Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
“Makalah tentang obstruksi intestinal“ Kami menyadari tugas ini masih kurang
sempurna karena keterbatasan sumber buku dan pengetahuan kami baik segi
materi maupun penyajiannya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membantu demi kesempurnaan tugas ini. Tak lupa kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan tugas ini. Akhirnya, kami mengharapkan semoga tugas ini dapat
bermanfaat bagi pembaca umumnya.
Bandung, Oktober 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang
dijumpai dan merupakan 60% sampai 70% dari seluruh kasus gawat abdomen.
Abdomen dapat disebabkan oleh kelainan didalam abdomen berupa ulkus
obstruktif, iskemik dan pendarahan. Sebagian kasus dapat disebabkan oleh cidera
langsung atau tidak langsung yang menyangkut perforasi saluran cerna atau
pendarahan. Obstruksi usus disebut juga ileus obstruksi. Seringkali adanya
sumbatan dalam lumen usus. Obstruksi usus merupakan gangguan peristaltik baik
di usus halus maupun usus besar. Hal ini disebabkan oleh adanya lesi pada bagian
dinding usus. Obstruksi usus dapat akut parsial atau total

2. Tujuan penulis
Tujuan penulis menulis makalah ini bertujuan untuk:
 Untuk mengetahui penyakit obstruksi usus
 Untuk mengetahui gejala-gejala munculnya penyakit obstruksi usus
 Dan untuk mengetahui penanganan untuk pasien obstruksi usus

3. Sistematika
Dalam makalah ini terdiri dari tiga BAB yaitu BAB I adalah pendahuluan, yang
terdiri dari latar belakang dan tujuan penulis.BAB II yaitu konsep dasar yang
terdiri atas definisi, jenis klasifikasi atau stadium, patofisiologi, tanda dan gejala,
komplikasi, pemeriksaan diagnostic, dan penatalaksanaan atau pengobatan BAB
III kesimpulan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Konsep Dasar
1. Definisi
Obstruksi usus adalah sebagai gangguan (apapun penyebabnya aliran normatif
sepanjang saluran usus). Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial total
obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian besar obstruksi mengenai usus halus.
Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis
dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup

2. Jenis/klasifikasi/stadium
Tipe obstruksi usus
 Mekanis (ileus obstruktif) Suatu penyebab fisik menyumbat
usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini
dapat akut seperti pada hernia atau akibat karsinoma yang
melingkari
 Neurogenik/fungsional (ileus parelitik) Obstruksi yang terjadi
karena suplai saraf otonom mengalami perdarahan dan
peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong ini
sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot, gangguan
endokrin seperti diabetes melitus atau gangguan neurologik
seperti penyakit parkinson.
3. Patofisiologi
 Patofisiologi pada pasien obstruksi usus halus Akumulasi isi
usus, cairan, dan gas terjadi di daerah atas usus yang
mengalami obstruksi. Distensi dan retensi cairan mengurangi
absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi lambung.
Dengan peningkatan distensi, tekanan dalam lumen usus
meningkat, menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan
arteriola. pada gilirannya, hal ini akan menyebablan edema,
kongesti, nekrosis, dan akhirnya rupture atau perforasi dari

3
dinding usus dengan akibat peritonitis. Muntah refluks dapat
terjadi akibat distensi abdomen muntah mengakibatkan ion
hydrogen dan kalium dari lambung serta menimbulkan
penurunan klorida dan kalium dalam darah, yang akhirnya
mencetuskan alkalosis metabolic. dehidsrasi dan asidosis yang
terjadi kemudian, disebabkan cairan dan natrium. Dengan
kehilangan cairan akut syok hipovolemik dapat terjadi.
 Patofisiologi pada pasien obstruksi usus besarseperti pada
obstruksi usus halus, obstruksi usus besar mengakibatkan isi
usus, cairan dan gas berada pada proximal disebelah obstruksi.
Obstruksi dalam kolon dapat menimbulkan distensi hebat dan
perforasi kecuali gas dan cairan dapat mengalir kembali
melalui katup ileal. Obstruksi usus besar meskipun lengkap,
biasanya tidak dramatis bila suplai darah ke kolon tidak
terganggu. apabila suplai darah terhenti, terjadi strangulasi usus
dan nekrosis: kondisi ini mengancam hidup. Pada usus besar,
dehidrasi terjhadi lebih lambat dibandingkan pada usus haklus
karena kolon mampu mengabsorbsi isi cairannya dan dapat
melebar sampai ukuran yang dipertimbangkan diatas kapasitas
normalnya.
4. Tanda dan Gejala / Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik obstruksi usus
 Obstruksi usus halus
 Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen sekitar umbilikus
atau bagian epigasterium yang cenderung bertambah berat
sejalan dengan beratnya obstruksi dan bersifat intermitten
(hilang timbul). Jika obstruksi terletak dibagian tengah atau
letak tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian
proximal) maka nyeri bersifat konstan atau menetap
 Klien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan
materi fecal dan tidak terdapat flatus

4
 Umumnya gejala obstruksi usus berupa konstipasi yang beakhir
pada distensi abdomen, tetapi dengan klien dengan obstruksi
parsial bisa mengalami diare.
 Pada obstruksi komplit, gelombang peristaltik pada awalnya
menjadi sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus
terdorong ke arah mulut
 Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fecal dapat
terjadi semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang
terjadi, semakin jelas distensi abdomen.
 Jika obstruksi usus berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan
terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan
volume plasma dengan manifestasi takikardia dan hipotensi
 Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tanpa
distensi dan peristaltik meningkat. Pada tahap lanjut dimana
obstruksi terus berlanjut, peristaltik akanmelemah dan hilang
adanya feses bercampur darah pada pemeriksaan rektal dapat
dicurigai keganasan dan intususepsi

 Obstruksi usus besar

o Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama


dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih
mudah
o Muntah muncul terakhir terutama katup ileusekal kompeten
pada klien dengan obstruksi sigmoid dan rektum, konstipasi
dapat terjadi gejala satu- satunya selama beberapa hari.
o Akhirnya abdomen sangat distensi loop dari usus besar menjadi
dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen
o Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah
o Penyebab Obstruksi usus

5
Penyebab Perjalanan penyakit Akibat Perlekatan Lengkung usus menjadi melekat
pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah
pembedahan abdomen Tiga atau empat hari pasca operatif keadaan ini
menghasilkkan perputaran lengkung usus Intususepsi Salah satu bagian usus
menyusup kedalam bagian lain yang ada didalamnya seperti pemendekan
teleskop. Penyempitan lumen usus Valvulus Usus memutar dan kembali keadaan
semula Lumen usus menjadi tersumbat, gas dan cairan berkumpul dalam usus
yang terjebak. Hernia Protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau
dinding atau otot abdomen Aliran usus mungkin tersumbat total. aliran darah
kearea tersebut dapat tersumbat juga. Tumor Tumor yang ada di dinding usus
meluas ke lumen usus, atau tumor diluar usus penyebab tekanan pada dinding
usus. Lumen usus menjadi tersumbat sebagian: bila tumor tidak diangkat
mengakibatkan obstruksi lengkap
Tiga penyebab obstruksi usus
 Intususepsiperhatikan invaginasi atau pemendekan kolon oleh
pergerakan satu segmen dari usus ke tempat lain
 Volvulus dari kolon sigmoid. Perputaran yang saling mengunci pada
kebanyakan kasus volvulus sigmoid. Perhatikan edema usus
 Hernia (inguinalis) perhatikan bahwa kantung hernia adalah kelanjutan
dari peritoneum dari abdomen dan bahwa isi hernia adalah usus,
omentum atau isi abdomen lain yang melewati lubang hernia kedalam
kantung hernia

 Komplikasi
Sering kali menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruksi
usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan. Hasil
produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami sirkulasi
mungkin mengalami perforasi dan mengeluarkan materi tersebut kedalam rongga
peritoneim yang menyebabkan peritoritis tetapi meskipun usus tidak mengalami
perforasi, bakteri dapat melintas usus yang permeable yang masuk kedalam
sirkulasi tubuh melalui getah bening dan mengakibatkan syok septik. Komplikasi

6
lain yang dapat timbul antara lain syok hipovolemia, abses, pneumonia aspirasi
dari proses muntah dan dapat menyebabkan kematian.
 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada obstruksi usus
 Pemeriksaan laboratorium Pada tahap awal ditemukan hasil
laboratorium yang normal selanjutnya ditemukan adanya
hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang
abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan
 Pemeriksaan foto polos abdomenDalam pemeriksaan ini dapat
memperlihatkan dilatasi lengkung usus halus disertai adanya
batas antara air dan udara atau gas terutama pada obstruksi di
bagian distal. Foto polos abdomen mempunyai tingkat
sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan
sensitivitas 84% pada obstruksi kolon
 Pemeriksaan CT scan Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara
klinis serta foto polos abdomen dicurigai adanya strangulasi.
CT scan akan mempertunjukan secara lebih lanjut pada
kelainan pada dinding usus. CT scan harus dilakukan dengan
memasukan zat kontras kedalam pembuluh darah. Pada
pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari
obstruksi
 Pemeriksaan radiologi dengan barium enema. Pemeriksaan ini
memiliki suatu peran terbatas dengan klien obstruksi usus
halus. Lkemudian enema barium terutama sekali jika suatu
obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto
polos abdomen. Pada anak-anak dengan intususepsi
pemeriksaan barium tidaklah hanya sebagai diagnostik tetapi
juga mungkin sebagai terapi
 Pemeriksaan ultrasonografi (USG) Pemeriksaan ini akan
menunjukan gambaran dan penyebab obstruksi
 Pemeriksaan magnetik resonansi imaging (MRI) Teknik ini
digunakan untuk menggunakan inkemia mesentrik kronis

7
 Pemeriksaan angiografi Angiografi masentrik superior telah
digunakan untuk mendiagnosis akan adanya herniasi internal,
intususepsi, volvulus, dan adhesi

 Penatapelaksanaan/ Pengobatan
Penatalaksanaan medis
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan
elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi,
memperbaiki periotonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan usus kembali normal
 Penatalaksanaan pada obstruksi usus halus
 Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik
bermanfaat mencegah muntah, mengurangi aspirasi dan mencegah distensi
abdomen. Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulasi yang
terjadi memerlukan tindakan pembedahan. Persiapan sebelum pembedahan
selain pemasangan selang nasogastrik, dilakukan terapi intravena
diperlukan untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit, (natrium,
klorida dan kalium), serta pemberian antibiotik terutama jika terdapat
strangulasi
 Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab
obstruksi. Penyebab paling umum obstruksi seperti hernia dan
perlengketan (adhesi). Tindakan pembedahannya ialah herniotomi.
 Pasca bedah. Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal
cairan dan elektrolit. Harus dicegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah, usus
klien masih keadaan paralitik.
 Penatalaksanaan pada obstruksi usus besar
Tujuan yang paling utama adalah dekompresi kolon yang mengalami
obstruksi sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah pemotongan
bagian yang mengalami obstruksi.
Persiapan sebelum operasi sama seperti persiapan pada obstruksi usus halus,
apabila obstruksi usus relatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan

8
untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi, pembekuan secara
bedah yang dibuat pada pasa serkum, dapat dilakukan pada klien yang
beresiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan pengangkatan
obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi bedah untuk
mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara atau permanen
mungkin diperlukan.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada
obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan
bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada
hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada
volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang
"melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung- ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinomacolon, invaginasi, strangulata, dan
sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan
tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri
maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid
obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

 Komplikasi Komplikasi yang dapat timbul antara lain :


1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga
terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada
organ intra abdomen

9
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan
baik dan cepat.
4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma.
5. Pneumonia aspirasi, akibat makanan yang dimuntahkan masuk
kedalam saluran pernafasan dan menumpuk di saluran pernafasan
 Asuhan keperawatan
1. Pre Operasi
a. Pengkajian
a. Data biografi (nama, umur, alamat, pekerjaan,
jenis kelamin)
b. Cairan Gejala : muntah banyak dengan materi
fekal, berbau Tanda : membran mukosa kering,
turgor kulit tidak elastis
c. Ketidaknyamanan / nyeri Gejala : flatus (-),
konstipasi Tanda : wajah klien tegang, tampak
meringis, distensi abdomen
d. Eliminasi Gejala : flatus (-), konstipasi Tanda :
distensi abdomen, penurunan bising (dari
hiperaktif ke hipoaktif), feses (-), tergantung
letak obstruksi, jika ada feses hanya sedikit
(berbentuk pensil).
e. Aktivitas Gejala : kelemahan Tanda : kesulitan
ambulasi
f. Sirkulasi Tanda : takikardi, berkeringat, pucat,
hipotensi (tanda syok)
b. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko kekurangan volume cairan : kurang dari
kebutuhan tubuh b.d output berlebih
b. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d distensi
abdomen

10
c. Gangguan eliminasi bowel : konstipasi b.d mal
absorbsi usus
d. Resti infeksi b.d ruptur usus
e. Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang
penyakit, pemeriksan diagnosa dn tindakannya.
c.Intervensi Keperawatan
Dx. 1 Resiko kekurangan volume cairan : kurang dari
kebutuhan tubuh b. d output berlebih. Tujuan : Klien
menunjukkan tidak terjadinya kekurangan cairan
selama masa perawatan.
 KH : - Intake cairan klien kembali adekuat. -
Membran mukosa lembab - Muntah (-) -
Intake output normal - Pengisian kapiler < 3
detik Intervensi :
 Observasi keadaan kulit dan membran mukosa R/
Kulit dan membran mukosa yang kering
menunjukkan kehi- langan cairan yang berlebih
atau dehidrasi
 Kaji intake output klien R/ Intake-output yang
tidak seimbang menunjukkan ketidak- adekuatan
pemasukan dan pengeluaran cairan.
 Ukur tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu) R/
Hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam
dapat me- nunjukkan respon terhadap efek
kehilangan cairan.
 Kaji penghisapan selang nasogastrik R/
Penghisapan nasogastrik yang lama dapat
mengakibatkan dehidrasi.
 Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral
sesuai indikasi. R/ mempertahankan istirahat usus
akan memerlukan penggantian cairan untuk
memperbaiki kehilangan cairan atau anemia.

11
 Pantau hasil laboratorium elektrolit R/ menentukan
kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi.

Dx. 2 Gangguan ras nyaman nyeri b.d distres abdomen


Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang setelah
dilakukan perawatan.
 KH : - Nyeri (-) - Kliem tampak rileks -
TTV dalam batas normal TD : 110/70 mmHg –
120/80 mmHg N : 60 – 100 x/mnt - Skala
nyeri (1-3) - Distensi abdomen (-)
 Intervensi :
o Ukur TTV (Nadi dan TD) R/ Nadi dan TD
meningkat menunjukkan terjadinya nyeri.
o Kaji skala nyeri klien R/ Membantu evaluasi
derajat ketidaknyamanan dan keefektifan
analgetik atau menyatakan terjadinya
komplikasi.
o Ajarkan tehnik relaksasi R/ Membantu
pasien untuk istirahat lebih efektif dan
menurun- kan menurunkan nyeri dan
ketidaknyamanan
o Pantau status abdominal setiap 4 jam R/
Untuk mengidentidikasi kemajuan atau
penyimpangan nyeri dari hasil yang
diharapkan.
o Pertahankan tirah baring R/ Tirah baring
mengurangi penggunaan energi dan
membantu mengontrol nyeri dengan
mengurangi kebutuhan untuk kontraksi otot.
o Pertahankan pasien pad posisi semi fowler
R/ Untuk membantu gerakan gravitasi

12
terhadap selang GI dan memudahkan
pernafasan.
o Pertahankan puasa sampai bising usus
kembali, distensi abdomen berkurang dan
flatus keluar. R/ Memungkinkan makanan
per oral dengan tidak ada bising akan
meningkatkan distensi dan
ketidaknyamanan.
o Kolabirasi dalam pemasangan selang GI /
usus R/ penghisapan membantu dalam
dekompresi saluran GI sehingga
menurunkan distensi abdomen.
o Kolaborasi dalam pemberian analgetik
sesuai kebutuhan dan evaluasi keberhasilan.
R/ analgetik memblok lintasan nyeri
sehingga mengurangi nyeri.

Dx. 3 Gangguan eliminasi bowel : konstipasi b.d


malabsorbsi usus Tujuan : Klien tidak mengalami
konstipasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
 KH : - Eliminasi bowel klien kembali adekuat
- Bising usus klien 6-12 x/mnt
 Intevensi :
o Kaji pola defekasi klien R/ Mengetahui
pola eliminasi klien dan menentukan
intervensi yang tepat.
o Auskultasi bising usus R/ Perlambatan
bising usus dapat menandakan ileus
obstruksi statis menetap
o Kaji keluhan nyeri abdomen R/
Mungkin berhubungan dengan distensi

13
gas atau terjadinya komplikasi seperti
ileus
o Kaji pola diet klien R/ Masukan adekuat
dari serat dan makanan kasar
memberikan bulk
o Anjurkan klien mengkonsumsi makanan
tinggi serat R/ Makanan tinggi serat
dapat meminimalkan konstipasi.
o Kolaborasi : berikan pelunak feses
seperti : supositoria gliserin sesuai
indikasi. R/ Supositoria gliserin perlu
untuk merangsang peristaltik dengan
perlahan.
Dx. 4 Resti infeksi b.d ruptur usus
Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi setelah
dilakukan intervensi keperawatan
 KH : - TTV dalam batas normal P : 16 – 24
x/mnt N : 60 – 100 x/mnt TD : 120/80 mmHg S
: 36-37oC - Tanda-tanda infeksi tidak ada
(rubor (-), color (-), tumor (-), fungsiolaesa (-). -
Leukosit : 5000 – 10.000 / mm3 - Bising
usus kembali normal - Flatus (+)
 Intervensi :
o Kaji TTV setiap 2 jam (TD, N, P, S) R/
Nadi ↑, Suhu ↑ menunjukkan adanya
infeksi
o Kaji kualitas dan intensitas nyeri R/
Peningkatan nyeri menunjukkan adanya
infeksi
o Ukur dan catat lingkar abdomen R/
Deteksi dini terhadap masalah dengan

14
intervensi segera dapat mencegah akibat
serius.
o Beri tahu dokter dengan segera bila nyeri
abdomen meningkat, lingkar abdomen
terus meningkat yang disertai
penghentian bising usus tiba-tiba R/
Temuan ini menunjukkan resiko
ruptur peritonitis sehingga diperlukan
tindakan pembedahan
o Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien R/ Penyakit meningkatkan
kerentanan seseorang terhadap infeksi
petugas pelayanan kesehatan paling
umum sebagai sumber infeksi
nosokomial.
o Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai
indikasi R/ Leukosit yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi
o Kolaborasi pemberian anitibiotik sesuai
indikasi R/ Antibiotik dapat membunuh
kuman penyebab infeksi.

Dx. 5 Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit,


pemeriksaan diagnosa dan tindakannya. Tujuan : Ansietas
berkurang setelah dilakukan tindakan kepe- rawatan
 KH : - Klien tampak rileks - Klien dapat
menyebutkan kembali tentang prognosis penyakit
 Intervensi :
o Observasi prilaku klien, misal : gelisah,
kontak mata kurang / peka rangsang R/
Prilaku gelisah, kontak mata kurang /

15
peka rangsang menan- dakan indikator
derajat ansietas.
o Berikan informasi tentang proses
penyakit dan faktor pencetus. R/
Memberikan dasar pengetahuan dimana
pasien dapat membuat pilihan informasi.
o Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaannya, berikan umpan balik. R/
Membuat hubungan terapeutik
membantu pasien / orang terdekat
dalam mengidentifikasi masalah yang
menyebabkan stress.
o Libatkan pasien atau orang terdekat
dalam rencana perawatan dan dorong
partisipasi maksimum pada rencana
perawatan. R/ Keterlibatan akan
membantu memfokuskan perhatian
pasien dalam arti positif dan
memberikan rasa kontrol.
o Bantu pasien belajar mekanisme koping
baru, misal : tekhnik mengatasi stress,
ketrampilan organisasi. R/ Belajar cara
baru dapat membantu dalam
menurunkan stress dan ansietas
meningkatkan kontrol penyakit
o Berikan lingkungan tenang dan istirahat.
R/ Meningkatkan relaksasi dan
membantu menurunkan ansietas.
d. Implementasi Dilakukan sesuai intervensi keperawatan
yang disesuaikan dengan kondisi klien.
e. Evaluasi
 Kebutuhan volume cairan klien kembali adekuat.

16
 Nyeri klien hilang / berkurang
 Eliminasi bowel klien kembali adekuat.
 Infeksi klien tidak terjadi
 Ansietas klien berkurang.
2. Post Operasi
a. Pengkajian
1. Cairan dan Nutrisi Gejala : muntah
berlebih, intake yang kurang, flatus (-)
Tanda : membran mukosa kering, turgor
kulit tidak elastis, produksi/ jumlah
drainage berlebih, distensi abdomen,
peristaltik (-) / paralitik.
2. Ketidaknyamanan / nyeri Gejala : flatus
(-) Tanda : wajah klien tampak tegang
dan meringis, adanya luka insisi
abdomen, distensi abdomen.
3. Aktivitas Gejala : kelemahan Tanda :
kesulitan ambulasi
4. Sirkulasi Tanda : takikardi, berkeringat,
pucat, hipotensi (tanda syok)
b. Diagnosa Keperawatan
1. Resti kekurangan volume cairan dan
elektrolit b.d ouput yang berlebih
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d insisi
bedah
3. Resti infeksi b.d ketidakadekuatan
pertahanan primer, tindakan invasif,
adanya insisi bedah
4. Perubahan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh b.d pembedahan
abdomen

17
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi,
prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang informasi
c. Intervensi Keperawatan
Dx. 1 Resti kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d
ouput yang ber- lebih Tujuan : Klien menunjukkan
tidak terjadinya kekurangan cairan selama masa
perawatan.
 KH : - Membran mukosa lembab - TTV
dalam batas normal P : 16 – 24 x/mnt N : 60 – 100
x/mnt TD : 120/80 mmHg S : 36-37oC -
Pengisian kapiler < 3 detik - Intake output
seimbang - Turgor kulit elastis
 Intervensi :
o Ukur tanda-tanda vital R/ Hipotensi,
takikardi, demam dapat menambah
kehilangan cairan.
o Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian
kapiler, turgor kulit dan status membran
mukosa R/ Memberikan informasi
tentang volume sirkulasi umum dan
tingkat hidrasi.
o Kaji intake output R/ Intake output
yang tidak seimbang menunjukkan
ketidak- adekuatan pemasukan dan
pengeluaran cairan
o Observasi / ukur distensi abdomen R/
Perpindahan cairan dan vaskuler
menurunkan volume sirkulasi.
o Observasi kuantitas, jumlah dan karakter
drainase R/ Haluaran cairan berlebih
dapat menyebabkan ketidakseim-

18
bangan elektrolit dan alkalosis metabolik
dengan kehilangan lanjut kalium.
o Kolaborasi :
a) Pemberian cairan parenteral sesuai
indikasi R/ Pasien post operasi biasanya
mengalami paralitik. Cairan parenteral
berfungsi untuk pengganti cairan dan
memperbaiki kehilangan cairan.
b) Pantau hasil laboratorium elektrolit R/
Menentukan kebutuhan penggantian
dan keefektifan therapi.
Dx. 2 Gangguan rasa nyaman nyeri b.d insisi bedah Tujuan
Nyeri klien berkurang / hilang setekah dilakukan
perawatan.
 KH : - Skala nyeri (1-3) - Nyeri (-) -
TTV dalam batas normal P : 16 – 24 x/mnt N : 60 –
100 x/mnt TD : 120/80 mmHg S : 36-37oC -
Tanda-tanda infeksi (-)
 Intervensi :
o Kaji skala nyeri dan perhatian faktor
penyebab timbulnya nyeri R/ Nyeri
insisi bermakna pada fase post op,
diperberat oleh gerakan, batuk, distensi
abdomen, membiarkan klien rentang
ketidaknyamanan sendiri membantu
mengidentifikasi intervensi dan
mengevaluasi keefektifan analgetik
o Ukur TTV (N, P, TD) R/ N, P, TD yang
meningkat menandakan adanya nyeri
o Ajarkan tehnik relaksasi R/ Membantu
klien untuk istirahat lebih efektif dan
menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.

19
o Kaji keadaan insisi bedah R/ Perdarahan
pada jaringan, bengkak, inflamasi
lokal/terjadinya infeksi dapat
menyebabkan peningkatan nyeri insisi.
o Ambulasikan pasien sesegera mungkin
R/ Menurunkan masalah yang terjadi
karena immobilisasi seperti tegangan
otot, tertahannya flatus.
o Pertahankan kepatenan selang drainase
R/ Obstruksi selang dapat
meningkatkan distensi abdomen,
menekan garis jahitan internal dan
sangat meningkatkan nyeri.
o Kolaborasi : pemberian analgetik sesuai
indikasi R/ Analgetik memblok lintasan
nyeri, sehingga dapat mengu- rangi
nyeri.

Dx. 3 Resti infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan primer,


tindakan infasif, adanya insisi bedah. Tujuan : Infeksi tidak
terjadi setelah dilakukan tindakan kepe- rawatan.
 KH : - TTV dalam batas normal P : 16 – 24 x/mnt
N : 60 – 100 x/mnt TD : 120/80 mmHg S : 36-37oC
- Tanda-tanda infeksi tidak ada, seperti : kalor
(-), dolor (-), rubor (-), tumor (-), fungsiolaesa (-) -
Leukosit : 5.000 – 10.000 ul - Baluran luka
kering, pus (-)
 Intervensi :
o Ukur TTV (suhu) R/ Peningkatan suhu
4-7 hari setelah op sering
menandakan abses, luka / kebocoran
cairan dari sisi anaotomosis.

20
o Observasi daerah insisi, karakter
drainase, adanya inflamasi R/
Perkembangan infeksi dapat
memperlambat pemulihan.
o Pertahankan perawatan luka septik,
pertahankan balutan kering. R/
Melindungi pasien dari kontaminasi
silang selama penggan- tian balutan.
Balutan basah dapat menjadi tempat
perkembangan mikroorganisme
o Lakukan perawatan luka setiap hari R/
Mencegah terjadinya pertumbuhan
mikroorganisme
o Kolaborasi pemberian obat antibiotikaR/
Antibiotik dapat membunuh kuman
penyebab infeksi.
o Kolaborasi pemeriksaan laboratorium
darah (Leuksit) R/ Peningkatan leukosit
dari batas normal indikasi adanya
infeksi.

Dx. 4 Perubahan nutrisi kurang kebutuhan tubuh b.d


pembedahan abdomen Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien
adekuat setelah dilakukan intervensi keperawatan.
 KH : - Bising usus 7-12 x/mnt - Konjungtiva
emis / merah muda - Membran mukosa lembab -
Hb : 13-16 gr/dl
 Intervensi :
o Tinjau faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan untuk mencerna makanan
seperti status puasa, mual, paralitik R/
Mempengaruhi pilihan intervensi

21
o Catat intake output R/ Mengidentifikasi
status cairan serta memastikan kebutuhan
metabolik
o Auskultasi bising usus, palpasi abdomen,
catat pasase flatus R/ Menentukan
kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4
hari post op)
o Pertahankan potensi selang nasogastrik R/
Mempertahankan dekompensasi usus,
mengingatkan istirahat / pemulihan usus.
o Kolaborasi : a) Pemberian cairan
parenteral sesuai indikasi seperti elektrolit
R/ Memperbaiki keseimbangan cairan
dan elektrolit, pem- batasan diet,
penghisapan usus pra op secara khusus
mengakibatkan ketidakseimbangan
elektrolit. b) Pemeriksaan lab (DL : Hb,
Ht, Alb)R/ Mengetahui status nutrisi klien.

Dx. 5 Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis


dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi Tujuan :
Pengetahuan klien bertambah setelah dilakukan
tindakan keperawatan
 KH : - Klien dapat mengungkapkan / mengerti
tentang prognosis penyakit dan pengobatan -
Klien tampak rileks - Keluarga dapat
mendemonstrasikan, perawatan luka (colostomi)
dengan baik
 Intervensi :
o Tinjau ulang prosedur dan harapan pasca
operasi R/ Memberikan dasar pengetahuan

22
dimana pasien dapat mem- buat pilihan
berdasarkan informasi
o Berikan informasi tentang prognosis
penyakit R/ Memberikan dasar
pengetahuan dimana pasien dapat mem-
buat pilihan informasi.
o Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya, berikan umpan balik. R/
Membuat hubungan terapeutik,
membantu pasien dalam mengidentifikasi
masalah yang menyebabkan stress.
o Libatkan keluarga dalam melakukan
perawatan luka (colostomy) R/
Meningkatkan pemahaman dalam perawatan
klien
o Tekankan pentingnya perawatan kulit,
seperti mencuci tangan dengan baik R/
Menurunkan penyebaran bakteri dan resiko
infeksi/kerusakan infeksi
o Ajari keluarga dalam melakukan perawatan
colostomi R/ Meningkatkan pemahaman
keluarga dan memandirikan keluarga
sehingga tidak tergantung dari perawat.

d. Implementasi Dilakukan sesuai intervensi yang


disesuaikan dengan kondisi klien.
e. Evaluasi
 Kebutuhan cairan klien kembali adekuat
 Nyeri klien hilang / berkurang
 Infeksi tidak terjadi
 Kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat
 Pengetahuan klien dan keluarga bertambah.

23
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal atau suatu blok saluran usus
yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis atau
fungsional yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Obstruksi usus
merupakan penyunbatan disaluran usus dank arena adanya kelaina anatomi pada
usus. Etiologi dari obstruksi ada dua yaitu secara mekanis dan nonmekanis. Tanda
dan gejala obstruksi usus halus gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian
tengah seperti kram yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya
obstruksi dan bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus.
Sedangkan untuk obstruksi usus besar nyeri perut yang bersifat kolik dalam
kualitas yang sama dengan obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh
lebih rendah. Klasifikasi terbagi menjadi dua yaitu Obstruksi paralitik (ileus
paralitik atau paralitic ileus) dan Obstruksi mekanik atau mekanikal obstruksi.
Komplikasi obstruksi usus Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah
terjadi selalu lama pada organ intra abdomen, Syok dehidrasi terjadi akibat
dehidrasi dan kehilangan volume plasma.

24
DAFTAR PUSTAKA
“Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth”. Volume 2 Edisi
8. Jakarta: EGC, 2001
Suratun, Lusianah. “Asuhan Keperawatan klien gangguan system
Gastrointestinal”. Jakarta: EGC

25

Anda mungkin juga menyukai