vesikuler
b. B2 (blood)
Irama jantung : regular
S1/S2 : ada
Bunyi jantung : normal
CRT < 3 detik
Akral hangat
B3 (brain)
GCS : eye 4, verbal 5, motorik 6
Sclera / konjungtiva : ananemis
c. B4 (bladder)
Urin : cc, warna :
d. B5 (bowel)
Porsi makan : habis
Minum : cc
Mulut : Bersih
Mukosa : lembab
Konsistensi : konstipasi, warna : darah dan lender
Abdomen perut : nyeri tekan pada abdomen
e. B6 (bone)
Kemampuan pergerakan sendi : bebas

5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia
(status kesehatan, resiko perubahan pola hidup) dari individu atau kelompok dimana
perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberi intervensi pasti
untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah.
a. Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus.
b. Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan.

6. Intervensi
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi atau mengoreksi.
a. Nyeri b/d distensi abdomen dan adanya selang Nasogastrik tube/ usus. Tujuan:
Nyeri hilang/terkontrol, menunjukkan rileks.
a) Kriteria hasil:
- Nyeri berkurang sampai hilang.
- Ekspresi wajah rileks.
- TTV dalam batas normal.
- Skala nyeri 3-0.
b) Intervensi:
- Selidiki keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan faktor
pemberat/penghilang. Rasional:Nyeri distensi abdomen, dan mual.
- Pantau tanda-tanda vital. Rasional:Respon autonomik meliputi perubahan
pada TD, nadi dan pernafasan, yang berhubungan dengan
keluhan/penghilangan energy.
- Memberikan tindakan kenyamanan. Mis: gosokan punggung, pembebatan
insisi selama perubahan posisi dan latihan batuk/bernafas; lingkungan
tenang. Rasional:Memberikan dukungan (fisik, emosional), menurunkan
tegangan otot, meningkatkan relaksasi, mengfokuskan ulang perhatian,
meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.
- Palpasi kandung kemih terhadap distensi bila berkemih ditunda.
Rasional:Faktor psikologis dan nyeri dapat meningkatkan tegangan otot.
Posisi tegak meningkatkan tekanan intra-abdomen, yang dapat membantu
dalam berkemih.
- Berikan analgesik, narkotik, sesuai indikasi
Rasional:Mengontrol/mengurangi nyeri untuk meningkatkan istirahat dan
meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik.
- Kateterisasi sesuai kebutuhan. Rasional: Kateterisasi tunggal/multifel
dapat digunakan untuk mengosongkan kandung kemih sampai fungsinya
kembali.
b. Kekurangan volume cairan b/d output berlebihan, mual dan muntah. Tujuan:
Volume cairan seimbang.
a) Kriteria hasil :
- Klien mendapat cairan yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang.
- Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat.
b) Intervensi:
- Pantau tanda-tanda vital dengan sering, perhatikan peningkatan nadi,
perubahan TD, takipnea, dan ketakutan. Rasional: Tanda-tanda awal
hemoragi usus atau pembentukan hematoma, yang dapat menyebabkan
syok hipovolemik.
- Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status
membran mukosa. Rasional: Memberi informasi tentang volume sirkulasi
umum dan tingkat hidrasi.
- Perhatikan adanya edema. Rasional:Edema dapat terjadi kerena
perpindahan cairan berkenaan dengan penurunan kadar albumin
serum/protein.
- Pantau masukan dan haluaran, perhatikan haluaran urine, berat
jenis,.Kalkulasi keeimbangan 24 jam, dan timbang berat badan setiap hari.
Rasional:Indikator langsung dari hidrasi/perfusi organ dan fungsi.
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan: Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
a) Kriteria hasil:
- Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
- Berat badan stabil.
- Pasien tidak mengalami mual muntah.
b) Intervensi:
- Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk
mencerna makanan, mis: status puasa, mual, ileus paralitik setelah selang
dilepas.Rasional:Mempengaruhi pilihan intervensi.
- Auskultasi bising usus; palpasi abdomen; catat pasase flatus.
Rasional:Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari).
- Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan diet dari pasien. Anjurkan pilihan
makanan tinggi protein dan vitamin C. Rasional:Meningkatkan kerjasama
pasien dengan aturan diet. Protein/vitamin C adalah kontributor utuma
untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan.
B. PERITONITIS
1. Analisa Data :
N
SYMPTOM ETIOLOGI
O MASALAH
1. DS : Kompresi jaringan
         keluarga klien
mengatakan nyeri Lambung tertekan
diseluruh perutnya.
DO : Distensi abdomen Nyeri
         k/u somnolent
         T/d : 90/60 mmHg Akumulasi rongga abdomen
         RR : 16x/mnt
         N : 96x/mnt Nyeri
         Temp : 36,7c
2. DS : Inflamasi
         Sebelumnya klien
mempunyai appendicitis Peradangan
yang diobati sendiri
dengan antibiotic dari Penumpukan cairan dalam rongga
salinan resep dokter 3 peritoneum
bulan terakhir
DO : - Kebocoran isi dari organ dalam Hypertermi
abdomen masuk ke rongga
peritoneum

hypertermi
3. DS : Kontaminasi bakteri Konstipasi
         Pasien sulit buang air
besar Peristaltic
DO :
         Tubuh pasien lemas Konstipasi
4. DS : Usus mengalami paralisis
         Keluarga mengatakan
klien mengeluh mual, Anorexia, mual, muntah
sering muntah, nafsu
makan menurun Kurang vitamin dan mineral Nutrisi kurang dari
DO : kebutuhan tubuh
         Klien pusing Kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi
         Klien kekurangan
vitamin dan mineral Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis),
kerusakan jaringan, akumulasi cairan dalam rongga abdomen
b. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis,
psikologis atau ekonomi, anoreksia, mual muntah.

3. Intervensi
Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Intervensi
1 Nyeri akut NOC : NIC :
b.d agen  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
injuri  pain control, komprehensif termasuk lokasi,
(biologi,  comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
kimia, fisik, Setelah dilakukan tindakan dan faktor presipitasi
psikologis), keperawatan selama 3x24  Observasi reaksi nonverbal dari
kerusakan jam nyeri berkurang, dengan ketidaknyamanan
jaringan, kriteria hasil:  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
akumulasi  Mampu mengontrol nyeri dan menemukan dukungan
cairan dalam (tahu penyebab nyeri,  Kontrol lingkungan yang dapat
rongga mampu menggunakan mempengaruhi nyeri seperti suhu
abdomen tehnik nonfarmakologi ruangan, pencahayaan dan kebisingan
untuk mengurangi nyeri,  Kurangi faktor presipitasi nyeri
mencari bantuan)  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
 Melaporkan bahwa nyeri menentukan intervensi
berkurang dengan  Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
menggunakan manajemen napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
nyeri hangat/ dingin
 Mampu mengenali nyeri  Berikan analgetik untuk mengurangi
(skala, intensitas, frekuensi nyeri:
dan tanda nyeri)  Tingkatkan istirahat

 Menyatakan rasa nyaman  Berikan informasi tentang nyeri seperti


setelah nyeri berkurang penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan

 Tanda vital dalam rentang berkurang dan antisipasi

normal ketidaknyamanan dari prosedur

 Tidak mengalami  Monitor vital sign sebelum dan sesudah


gangguan tidur pemberian analgesik pertama kali

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Intervensi
2 Hipertermia NOC: NIC :
b.d proses Thermoregulasi  Monitor suhu sesering mungkin
penyakit/infla  Monitor warna dan suhu kulit
masi Setelah dilakukan tindakan  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
keperawatan selama 3x24  Monitor penurunan tingkat kesadaran
jam pasien menunjukkan :  Monitor WBC, Hb, dan Hct
Suhu tubuh dalam batas  Monitor intake dan output
normal dengan kreiteria  Berikan anti piretik:
hasil:  Kelola Antibiotik
 Suhu 36 – 36,5 C  Selimuti pasien
 Nadi dan RR dalam  Berikan cairan intravena
rentang normal  Kompres pasien pada lipat paha dan
 Tidak ada perubahan aksila
warna kulit dan tidak ada  Tingkatkan sirkulasi udara
pusing, merasa nyaman  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembaban membran mukosa)
Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Intervensi
3 Konstipasi NOC: NIC: Constipation/ Impaction
berhubungan Management
 Bowel elimination
dengan  Hydration  Monitor tanda dan gejala konstipasi
penurunan Kriteria Hasil :  Monior bising usus
peristaltik
 Mempertahankan  Monitor feses: frekuensi, konsistensi
usus
bentuk feses lunak dan volume

setiap 1-3 hari  Konsultasi dengan dokter tentang

 Bebas dari penurunan dan peningkatan bising

ketidaknyamanan dan usus

konstipasi  Monitor tanda dan gejala ruptur

 Mengidentifikasi usus/peritonitis

indicator untuk  Jelaskan etiologi dan rasionalisasi

mencegah konstipasi tindakan terhadap pasien


 Identifikasi faktor penyebab dan
kontribusi konstipasi
 Anjurkan pada pasien untuk makan
buah-buahan dan serat tinggi
 Mobilisasi bertahap
 Evaluasi intake makanan dan
minuman
 Dukung intake cairan
 Kolaborasikan pemberian laksatif

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Intervensi
4 Ketidakseimb NOC:  Kaji adanya alergi makanan
angan nutrisi a. Nutritional status:  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kurang dari Adequacy of nutrient menentukan jumlah kalori dan nutrisi
kebutuhan b. Nutritional Status : food yang dibutuhkan pasien
tubuh b.d and Fluid Intake  Yakinkan diet yang dimakan mengandung
ketidakmamp c. Weight Control tinggi serat untuk mencegah konstipasi
uan untuk Setelah dilakukan tindakan  Ajarkan pasien bagaimana membuat
memasukkan keperawatan selama 3x24 catatan makanan harian.
atau jam nutrisi kurang teratasi  Monitor adanya penurunan BB dan gula
mencerna dengan indikator: darah
nutrisi oleh  Albumin serum  Monitor lingkungan selama makan
karena faktor  Pre albumin serum  Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
biologis,  Hematokrit selama jam makan
psikologis  Hemoglobin  Monitor turgor kulit
atau  Total iron binding  Monitor kekeringan, rambut kusam, total
ekonomi. capacity protein, Hb dan kadar Ht
 Jumlah limfosit  Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
selama makan
 Kelola pemberan anti emetik
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval

Anda mungkin juga menyukai