Anda di halaman 1dari 100

MODUL CARING

PENGANTAR MATA KULIAH

Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


khususnya dalam bidang kesehatan dan keperawatan, dan semakin meningkatnya
kesadaran masyarakat terhadap mutu dan kwalitas pelayanan kesehatan termasuk
pelayanan di bidang keperawatan sebagai bagaian integral daripada pelayanan
kesehatan. Hal ini perlu disikapi secara proaktif dan dukungan para penyelenggaran
pendidikan agar para lulusan yang dihasilkan mampu bekerja secara profesional di
bidang kesehatan khususnya pelayanan keperawatan.
Dalam rangka pengembangan mutu pelayanan keperawatan sesuai dengan
harapan dan tuntutan masyarakat harus ditunjang oleh tenaga keperawatan yang
dapat dibina dan kembangankan secara berkesinambungan profesionalismenya dalam
berbagai cara baik secara formal maupun informal. Salah satunya melalui
pengembangan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kesehatan khususnya tenga
keperawatan yang belum menyelesaikan jenjang pendidikan minimal Diploma III
Keperawatan. Agar mereka dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi keperawatan terkini sehingga mampu menerapkannya dalam memberikan
pelayanan keperawatan secaraa profesional dan berkualitas kepada masyarakat.
Salah satu bentuk pengembangan dibidang pendidikan yaitu diselenggarakan Program
Pendidikan Jarak Jauh (PPJJ) bagi tenaga kesehatan yang ada di daerah-daerah
tanpa harus meninggalkan tugas dan tanggungjawabnya memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Agar program ini berjalan dengan baik perlu di tunjang dengan
adanya bahan ajar yang memadai, seperti ketersedian modul bagi peserta didik. Salah
satu modul pembelajaran, yang disediakan adalah Modul Caring.
Ada beberapa manfaat yang akan Anda peroleh setelah mempelajari materi
dalam mata kuliah ini, diantaranya Anda akan memperoleh wawasan dan pengetahuan
baru berkaitan dengan ilmu caring yang nanti dapat anda gunakan sebagai pedoman
kerja ketika anda akan memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Selain tu
Anda akan dapat menilai tingkat kemampuan diri sendiri karena anda harus belajar
mandiri tanpa harus melakukan tatap muka langsung dengan tutor atau pembimbing
mata kuliah ini. Anda juga dapat mengetahui pada bagian-bagian modul mana yang
masih belum sepenuhnya anda pahami.
Oleh karena itu dalam mempelajari matakuliah ini diharapkan Anda pelajari secara
bertahap mulai dari materi yang disajikan pada modul 1 ke modul berikutnya serta
mengikuti saran-saran sebagai berikut:
1. Pelajari materi modul ini dengan seksama dan anda pahami, jangan pindah ke
modul atau kegiatan belajar lain jika anda belum memahami isi materi yang
terkandung dalam modul atau kegiatan belajar yang disajikan. Jika anda sudah
nyakin telah memahaminya silakan untuk mempelajari pada bab berikutnya.
2. Dalam mempelajari modul ini diharapkan Anda memahami bahwa materi pada
modul 1 merupakan dasar untuk mempelajari modul-modul berikutnya.
3. Selanjutnya kegiatan pada modul 2 merupakan materi yang harus dikuasai
sebelum mempelajari materi pada modul 3. Materi pada modul 3 akan mudah
dipelajari setelah materi pada modul 1 dan modul 2….. dst

Keberhasilan dalam mempelajari modul ini sangat tergantung pada keseriusan


anda dalam mempelajarinya. Oleh karena itu janganlah anda segan-segan untuk
bertanya dan mendiskusikan dengan teman anda jika ada materi yang belum anda
pahami. Jika jawaban belum memuaskan silahkan anda mencatata materi yang mana
pada kegiatan belajar/modul mana yang belum dimengerti selanjutnya anda tanyakan
pada tutor/pembimbing pada kesempatan tatap muka secara langsung dengan
tutor/pembimbing.
Anda harus berusaha untuk menyelesaikan semua tugas-tugas yang ada dalam
modul ini dengan baik. Anda harus nyakin bahwa mampu menyelesaikan dan Anda
harus memilii semangat belajar yang tinggi. Akhirnya jangan lupa anda harus berdoa
setiap akan memulai dan mengakiri kegiatan belajar kepada Tuhan Yang Maha Esa
agar senantiasa diberikan kemudahan dalam belajar.

Tanjungpinang, Desember 2018

Penulis
Halo, apa kabar Saudara Mahasiswa? Salam kenal dari kami, kami berdoa Anda
semua dalam keadaan sehat walafiat dan senantiasa dalam perlindungan-Nya. Secara
umum Modul ini menjelaskan tentang caring. Agar memudahkan Anda mempelajari isi
modul ini, maka sitem pembelajaran ini kami kemas dalam beberapa Topik, yaitu:
1. Topik : Menjelaskan Konsep Dasar Caring dalam Keperawatan
2. Topik : Menjelaskan Teori-teori Caring dalam Keperawatan
3. Topik : Menjelaskan Model-model dasar penerapan caring dalam keperawatan
4. Topik : Menjelaskan Etik dan Issue Spiritual caring dalam keperawatan
5. Topik : Menjelaskan Nilai, caring dan spiritual
6. Topik : Menjelaskan Situasi emosional dalam aplikasi caring dalam keperawatan
7. Topik : Menjelaskan Pendekatan-pendekatan caring dalam keperawatan
8. Topik : Menjelaskan Perilaku caring dalam memberikan asuhan keperawatan
9. Topik : Menjelaskan Sikap Caring
10. Topik : Menjelaskan Caring terhadap pasien
11. Topik : Menjelaskan Transkultural Nursing
12. Topik : Menjelaskan Konsep Paradigma Transkultural Nursing
13. Topik : Menjelaskan Holistic care, Holisme dan Humanisme.

Modul ini dapat Anda pelajari secara mandiri, sebaiknya dalam mempelajari
modul ini Anda lakukan secara bertahap. Mulai dari materi pembelajaran yang
disajikan pada Topik 1, jika Anda sudah yakin memahaminya, Anda dipersilahkan
untuk mempelajari materi pembelajaran Topik 2.
Satu hal yang penting dan perlu Anda catat adalah membuat catatan tentang
materi pembelajaran yang menurut Anda sulit untuk dipahami. Jika hal ini terjadi
cobalah untuk mendiskusikan materi tersebut dengan sesama teman sejawat. Apabila
memang masih dibutuhkan, Anda dianjurkan untuk mendiskusikanya dengan nara
sumber saat kegiatan pembelajaran tatap muka
Topik 1
Konsep Caring dalam Keperawatan

TUJUAN PEMBELAJARAN DAN POKOK MATERI PEMBELAJARAN

1. Kompetensi Umum
Setelah mempelajari materi Topik 1 ini diharapkan Anda dapat menjelaskan
Konsep Caring dalam Keperawatan.

2. Kompetensi Khusus
Untuk mencapai kompetensi umum seperti yang diuraikan pada Topik 1,
Anda diharapkan dapat:
a. Menjelaskan pengertian caring
b. Menjelaskan persepsi klien tentang caring
c. Menjelaskan perbedaan caring dan curing

3. Pokok Materi Pembelajaran


a. Pengertian Caring
b. Persepsi Klien Tentang Caring
c. Perbedaan Caring Dan Curing
URAIAN MATERI
A. Pendahuluan
Halo, apa kabar Saudara Mahasiswa? Salam kenal dari kami, kami berdoa Anda
semua dalam keadaan sehat walafiat dan senantiasa dalam perlindungan-Nya.
Apakah Anda sudah siap untuk mengikuti pelajaran ini? Kami yakin Anda sudah
siap untuk mempelajarinya. Pada kesempatan yang pertama ini Anda akan
mempelajari “ Konsep Dasar Caring dalam Keperawatan”

B. Pengertian Caring
Di era globalisasi ini, segala bidang kehidupan sedang mengalami
perkembangan bahkan kemajuan. Salah satunya adalah bidang pelayanan
kesehatan. Bidang pelayanan kesehatan tidak hanya sarana dan prasarana yang
mengalami kemajuan, tetapi juga profesionalisme dari tenaga kesehatan.
Lingkungan kesehatan seperti rumah sakit, perawat akan berhadapan dengan
klien dan tenaga kesehatan lainnya. Oleh karena itu, Perawat harus terus
meningkatkan profesionalismenya, yaitu meningkatkan perilaku caring.Secara
bahasa, istilah caring diartikan sebagai tindakan kepedulian. Caring secara umum
dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain,
pengawasan dengan waspada, serta suatu perasaaan empati pada orang lain dan
perasaan cinta atau menyayangi.
Pengertian caring berbeda dengan care. Care adalah fenomena yang
berhubungan dengan orang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan
perilaku kepada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian
untuk memenuhi kebutuhan aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi
dan kualitas kehidupan manusia. Sedangkan caring adalah tindakan nyata dari care
yang menunjukkan suatu rasa kepedulian.Caring merupakan dasar dari seluruh
proses keperawatan yang menggambarkan kesatuan nilai-nilai kemanusian secara
menyeluruh.
Menurut Watson (1979 dalam Dwidiyanti 2010) tentang Theory Of Human
Care, caring merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan pasien dalam
pemberian asuhan keperawatan dengan tujuan untuk meningkatkan dan melindungi
pasien sehingga membantu proses penyembuhan pasien.
Leininger (1984 dalam Kozier et., al 2010) menyatakan bahwa caring
merupakan tindakan asertif, supportif dan fasilitatif yang diberikan seseorang yang
memiliki kebutuhan yang nyata atau telah diantisipasi agar memperbaiki dan
meningkatkan kondisi individu.
Menurut Miller (1995 dalam Kozier et., al 2010) perilaku caring adalah tindakan
yang sengaja dilakukan untuk memberikan kenyamanan baik secara fisik maupun
emosional serta adanya keterikatan yang tulus terhadap klien. Sikap caring akan
terjalin dengan adanya hubungan saling percaya, belas kasih dan kejujuran. Selain
itu sikap caring juga harus memperhatikan aspek biologis, psikologis, sosiologis,
kultural dan spiritual.
Caring adalah bentuk perhatian perawat dengan sepenuh hati terhadap
pasien. Kepedulian, empati, komunikasi yang lemah lembut dan rasa kasih sayang
perawat terhadap pasien akan membentuk hubungan perawat–klien yang terapeutik
(Potter & Perry, 2009).
Watson (1985 dalam Kozier et.,al 2010) menyatakan bahwa tindakan caring
meliputi komunikasi, tanggapan yang positif dan dukungan oleh perawat.
Menurut Riemen (1986 dalam Wolf et.,al 1998) mendeskripsikan sikap caring
perawat terhadap pasien yaitu merespon pada keunikan pasien, perseptif dan
supportif pada pasien, kehadiran fisik, memiliki sikap dan perlakuan untuk membuat
pasien merasa bernilai sebagai manusia bukan benda, memberikan kenyamanan
dan ketenangan, menggunakan suara dan sikap yang lemah lembut, dan
menimbulkan perasaan aman pasien.

Terdapat beberapa pengertian caring menurut beberapa ahli, antara lain :


Florence Nightingale (1860) : caring adalah tindakan yang menunjukkan
pemanfaatan lingkungan pasien dalam membantu penyembuhan, memberikan
lingkungan bersih, ventilasi yang baik dan tenang kepada pasien.
Menurut Delores Gaut (1984) : caring tidak mempunyai pengertian yang tegas,
tetapi ada tiga makna dimana ketiganya tidak dapat dipisahkan, yaitu perhatian,
bertanggung jawab, dan ikhlas.
Jean Watson (1985) : caring merupakan komitmen moral untuk melindungi,
mempertahankan, dan meningkatkan emosional pada klien, keluarga, dan
kerabatnya secara verbal maupun nonverbal. Caring merupakan komitmen moral
untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan martabat manusia.
Rubenfild (1999) : caring yaitu memberikan asuhan, tanggung jawab, dan
ikhlas. Caring merupakan tindakan untuk memberikan asuhan, dukungan emosional
pada klien, keluarga, dan kerabatnya secara verbal maupun nonverbal.
Crips dan Taylor (2001) : caring merupakan fenomena universal yang
mempengaruhi bagaimana seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku dalam
hubungannya dengan orang lain.
Dari berbagai pengertian diatas, dapat dipersingkat bahwa pengertian caring
secara umum adalah suatu tindakan moral atas dasar kemanusiaan, sebagai suatu
cerminan perhatian, perasaan empati dan kasih sayang kepada orang lain,
dilakukan dengan cara memberikan tindakan nyata kepedulian, dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas dan kondisi kehidupan orang tersebut. Caring merupakan inti
dari keperawatan.

C. Persepsi Klien Tentang Caring


Persepsi klien penting karena pelayanan kesehatan merupakan fokus
terbesar dari tingkat kepuasan klien. Jika klien merasakan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan bersikap sensitif, simpatik, merasa kasihan, dan tertarik
terhadap mereka sebagai individu, mereka biasanya menjadi teman sekerja yang
aktif dalam merencanakan perawatan (Rangkuti, 2012).
Seringkali klien bertanya dalam hati “sejauh mana perawat care terhadap
mereka”. Perasaan bahwa klien diperhatikan sebagai individu membuat klien
merasa aman walaupun ia dalam keadaan sakit atau bahaya. Pada umumnya klien
merasa cemas saat kontak dengan perawat, sehingga sikap perawat yang
memerhatikan, mau membantu dan menghargai klien akan membantu mengurangi
kecemasan klien. Sikap caring juga akan meningkatkan kepercayaan klien kepada
perawat (Sitorus, 2009, pp. 8-9).
Penilaian terhadap seorang perawat dapat terlihat dari perilaku caring yang
dimiliki perawat. Teori Caring Swanson menyajikan permulaan yang baik untuk
memahami kebiasaan dan proses karakteristik pelayanan. Teori caring Swanson
(1991) menjelaskan tentang proses caring yang terdiri dari bagaimana perawat
mengerti kejadian yang berarti di dalam hidup seseorang, hadir secara emosional,
melakukan suatu hal kepada orang lain sama seperti melakukan terhadap diri
sendiri, memberi informasi dan memudahkan jalan seseorang dalam menjalani
transisi kehidupan serta menaruh kepercayaan seseorang dalam menjalani hidup.
Mengenali kebiasaan perawat yang dirasakan klien sebagai caring
menegaskan apa yang klien harapkan dari pemberi pelayanan. Kemudian, klien
menilai efektivitas perawat dalam menjalankan tugasnya. Klien juga menilai
pengaruh dari pelayanan keperawatan. Sikap pelayanan yang dinilai klien terdiri
dari bagaimana perawat menjadikan pertemuan yang bermakna bagi klien,
menjaga kebersamaan, dan bagaimana memberikan perhatian penuh.
Biasanya klien dan perawat melakukan persepsi yang berbeda tentang
caring. Untuk alasan tersebut, fokuskan pada membangun suatu hubungan yang
membuat perawat mengetahui apa yang penting bagi klien. Contoh, perawat
mempunyai klien yang takut untuk dipasang kateter intravena, perawat tersebut
adalah perawat yang belum terampil dalam memasukkan kateter intravena.
Perawat tersebut memutuskan bahwa klien akan lebih diuntungkan jika dibantu
oleh perawat yang sudah terampil daripada memberikan penjelasan prosedur untuk
mengurangi kecemasan. Dengan mengetahui siapa klien, dapat membantu
perawat dalam memilih pendekatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien
(Rangkuti, 2012).
Perbedaan persepsi klien dapat terlihat dari contoh berikut. Contoh pertama,
perawat masuk ke kamar klien dengan memberi salam dan senyuman, lalu
melakukan kontak mata, kemudian duduk, menyentuh klien dan bertanya tentang
apa yang ada dipikiran klien lalu mendengarkannya, kemudian memeriksa cairan
intravena, mengkaji, dan memeriksa rangkuman tanda vital klien sebelum
meninggalkan ruangan. Contoh kedua, perawat masuk ke kamar klien kemudian
memeriksa cairan intravena, memeriksa rangkuman tanda vital, melakukan salam
tanpa duduk dan menyentuh klien, perawat bertanya tentang keadaan klien
kemudian pergi.
Pada contoh pertama terlihat kepedulian dan keramahan perawat sehingga
klien merasa nyaman. Contoh kedua mengekspresikan ketidakpedulian terhadap
masalah klien sehingga klien merasa kurang nyaman. Persepsi klien dapat
berbeda-beda karena semua klien memiliki ciri khas. Persepsi klien menjadi hal
yang penting bagi perawat dalam meningkatkan kemampuan (Tarida & Sauliyusta,
2011).
Kepuasan klien juga merupakan faktor penting dalam memutuskan kembali
untuk berobat atau menjalani tindakan keperawatan. Tindakan caring membangun
kepercayaan klien terhadap kemampuan perawat dalam memberikan pelayanan.
Kepercayaan pada tindakan keperawatan juga memunculkan kepercayaan
terhadap institusi kesehatan.
Hal yang penting adalah mengetahui bagaimana klien menerima caring dan
pendekatan apa yang paling baik dalam menyelenggarakan pelayanan. Sikap
caring merupakan permulaan yang baik. Hal ini juga penting untuk menjelaskan
persepsi dan harapan khusus klien. Membangun suatu hubungan yang baik
terhadap klien dapat membantu perawat mengetahui apa yang penting bagi klien.
Sikap ini juga membantu perawat mengatasi perbedaan antara persepsi perawat
dan klien tentang caring. Perawat harus mengetahui siapa klien dan mengenali
klien agar suatu hubungan yang baik terwujud dan perawat mampu memilih
pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan klien.

Klien dan keluarga klien memiliki persepsi yang berbeda terhadap perilaku
caring perawat (nurse caring behavior). Riemen, Mayer, dan Brown (1986)
mengidentifikasi berbagai persepsi klien terhadap perilaku caring perawat sebagai
berikut:
1. Persepsi klien wanita:
a. Berespon terhadap keunikan klien.
b. Memahami dan mendukung perhatian klien.
c. Hadir secara fisik.
d. Memiliki sikap dan menunjukkan prilaku yang membuat klien merasa dihargai
sebagai manusia.
e. Kembali ke klien dengan sukarela tanpa diminta.
f. Menunjukkan perhatian yang memberi kenyamanan dan merelaksasi klien.
g. Bersuara halus dan lembut.
h. Memberi perasaan nyaman.

2. Persepsi klien pria :


a. Hadir secara fisik sehingga klien merasa dihargai.
b. Kembali ke klien dengan sukarela tanpa diminta.
c. Membuat klien merasa nyaman, relaks, dan aman.
d. Hadir untuk memberi kenyamanan dan memenuhi kebutuhan klien sebelum
diminta.
e. Menggunakan suara dan sikap yang baik, halus, lembut dan menyenangkan.

3. Persepsi klien dengan kanker dan keluarga:


a. Mengetahui bagaimana memberikan injeksi dan mengelola peralatan.
b. Bersikap ceria.
c. Mendorong klien untuk menghubungi perawat bila klien mempunyai masalah.
d. Mengutamakan atau mendahulukan kepentingan klien.
e. Mengantisipasi pengalaman pertama adalah yang terberat.
4. Persepsi klien dewasa yang dirawat :
a. Kehadirannya menentramkan hati.
b. Memberikan informasi.
c. Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan yang profesional.
d. Mampu menangani nyeri atau rasa sakit.
e. Memberi waktu yang lebih banyak dari yang dibutuhkan.
f. Meningkatkan kemampuan otonomi.
g. Mengenali kualitas dan kebutuhan individual.
h. Selalu mengawasi klien.

5. Persepsi dari keluarga :


a. Jujur.
b. Memberikan penjelasan dengan jelas.
c. Selalu menginformasikan kepada keluarga.
d. Mencoba untuk membuat klien merasa nyaman.
e. Menunjukkan minat dalam menjawab pertanyaan.
f. Memberikan perawatan emergensi bila perlu.
g. Menjawab pertanyaan anggota keluarga secara jujur, terbuka dan ikhlas.
h. Mengijinkan klien melakukan sesuatu untuk dirinya sebisa mungkin.
i. Mengajarkan keluarga cara memelihara kondisi fisik yang lebih nyaman.

D. Perbedaan Caring dan Curing


Keperawatan sebagai suatu profesi dan berdasarkan pengakuan masyarakat
adalah ilmu kesehatan tentang asuhan atau pelayanan keperawatan atau The
Health Science of Caring. Secara bahasa, caring dapat diartikan sebagai tindakan
kepedulian dan curing dapat diartikan sebagai tindakan pengobatan. Namun, secara
istilah caring dapat diartikan memberikan bantuan kepada individu atau sebagai
advokasi pada individu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
Sedangkan curing adalah upaya kesehatan dari kegiatan dokter dalam praktiknya
untuk mengobati klien. Dalam penerapannya, konsep caring dan curing mempunyai
beberapa perbedaan, diantaranya:
1. Caring merupakan tugas primer perawat dan curing adalah tugas sekunder.
Maksudnya seorang perawat lebih melakukan tindakan kepedulian terhadap klien
dari pada memberikan tindakan medis. Oleh karena itu, caring lebih identik
dengan perawat.
2. Curing merupakan tugas primer seorang dokter dan caring adalah tugas
sekunder. Maksudnya seorang dokter lebih melibatkan tindakan medis tanpa
melakukan tindakan caring yang berarti. Oleh karena itu, curing lebih identik
dengan dokter.
3. Dalam pelayanan kesehatan klien yang dilakukan perawat, tiga perempatnya
adalah caring dan seperempatnya adalah curing.
4. Caring bersifat lebih ”healthogenic” dari pada curing. Maksudnya caring lebih
menekankan pada peningkatan kesehatan dari pada pengobatan. Didalam
praktiknya, caring mengintegrasikan pengetahuan biofisik dan pengetahuan
perilaku manusia untuk meningkatkan derajat kesehatan dan untuk menyediakan
pelayanan bagi mereka yang sakit.
5. Tujuan caring adalah membantu pelaksanaan rencana pengobatan atau terapi
dan membantu klien beradaptasi dengan masalah kesehatan, mandiri memenuhi
kebutuhan dasarnya, mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan dan
meningkatkan fungsi tubuh sedangkan tujuan curing adalah menentukan dan
menyingkirkan penyebab penyakit atau mengubah problem penyakit dan
penanganannya.
6. Diagnosa dalam konsep curing dilakukan dengan mengungkapkan penyakit yang
diderita sedangkan diagnosa dalam konsep caring dilakukan dengan identifikasi
masalah dan penyebab berdasarkan kebutuhan dan respon klien.

Ringkasan
Caring merupakan dasar dari seluruh proses keperawatan yang
menggambarkan kesatuan nilai-nilai kemanusian secara menyeluruh. Caring adalah
bentuk perhatian perawat dengan sepenuh hati terhadap pasien. Kepedulian,
empati, komunikasi yang lemah lembut dan rasa kasih sayang perawat terhadap
pasien akan membentuk hubungan perawat–klien yang terapeutik. Dari berbagai
pengertian diatas, dapat dipersingkat bahwa pengertian caring secara umum adalah
suatu tindakan moral atas dasar kemanusiaan, sebagai suatu cerminan perhatian,
perasaan empati dan kasih sayang kepada orang lain, dilakukan dengan cara
memberikan tindakan nyata kepedulian, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas
dan kondisi kehidupan orang tersebut.
Persepsi klien tentang perilaku caring perawat adalah perawat memberi
perhatian lebih pada pasien dan pasien dianggap keluarga. Seseorang yang sakit
bila diperlakukan seperti keluarga sendiri dan diperlakukan dengan penuh kasih
sayang pasti akan berdampak baik, pasien yang dirawat oleh perawat akan lebih
mempercayai perawat dalam melakukan tindakan dan juga membantu proses
penyembuhan yang lebih cepat. Selain itu, perilaku caring perawat yang dirasakan
oleh klien adalah perawat aktif bertanya, berbicara lembut, memberi dukungan,
responsif, terampil, menghargai, dan menjelaskan tindakan pada pasien.
Secara bahasa, caring dapat diartikan sebagai tindakan kepedulian
dan curing dapat diartikan sebagai tindakan pengobatan. Namun, secara
istilah caring dapat diartikan memberikan bantuan kepada individu atau sebagai
advokasi pada individu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
Sedangkan curing adalah upaya kesehatan dari kegiatan dokter dalam praktiknya
untuk mengobati klien. Sikap keperawatan yang berhubungan dengan caring adalah
kehadiran, sentuhan kasih sayang, mendengarkan, memahami klien, caring dalam
spiritual, dan perawatan keluarga.

Test 1
1. Dibawah ini yang termasuk kedalam pengertian caring adalah....kecuali....
a. Memperhatikan
b. Memperdulikan
c. Mengobati
d. Bersikap empati
e. Kasih sayang dan cinta

2. Caring adalah Hubungan interpersonal antara perawat dan pasien dalam


pemberian asuhan keperawatan dengan tujuan untuk meningkatkan dan
melindungi pasien sehingga membantu proses penyembuhan pasien. Pengertian
caring tersebut menurut....
a. Watson
b. Leininger
c. Miller
d. Potter dan pery
e. Riemen
3. Florence Nightingale (1860) mengemukakan bawhwa caring adalah.....
a. Tindakan yang menunjukkan pemanfaatan lingkungan pasien dalam
membantu penyembuhan, memberikan lingkungan bersih, ventilasi yang
baik dan tenang kepada pasien.
b. Caring tidak mempunyai pengertian yang tegas, tetapi ada tiga makna dimana
ketiganya tidak dapat dipisahkan, yaitu perhatian, bertanggung jawab, dan
ikhlas.
c. Caring merupakan komitmen moral untuk melindungi, mempertahankan, dan
meningkatkan emosional pada klien, keluarga, dan kerabatnya secara verbal
maupun nonverbal.
d. Komitmen moral untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan
martabat manusia
e. Memberikan asuhan, tanggung jawab, dan ikhlas. Caring merupakan tindakan
untuk memberikan asuhan, dukungan emosional pada klien, keluarga, dan
kerabatnya secara verbal maupun nonverbal.

4. Aspek yang perlu diperhatikan dalam caring adalah, kecuali......


a. Biologis
b. Psikologis
c. Spiritual
d. Kultural
e. Genetik

5. Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang mempunyai


suatu paradigma atau model keperawatan yang meliputi empat komponen yaitu,
kecuali....
a. manusia
b. kesehatan
c. lingkungan
d. perawat
e. dokter

6. Persepsi klien terhadap caring adalah, kecuali.....


a. Berespon terhadap keunikan klien.
b. Memahami dan mendukung perhatian klien.
c. Hadir secara fisik.
d. Memiliki sikap dan menunjukkan prilaku yang membuat klien merasa
dihargai sebagai manusia.
e. Berbicara tidak jujur

7. Dibawah ini yang benar mengenai curing adalah......


a. Tugas primer perawat
b. Tugas sekunder perawat
c. Tugas primer dokter
d. Tugas sekunder dokter
e. B dan C benar

8. Perbedaan diagnosa caring dan curing adalah....


a. Curing mengungkapkan penyakit yang diderita sedangkan diagnosa
dalam konsep caring dilakukan dengan identifikasi masalah dan
penyebab berdasarkan kebutuhan dan respon klien
b. Caring mengungkapkan penyakit yang diderita sedangkan diagnosa dalam
konsep curing dilakukan dengan identifikasi masalah dan penyebab
berdasarkan kebutuhan dan respon klien
c. Caring adalah adalah menentukan dan menyingkirkan penyebab penyakit
atau mengubah problem penyakit dan penanganannya, curing membantu
pelaksanaan rencana pengobatan atau terapi dan membantu klien
beradaptasi dengan masalah kesehatan, mandiri memenuhi kebutuhan
dasarnya, mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan dan meningkatkan
fungsi tubuh sedangkan tujuan
d. Caring bersifat pengobatan, curing lebih menekankan pada peningkatan
kesehatan dari pada pengobatan.
e. A dan B benar
Topik 2
Teori-Teori Caring Dalam Keperawatan

TUJUAN PEMBELAJARAN DAN POKOK MATERI PEMBELAJARAN

1. Kompetensi Umum
Setelah mempelajari materi Topik 2 ini diharapkan Anda dapat menjelaskan
Teori-teori Caring dalam Keperawatan.

2. Kompetensi Khusus
Untuk mencapai kompetensi umum seperti yang diuraikan pada Topik 2,
Anda diharapkan dapat:
a. Menjelaskan Teori Caring menurut Jean Watson.
b. Menjelaskan Teori Caring Menurut Milton Mayeroff
c. Menjelaskan Teori Caring menurut K.M Swanson
d. Menjelaskan Teori Caring menurut Simon Roach
e. Menjelaskan Teori Caring menurut Barnum dan Melleis
f. Menjelaskan Teori Caring menurut Griffin

3. Pokok Materi Pembelajaran


a. Teori Caring menurut Jean Watson.
b. Teori Caring Menurut Milton Mayeroff
c. Teori Caring menurut K.M Swanson
d. Teori Caring menurut Simon Roach
e. Teori Caring menurut Barnum dan Melleis
f. Teori Caring menurut Griffin
URAIAN MATERI
A. Pendahuluan
Selamat Anda telah menyelesaikan materi Topik 1, selanjutnya Anda lanjutkan
untuk mempelajari Topik 2 yang menyajikan materi ”Teori Caring dalam
Keperawatan”. Untuk memahami caring dalam keperawatan, maka kita harus
memahami terlebih dahulu teori-teori dalam keperawatan.

B. Teori Caring Menurut Jean Watson


Teori Human Caring berkembang dari kepercayaan, nilai, dan anggapan
tentang caring Watson. Menurut pandangan Watson (1985), caring dan cinta
terdiri dari semua hal yang penting dari kekuatan jiwa dan merupakan dasar dari
sifat kemanusiaan kita. Watson mencatat itu di seluruh sejarah keperawatan
yang berbelit-belit dalam hal caring dan benar-benar mengembangkan caring.
(Delaune & Ladner, 2002, p. 36)
Jean Watson dalam memahami konsep keperawatan terkenal dengan
teori pengetahuan manusia dan merawat manusia. Tolak ukur pandangan
Watson ini didasari pada unsur teori kemanusiaan. Pandangan teori Jean
Watson ini memahami bahwa manusia memiliki empat cabang kebutuhan
manusia yang saling berhubungan di antaranya :
1. Kebutuhan dasar biofisikal (kebutuhan untuk hidup) yang meliputi kebutuhan
makanan dan cairan, kebutuhan eliminasi dan kebutuhan ventilasi.
2. Kebutuhan psikofisikal (kebutuhan fungsional) yang meliputi kebutuhan
aktivitas dan istirahat, kebutuhan seksual.
3. Kebutuhan psikososial (kebutuhan untuk integrasi) yang meliputi kebutuhan
untuk berprestasi, kebutuhan organisasi.
4. Kebutuhan intra dan interpersonal (kebutuhan untuk pengembangan) yaitu
kebutuhan aktualisasi diri (Jukarnain, 2011).
Kebutuhan untuk bertahan
hidup (biofisikal) :

 Makanan dan
minuman
Kebutuhan tingkat  Eliminasi
yang lebih rendah
 ventilasi

Kebutuhan fungsional
(psikofisikal):

 Aktivitas dan istirahat


 seksualitas

Hierarki
kebutuhan dasar
manusia

Kebutuhan integratif
(psikososial) :
 Berprestasi
 berafiliasi

Kebutuhan tingkat
yang lebih tinggi
Kebutuhan untuk
berkembang (interpersonal) :
 Aktualisasi diri

Gambar 1.1
Hierarki kebutuhan dasar manusia menurut Jean Watson (Hidayat A. A., 2008)

Berdasarkan empat kebutuhan tersebut, Jean Watson memahami bahwa


manusia adalah makhluk yang sempurna yang memiliki berbagai macam ragam
perbedaan, sehingga dalam upaya mencapai kesehatan, manusia seharusnya
dalam keadaan sejahtera baik fisik, mental, dan spiritual karena sejahtera
merupakan keharmonisan antara pikiran, badan dan jiwa sehingga untuk
mencapai keadaan tersebut perawat harus berperan dalam meningkatkan
status kesehatan, mencegah terjadinya penyakit, mengobati berbagai penyakit
dan penyembuhan kesehatan dan fokusnya pada peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit (Hidayat A. A., 2009, pp. 49-50).
Teori Human Caring
Teori Jean Watson yang telah dipublikasikan dalam keperawatan adalah
“Human Scince And Human Care”. Watson percaya bahwa fokus utama dalam
keperawatan adalah pada carative factor yang bermula dari perspektif
humanistik yang dikombinasikan dengan dasar pengetahuan ilmiah. Oleh
karena itu, perawat perlu mengembangkan filosofi humanistik dan sistem nilai,
serta seni yang kuat. Filosofi humanistik dan sistem nilai ini memberi fondasi
yang kokoh bagi ilmu keperawatan, sedangkan dasar seni dapat membantu
perawat mengembangkan visi mereka serta nilai-nilai dunia dan keterampilan
berpikir yang kritis. Pengembangan keterampilan berpikir kritis dibutuhkan
dalam asuhan keperawatan, namun fokusnya lebih pada peningkatan
kesehatan, bukan pengobatan penyakit (Jukarnain, 2011, p. 58).

Fokus uatam carative


keperawatan

Perspektif humanistik Pengetahuan ilmiah

Dalam pandangan keperawatan Jean Watson, manusia diyakini sebagai


person as a whole, as a fully functional integrated self. Jean Watson
mendefinisikan sehat sebagai kondisi yang utuh dan selaras antara badan,
pikiran, dan jiwa, ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian antara diri yang
dipersepsikan dan diri yang diwujudkan. Dari beberapa konsep sehat sakit di
atas dapat dikemukakan beberapa hal prinsip, antara lain:
1. Sehat menggambarkan suatu keutuhan kondisi seseorang yang sifatnya
multidimensional, yang dapat berfluktuasi tergantung dari interrelasi antara
faktor-faktor yang mempengaruhi.
2. Kondisi sehat dapat dicapai karena adanya kemampuan seseorang untuk
beradaptasi terhadap lingkungan baik internal maupun eksternal.
3. Sehat tidak dapat dinyatakan sebagai suatu kondisi yang terhenti pada titik
tertentu, tetapi berubah-ubah tergantung pada kapasitasnya untuk berfungsi
pada lingkungan yang dinamis.
Menurut watson ada tujuh asumsi yang mendasari konsep caring,
ketujuh asumsi tersebut adalah :
1. Caring akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktikkan secara interpersonal.
2. Caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan keluarga.
3. Caring merupakan respon yang di terima klien tidak saat itu saja,tapi dapat
memengaruhi keadaan klien selanjutnya.
4. Lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung
perkembangan klien.
5. Caring terdiri dari faktor kuratif yang berasal dari kepuasan dalam membantu
memnuhi kebutuhan klien.
6. Caring lebih kompleks dari pada curing, karena praktek caring memadukan
antara pengetahuan biofisik dengan pengetahuan mengenai perilaku
manusia yang berguna dalam meningkatkan derajat kesehatan klien.
7. Caring merupakan inti dari keperawatan.

Watson menekankan sikap caring ini harus tercemin pada sepuluh faktor
kuratif yang berasal dari perpaduan nilai nilai humanistik dengan ilmu
pengetahuan dasar. Sepuluh faktor tersebut meliputi :
1. Membentuk sistem nilai humanistik-altruistik
Watson mengemukakan bahwa asuhan keperawatan didasarkan pada nilai-
nilai kemanusiaan (humanistik) dan perilaku mementingkan kepentingan
orang lain di atas kepentingan pribadi (altruistik). Hal ini dapat
dikembangkan melalui pemahaman nilai yang ada pada diri seseorang,
keyakinan, interaksi, dan kultur serta pengalaman pribadi. Semua ini dirasa
perlu untuk mematangkan pribadi perawat agar dapat bersifat altruistik
terhadap orang lain.
2. Menanamkan keyakinan dan harapan (faith-hope)
Pemahaman ini diperlukan untuk proses carative. Selain menekankan
pentingnya obat-obatan untuk curative, perawat juga perlu memberi tahu
individu alternatif pengobatan lain yang tersedia (meditasi, relaksasi, atau
kekuatan penyembuhan oleh diri sendiri atau secara spiritual). Dengan
mengembangkan hubungan perawat-klienyang efektif, perawat memfasilitasi
perasaan optimis, harapan dan rasa percaya.
3. Mengembangkan sensitivitas untuk diri sendiri dan orang lain
Seorang perawat dituntut untuk mampu meningkatkan sensitivitas terhadap
diri pribadi dan orang lain serta bersikap lebih otentik. Perawat juga perlu
memahami bahwa pikiran dan emosi seseorang merupakan jendela jiwanya.
4. Membina hubungan saling percaya dan saling bantu (helping-trust)
Citra hubungan helping-trust adalah harmonis, empati, dan hangat.
Hubungan yang harmonis haruslah hubungan yang dilakukan secara jujur
dan terbuka, tidak dibuat-buat. Perawat menunjukkan sikap empati dengan
berusaha merasakan apa yang dirasakan oleh klien dan sikap hangat
dengan menerima orang lain secara positif.
5. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif
Perasaan mempengaruhi pikiran seseorang, hal ini perlu menjadi
pertimbangan dalam memelihara hubungan. Oleh sebab itu, perawat harus
menerima perasaan orang lain serta memahami perilaku mereka.
6. Menggunakan metode pemecahan masalah yang sistematis dalam
pengambilan keputusan.
Watson percaya bahwa tanpa metode pemecahan masalah yang sistematis,
praktik yang efektif adalah hal yang kebetulan, sembrono, dan berbahaya.
Metode pemecahan masalah ilmiah merupakan metode yang memberi
kontrol dan prediksi serta memungkinkan koreksi diri sendiri.
7. Meningkatkan proses belajar-mengajar interpersonal.
Ini merupakan faktor utama ketika seseorang berusaha mengontrol
kesehatan mereka sendiri setelah mendapatkan sejumlah informasi dan
alternatif pengobatan lain. Dalam hal ini perawat harus mampu memahami
persepsi klien dan meredakan situasi yang menegangkan agar proses
belajar- mengajar ini dapat berjalan lebih efektif.
8. Menyediakan lingkungan yang mendukung, melindungi, dan/atau
memperbaiki mental, sosiokultural, dan spiritual.
Melalui pengkajian, perawat dapat menentukan penilaian seseorang
terhadap situasi dan dapat menanggulanginya. Perawat dapat memberi
dukungan situasional, membantu individu mengembangkan persepsi yang
lebih akurat, serta memberi informasi sehingga klien dapat menanggulangi
masalahnya. Perawat juga harus menyalurkan perasaan nyaman, aman,
dan keleluasaan pribadi kepada klien.
9. Membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
Dalam membantu memenuhi kebutuhan dasar klien, perawat harus
melakukannya dengan gembira. Hierarki kebutuhan dasar Watson hamper
sama dengan Maslow, yakni kebutuhan untuk bertahan hidup (survival),
kebutuhan fungsional, kebutuhan integrative, kebutuhan untuk tumbuh, dan
kebutuhan untuk mencari bantuan (seeking) ketika individu kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya.
10. Mengembangkan faktor kekuatan eksistensial-fenomenologis.
Kedua factor ini (eksistensial-fenomenologis) membantu seseorang untuk
mengerti kehidupan dan kematian. Selain itu, keduanya dapat membantu
seseorang untuk menemukan kekuatan atau keberanian untuk menghadapi
kehidupan dan kematian (Asmadi, 2008, pp. 130-132).

Pada tahun 1988 di dalam bukunya yang kedua, Nursing Human Science
and Human care: A Theory of Nursing. Watson mengemukakan 11 asumsi yang
berhubungan dengan caring:
1. Perhatian dan kasih sayang merupakan kekuatan batin yang utama dan
universal.
2. Kasih sayang yang bermutu dan caring adalah penting bagi kemanusiaan,
tetapi sering diabaikan dalam hubungan antar sesama.
3. Kemampuan untuk menyokong ideologi dan ideal caring di dalam praktik
keperawatan akan mempengaruhi perkembangan dari peradaban dan
menentukan kontribusi keperawatan pada masyarakat.
4. Caring terhadap diri sendiri adalah prasyarat bagi caring terhadap orang lain.
5. Keperawatan selalu memegang konsep caring di dalam berhubungan
dengan orang lain dalam rentang sehat-sakit.
6. Caring adalah esensi dari keperawatan dan merupakan fokus utama dalam
praktik keperawatan.
7. Praktik keperawatan secara signifikan telah menekankan pada Human care.
8. Fondasi caring keperawatan dipengaruhi oleh teknologi medis dan birokrasi
institusi.
9. Penyediaan dan perkembangan dari Human care menjadi isu yang hangat
bagi keperawatan untuk saat ini maupun masa yang akan datang.
10. Human care hanya dapat diterapkan secara efektif melalui hubungan
interpersonal.
11. Kontribusi keperawatan kepada masyarakat terletak pada komitmen pada
Human care.

C. Teori Caring Menurut Milton Mayeroff


Berdasarkan hasil analisis mengenai makna caring dalam hubungan
manusia oleh Mayeroff (1972), disimpulkan bahwa caring merupakan sebuah
proses yang memberikan kesempatan pada seseorang (penerima atau pemberi
asuhan) untuk pertumbuhan pribadi. Dalam analisisnya, terdapat beberapa aspek
utama caring, diantaranya :
a. Kejujuran
b. Rasa percaya
c. Pengetahuan
d. Penggantian irama (belajar dari pengalaman)
e. Kesabaran
f. Harapan
g. Keberanian, dan
h. Kerendahan hati.
Mayeroff (1971), menyatakan jika seseorang merawat orang lain dalam
keadaan yang sangat berarti, akan membantu orang tersebut untuk tumbuh dan
mengaktualisasikan dirinya dalam konteks kehidupan manusia, caring menjadi
salah satu cara untuk mengatur nilai-nila serta aktivitas disekitarnya. Melayani
orang lain dengan sikap caring, akan membuat kehidupan orang tersebut lebih
berarti.
Dapat kita lihat jika teori yang dikemukakan Mayeroff merupakan makna
caring secara luas. Ia tidak hanya melihat sikap caring yang dilakukan di tempat-
tempat pelayanan kesehatan seperti klinik atau rumah sakit. Ia juga menjabarkan
berbagai macam hubungan caring : interpersonal, personal, spiritual, keluarga
terapeutik, emosional dan yang lainnya.

D. Teori Caring menurut K.M.Swanson


Konsep caring menurut Swanson (1991), didasari oleh 5 asumsi. Diantaranya : 5
1. Maintaining belief : Membantu orang lain yang sedang mengalami sebuah
peristiwa ataupun transisi dengan cara mempertahankan iman orang tersebut
4
agar menghadapi masa depan yang lebih bermakna. Bertujuan untuk
membantu orang lain menggapai tujuan hidupnya dengan sikap yang penuh
harapan. Seorang perawat harus bisa memberi ketenangan kepada kliennya,
memiliki sifat yang positif serta menolong kliennya dengan tulus.
2. Knowing : Berusaha untuk memahami setiap peristiwa yang dialami orang lain.
Seorang perawat harus melakukan setiap tindakannya berdasarkan aturan,
memahami segala kondisi dan situasi kliennya, serta menghindari terjadinya
komplikasi.
3. Being with : Mampu hadir untuk menemani kliennya secara emosional, berbagi
dengan klien secara tulus, hingga menciptakan kepercayaan pasien.
4. Doing for : Membantu orang lain untuk melakukan segala hal yang seharusnya
dilakukan oleh orang tersebut sendirian. Seorang perawat harus memberikan
perawatan yang senyaman mungkin, memberikan asuhan keperawatan yang
kompeten, bersikap protektif, serta antisipatif. Perawat juga harus merawat
kliennya dengan terampil dan kompeten seraya menjaga martabat orang
tersebut.
5. Enabling : Memberikan fasilitas berupa informasi-informasi penting kepada
kliennya untuk membantunya melalui suatu peristiwa asing atau transisi
kehidupan. Perawat juga harus membantu kaliennya untuk mencari alternatif
penyelesaian masalahnya sehingga mempercepat proses penyembuhan
kliennya.

E. Teori Caring menurut Simon Roach


Roach (1995), mengemukakan 5 komponen caring, yaitu :
1. Kasih sayang (compassion) : Rasa peka akan kepedihan dan kesulitan orang
lain yang diekspresikan dengan cara membantu orang lain untuk tetap
bertahan, Berbagi dengan orang lain, mau berbagi tentang segala hal yang
orang lain rasakan, juga mau memberikan dukungannya secara penuh.
2. Kemampuan (competence) : Mempunyai keterampilan, kemampuan, energi,
ilmu pengetahuan dan motivasi yang tinggi untuk menunjang profesinya.
Kemampuan menjadi tak berarti jika tanpa kasih sayang begitupun sebaliknya.
Kasih sayang akan tak berguna jika tak diiringi dengan kemampuan. 6
3. Kepercayaan diri (confidence) : Kondisi dimana seseorang memiliki rasa penuh
percaya diri untuk memelihara hubungannya dengan orang lain. Kepercayaan
diri diekspresikan dengan sikap caring yang akan menumbuhkan kemampuan
orang lain dalam mengembangkan dirinya serta menceritakan kebenaran.
4. Sura hati (concience) : Nilai humanistik altruistik (peduli pada kesejahteraan
orang lain) menjadi standar moral dari seorang perawat yang harus dilakukan
dalam kehidupannya sehari-hari.
5. Komitmen (commitment) : Perawat harus menjalankan setiap tugasnya dengan
konsekuen serta berkualitas.

F. Menurut Barnum dan Melleis


Barnum (1998) dan Melleis (1997), menjelaskan bahwasanya caring terdiri
dari 5 konsep, diantaranya :
1. Caring as human traits : Caringadalah sifat atau kebiasan manusia yang
didasari oleh kepribadian, budaya atau psikologis.
2. Caring as moral imperactive : Caringberhubungan dengan aspek moral yang
berperan penting sebagai esensi dari keperawatan yang menjunjung tinggi
martabat seseorang sebagai manusia.
3. Caring as an effect : Diekspresikan dalam bentuk empati, emosional, dan
mengabdi pada pekerjaan.
4. Caring as an interpersonal interaction : Dalam mmeberikan asuhan, seorang
perawatn akan selalu melakukan interaksi dengan pasien beserta keluarganya.
5. Caring as a therapeutic intervension : Caringadalah terapi keperawatan.

G. Teori Caring menurut Griffin 7


Griffin (1983), menggambarkan caring di dalam praktik keperawatan seperti
sebuah proses interpersonal esensial yang mengharuskan perawat untuk
melakukan segala perannya yang spesifik dalam satu cara untuk menyalurkan
segala ekspresi emosi-emosi tertentu kepada kliennya. Perawat harus siap untuk
membantu, melayani dan menolong kliennya yang mempunyai kebutuhan khusus.

Ringkasan
Menurut pandangan Watson (1985), caring dan cinta terdiri dari semua hal
yang penting dari kekuatan jiwa dan merupakan dasar dari sifat kemanusiaan kita.
Jean Watson dalam memahami konsep keperawatan terkenal dengan teori
pengetahuan manusia dan merawat manusia. Tolak ukur pandangan Watson ini
didasari pada unsur teori kemanusiaan. Pandangan teori Jean Watson ini
memahami bahwa manusia memiliki empat cabang kebutuhan manusia yang saling
berhubungan di antaranya Kebutuhan dasar biofisikal, Kebutuhan psikofisikal,
Kebutuhan psikososial, Kebutuhan intra dan interpersonal.
Teori Jean Watson yang telah dipublikasikan dalam keperawatan adalah
“Human Scince And Human Care”. Watson percaya bahwa fokus utama dalam
keperawatan adalah pada carative factor yang bermula dari perspektif humanistik
yang dikombinasikan dengan dasar pengetahuan ilmiah. Oleh karena itu, perawat
perlu mengembangkan filosofi humanistik dan sistem nilai, serta seni yang kuat.
Filosofi humanistik dan sistem nilai ini memberi fondasi yang kokoh bagi ilmu
keperawatan, sedangkan dasar seni dapat membantu perawat mengembangkan
visi mereka serta nilai-nilai dunia dan keterampilan berpikir yang kritis.

Test 2
1. Jelaskan 4 cabang kebutuhan manusia menurut pandangan teori jean watson!
2. Sebutkan dan jelaskan Teori Jean Watson yang telah dipublikasikan dalam
keperawatan!
3. Jelaskan tujuh asumsi yang mendasari konsep caring menurut Jean Watson!
4. Watson menekankan sikap caring ini harus tercemin pada sepuluh faktor kuratif
yang berasal dari perpaduan nilai nilai humanistik dengan ilmu pengetahuan
dasar. Sebutkan dan jelaskan sepuluh faktor itu!
5. Sebutkan dan jelaskan nilai-nilai yang mendasari konsep caring menurut Jean
Watson!
Topik 3
Model-Model Dasar Penerapan Caring Dalam Keperawatan

TUJUAN PEMBELAJARAN DAN POKOK MATERI PEMBELAJARAN

1. Kompetensi Umum
Setelah mempelajari materi Topik 3 ini diharapkan Anda dapat menjelaskan
Model-model Dasar Penerapan Caring dalam Keperawatan.

2. Kompetensi Khusus
Untuk mencapai kompetensi umum seperti yang diuraikan pada Topik 3,
Anda diharapkan dapat:
a. Menjelaskan model keperawatan Orem
b. Menjelaskan model keprawatan Jean Watson

3. Pokok Materi Pembelajaran


a. Model keperawatan Orem
b. Model keprawatan Jean Watson
URAIAN MATERI
A. Pendahuluan
Halo, apa kabar? Setelah Anda menyelesaikan membaca Topik 2, mari kita
lanjutkan dengan mempelajari materi di topik 3 yang berjudul “Model-model Dasar
Penerapan Caring dalam Keperawatan“. Secara umum Topik ini menjelaskan
tentang model keperawatan dari beberapa ahli.

B. Model Keperawatan Orem


Model konsep menurut Dorothea Orem yang dikenal dengan model self
care (perawatan diri) memberikan pengertian jelas bahwa bentuk pelayanan
keperawatan dipandang dari suatu pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan individu
dalam memenuhi kebutuhan dasar dengan tujuan mempertahankan kehidupan,
kesehatan, kesejahteraan sesuai dengan keadaan sehat dan sakit, yang ditekankan
pada kebutuhan klien tentang perawatan diri sendiri.
Model self care (perawatan diri) ini memiliki keyakinan dan nilai yang ada
dalam keperawatan di antaranya dalam pelaksanaan berdasarkan tindakan atas
kemampuan. Self care didasarkan atas kesengajaan serta dalam pengambilan
keputusan dijadikan sebagai pedoman dalam tindakan, setiap manusia
menghendaki adanya self care (perawatan diri) dan sebagai bagian dari kebutuhan
dasar manusia.
Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dalam Teori
hierarki kebutuhan masyarakat bahwa setiap manusia memiliki lima dasar
kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis (makan, minum), keamanan, cinta,
harga diri dan aktualisasi diri. Seseorang mempunyai hak dan tanggung jawab
dalam perawatan diri sendiri dan orang lain dalam memelihara kesejahteraan. Self
care (perawatan diri) merupakan perubahan tingkah laku secara lambat dan terus-
menerus didukung atas pengalaman sosial sebagai hubungan interpersonal
(hubungan antara satu individu dengan individu lain), hubungan interpersonal
dimana ketika kita berkomunikasi, kita bukan sekedar menyampaikan isi pesan,
tetapi juga menentukan hubungan interpesonal. Jadi ketika kita berkomunikasi kita
tidak hanya menuntukan conten (isi pesan) melainkan juga menentukan relationship
(hubungan). Self care akan meningkatkan harga diri seseorang dan dapat
mempengaruhi dalam perubahan (konsep diri). Konsep diri merupakan representasi
fisik seseorang individu, pusat inti dari ”aku” dimana semua persepsi dan
pengalaman terorganisasi. Konsep terdiri dari ada lima komponen yaitu:
1. Gambaran diri.
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar
atau tidak sadar termasuk persepsi dan perasaan tentang ukuran dan
bentuk,fungsi penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu. Gambaran
diri ini harus realistis (nyata) karena lebih banyak seseorang menerima dan
menyukai tubuhnya akan lebih aman sehingga harga dirinya meningkat.
Perubahan pada tubuh seperti perkembangan payudara, perubahan
suara, menstruasi. Hal ini merupakan perubahan yang dapat mempengaruhi
gambaran diri seseorang.
2. Ideal Diri.
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku
sesuai dengan standar pribadi. Standar ini dapat berhubungan dengan tipe orang
atau sejumlah aspirasi cita-cita nilai yang di capai. Ideal diri di mulai berkembang
pada masa kanak-kanak yang di pengaruhi oleh orang-orang penting yang
memberikan tuntutan atau harapan. Pada masa remaja, ideal diri akan di bentuk
melalui proses indentifikasi pada orang tua, guru dan teman. Ideal diri sebaiknya
di tetapkan lebih tinggi dari kemampuan individu saat ini tapi masih dalam batas
yang dapat di capai. Ini diperlukan oleh individu untuk memacu dirinya ketingkat
yang lebih tinggi.
3. Harga diri.
Harga diri adalah penilaian pribaditerhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri yang tinggi
berakar dari penerimaan diri tanpa syarat sebagai individu yang berarti dan
penting walaupun salah, gagal, atau kalah. Harga diri diperoleh dari penghargaan
diri sendiri dan dari orang lain yaitu perasaan dicintai, dihargai, dan dihormati.
4. Peran.
Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari
seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Posisi di masyarakat dapat
menjadi stressor terhadap peran karena stuktur sosial yang menimbulkan
kesukaran atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan.
5. Indentitas.
Indentitas adalah kesadaran diri yang bersumber dari observasi dan
penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri terhadap
sebagai suatu kesatuan yang utuh seseorang yang mempunyai perasaan
indentitas yang diri kuat adalah seseorang yang memandang dirinya berbeda
dengan orang lain termasuk persepsinya terhadap jenis kelamin, mempuyai
otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, respek diri mampu dan menguasai diri,
mengatur diri sendiri dan menerima diri.
Dalam pemahaman konsep keperawatan, khususnya dalam pandangan
dalam pemenuhan kebutuhan dasar, Orem membagi dalam kelompok kebutuhan
dasar yang terdiri dari pemeliharaan dalam pengambilan udara (oksigenasi) yang
mempunyai tiga tahap dalam proses oksigenasi yaitu, ventilasi (proses keluar dan
masuknya udara kedalam sistem pernapasan), perfusi dan difusi. Pemeliharaan
dalam pengambilan air, pemeliharaan dalam pegambilan makanan, pemeliharaan
kebutuhan, proses eliminasi, pemeliharaan keseimbangan aktivitas dan istirahat,
pemeliharaan dalam keseimbangan antara kesendirian dan interaksi sosial,
kebutuhan akan pencegahan risiko pada kehidupan manusia dalam keadaan sehat
dan kebutuhan dalam perkembangan kelompok sosial sesuai dengan potensi,
pengetahuan dan keinginan manusia.

C. Model Keperawatan Watson


Model Watson dibentuk melingkupi proses asuhan keperawatan, pemberian
bantuan kepada klien dalam mencapai atau mempertahankan kesehatan dan atau
menghadapi kematian yang damai (dalam buku fundamental keperawatan edisi 4
halaman 84 ). Intervensi keperawatan berkaitan dengan proses perawatan manusia.
Proses perawatan manusia membutuhkan perawat yang mampu memahami
perilaku dan respon manusia terhadap masalah kesehatan yang aktual atau
potensial, kebutuhan manusia, dan bagaimana manusia merespon terhadap orang
lain, dan kekurangan serta kelebihan klien dan keluarganya, sekaligus pemahaman
pada dirinya sendiri. Selain itu, perawat juga memberikan kenyamanan dan
perhatian, serta empati pada klien dan keluarganya. Asuhan perawatan tergambar
pada seluruh faktor-faktor yang digunakan oleh perawat dalam pemberian
pelayanan keperawatan pada klien dan keluarganya.
1. Filosofi Watson tentang asuhan keperwatan yang berhubungan dengan dengan
aspek humanistik dari kekehidupan (Watson, 1979; Marriner-Tomey, 1994).
2. Asuhan keperwatan tergambar pada seluruh factor-faktor yang digunakan oleh
perawat dalam pemberian pelayanan keperawatan pada klien (Watson,
1987 dalam buku profesi keperawatan halaman 277).
Watson dalam memahami konsep keperawatan, terkenal dengan teori
pengetahuan manusia dan merawat manusia. Tolak ukur pandangan Watson ini
didasari pada unsur teori kemanusiaan. Teori Watson ini memahami bahwa
manusia memiliki 4 (empat) cabang kebutuhan yang saling berhubungan,
diantaranya:
1. Kebutuhan dasar biofisikal (kebutuhan untuk hidup) yang meliputi kebutuhan
makan dan cairan, kebutuhan eliminasi, dan kebutuhan ventilasi.
2. Kebutuhan dasar psikofisikal (kebutuhan fungsional) yang meliputi kebutuhan
aktifitas dan istirahat, serta kebutuhan sexualitas.
3. Kebutuhan dasar psikososial (kebutuhan untuk integrasi) yang meliputi
kebutuhan untuk berprestasi dan berorganisasi.
4. Kebutuhan dasar intrapersonal dan interpersonal (kebutuhan untuk
pengembangan) yaitu kebutuhan aktualisasi diri.
Berdasarkan dari empat kebutuhan tersebut, Jean
Watson memahami bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna dan
memiliki berbagai ragam perbedaan, sehingga dalam upaya mencapai kesehatan,
manusia seharusnya dalam keadaan sejahtera baik fisik, mental, sosial, serta
spiritual.
1. Asuhan keperawatan dapat secara efektif didemonstrasikan dan dipraktekkan
hanya secara interpersonal.
2. Asuhan keperawatan berisi faktor care atau perhatian pada perawatan yang
hasilnya dapat memuaskan kebutuhan manusia yang memerlukan bantuan.
3. Asuhan keperawatan yang efektif meningkatkan kesehatan dan berkembang ke
arah perbaikan bagi individu, serta keluarga.
4. Respon asuhan keperawatan menerima seseorang tidak hanya pada saat di
rawat saja, tetapi juga kemungkinan yang akan terjadi setelah pasien pulang.
5. Asuhan keperawatan juga melibatkan lingkungan pasien,
sehingga bisa menawarkan kepada pasien
untuk mengembangkan potensinya untuk memilih apa yang terbaik untuk
dirinya saat itu.
6. Asuhan keperawatan lebih “healthogenic” dari pada pengobatan. Praktik asuhan
keperawatan terintegrasi antara pengetahuan biofisikal dengan pengetahuan
tentang perilaku manusia untuk meningkatkan kesehatan dan untuk memberikan
bantuan atau pertolongan kepada mereka yang sakit.
7. Praktik asuhan merupakan sentral keperawatan.

Ringkasan
Model konsep menurut Dorothea Orem yang dikenal dengan model self
care (perawatan diri) memberikan pengertian jelas bahwa bentuk pelayanan
keperawatan dipandang dari suatu pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan individu
dalam memenuhi kebutuhan dasar dengan tujuan mempertahankan kehidupan,
kesehatan, kesejahteraan sesuai dengan keadaan sehat dan sakit, yang ditekankan
pada kebutuhan klien tentang perawatan diri sendiri.
Model self care (perawatan diri) ini memiliki keyakinan dan nilai yang ada
dalam keperawatan di antaranya dalam pelaksanaan berdasarkan tindakan atas
kemampuan. Self care didasarkan atas kesengajaan serta dalam pengambilan
keputusan dijadikan sebagai pedoman dalam tindakan, setiap manusia
menghendaki adanya self care (perawatan diri) dan sebagai bagian dari kebutuhan
dasar manusia.

Test 3
1. Sebutkan dan jelaskan model caring menurut Orem!
2. Sebutkan dan jelaskan model caring menurut Watson!
Topik 4
Etik Dan Issu Spritual Caring Dalam Keperawatan

TUJUAN PEMBELAJARAN DAN POKOK MATERI PEMBELAJARAN

1. Kompetensi Umum
Setelah mempelajari materi Topik 4 ini diharapkan Anda dapat menjelaskan
Etik dan Issu Spiritual Caring dalam Keperawatan.

2. Kompetensi Khusus
Untuk mencapai kompetensi umum seperti yang diuraikan pada Topik 4,
Anda diharapkan dapat:
a. Menjelaskan Pengertian Etik
b. Menjelaskan Pengertian Spiritual
c. Menjelaskan Konsep Kesehatan spiritual
d. Menjelaskan Masalah Spiritual

3. Pokok Materi Pembelajaran


a. Pengertian Etik
b. Pengertian Spiritual
c. Konsep Kesehatan spiritual
d. Masalah Spiritual
URAIAN MATERI

A. Pendahuluan
Halo, apa kabar? Apakah Anda sudah siap dengan materi pembelajaran yang
baru. Saya berharap Anda sudah siap, Materi yang akan kita pelajari pada Topik 4
ini, adalah “Etik dan Issue Spiritual Caring dalam Keperawatan”. Satu hal yang
penting dan perlu Anda catat adalah membuat catatan tentang materi pembelajaran
yang menurut Anda sulit untuk dipahami. Jika hal ini terjadi cobalah untuk
mendiskusikan materi tersebut dengan sesama teman sejawat. Apabila memang
masih dibutuhkan, Anda dianjurkan untuk mendiskusikanya dengan nara sumber
saat kegiatan pembelajaran tatap muka.

B. Etik
Watson (1988) menyarankan agar caring sebagai suatu sikap moral yang ideal,
memberikan sikap pendirian terhadap pihak yang melakukan intervensi seperti
perawat. Sikap pendirian ini perlu untuk menjamin bahwa perawat bekerja sesuai
standar etika untuk tujuan dan motivasi yang baik. Kata etika merujuk pada
kebiasaan yang benar dan yang salah. Dalam setiap pertemuan dengan klien,
perawat harus mengetahui kebiasaan apa yang sesuai secara etika. Etika
keperawatan bersikap unik, sehingga perawat tidak boleh membuat keputusan
hanya berdasarkan prinsip intelektual atau analisis.
Etika keperawatan berfokus pada hubungan antara individu dengan karakter
dan sikap perawat terhadap orang lain. Etika keperawatan menempatkan perawat
sebagai penolong klien, memecahkan dilema etis dengan cara menghadirkan
hubungan dan memberikan prioritas kepada klien dengan kepribadian khusus.

C. Spiritual
Definisi spiritual lebih sulit dibandingkan mendifinisikan agama atau religion,
dibanding dengan kata religion, para psikolog membuat beberapa definisi spiritual,
pada dasarnya spritual mempunyai beberapa arti, diluar dari konsep agama, kita
berbicara masalah orang dengan spirit atau menunjukan spirit tingkah laku.
Kebanyakan spirit selalu dihubungkan sebagai faktor kepribadian. Secara pokok
spirit merupakan energi baik secara fisik dan psikologi. Menurut kamus Webster
(1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa latin ”spiritus” yang berarti nafas
(breath) dan kata kerja ”spirare” yang berarti bernafas.
Secara etimologi kata ”spirit” berasal dari kata Latin ”spiritus”, yang
diantaranya berarti “roh, jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud tak berbadan, nafas
hidup, nyawa hidup”. Dalam perkembangannya, selanjutnya kata spirit diartikan
secara lebih luas lagi. Para filsuf, mengkonotasikan ”spirit” dengan (1) kekuatan
yang menganimasi dan memberi energi pada cosmos, (2) kesadaran yang berkaitan
dengan kemampuan, keinginan, dan intelegensi, (3) makhluk immaterial, (4) wujud
ideal akal pikiran (intelektualitas, rasionalitas, moralitas, kesucian atau keilahian).
Dilihat dari bentuknya, spirit menurut Hegel, paling tidak ada tiga tipe:
subyektif, obyektif dan obsolut. Spirit subyektif berkaitan dengan kesadaran, pikiran,
memori, dan kehendak individu sebagai akibat pengabstraksian diri dalam relasi
sosialnya. Spirit obyektif berkaitan dengan konsep fundamental kebenaran (right,
recht), baik dalam pengertian legal maupun moral. Sementara spirit obsolut yang
dipandang Hegel sebagai tingkat tertinggi spirit, adalah sebagai bagian dari nilai
seni, agama, dan filsafat.
Secara psikologik, spirit diartikan sebagai ”soul” (ruh), suatu makhluk yang
bersifat nir-bendawi (immaterial being). Spirit juga berarti makhluk adikodrati yang
nir-bendawi. Karena itu dari perspektif psikologik, spiritualitas juga dikaitkan dengan
berbagai realitas alam pikiran dan perasaan yang bersifat adikodrati, nir-bendawi,
dan cenderung ”timeless dan spaceless”. Termasuk jenis spiritualitas adalah
Tuhan, jin, setan, hantu, roh halus, nilai moral, nilai estetik dan sebagainya.
Spiritualitas agama (religious spirituality, religious spiritualness) berkenaan dengan
kualitas mental (kesadaran), perasaan, moralitas, dan nilai-nilai luhur lainnya yang
bersumber dari ajaran agama. Spiritualitas agama bersifat Ilahiah, bukan bersifat
humanistik lantaran berasal dari Tuhan.
Spiritual dalam pengertian luas merupakan hal yang berhubungan dengan
spirit, sesuatu yang spiritual memiliki kebenaran yang abadi yang berhubungan
dengan tujuan hidup manusia, sering dibandingkan dengan sesuatu yang bersifat
duniawi dan sementara. Didalamnya mungkin terdapat kepercayaan terhadap
kekuatan supernatural seperti dalam agama, tetapi memiliki penekanan terhadap
pengalaman pribadi. Spiritual dapat merupakan ekspresi dari kehidupan yang
dipersepsikan lebih tinggi, lebih kompleks atau lebih terintegrasi dalam pandangan
hidup seseorang, dan lebih dari pada hal yang bersifat indrawi. Salah satu aspek
dari menjadi spiritual adalah memiliki arah tujuan, yang secara terus-menerus
meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak dari seseorang, mencapai
hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam semesta dan
menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indra, perasaan, dan
pikiran.
Pihak lain mengatakan bahwa aspek spiritual memiliki dua proses, pertama
proses keatas yang merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang mengubah
hubungan seseorang dengan Tuhan, kedua proses kebawah yang ditandai dengan
peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan internal. Konotasi lain
perubahan akan timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya kesadaran diri,
dimana nilai-nilai ketuhanan didalam akan termanifestasi keluar melalui
pengalaman dan kemajuan diri.
Spiritualitas adalah kesadaran diri dan kesadaran individu tentang asal,
tujuan dan nasib. Agama ádalah kebenaran mutlak dari kehidupan yang memiliki
manifestasi fisik diatas dunia. Agama merupakan praktik perilaku tertentu yang
dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang
dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi tertentu yang
dianut oleh anggota-anggotanya. Agama memiliki kesaksian iman, komunitas dan
kode etik, dengan kata lain spiritual memberikan jawaban siapa dan apa seseorang
itu (keberadaan dan kesadaran), sedangkan agama memberikan jawaban apa
yang harus dikerjakan seseorang (perilaku atau tindakan). Seseorang bisa saja
mengikuti agama tertentu, namun tidak memiliki spiritualitas. Orang-orang dapat
menganut agama yang sama, namun belum tentu mereka memiliki jalan atau
tingkat spiritualitas yang sama.
Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha
pencipta, tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu. Menurut
Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :
1. Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam
kehidupan.
2. Menemukan arti dan tujuan hidup
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri
sendiri.
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha
tinggi.

a. Agama sebagai sumber spiritual


Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau
mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan
mempunyai dua pengertian. Pertama kepercayaan didefinisikan sebagai kultur
atau budaya dan lembaga keagamaan seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-
lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang berhubungan
dengan Ketuhanan, kekuatan tertinggi, orang yang mempunyai wewenang atau
kuasa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang keyakinan (belief)
dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope). Harapan merupakan suatu
konsep multidimensi, suatu kelanjutan yang sifatnya berupa kebaikan, dan
perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu yang kurang menyenangkan.
Harapan juga merupakan energi yang bisa memberikan motivasi kepada
individu untuk mencapai suatu prestasi dan berorientasi kedepan.
Agama adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan peribadatan
dimana seseorang bisa mengungkapkan dengan jelas secara lahiriah mengenai
spiritualitasnya. Agama adalah suatu sistem ibadah yang terorganisir atau
teratur. Definisi spiritual setiap individu dipengaruhi oleh budaya,
perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang
kehidupan. Spiritualitas juga memberikan suatu perasaan yang berhubungan
dengan intrapersonal (hubungan antara diri sendiri), interpersonal (hubungan
antara orang lain dengan lingkungan) dan transpersonal (hubungan yang tidak
dapat dilihat yaitu suatu hubungan dengan ketuhanan yang merupakan
kekuatan tertinggi). Adapun unsur-unsur spiritualitas meliputi kesehatan
spiritual, kebutuhan spiritual, dan kesadaran spiritual. Dimensi spiritual
merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan antara unsur
psikologikal, fisiologikal, atau fisik, sosiologikal dan spiritual.
Ada yang mengatakan bahwa ”agama boleh saja ditinggalkan orang, tapi
spiritual akan selalu hidup dan bersemanyam di hati setiap orang sampai kapan
pun”. Disini berarti terdapat pembedaan antara agama atau keagamaan dengan
spiritualitas. Agama berbicara tentang seperangkat nilai dan aturan perilaku
yang telah melalui proses kodifikasi. Sementara spiritual bermakna jiwa yang
paling dalam, hakiki, substance, masih suci dan belum terkotak-kotak, bebas
merambah kemana saja, dan didalamnya bersemayam sifat-sifat Ilahi
(ketuhanan) yang lembut dan mencintai.
Danah Zohar dan Ian Marshall mengatakan, “SQ tidak mesti
berhubungan dengan agama. Karena menurutnya sebagian orang, SQ mungkin
menemukan cara pengungkapan melalui agama formal tetapi beragama tidak
menjamin SQ tinggi. Banyak orang humanis dan ateis memiliki SQ sangat
tinggi; sebaliknya, banyak orang yang aktif beragama memiliki SQ sangat
rendah. SQ adalah kesadaran yang dengannya kita tidak hanya mengakui nilai-
nilai yang ada, tetapi kita juga secara kreatif menemukan nilai-nilai baru”.
Menurut William James (1985) dalam Jalaluddin terdapat hubungan
antara tingkah laku seseorang dengan pengalaman keagamaan yang
dimilikinya. Artinya orang yang memiliki pengalaman keagamaan yang baik
akan cenderung untuk berbuat baik karena agama pada prinsipnya adalah
tuntunan bagi seseorang untuk mengerjakan hal-hal yang baik dalam urusan
dunia maupun urusan akhirat (Jalaluddin, 2000). Selain itu, dengan pengalaman
keagamaan juga orang terhindar dari perbuatan-perbuatan jahat, sikap dan
perilaku amoral yang tidak dikehendaki. Agama mempunyai fungsi pengawasan
sosial terhadap tingkah laku masyarakat.
Agama merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-norma yang
baik yang diberlakukan untuk masyarakat. Dengan beragama maka setiap
tingkah laku sesorang akan terkontrol, apapun agamanya dan siapapun
pemeluknya, yang jelas tidak satupun agama mengarahkan pemeluknya
kedalam perbuatan maksiat.Pengalaman keagamaan yang dimiliki Eistein
bahwa, benda-benda angkasa yang jumlahnya sulit dibayangkan itu bergerak
karena ada yang menggerakkan, membuat hatinya bergetar dan mengakui
bahwa, “Tuhan itu ada”. Demikian halnya dengan pentolan Komunis Joseph
Stalin yang banyak membunuh kaum agamawan, ternyata diakhir hayatnya
minta didampingi oleh seorang pendeta dan berucap, “pastor ajarkan saya
berdoa”.

b. Membangun Spiritualitas Religius


Terlepas dari realitas spiritualitas yang penuh dengan paradoks, adalah
merupakan kewajiban bagi umat beragama untuk mengembangkan,
menguatkan, atau menghidupkan kembali peran spiritualitas religius. Spiritual
religius, yang pada dasarnya merupakan bentuk spiritualitas yang bersumber dari
ajaran Tuhan, diyakini memiliki kekuatan spiritual yang lebih kuat, murni, suci,
terarah, dan abadi dibanding spiritual sekuler dengan berbagai coraknya.
Pengembangan spiritualitas religius dengan demikian merupakan hal niscaya
untuk diwujudkan ditengah kehidupan masyarakat. Terdapat beberapa
pendekatan untuk mengembangkan spiritualitas relijius:
Pertama, melalui pendekatan teologik, yang dilakukan dengan cara
melakukan elaborasi ajaran agama secara proporsional sehingga memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat. Dalam konteks ini, merupakan tugas ilmuwan,
ulama, cendekiawan agama bekerjasama dengan para ahli untuk menyusun dan
merancang pengembangan model-sistem ajaran yang selari dengan kebutuhan
aktual dan konkret masyarakat itu sendiri.
Kedua, melalui pendekatan psiko-politik yang dilakukan dengan cara
membangun keteladanan nasional. Pengembangan spiritualitas religius, seperti
nilai: kebersihan, kejujuran, keadilan, kesederhanaan, kepedulian, keikhlasan,
cinta-kasih, dan lain-lain yang bersumber dari ajaran agama yang juga
merupakan prinsip-prinsip dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
dengan diwujudkan melalui program keteladanan nasional cenderung lebih efektif
ketimbang bentuk retorika apa pun.
Ketiga, melalui pendekatan sosio-kultural, dengan cara membangun
masyarakat religius yang sebenarnya. Dalam rangka ini, pendidikan agama perlu
diwujudkan dalam bentuk pelatihan-pelatihan praktis yang menekankan pada
pengembangan moralitas dan akhlaqul karimah.

D. Konsep Kesehatan Spiritual


Kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah “rasa keharmonisan saling
kedekatan antara diri dengan orang lain, alam dan dengan kehidupan tertinggi”
(Hungemann, et.al, 1985). Rasa keharmonisan ini dicapai ketika seseorang
menemukan keseimbangan antara nilai, tujuan, dan system keyakinan mereka
dengan hubungan mereka di dalam diri mereka sendiri dan orang lain. Pada saat
terjadi stress, penyakit, penyembuhan, atau kehilangan, sesorang mungkin akan
berbalik kecara-cara lama dalam merespon atau menyesuaikan dengan situasi.
Seringkali gaya koping ini terdapat dalam keyakinan atau nilai dasar orang tersebut.
Keyakinan ini sering berakar dalam spiritualitas orang tersebut. Sepanjang hidup
seorang individu mungkin tumbuh lebih spiritual, menjadi lebih menyadari tentang
makna, tujuan dan nilai hidup.
Spiritual dimulai ketika anak-anak belajar tentang diri mereka dan hubungan
mereka dengan orang lain. Banyak orang dewasa mengalami pertumbuhan spiritual
ketika memasuki hubungan yang langgeng. Kemampuan untuk mengasihi orang
lain dan diri mereka sendiri secara bermakna adalah bukti dari kesehatan spiritual.
Menetapkan hubungan dengan yang Maha Agung, kehidupan atau nilai
adalah salah satu cara mengembangkan spiritualitas. Anak-anak sering mulai
dengan konsep tentang ketuhanan atau nilai seperti yang disuguhkan kepada
mereka oleh lingkungan rumah mereka atau komunitas religius mereka. Remaja
sering mempertimbangkan kembali konsep masa kanak-kanak mereka tentang
kekuatan spiritual, dan dalam pencarian identitas, mungkin mempertanyakan
tentang praktik atau nilai atau menemukan kekuatan spiritual sebagai motivasi untuk
mencari makna hidup yang lebih jelas.
Sejalan dengan makin dewasanya seseorang, mereka sering instrospeksi diri
untuk memperkaya nilai dan konsep ketuhanan yang telah lama dianut dan
bermakna. Kesehatan spiritualitas yang sehat pada lansia adalah sesuatu yang
memberikan kedamaian dan penerimaan tentang diri dan hal tersebut sering
didasarkan pada hubungan yang langgeng dengan yang Maha Agung. Penyakit
mengancam kesehatan spiritual.

E. Masalah Spiritual
Ketika penyakit, kehilangan, atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan
spiritual dapat membantu seseorang kearah penyembuhan atau pada
perkembangan kebutuhan dan perhatian spiritual selama penyakit atau kehilangan,
misalnya saja, individu sering menjadi kurang mampu untuk merawat diri mereka
sendiri dan lebih bergantung pada orang lain untuk perawatan dan
dukungan. Distres spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari
makna tentang apa yang sedang terjadi, yang mungkin dapat mengakibatkan
seseorang merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain. Individu mungkin
mempertanyakan nilai spiritual mereka, mengajukan pertanyaan tentang jalan hidup
seluruhnya, tujuan hidup, dan sumber dari makna hidup.

1. Penyakit akut.
Penyakit yang mendadak, tidak diperkirakan, yang menghadapkan baik
ancaman langsung atau jangka panjang terhadap kehidupan, kesehatan dan
kesejahteraan klien dapat menimbulkan distress spiritual bermakna. Penyakit
atau cidera dapat dipandang sebagai hukuman, sehingga klien menyalahkan diri
mereka sendiri karena mempunyai kebiasaan kesehatan yang buruk, gagal untuk
mematuhi tindakan kewaspadaan keselamatan atau menghindari pemeriksaan
kesehatan secara rutin. Konflik dapat berkembang sekitar keyakinan individu dan
makna hidup. Individu mungkin mempunyai kesulitan memandang masa depan
dan dapat terpuruk tidak berdaya oleh kedukaan.
Kemarahan bukan hal yang tidak wajar, dan klien mungkin
mengekspresikannya terhadap Tuhan, keluarga, dan/atau diri mereka sendiri.
Kekuatan spiritualitas klien mempengaruhi bagaimana mereka menghadapi
penyakit mendadak dan bagaimana mereka dengan cepat beralih kearah
penyembuhan.

2. Penyakit kronis.
Seseorang dengan penyakit kronis sering menderita gejala yang
melumpuhkan dan mengganggu kemampuan untuk melanjutkan gaya hidup
normal mereka. Kemandirian dapat sangat terancam, yang mengakibatkan
ketakutan, ansietas, kesedihan yang menyeluruh. Ketergantungan pada orang
lain untuk mendapat perawatan rutin dapat menimbulkan perasaan tidak berdaya
dan persepsi tentang penurunan kekuatan batiniah. Seseorang mungkin merasa
kehilangan tujuan dalam hidup yang mempengaruhi kekuatan dari dalam yang
diperlukan untuk mengahdapi perubahan fungsi yang dialami.
Kekuatan tentang spiritualitas seseorang dapat mejadi faktor penting
dalam cara seseorang menghadapi perubahan yang diakibatkan oleh penyakit
kronis. Keberhasilan dalam mengatasi perubahan yang diakibatkan oleh penyakit
kronis dapat menguatkan seseorang secara spiritual. Reevaluasi tentang hidup
mungkin terjadi. Mereka yang kuat secara spiritual akan membentuk kembali
identitas diri dan hidup dalam potensi mereka.

3. Penyakit terminal.
Penyakit terminal umumnya menyebabkan ketakutan terhadap nyeri fisik,
ketidaktahuan, kematian, dan ancaman terhadap integritas (Turner, et.al, 1995).
Klien mungkin mempunyai ketidak pastian tentang makna kematian dan dengan
demikian mereka menjadi sangat rentan terhadap distress spiritual. Tedapat juga
klien yang mempunyai rasa spiritual tentang ketenangan yang memampukan
mereka untuk menghadapi kematian tanpa rasa takut.
Individu yang mengalami penyakit terminal sering menemukan diri meraka
menelaah kembali kehidupan mereka dan mempertanyakan maknanya.
Pertanyaan-petanyaan umum yang diajukan dapat mencakup ”mengapa hal ini
terjadi pada saya’’ atau “apa yang telah saya lakukan sehingga hal ini terjadi
pada saya” keluarga dan teman-teman dapat terpengaruhi sama halnya yang
klien alami.
Fryback (1992) melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana
individu dengan penyakit terminal menggambarkan tentang kematian. Klien yang
termasuk dalam penelitian mengidentifikasikan tiga domain kesehatan sebagai
berikut: mental-emosi, spiritual dan fisik. Domain spiritual dipandang sebagai hal
penting dalam hal kesehatan dan mencakup mempunyai hubungan dengan
kekuatan yang lebih tinggi, menghargai moralitas seseorang dan menumbuhkan
aktualisasi diri. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa penelitian
tersebut menunjukkan klien yang mempunyai penyakit terminal mempunyai
persepsi dalam keadaan tidak sehat, persepsi tersebut bukan karena penyakitnya
tetapi karena sedang tidak mampu menjalani hidup mereka dengan sempurna
dan tidak mampu melakukan hal-hal yang mereka inginkan.

4. Individuasi.
Ketika seseorang menjalani hidup mereka, sering mengajukan pertanyaan
untuk menemukan dan memahami diri (mereka) sebagai hal yang berbeda tetapi
juga dalam hubungan dengan orang lain. Psikolog Carl Jung (Storr,
1983) menggambarkan proses ini sebagai individuasi seseorang. Juga
digambarkan sebagai krisis pertengahan hidup, individuasi umumnya pada
individu usia baya. Individuasi mungkin didahului oleh rasa kekosongan dalam
hidup atau kurang mampu untuk memotivasi diri.
Individuasi adalah pengalaman manusia yang umum yang ditandai oleh
kebingungan, konflik, keputusasaan, dan perasaan hampa. Spiritualitas
seseorang harus dipertahanka, karena individuasi tampaknya mendorong
seseorang untuk mempertahankan aspek positif, life-asserting dari kepribadian.
Kejadian seperti stress, keberhasilan atau kekurang berhasilan dalam pekerjaan,
konflik perkawinan, atau penurunan kesehatan dapat menyebabkan seseorang
mencari pemahaman diri yang lebih besar.

5. Pengalaman mendekati kematian.


Perawat mungkin menghadapi klien yang telah mempunyai pengalaman
mendekati kematian (NDE / near death experience). NDE telah diidentifikasikan
sebagai fenomena psikologis tentang idividu yang baik telah sangat dekat
dengan kematian secara klinis atau yang telah pulih setelah dinyatakan mati.
NDE tidak berkaitan dengan kelaianan mental (Basford, 1990). Orang yang
mengalami NDE setelah henti jantung-paru, misalnya sering mengatakan cerita
yang sama tentang perasaan diri mereka terbang diatas tubuh mereka dan
melihat para pemberi perawatan kesehatan melakukan tindakan penyelamatan
hidup. Sebagian besar individu menggambarkan bahwa mereka melewati
terowongan kearah cahaya yang terang, dan merasakan suatu ketenangan yang
dalam dan damai. Tidak bergerak kearah cahaya tersebut, sering mereka
mengetahui bahwa belum waktunya untuk mati bagi mereka dan mereka kembali
hidup.
Klien yang telah mengalami NDE sering enggan untuk mendiskusikan hal
ini, mereka berpikir bahwa keluarga atau pemberi perawatan kesehatan tidak
dapat memahami. Isolasi dan depresi dapat terjadi sebagai akibat tidak
menceritakanpengalamannya atau menerima penghakiman dari orang lain ketika
mereka menceritakannya. Namun demikian, imdividu yang mengalami NDE, dan
mereka yang dapat mendiskusikannya dengan keluarga atau pemberi perawatan
kesehatan, menemukan keterbukaan pada kekuatan pemgalaman mereka
seperti yang dilaporkan. Mereka secara konsisten melaporkan efek yang positif,
termasuk sikap positif, perubahan nilai, dan perkembangan spiritual (Turner,
1995). Bila klien dapat hidup setelah henti jantung-paru, penting artinya bagi
perawat untuk tetap terbuka dan memberi kesempatan kepada klien untuk
menggali apa yang sudah terjadi.

Ringkasan
Secara etimologi kata ”spirit” berasal dari kata Latin ”spiritus”, yang diantaranya
berarti “roh, jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud tak berbadan, nafas hidup, nyawa
hidup”. Dalam perkembangannya, selanjutnya kata spirit diartikan secara lebih luas
lagi. Para filsuf, mengkonotasikan ”spirit” dengan (1) kekuatan yang menganimasi dan
memberi energi pada cosmos, (2) kesadaran yang berkaitan dengan kemampuan,
keinginan, dan intelegensi, (3) makhluk immaterial, (4) wujud ideal akal pikiran
(intelektualitas, rasionalitas, moralitas, kesucian atau keilahian).
Kesehatan spiritual atau kesejahteraan adalah “rasa keharmonisan saling
kedekatan antara diri dengan orang lain, alam dan dengan kehidupan tertinggi”
(Hungemann, et.al, 1985). Rasa keharmonisan ini dicapai ketika seseorang
menemukan keseimbangan antara nilai, tujuan, dan system keyakinan mereka dengan
hubungan mereka di dalam diri mereka sendiri dan orang lain. Pada saat terjadi stress,
penyakit, penyembuhan, atau kehilangan, sesorang mungkin akan berbalik kecara-
cara lama dalam merespon atau menyesuaikan dengan situasi.
Ketika penyakit, kehilangan, atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan
spiritual dapat membantu seseorang kearah penyembuhan atau pada perkembangan
kebutuhan dan perhatian spiritual selama penyakit atau kehilangan, misalnya saja,
individu sering menjadi kurang mampu untuk merawat diri mereka sendiri dan lebih
bergantung pada orang lain untuk perawatan dan dukungan.

Test 4
1. Sebutkan dan jelaskan apa yang anda pahami mengenai kesehatan spiritual!
2. Jelaskan masalah spiritual yang sering dialami oleh klien selama perawatan!
Topik 5
NILAI, CARING DAN SPIRITUAL

TUJUAN PEMBELAJARAN DAN POKOK MATERI PEMBELAJARAN

1. Kompetensi Umum
Setelah mempelajari materi Topik 5 ini diharapkan Anda dapat menjelaskan
materi mengenai Nilai, Caring dan Spiritual.

2. Kompetensi Khusus
Untuk mencapai kompetensi umum seperti yang diuraikan pada Topik 5,
Anda diharapkan dapat:
a. Menjelaskan Nilai-nilai (Values) dalam Keperawatan
b. Menjelaskan Caring dalam Keperawatan
c. Menjelaskan Spiritual dalam Keperawatan
d. Menjelaskan Aspek spiritual dalam Caring

3. Pokok Materi Pembelajaran


a. Nilai-nilai (Values) dalam Keperawatan
b. Caring dalam Keperawatan
c. Spiritual dalam Keperawatan
d. Aspek spiritual dalam Caring
URAIAN MATERI

A. Pendahuluan
Halo, apa kabar Saudara mahasiswa? Apakah Anda sudah siap dengan
materi pembelajaran yang baru. Saya berharap Anda sudah siap, materi yang
akan kita pelajari pada Topik 5 ini adalah Nilai, Caring dan Spiritual.

B. Nilai - Nilai (Values) Dalam Keperawatan


Perawat sebagai tenaga yang profesional, dalam melaksanakan tugasnya
diperlukan suatu sikap yang menjamin terlaksananya tugas tersebut dengan baik
dan bertanggungjawab secara moral. Seringkali masalah, muncul ketika hubungan
sosial itu terjadi antara perawat dengan klien, hal ini merupakan suatu bagian yang
tak dapat dipisahkan dari segala segi kehidupan. Tidak ada satupun manusia
sebagai subjek hidup yang bersih tanpa masalah, namun ada yang tersembunyi
ada juga yang lebih dominan oleh masalahnya. Begitupun dalam praktik
keperawatan, terdapat beberapa isu yang bisa menjadi masalah dalam praktik
keperawatan, baik perbuatan dari pihak yang tidak bertanggung jawab, ataupun
segala hal yang terjadi disebabkan oleh pertimbangan etis atau nilai-nilai yang
dianut sebagai kerangka konsep yang dipakai oleh perawat dalam bekerja.
a. Definisi Nilai-nilai (values) dalam Keperawatan
Definisi nilai adalah keyakinan personal mengenai harga atas suatu ide,
tingkah laku, kebiasaan atau objek yang menyusun suatu standar yang
mempengaruhi tingkahlaku, (Rokeach,1973). Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, edisi 3 tahun 2003, definisi dari nilai antara lain:
1) Sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan atau
sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai hakekatnya.
2) Nilai adalah sesuatu yang berharga, keyakinan yang dipegang sedemikian
oleh seseorang sesuai dengan tuntutan hati nurani (pengertian secara
umum).
3) Nilai adalah seperangkat keyakinan dan sikap pribadi seseorang tentang
kebenaran, keindahan, dan penghargaan dari suatu pemikiran, objek atau
perilaku yang berorientasi pada tindakan dan pemberian arah serta makna
pada kehidupan seseorang.
4) Nilai adalah keyakinan seseorang tentang sesuatu yang berharga,
kebenaran,keinginan mengenai ide-ide, objek atau perilaku khusus.

Selanjutnya bahwa dalam diri manusia terdapat 2 nilai yaitu nilai personal
(nilai-nilai manusia sebagai pribadi yang utuh) dan nilai profesional yaitu nilai-
nilai manusia berdasarkan profesinya. Nilai-nilai tersebut merupakan suatu ciri:
1) Nilai-nilai yang membentuk dasar perilaku seseorang.
2) Nilai-nilai nyata dari seseorang diperlihatkan melalui pola perilaku yang
konsisten.
3) Nilai-nilai menjadi kontrol internal bagi perilaku seseorang
4) Nilai-nilai merupakan komponen intelektual dan emosional dari seseorang
yang secara intelektual diyakinkan tentang suatu nilai serta memegang
teguh dan mempertahankannya.

Pada kenyataanya perkembangan dan perubahan yang terjadi pada


ruang lingkup praktek keperawatan dan bidang tekhnologi medis akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan konflik antara nilai-nilai pribadi yang
dimiliki perawat dengan pelaksanaan praktek yang dilakukan sehari-hari. Selain
itu pihak atasan membutuhkan bantuan dari perawat untuk melaksanakan tugas
pelayanan keperawatan tertentu, dinilai pihak perawat mempunyai hak untuk
menerima atau menolak tugas tersebut sesuai dengan nilai-nilai pribadi mereka.

b. Fungsi dan Sifat Nilai


Nilai yang merupakan tingkah laku dapat bersifat sadar maupun tidak
sadar. Perawat atau klien kadang dapat mengekspresikan nilai-nilai yang dianut
secara terbuka ataupun menunjukkan dengan tingkah laku verbal dan non
verbal. Pada umumnya mereka menyadari bahwa ada nilai utama yang
dianggap sebagai sesuatu yang penting dalam kehidupanmereka yang harus
tetap di pegang dan dipertahankan. Akan tetapi tidak sedikit pula mereka tidak
menyadari bahwa nilai yang mereka pegang atau dipertahankan buka suatu
nilai yang penting dan biasanya hanya berupa pemikiran-pemikiran yang dapat
mempengaruhi perilaku mereka.
Cara kita menilai persepsi orang lain dan respon kita terhadap mereka
juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kita anut. Misalnya ketika perawat pertama
kali bertemu klien di rumah sakit atau di puskesmas biasanya perawat tersebut
akan memperhatikan penampilan dan tingkah laku klien pada saat berbicara
atau pada saat wawancara. Biasanya perawat akan memberikan respon positif
pada klien yang berperilaku santai, dan ramah serta berpenampilan yang rapi,
dari pada klien yang berpenampilan kurang bersih dan berbicara yang kurang
sopan. Sehingga nilai berfungsi sebagai filter untuk berbagai pengalaman yang
berkaiatan dengan hubungan sesama manusia atau hubungan antara perawat
dengan kliennya dalam kehidupan sehari-hari. Seorang perawat tidak akan
dapat menjalankan peran dan tanggungjawabnya dengan baik manakala tidak
mempunyai fungsi filter dalam nilai pada dirinya ketika perawat membantu klien
membuat banyak keputusan yang penting dan memberikan rasa percaya diri
pada perawat. Namun harus diingat bahwa nilai tidak menentukan harga diri
seseorang atau tidak seharusnya menjadi penentu bagaimana klien
diperlakukan dalam hubungan profesionalnya.

c. Klasifikasi dan Klarifikasi Nilai-nilai


Klasifikasi nilai-nilai dapat kami bagi menjadi dua kategori yaitu nilai-nilai
nurani dan nilai-nilai memberi. Apa itu nilai nurani dan nilai memberi:
1) Nilai nurani yaitu nilai yang ada dalam diri manusia kemudian berkembang
menjadi perilaku serta cara kita memperlakukan orang lain, seperti: keberanian,
kejujuran, cinta damai, keandalan diri, potensi, disiplin, tahu batas, kemurnian
dan kesesuaian.
2) Nilai-nilai memberi yaitu nilai yang perlu di praktekkan atau yang diberikan
yang kemudian akan diterima sebanyak yang diberikan. Contoh: setia, dapat
dipercaya, hormat, cinta kasih sayang, tidak egois, baik hati, ramah adil dan
murah hati.

Berdasarkan klasifikasi nilai-nilai tersebut manusia sebagai pribadi yang


utuh harus senantiasa memegang aspek kejujuran atau nilai-nilai yang
berhubungan dengan akhlak, benar dan salah yang dianut oleh golongan atau
anggota. Nilai-nilai, keyakinan atau sikap dapat menjadi suatu nilai apabila
keyakinan tersebut memenuhi tujuh kriteria yakni: menjunjung dan menghargai
keyakinan dan perilaku seseorang, menegaskannya di depan umum, apabila
cocok, memilih dari berbagai alternatif, memilih setelah mempertimbangkan
konsekuensinya, memilih secara bebas dan bertindak dengan pola konsistensi.
Klarifikasi nilai dapat menjadi sarana yang berguna dalam membantu klien dan
keluarganya untuk memilih dan berperilaku yang dapat meningkatkan
kesehatan, beradaptasi pada tekanan penyakit, serta menemukan sumber-
sumber yang dapat digunakan untuk mengembalikan fungsi maksimal pada
proses penyembuhan atau proses rehabilitasi.
Klarifikasi nilai akan membantu klien untuk memperoleh kesadaran tentang
prioritas pribadi, mengidentifikasi nilai yang tidak jelas dan memecahkan konflik
antara nilai dan tingkah laku. Dalam prosesnya seringkali klien menunjukan
keinginan untuk mendiskusikan masalah dan perasaan sebenarnya sehingga
membantu perawat dalam menetapkan rencana asuhan keperawatan yang
akan diberikan.
Klarifikasi nilai dapat digunakan sebagai pendekatan bagi perawat untuk
menghargai, pemilihan, penilaian dan tindakan yang harus diambil pada saat
memberikan asuhan keperawatan pada klien. Perawat membatuk klien
mengklarifikasi berbagai alternatif sehingga mereka dapat bertindak pada
kemungkinan pilihan yang paling baik. Ketika perawat membuat respon untuk
menjelaskan, penjelas tersebut harus berifat ringkas, selektif, tidak berpihak,
memicu timbulnya pemikiran dan bersifat spontan.

d. Ensensial Nilai-nilai dalam Praktik Keperawatan


Pada tahun 1985, “The American Association Colleges of Nursing”
melaksanakan suatu proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai
esensial dalam praktek keperawatan profesional. Perkumpulan ini
mengidentifikasikan 7 nilai-nilai esensial dalam kehidupan profesional, yaitu:
1) Aesthetics (keindahan): Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian,
seseorang memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas,
imajinasi, sensitifitas dan kepedulian.
2) Altruism (mengutamakan orang lain): Kesediaan memperhatikan
kesejahteraan orang lain termasuk keperawatan atau kebidanan, komitmen,
arahan, kedermawanan atau kemurahan hati serta ketekunan.
3) Equality (kesetaraan): Memiliki hak atau status yang sama termasuk
penerimaan dengan sikap asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi.
4) Freedom (Kebebasan): memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk
percaya diri, harapan, disiplin serta kebebasan dalam pengarahan diri
sendiri.
5) Human dignity (Martabat manusia): Berhubungan dengan penghargaan
yang lekat terhadap martabat manusia sebagai individu termasuk
didalamnya kemanusiaan, kebaikan, pertimbangan dan penghargaan
penuh terhadap kepercayaan.
6) Justice (Keadilan): Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal
termasuk objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta
kewajaran.
7) Truth (Kebenaran): Menerima kenyataan dan realita, termasuk
akontabilitas, kejujuran, keunikan dan reflektifitas yang rasional.

Klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana seseorang dapat


mengerti sistem nilai-nilai yang melekat pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan
proses yang memungkinkan seseorang menemukan sistem perilakunya sendiri
melalui perasaan dan analisis yang dipilihnya dan muncul alternatif-alternatif,
apakah pilihan–pilihan ini yang sudah dianalisis secara rasional atau merupakan
hasil dari suatu kondisi sebelumnya (Steele dan Harmon, 1983).
Klarifikasi nilai-nilai mempunyai manfaat yang sangat besar didalam
aplikasi keperawatan. Semakin disadari nilai-nilai profesional maka semakin
timbul nilai-nilai moral yang dilakukan serta selalu konsisten
untukmempertahankannya. Bila dibicarakan dengan sejawat atau pasien dan
ternyata tidak sejalan, maka seseorang merasa terjadi sesuatu yang kontradiktif
dengan prinsip-prinsip yang dianutnya yaitu: penghargaan terhadap martabat
manusia yang tidak terakomodasi dan sangat mungkin kita tidak lagi merasa
nyaman. Oleh karena itu, klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana
kita perlu meningkatkan serta konsisten bahwa keputusan yang diambil secara
khusus dalam kehidupan ini untuk menghormati martabat manusia. Hal ini
merupakan nilai-nilai positif yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari
dan dalam masyarakat luas.

Nilai-nilai yang mendasari konsep caring menurut Jean Watson meliputi:


1. Konsep tentang manusia
Manusia merupakan suatu fungsi yang utuh dari diri yang terintegrasi (ingin
dirawat, dihormati, mendapatkan asuhan, dipahami dan dibantu). Manusia
pada dasarnya ingin merasa dimiliki oleh lingkungan sekitarnya merasa
dimiliki dan merasa menjadi bagian dari kelompok atau masyarakat, dan
merasa dicintai dan merasa mencintai.
2. Kosep tentang kesehatan
Kesehatan merupakan kuutuhan dan keharmonisan pikiran fungsi fisik dan
fungsi sosial. Menekankan pada fungsi pemeliharaan dan adaptasi untuk
meningkatkan fungsi dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Kesehatan
merupakan keadaan terbebas dari keadaan penyakit, dan Jean Watson
menekankan pada usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai hal
tersebut.
3. Konsep tentang lingkungan
Berdasarkan teori Jean Watson, caring dan nursing merupakan konstanta
dalam setiap keadaan di masyarakat. Perilaku caring tidak diwariskan dari
generasi ke generasi berikutnya, akan tetapi hal tersebut diwariskan dengan
pengaruh budaya sebagai strategi untuk melakukan mekanisme koping
terhadap lingkungan tertentu.
4. Konsep tentang keperawatan
Keperawatan berfokus pada promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan
caring ditujukan untuk klien baik dalam keadaan sakit maupun sehat.

Walaupun konsep caring telah ditekankan dalam lingkungan


keperawatan saat ini, namun karena maraknya teknologi dan strategi
penahanan kerugian perawat harus tekun dalam memberikan pelayanan
kepada klien. Tantangan bagi perawat adalah saat-saat proses pertama yaitu
interaksi pertama manusia kepada manusia yang merupakan awal dari seluruh
kegiatan perawatan kesehatan (Delaune & Ladner, 2002).

C. Caring
1. Leininger (1979).
Caring adalah kegiatan langsung untuk memberikan bantuan, dukungan
atau perilaku kepada atau untuk individu atau kelompok melalui antisipasi
kebutuhan untuk meningkatkan kondisi manusia atau kehidupan.
2. Watson (1988).
Caring adalah esensi dari keperawatan yang berarti juga
pertanggungjawaban hubungan antara perawat-klien, dimana perawat
membantu partisipasi klien, membantu klien memperoleh pengetahuan, dan
meningkatkan kesehatan.

3. Benner & Wrubel (1989)


Caring adalah tujuan sentral dari keperawatan atau sebagai dasar dari etik
keperawatan. Teori caring menekankan kepada keteguhan hati, kemurahan
hati, komitmen dan tanggungjawab. Caring menekankan kepada upaya
perlindungan dan meningkatkan martabat klien.
4. Potter & Perry (1997).
Caring adalah memberikan perhatian penuh pada klien saat memberikan
asuhan keperawatan.
5. Carruth (1999).
Caring juga didefenisikan sebagi tindakan yang bertujuan memberikan
asuhan fisik dan perhatian emosi sambil meningkatkan rasa aman dan
keselamatan klien.
6. Shoffner (2003).
Caring didefenisikan sebagai sikap peduli yang memudahkan diperolehnya
kesehatan dan pemulihan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku caring


perawat adalah sifat dasar dari perawat sebagai manusia untuk membantu,
memperhatikan, mengurus, dan menyediakan bantuan, serta memberi dukungan
untuk kemandirian klien melalui hubungan perawat klien yang terapeutik, dan
merupakan intervensi keperawatan dalam rangka mencapai derajat kesehatan
yang lebih tinggi dengan penuh perasaan berdasarkan kemanusian dan aspek
moral.

Aspek Dalam Caring:


1. Caring merupakan sifat manusia yang dipertimbangkan dari personal,
psikologikal dan perspektif kultural.
2. Caring berdasarkan moral sebagai esensi mendasar dari keperawatan dalam
rangka memelihara martabat manusia.
3. Caring ditunjukkan dengan penuh perasaan yang dimanifestasikan sebagai
empati dan perasaan untuk mengabdi pada kemanusiaan.
4. Caring dimanifestasikan dalam hubungan interpersonal perawat dengan klien.
5. Caring merupakan intervensi terapeutik dalam asuhan keperawatan.

Karakteristik Caring:
1. Rogers (1961).
a. Menjadi diri sendiri.
b. Kejelasan.
c. Respek.
d. Pemisahan; mampu menempatkan diri.
e. Kebebasan.
f. Empati.
g. Komunikasi.
h. Evaluasi.

2. Leininger (1984)
a. Professional caring sebagai perwujudan kemampuan kognitif dimana
perawat bertindak terhadap respons yang ditunjukkan klien berdasarkan ilmu
sikap dan keterampilan profesional sehingga dalam memberikan bantuan
sesuai dengan kebutuhan, masalah dan tujuan yang ditetapkan perawat dan
klien
b. Scientific caring merupakan segala keputusan dan tindakan dalam
memberikan asuhan keperawatan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki
perawat.
c. Humanistic merupakan proses bantuan kepada orang lain yang bersifat
kreatif, intuitif atau kognitif yang didasarkan pada filosofis fenomenologik,
perasaan subjektif atau obyektif.

D. Spiritual
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan
Maha Pencipta. Sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai
Pencipta atau sebagai Maha Kuasa. Menurut Burkhardt (1993), Spiritualitas
meliputi aspek sebagai berikut:
1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam
kehidupan.
2. Menemukan arti dan tujuan hidup.
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri
sendiri.
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha
Tinggi.
E. Aspek Spiritual Dalam Caring
Dalam pelaksanaan caring, aspek spiritual menjadi hal yang penting ditunjukan
dalam konteks sebagai berikut:
1. Perawat membantu orang yang dirawat dengan sepenuh hati dan
memperlakukannya sebagai manusia yang wajar.
2. Menghadirkan keyakinan yang mendalam.
3. Pemeliharaan praktik spiritual dari diri sendiri serta diri transpersonal.
4. Perawat berespon dengan tulus.
5. Menghadirkan dan mendukung ekspresi perasaan positif dan negatif.
6. Mengoptimalkan kemampuan diri dengan kreatif.
7. Perawat berusaha untuk memahami.
8. Menciptakan lingkungan yang terapeutik.
9. Membantu pemenuhan kebutuhan dasar.
10. Terbuka pada misteri spiritual dan dimensi keberadaan hidup mati manusia.

Ringkasan
Perawat sebagai tenaga yang profesional, dalam melaksanakan tugasnya
diperlukan suatu sikap yang menjamin terlaksananya tugas tersebut dengan baik dan
bertanggungjawab secara moral. Seringkali masalah, muncul ketika hubungan sosial
itu terjadi antara perawat dengan klien, hal ini merupakan suatu bagian yang tak dapat
dipisahkan dari segala segi kehidupan. Tidak ada satupun manusia sebagai subjek
hidup yang bersih tanpa masalah, namun ada yang tersembunyi ada juga yang lebih
dominan oleh masalahnya. Begitupun dalam praktik keperawatan, terdapat beberapa
isu yang bisa menjadi masalah dalam praktik keperawatan, baikperbuatan dari pihak
yang tidak bertanggung jawab, ataupun segala hal yang terjadi disebabkan oleh
pertimbangan etis atau nilai-nilai yang dianut sebagai kerangka konsep yang dipakai
oleh perawat dalam bekerja.

Test 5
1. Jelaskan pengertian nilai!
2. Jelaskan pengertian caring!
3. Jelaskan pengertian spiritual!
4. Jelaskan hubungan antara nilai, caring dan spiritual dalam konteks pemberian
asuhan keperawatan!

Topik 6
SITUASI EMOSIONAL DALAM APLIKASI CARING DALAM KEPERAWATAN

Kepedulian atau caring merupakan isu besar dalam profesionalisme


keperawatan Kepedulian tampaknya telah memainkan bagian penting yang paling
disoroti. Sejak dulu, keperawatan selalu meliputi empat konsep (yang merupakan
paradigma kita): merawat adalah apa yang kita lakukan; manusia adalah sasaran dari
apa yang kita lakukan (kepada siapa kita melakukannya); kesehatan adalah tujuannya;
dan lingkungan adalah tempat di mana kita merawat. Inti dari semua teori tentang
keperawatan adalah memeriksa dan menguraikan empat konsep tersebut untuk
memberi penjelasan dan panduan dalam hal merawat. Tetapi sekarang, merawat juga
didefinisikan sebagai kepedulian atau caring, yang sudah menjadi konsep paradigma
yang kelima.
Sebagai perawat/ners kita harus memahami konsep caring dan mampu
menanamkan dalam hati, disirami dan dipupuk untuk mampu memperlihatkan
kemampuan soft skill sebagai perawat, yaitu empati, bertanggung jawab dan tanggung
gugat, dan mampu belajar seumur hidup. Dan itu semua akan berhasil dicapai oleh
perawat kalau mereka mampu memahami apa itu caring.
Caring merupakan suatu sikap rasa peduli, hormat, menghargai orang lain,
artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan
bagaimana seseorang berpikir dan bertindak. Karena caring merupakan perpaduan
antara pengetahuan biofisik dengan pengetahuan mengenai perilaku manusia yang
berguna dalam peningkatan derajat kesehatan dalam membantu klien yang sakit.
Caring sangatlah penting untuk keperawatan. Caring adalah fokus pemersatu untuk
praktek keperawatan. Praktik caring juga sangat penting untuk tumbuh kembang,
memperbaiki atau meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia. Sikap caring juga
digunakan untuk meningkatkan kepercayaan klien terhadap penggunaan caring dalam
keperawatan, maka perawat sendiri harus memahami hal tersebut untuk memperkuat
mekanisme koping. Oleh karena sangat penting penggunaan caring dalam
keperawatan, maka perawat sendiri harus memahami konsep caring dan
mengaplikasikannya dalam praktik keperawatan.

Aplikasi Caring Dalam Keperawatan


1. Memenuhi kebutuhan dasar pasien
Caring ditunjukkan melalui penatalaksanaan kebutuhan dasar pasien dimana
kebutuhan fisik menjadi prioritas. Contohnya, memandikan, memakaikan pakaian,
memberi makan dan mengangkat pasien.
2. Perawatan fisik membantu mengembangkan respon empati
Praktik penyediaan perawatan fisik untuk pasien memainkan peranan penting
dalam membanggun pemahaman empatik terhadap situasi pasien. Dengan cara ini
hubungan yang lebih dekat dengan pasien terbentuk. Caring secara fisik memberi
jalan untuk mengasuh dan mendukung secara emosional dan psikologis.
3. Hubungan yang optimis
Pendekatan lain yang diterapkan perawat adalah mengadopsi kesan optimisme
yang tidak dijamin ketika bersama pasien.perawat mencoba mendorong moral
pasiennya, dan ini menambah semangatnya sendiri walaupun perawat mengetahui
bahwa ia tidak dapat jujur sepenuhnya tentang kondisi pasien yang buruk dan masa
depan pasien yang tidak pasti.
4. Mengatakan pada pasien untuk tidak khawatir
Meskipun soerang perawat tahu bahwa kondisi pasien tersebut kritis, perawat harus
mampu mengatakan padan pasiennya untuk tidak khawatir dan menekankan
aspek-aspek positif atas kondisi pasien yang kritis. Ia melarang pasiennya berpikir
terlalu banyak mengenai risiko kritis pasien dan harus mendorong pasien untuk
berpikir cepat sembuh. Intinya, seorang perawat harus mampu meringankan
kecemasan pasien.
5. Berupaya untuk tidak membeberkan informasi
Perawat berupaya untuk tidak memebeberkan iinformasi yang dapat memperburuk
kondisi pasien.

Contoh Kasus Care


1. Perawat masuk ke kamar klien, beri salam hangat kepada klien sambil
menyentuh pundak klien, lakukan kontak mata, duduk beberapa menit, dan
tanyakan tentang apa yang menjadi pikiran dan perhatian klien, dengarkan
cerita klien, lihat cairan intravena (IV yang tergantung, kaji klien beberapa
saat, dan kemudian periksa rangkuman tanda vital klien dalam layar
komputer sebelum meninggalkan ruangan. Contoh di atas menunjukkan
perilaku perawat yang lembut, sejalan dengan kontak mata, keperdulian
terhadap masalah klien, dan hubungan fisik mengekspresikan fokus pada
individu merupakan pendekatan yang nyaman.
2. Perawat harus mengaplikasikan sikap caring berdasarkan nilai-nilai kultural
dan kepercayaan klien. Meskipun kebutuhan akan caring manusia bersifat
universal. Sebagai contoh, menyediakan waktu untuk bersama keluarga
merupakan tradisi penting dalam keluarga di Asia dibanding kehadiran
perawat. Menggunakan sentuhan untuk mengungkapkan caring terkadang
bertentangan dengan kultur. Kadang-kadang pemberi layanan yang sama
gender atau keluarga klien perlu melakukan pelayanan melalui sentuhan.
Sewaktu sedang mendengarkan klien, beberapa kultur menganggap
melakukan kontak mata sebagai perilaku yang tidak sopan.

Saran untuk Praktik:


1. Ketahui kultur klien sebelum melakukan praktik caring
2. Ketahui tradisi kultural klien tentang pelayanan kematian. Dalam beberapa
kultur mengatakan bahwaa klien dalam keadaan sekarat adalah suatu hal
yang sensitif.
3. Mencari adakah anggota keluarga klien atau kelompok kultur yang
merupakan sumber daya praktik caring melalui sentuhan dan kehadiran.
4. Menjelaskan kebutuhan akan pemberi layanan dengan gender yang sama.
5. Hindari penggunaan kata-kata yang kurang sopan karena dapat
menimbulkan kesalahpahaman antara klien atau keluarga dengan pemberi
layanan.
6. Ketahui tradisi kultural klien tentang penolakan bantuan kehidupan

Ringkasan
Kepedulian atau caring merupakan isu besar dalam profesionalisme keperawatan
Kepedulian tampaknya telah memainkan bagian penting yang paling disoroti. Sejak
dulu, keperawatan selalu meliputi empat konsep (yang merupakan paradigma kita):
merawat adalah apa yang kita lakukan; manusia adalah sasaran dari apa yang kita
lakukan (kepada siapa kita melakukannya); kesehatan adalah tujuannya; dan
lingkungan adalah tempat di mana kita merawat. Inti dari semua teori tentang
keperawatan adalah memeriksa dan menguraikan empat konsep tersebut untuk
memberi penjelasan dan panduan dalam hal merawat. Tetapi sekarang, merawat juga
didefinisikan sebagai kepedulian atau caring, yang sudah menjadi konsep paradigma
yang kelima.

Test 6
1. Jelaskan situasi emosional dalam aplikasi caring keperawatan!
Topik 7
Pendekatan-Pendekatan Caring Dalam Keperawatan

Perawat merupakan salah satu profesi yang mulia. Betapa tidak, merawat
pasien yang sedang sakit adalah pekerjaan yang tidak mudah. Tak semua orang bisa
memiliki kesabaran dalam melayani orang yang tengah menderita penyakit.
Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan
kepedulian sosial yang besar. Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan
kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal
yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang/cinta (Dwidianti, 2010).
Hildegard D Peplau mengenali 4 fase dalam hubungan interpersonal perawat-
klien yang meliputi :
1. Fase orientasi
Fokusnya adalah fase menentukan atau menemukan masalah. Pertama kali
perawat dan pasien bertemu masih sebagai orang yang asing satu sama
lain, pasien dan keluarganya memiliki perasaan butuh bantuan professional
walaupun kebutuhan ini kadang-kadang tidak dapat dikenali atau dimengerti
oleh mereka.
Pada fase ini paling penting adalah perawat bekerja sama secara kolaborasi
dengan pasien dengan keluarganya dalam menganalisis situasi yang
kemudian bersama-sama mengenali, memperjelas dan menentukan
masalah yang ada.
2. Fase identifikasi
Fase ini fokusnya memilih bantuan professional yang sesuai. Pada fase ini
pasien merespons secara selektif ke orang-orang yang dapat memenuhi
kebutuhannya, setiap pasien mempunyai respon berbeda-beda pad fase ini.
Respons pasien terhadap keperawatan adalah : (a) berpartisipasi dan
interdependen dengan perawat, (b) otonomi dan independen dari perawat,
(c) pasif dan dependen pada perawat.
3. Fase eksploitasi
Fase ini fokusnya adalah menggunakan bantuan professional untuk
alternative pemecahan masalah. Pelayanan yang diberikan berdasarkan
minat dan kebutuhan dari pasien, pasien mulai merasa sebagai bagian
integral dari lingkungan pelayanan. Pada fase ini pasien mulai menerima
informasi-informasi yang diberikan padanya tentang penyembuhan, mungkin
berdiskusi atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada perawat,
mendengarkan penjelasan-penjelasan dari perawat dan sebagainya.
4. Fase revolusi
Fokusnya adalah mengakhiri hubungan professional. Pasien dan perawat
dalam fase ini perlu untuk mengakhiri hubungan terapeutik mereka.
(Kusnanto, 2004, pp. 16-17)

Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan cara


seseorang berpikir, berperasaan dan bersikap ketika berhubungan dengan
orang lain. Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, perasaan
empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi. Caring adalah
sentral untuk praktik keperawatan karena caring merupakan suatu cara
pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan
kepeduliannya kepada klien. Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti
yang penting terutama dalam praktik keperawatan.

Caring bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan, tetapi merupakan hasil


dari kebudayaan, nilai-nilai, pengalaman, dan dari hubungan dengan orang lain.
Sikap keperawatan yang berhubungan dengan caring adalah kehadiran,
sentuhan kasih sayang, mendengarkan, memahami klien, caring dalam spiritual,
dan perawatan keluarga.

1. Kehadiran
Kehadiran adalah suatu pertemuan antara seseorang dengan seseorang
lainnya yang merupakan sarana untuk mendekatkan diri dan menyampaikan
manfaat caring. Menurut Fredriksson (1999), kehadiran berarti “ada di” dan
“ada dengan”. “Ada di” berarti kehadiran tidak hanya dalam bentuk fisik,
melainkan juga komunikasi dan pengertian. Sedangkan “ada dengan” berarti
perawata selalu bersedia dan ada untuk klien (Pederson, 1993). Kehadiran
seorang perawat membantu menenangkan rasa cemas dan takut klien
karena situasi tertekan.
2. Sentuhan
Sentuhan merupakan salah satu pendekatan yang menenangkan dimana
perawat dapat mendekatkan diri dengan klien untuk memberikan perhatian
dan dukungan. Ada dua jenis sentuhan, yaitu sentuhan kontak dan sentuhan
non-kontak. Sentuhan kontak merupakan sentuhan langsung kulit dengan
kulit. Sedangkan sentuhan non-kontak merupakan kontak mata. Kedua jenis
sentuhan ini digambarkan dalam tiga kategori :
a) Sentuhan berorientasi-tugas
Saat melaksanakan tugas dan prosedur, perawat menggunakan
sentuhan ini. Perlakuan yang ramah dan cekatan ketika melaksanakan
prosedur akan memberikan rasa aman kepada klien. Prosedur dilakukan
secara hati-hati dan atas pertimbangan kebutuhan klien.
b) Sentuhan pelayanan (caring)
Yang termasuk dalam sentuhan caring adalah memegang tangan klien,
memijat punggung klien, menempatkan klien dengan hati-hati, atau
terlibat dalam pembicaraan (komunikasi non-verbal). Sentuhan ini dapat
mempengaruhi keamanan dan kenyamanan klien, meningkatkan harga
diri, dan memperbaiki orientasi tentang kanyataan (Boyek dan Watson,
1994).
c) Sentuhan perlindungan
Sentuhan ini merupakan suatu bentuk sentuhan yang digunakan untuk
melindungi perawat dan/atau klien (fredriksson, 1999). Contoh dari
sentuhan perlindungan adalah mencegah terjadinya kecelakaan dengan
cara menjaga dan mengingatkan klien agar tidak terjatuh.
Sentuhan dapat menimbulkan berbagai pesan, oleh karena itu
harus digunakan secara bijaksana.
3. Mendengarkan
Untuk lebih mengerti dan memahami kebutuhan klien, mendengarkan
merupakan kunci, sebab hal ini menunjukkan perhatian penuh dan
ketertarikan perawat. Mendengarkan membantu perawat dalam memahami
dan mengerti maksud klien dan membantu menolong klien mencari cara
untuk mendapatkan kedamaian.
4. Memahami klien
Salah satu proses caring menurut Swanson (1991) adalah memahami klien.
Memahami klien sebagai inti suatu proses digunakan perawat dalam
membuat keputusan klinis. Memahami klien merupakan pemahaman
perawat terhadap klien sebagai acuan melakukan intervensi berikutnya.
Pemahaman klien merupakan gerbang penentu pelayanan sehingga, antara
klien dan perawat terjalin suatu hubungan yang baik dan saling memahami.
5. Caring dalam spiritual
Kepercayaan dan harapan individu mempunyai pengaruh terhadap
kesehatan fisik seseorang. Spiritual menawarkan rasa keterikatan yang baik,
baik melalui hubungan intrapersonal atau hubungan dengan dirinya sendiri,
interpersonal atau hubungan dengan orang lain dan lingkungan, serta
transpersonal atau hubungan dengan Tuhan atau kekuatan tertinggi.
Hubungan caring terjalin dengan baik apabila antara perawat dan klien dapat
memahami satu sama lain sehingga keduanya bisa menjalin hubungan yang
baik dengan melakukan hal seperti, mengerahkan harapan bagi klien dan
perawat; mendapatkan pengertian tentang gejala, penyakit, atau perasaan
yang diterima klien; membantu klien dalam menggunakan sumber daya
sosial, emosional, atau spiritual; memahami bahwa hubungan caring
menghubungkan manusia dengan manusia, roh dengan roh.
6. Perawatan keluarga
Keluarga merupakan sumber daya penting. Keberhasilan intervensi
keperawatan sering bergantung pada keinginan keluarga untuk berbagi
informasi dengan perawat untuk menyampaikan terapi yang dianjurkan.
Menjamin kesehatan klien dan membantu keluarga untuk aktif dalam proses
penyembuhan klien merupakan tugas penting anggota keluarga.
Menunjukkan perawatan keluarga dan perhatian pada klien membuat suatu
keterbukaan yang kemudian dapat membentuk hubungan yang baik dengan
anggota keluarga klien (Rangkuti, 2012).

Menurut Leddy & Pepper (1993), perilaku seorang perawat yang caring
terhadap klien, misalnya menjadi pendengar yang baik memberi arti bagi
pasien: bahwa pasien merasa dihargai oleh perawat dan perawat menaruh
perhatian kepada pasien. Tanpa menjadi pendengar yang baik, klien tidak akan
terbuka, merasa tidak dihargai, dan tidak akan puas. Dengan demikian sikap
care perawat saat berkomunikasi ialah :
1. Berhenti berbicara atau paling tidak berbicara apabila klien tidak berbicara
dan jangan memotong pembicaraan klien.
2. Menjauhkan distraksi.
3. Melihat klien pada saat berbicara.
4. Memerhatikan hal-hal yang utama.
5. Mengevaluasi bagaimana penerimaan pesan yang sudah diberikan.
6. Mengkaji apa yang diabaikan dalam komunikasi tersebut.
7. Mengevaluasi intensitas emosi yang ditunjukkan klien (Sitorus, 2009).

Tindakan caring bertujuan untuk memberikan asuhan fisik dan


memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien.
Kemudian caring juga menekankan harga diri individu, artinya dalam melakukan
praktik keperawatan, perawat senantiasa selalu menghargai klien dengan
menerima kelebihan maupun kekurangan klien sehingga bisa memberikan
pelayanan kesehatan yang tepat.
Sikap perawat yang care akan membantu klien mengerti masalahnya
sehingga dapat mengatasinya. Hal itu dilakukan dengan mengidentifikasi
masalah dan penyebabnya bersama klien, menjelaskan kecenderungan yang
mungkin terjadi, menjelaskan tujuan berbagai tindakan, dan bertanggung jawab
atas asuhan klien. Sikap yang care juga akan menigkatkan kepercayaan klien
dan mengurangi kecemasan klien. Kedua hal tersebut dapat menguatkan
mekanisme koping klien sehingga memaksimalkan proses penyembuhan.
Perawat yang caring juga akan menghargai klien dengan menunjukkan
komitmennya untuk mengerti, menerima klien, dan meningkatkan kemampuan
klien untuk bertanggung jawab atas dirinya sehingga identitas diri klien
meningkat. Caring yang berarti memlihara (nurturing) dan membantu orang lain
menjadi komponen utama praktik keperawatan professional.
Mengapa perawat harus care ? Pertanyaan ini dapat dijawab dalam
beberapa cara, tetapi terdapat tiga aspek penting yang mendasari keharusan
perawat untuk care terhadap orang lain. Aspek ini adalah aspek kontrak, aspek
etika, dan aspek spiritual dalam caring terhadap orang lain yang sakit.
1. Aspek kontrak
Telah diketahui bahwa, sebagai profesional, kita berada di bawah kewajiban
kontrak untuk care. Radsma (1994) mengatakan, “perawat memiliki tugas
profesional untuk memberikan care”. Untuk itu, kita sebagai perawat yang
profesional diharuskan untuk bersikap care sebagai kontrak kerja kita.
2. Aspek etika
Pertanyaan etika adalah pertanyaan tentang apa yang benar atau salah,
bagaimana membuat keputusan yang tepat, bagaimana bertindak dalam
situasi tertentu. Jenis pertanyaan ini akan memengaruhi cara perawat
memberikan asuhan. Seorang perawat harus care karena hal itu merupakan
suatu tindakan yang benar dan sesuatu yang penting. Dengan care perawat
dapat memberikan kebahagiaan bagi orang lain.
3. Aspek spiritual
Di semua agama besar di dunia, ide untuk saling caring satu sama lain
adalah ide utama. Oleh karena itu, berarti bahwa perawat yang religious
adalah orang yang care, bukan karena dia seorang perawat tetapi lebih
karena dia adalah anggota suatu agama atau kepercayaan, perawat harus
care terhadap klien (Tarida & Sauliyusta, 2011, p. 11).

Caring dalam praktik keperawatan dapat dilakukan dengan


mengembangkan hubungan saling percaya antara perawat dan klien.
Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan bentuk komunikasi
untuk menjalin hubungan dalam keperawatan. Perawat bertindak dengan cara
yang terbuka dan jujur. Empati berarti perawat memahami apa yang dirasakan
klien. Ramah berarti penerimaan positif terhadap orang lain yang sering
diekspresikan melalui bahasa tubuh, ucapan tekanan suara, sikap terbuka,
ekspresi wajah, dan lain-lain.
Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif yaitu kebutuhan
biofisik, psikososial, psikofisikal dan interpersonal klien. Pemenuhan kebutuhan
yang paling mendasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat yang
selanjutnya. Perawat juga harus memberikan informasi kepada klien. Perawat
bertanggungjawab akan kesejahteraan dan kesehatan klien.

Ringkasan
Caring bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan, tetapi merupakan hasil dari
kebudayaan, nilai-nilai, pengalaman, dan dari hubungan dengan orang lain. Sikap
keperawatan yang berhubungan dengan caring adalah kehadiran, sentuhan kasih
sayang, mendengarkan, memahami klien, caring dalam spiritual, dan perawatan
keluarga.
perilaku seorang perawat yang caring terhadap klien, misalnya menjadi
pendengar yang baik memberi arti bagi pasien: bahwa pasien merasa dihargai oleh
perawat dan perawat menaruh perhatian kepada pasien. Tanpa menjadi pendengar
yang baik, klien tidak akan terbuka, merasa tidak dihargai, dan tidak akan puas.

Test 7
1. Jelaskan hubungan interpersonal anatara perawat dan pasein!
2. Jelaskan pendekatan-pendekatan caring dalam keperawatan!
Topik 8
PERILAKU CARING DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Perilaku Caring


Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang
mempunyai suatu paradigma atau model keperawatan yang meliputi empat
komponen yaitu: manusia, kesehatan, lingkungan dan perawat itu sendiri. Perawat
adalah suatu profesi yang mulia, karena memerlukan kesabaran dan ketenangan
dalam melayani pasien yang sedang menderita sakit. Seorang perawat harus dapat
melayani pasien dengan sepenuh hati. Sebagai seorang perawat harus dapat
memahami masalah yang dihadapi oleh klien, selain itu seorang perawat dapat
berpenampilan menarik. Untuk itu seorang perawat memerlukan kemampuan untuk
memperhatikan orang lain, ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang
tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang (Dwidiyanti, 2007).
Caring sangatlah penting untuk keperawatan. Caring adalah fokus pemersatu
untuk praktek keperawatan. Perilaku caring juga sangat penting untuk tumbuh
kembang, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia (Blais,
2007). Caring juga merupakan sikap peduli, menghormati dan menghargai orang
lain, artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang
dan bagaimana seseorang berfikir dan bertindak. Memberikan asuhan (caring)
secara sederhana tidak hanya sebuah perasaan emosional atau tingkah laku
sederhana, karena caring merupakan kepedulian untuk mencapai perawatan yang
lebih baik, perilaku caring bertujuan dan berfungsi membangun struktur sosial,
pandangan hidup dan nilai kultur setiap orang yang berbeda pada satu tempat
(Dwidiyanti, 2007).
Maka kinerja perawat khususnya pada perilaku caring menjadi sangat
penting dalam mempengaruhi kualitas pelayanan dan kepuasan pasien terutama di
rumah sakit, dimana kualitas pelayanan menjadi penentu citra institusi pelayanan
yang nantinya akan dapat meningkatkan kepuasan pasien dan mutu pelayanan
(Potter & Perry, 2005). Perilaku caring dalam keperawatan adalah hal yang sangat
mendasar. Caring adalah kegiatan langsung untuk memberikan bantuan,
dukungan, atau membolehkan individu (kelompok) melalui antisipasi bantuan untuk
meningkatkan kondisi individu atau kehidupan George (2002) dikutip dalam
Leininger (1979).

B. Perilaku caring dalam keperawatan


Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, perasaan empati
pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi. Caring adalah sentral
untuk praktik keperawatan karena caring merupakan suatu cara pendekatan
yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan kepeduliannya
kepada klien. Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting
terutama dalam praktik keperawatan (Sartika, 2010).
Tindakan caring bertujuan untuk memberikan asuhan fisik dan
memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien.
Kemudian caring juga menekankan harga diri individu, artinya dalam melakukan
praktik keperawatan, perawat senantiasa selalu menghargai klien dengan
menerima kelebihan maupun kekurangan klien sehingga bisa memberikan
pelayanan kesehatan yang tepat.
Tiga aspek penting yang mendasari keharusan perawat untuk care
terhadap orang lain. Aspek ini adalah aspek kontrak, aspek etika, dan aspek
spiritual dalam caring terhadap orang lain yang sakit.
1. Aspek kontrak
Telah diketahui bahwa, sebagai profesional, kita berada di bawah
kewajiban kontrak untuk care. Radsma (1994) mengatakan, “perawat memiliki
tugas profesional untuk memberikan care”. Untuk itu, kita sebagai perawat yang
profesional diharuskan untuk bersikap care sebagai kontrak kerja kita
2. Aspek etika
Pertanyaan etika adalah pertanyaan tentang apa yang benar atau salah,
bagaimana membuat keputusan yang tepat, bagaimana bertindak dalam situasi
tertentu. Jenis pertanyaan ini akan memengaruhi cara perawat memberikan
asuhan. Seorang perawat harus care karena hal itu merupakan suatu tindakan
yang benar dan sesuatu yang penting. Dengan care perawat dapat memberikan
kebahagiaan bagi orang lain.
3. Aspek spiritual
Di semua agama besar di dunia, ide untuk saling caring satu sama lain
adalah ide utama. Oleh karena itu, berarti bahwa perawat yang religious adalah
orang yang care, bukan karena dia seorang perawat tetapi lebih karena dia
adalah anggota suatu agama atau kepercayaan, perawat harus care terhadap
klien.
Caring dalam praktik keperawatan dapat dilakukan dengan
mengembangkan hubungan saling percaya antara perawat dan klien.
Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan bentuk komunikasi untuk
menjalin hubungan dalam keperawatan. Perawat bertindak dengan cara yang
terbuka dan jujur. Empati berarti perawat memahami apa yang dirasakan klien.
Ramah berarti penerimaan positif terhadap orang lain yang sering diekspresikan
melalui bahasa tubuh, ucapan tekanan suara, sikap terbuka, ekspresi wajah, dan
lain-lain (Kozier & Erb, 1985 dalam Nurachmah, 2001).
Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif yaitu kebutuhan
biofisik, psikososial, psikofisikal dan interpersonal klien. Pemenuhan kebutuhan
yang paling mendasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat yang
selanjutnya.
Perawat juga harus memberikan informasi kepada klien. Perawat
bertanggungjawab akan kesejahteraan dan kesehatan klien. Caring mempuyai
manfaat yang begitu besar dalam keperawatan dan seharusnya tercermin
dalam setiap interaksi perawat dengan klien, bukan dianggap sebagai sesuatu
yang sulit diwujudkan dengan alasan beban kerja yang tinggi, atau pengaturan
manajemen asuhan keperawatan ruangan yang kurang baik. Pelaksanaan
caring akan meningkatkan mutu asuhan keperawatan, memperbaiki image
perawat di masyarakat dan membuat profesi keperawatan memiliki tempat
khusus di mata para pengguna jasa pelayanan kesehatan.

Menurut Leininger (1981), dikutip dalam Kozier dkk (2004) menjelaskan


bahwa perawatan dan caring adalah:
a. Caring meliputi tindakan-tindakan membantu, mendukung dan menfasilitasi
orang lain atau kelompok yang mempunyai kebutuhan yang nyata atau yang
dipikirkan sebelumnya.
b. Caring berfungsi untuk meningkatkan kondisi manusia. Hal ini menekankan
aktivitas yang membantu dari seseorang dan kelompok yang didasarkan
kepada model yang membantu mendefinisikan secara budaya.
c. Caring sangat penting bagi perkembangan manusia, pertumbuhan dan
kelangsungan hidupnya.
d. Perilaku-perilaku caring meliputi rasa nyaman, perhatian, kasih, empati,
minat, keterlibatan, kegiatan konsultasi kesehatan, perilaku membantu, cinta,
pengasuhan, keberadaan, perilaku melindungi, perilaku memberikan
stimulasi, penghilangan stress, dukungan, kelembutan, sentuhan dan
kepercayaan.

Caring merupakan kekuatan yang sangat penting dalam hubungan


antara pasien dengan perawat, dan suatu kekuatan untuk melindungi dan
meningkatkan martabat pasien. Sebagai contoh, dibimbing oleh kerangka kerja
ini para perawat menggunakan sentuhan dan ucapan yang jujur untuk
menegaskan kepada pasien sebagai manusia, bukan objek-objek, dan
membantu mereka membuat pilihan-pilihan dan menemukan arti dalam
pengalaman sakit mereka (Kozier, 2004). Watson mengemukakan 11 asumsi
yang berhubungan dengan caring, yaitu:
a. Perhatian dan kasih sayang merupakan kekuatan batin yang utama dan
universal.
b. Kasih sayang yang bermutu dan caring adalah penting bagi kemanusiaan,
tetapi sering diabaikan dalam hubungan antar sesama.
c. Kemampuan untuk menyokong ideologi dan ideal caringdi dalam praktek
keperawatan akan mempengaruhi perkembangan dari peradaban dan
menentukan kontribusi keperawatan kepada masyarakat.
d. Caring terhadap diri sendiri adalah prasyarat bagi caring terhadap orang lain.
e. Keperawatan selalu memegang konsep caring di dalam berhubungan dengan
orang lain dalam rentang sehat-sakit.
f. Caring adalah esensi dari keperawatan dan merupakan fokus utama dalam
praktik keperawatan.
g. Pelayanan kesehatan secara signifikan telah menekankan pada human care.
h. Pondasi caring keperawatan dipengaruhi oleh tekhnologi medis dan birokrasi
institusi.
i. Penyediaan dan perkembangan dari human care menjadi isu yang hangat
bagi keperawatan untuk saat ini maupun masa yang akan datang.
j. Human care hanya dapat diterapkan secara efektif melalui hubungan
interpersonal.
k. Kontribusi keperawatan kepada masyarakat terletak pada komitmen pada
human care (Nurachmah, 2001).
Memberikan asuhan (caring) secara sederhana tidak hanya sebuah perasaan
emosional atau tingkah laku sederhana, karena caring merupakan kepedulian untuk
mencapai perawatan yang lebih baik, perilaku caring bertujuan dan berfungsi
membangun struktur sosial, pandangan hidup dan nilai kultur setiap orang yg
berbeda pada satu tempat, maka kinerja perawat khususnya pada perilaku caring
menjadi sangat penting dalam mempengaruhi kualitas pelayanan dan kepuasan
pasien terutama di rumah sakit, dimana kualitas pelayanan menjadi penentu citra
institusi pelayanan yang nantinya akan dapat meningkatkan kepuasan pasien dan
mutu pelayanan (Potter – Perry, 2005). Jika klien merasakan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan bersikap sensitif, simpatik, merasa kasihan, dan tertarik
terhadap mereka sebagai individu, mereka biasanya menjadi teman sekerja yang
aktif dalam merencanakan perawatan.
Klien memandang pengertian perilaku caring perawat adalah perhatian,
memperhatikan, kepedulian, peduli. Persepsi klien tentang perilaku caring perawat
adalah perawat memberi perhatian lebih pada pasien dan pasien dianggap
keluarga. Seseorang yang sakit bila diperlakukan seperti keluarga sendiri dan
diperlakukan dengan penuh kasih sayang pasti akan berdampak baik, pasien yang
dirawat oleh perawat akan lebih mempercayai perawat dalam melakukan tindakan
dan juga membantu proses penyembuhan yang lebih cepat.
Selain itu, perilaku caring perawat yang dirasakan oleh klien adalah perawat
aktif bertanya, berbicara lembut, memberi dukungan, responsif, terampil,
menghargai, dan menjelaskan tindakan pada pasien.
Dalam teori, Perilaku caring terdiri dari verbal dan non verbal. Perilaku verbal
meliputi : 1) Memberikan tanggapan dengan kata – kata terhadap keluhan pasien ,
2) Memberikan penjelasan kepada klien sebelum melakukan tindakan, 3)
Menanyakan klien tentang keadaan fisiknya untuk lebih absah, 4) Memberi
keyakinan secara verbal kepada klien selama perawatan ( Dwidiyanti, 2007)
Ringkasan
Perilaku caring sangat penting untuk tumbuh kembang, memperbaiki dan
meningkatkan kondisi atau cara hidup manusia (Blais, 2007). Caring juga merupakan
sikap peduli, menghormati dan menghargai orang lain, artinya memberi perhatian dan
mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berfikir dan
bertindak. Memberikan asuhan (caring) secara sederhana tidak hanya sebuah
perasaan emosional atau tingkah laku sederhana, karena caring merupakan
kepedulian untuk mencapai perawatan yang lebih baik, perilaku caring bertujuan dan
berfungsi membangun struktur sosial, pandangan hidup dan nilai kultur setiap orang
yang berbeda pada satu tempat.
Tiga aspek penting yang mendasari keharusan perawat untuk care terhadap
orang lain. Aspek ini adalah aspek kontrak, aspek etika, dan aspek spiritual dalam
caring terhadap orang lain yang sakit.

Test 8
1. Sebutkan 10 perilaku caring yang dapat diterapkan perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan!
2. Aspek apa sajakah yang perlu diperhatikan dalam perilaku caring perawat?
Topik 9
SIKAP CARING

Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai


apabila perawat dapat memperlihatkan sikap caring kepada klien. Dalam memberikan
asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan,
memberikan harapan, selalu berada disamping klien, dan bersikap caring sebagai
media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet, Rehmeyer, Cooper, & Burroughs,
1999). Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun meraka tidak dapat
diperintah untuk memberikan asuhan dengan menggunakan spirit caring.
Spirit caring seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari
hati perawat yang terdalam. Spritit caring bukan hanya memperlihatkan apa yang
dikerjakan perawata yang bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia.
Oleh karenanya, setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berada ketika
memberikan asuhan kepada klien. Caring merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti
dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. Caring bukan semata-mata
perilaku. Caring adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan (Marriner-
Tomey, 1994). Caring juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan
asuhan fisik dan perhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan
klien (Carruth et all, 1999).
“Caring” merupakan komitmen moral untuk melindungi, mempertahankan dan
meningkatkan martabat manusia. Konsep Penting “Caring”. Watson mengemukakan
bahwa caring merupakan inti dari keperawatan. Dalam hal ini, caring merupakan
perwujudan dari semua faktor yang digunakan perawat dalam memberikan pelayanan
kesehatan pada klien. Kemudian, caring juga menekankan harga diri individu, artinya
dalam melakukan praktik keperawatan, perawat senantiasa selalu menghargai klien
dengan menerima kelebihan maupun kekurangan klien. Watson juga mengemukakan
bahwa respon setiap individu terhadap suatu masalah kesehatan unik, artinya dalam
praktik keperawatan, seorang perawat harus mampu memahami setiap respon yang
berbeda dari klien terhadap penderitaan yang dialaminya dan memberikan pelayanan
kesehatan yang tepat dalam setiap respon yang berbeda. Jadi dalam hal ini perawat
dituntut untuk mampu menghadapi klien dalam setiap respon yang berbeda baik yang
sedang maupun akan terjadi. Selain itu, caring hanya dapat ditunjukkan dalam
hubungan interpersonal, yaitu hubungan yang terjadi antara perawat dengan klien,
dimana perawat menunjukkan caring melalui perhatian, intervensi untuk
mempertahankan kesehatan klien dan energi positif yang diberikan pada klien. Watson
juga berpendapat bahwa caring meliputi komitmen untuk memberikan pelayanan
keperawatan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan. Dalam praktiknya, perawat
ditantang untuk tidak ragu dalam menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dalam
praktik keperawatan
Watson menekankan dalam sikap caring ini harus tercermin sepuluh faktor
karatif yaitu:
1. Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistik. Perawat menumbuhkan rasa
puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien. Selain itu, perawat juga
memperlihatkan kemapuan diri dengan memberikan pendidikan kesehatan pada
klien.
2. Memberikan kepercayaan - harapan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan
asuhan keperawatan yang holistik. Di samping itu, perawat meningkatkan prilaku
klien dalam mencari pertolngan kesehatan.
3. Menumbuhkan sensitifan terhadap diri dan orang lain. Perawat belajar menghargai
kesensitifan dan perasaan kepada klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih
sensitif, murni, dan bersikap wajar pada orang lain.
4. Mengembangan hubungan saling percaya. Perawat memberikan informasi dengan
jujur, dan memperlihatkan sikap empati yaitu turut merasakan apa yang dialami
klien.
5. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien. Perawat
memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien.
6. Penggunaan sistematis metoda penyalesaian masalah untuk pengambilan
keputusan. Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir
dan pendekatan asuhan kepada klien.
7. Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal, memberikan asuhan
mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan untuk
pertumbuhan personal klien.
8. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual yang mendukung.
Perawat perlu mengenali pengaruhi lingkungan internal dan eksternal klien
terhadap kesehatan kondisi penyakit klien.
9. Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manisiawi. Perawat perlu
mengenali kebutuhan komperhensif diri dan klien. Pemenuhan kebutuhan paling
dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya.
10. Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomologis agar pertumbuhan diri
dan kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kadang-kadang seseorang klien perlu
dihadapkan pada pengalaman/pemikiran yang bersifat profokatif. Tujuannya
adalah agar dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri.

Kesepuluh faktor karatif ini perlu selalui dilakukan oleh perawat agar semua
aspek dalam diri klien dapat tertangani sehingga asuhan keperawatan profesional dan
bermutu dapat diwujudkan. Selain itu, melalui penerapan faktor karatif ini perawat juga
dapat belajar untuk lebih memahami diri sebelum mamahami orang lain. Keperawatan
merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan signifikan. Inti dari asuhan
keperawatan yang diberikan kepada klien adlah hubungan perawat-klien yang bersifat
profesional dengan penekanan pada bentuknya tinteraksi aktif antara perawat dan
klien. Hubungan ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan
memotivasi keinginan klien untuk bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya.
Jean Watson berpendapat bahwa membuat landasan caring sebagai fokus
sentral dari praktek keperawatan. Dalam teori Watson memandang 4 konsep utama
sbb :
1. Manusia adalah seorang yang dihargai baik secara fisik, diawasi, terhormat,
dipelihara, dipahami dan dibantu; di dalam suatu pandangan filosofis seseorang
sebagai diri terintegrasi penuh dan fungsional. Manusia dipandang sebagai
lebih besar dari dan berbeda dengan yang lain.
2. Kesehatan
Watson percaya bahwa ada faktor lain yang diperlukan untuk mencapai definisi
kesehatan menurut WHO. Dia menambahkan tiga unsur-unsur : mencapai
tingkat yang lebih tinggi dari keseluruhan fisik, mental dan sosial.
Mempertahankan fungsi adaptive-maintenance secara umum sehari-hari. Tidak
adanya penyakit.
3. Lingkungan/sosial
Menurut Watson memberi pengaruh secara terbuka terhadap manusia yang
akan mencapai keselarasan.Sikap caring tidak diturunkan dari generasi
kegenerasi tetapi ditularkan melalui budaya profesi sebagai jalan/cara unik
terhadap lingkungannya.
4. Ilmu perawatan
Menurut Watson“ Ilmu perawatan mempunyai kaitan dengan mempromosikan
kesehatan, mencegah penyakit, caring terhadap sakit dan penyembuhan.
Fokusnya pada promosi kesehatan dan penanganan penyakit.
Jadi, dari teori caring menurut Watson dapat disimpulkan bahwa adanya
keseimbangan antara aspek jasmani dan spiritual dalam asuhan keperawatan.
Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
berdediksi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, perasaan empati pada
orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi.“Caring” merupakan
pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan
filosofikal. “Caring” bukan semata-mata perilaku. “Caring” adalah cara yang
memiliki makna dan memotivasi tindakan (Marriner-Tomey, 1994). “Caring”juga
didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan
perhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien
(Carruth et all, 1999). Sikap ini diberikan memalui kejujuran, kepercayaan, dan
niat baik. Prilaku “caring” menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam
aspek fisik, psikologis, spiritual, dan sosial. Diyakini, bersikap “caring” untuk klien
dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi
keperawatan

B. Karakteristik “Caring”
Menurut Wolf dan Barnum (1998) :
1. Mendengar dengan perhatian
2. Memberi rasa nyaman
3. Berkata Jujur
4. Memiliki kesabaran
5. Bertanggung jawab
6. Memberi informasi sehingga klien dapat mengambil keputusan
7. Memberi sentuhan
8. Memajukan sensitifitas
9. Menunjukan rasa hormat pada klien
10. Memanggil klien dengan namanya

Sedangkan menurut Meyer (1971) komponen utama “Caring” adalah :


1. Pengetahuan
2. Kesabaran
3. Kejujuran
4. Kepercayaan
5. Kerendahan Hati
6. Harapan
7. Keberanian

C. Sikap “Caring” dalam Asuhan Keperawatan


Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai
apabila perawat dapat memperlihatkan sikap “caring” kepada klien. Dalam
memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah
lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping klien, dan
bersikap “caring” sebagai media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet,
Rehmeyer, Cooper, & Burroughs, 1999). Para perawat dapat diminta untuk
merawat, namun meraka tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan
menggunakan spirit “caring”. Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh
perawat dapat dicapai apabila perawat dapat memperlihatkan sikap caring kepada
klien. Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan
a. Keahlian
b. Kata-kata yang lemah lembut
c. Sentuhan
d. Memberikan harapan
e. Selalu berada disamping klien
f. Bersikap “caring” sebagai media pemberi asuhan
Perawatan merupakan "caring for" dan "caring about" orang lain. "Caring for"
adalah kegiatan-kegiatan dalam memberikan asuhan keperawatan seperti
mengatur pemberian obat, prosedur-prosedur keperawatan, membantu memenuhi
kebutuhan dasar pasien seperti menggosok punggung, memandikan. "Caring
about" berkaitan dengan kegiatan-kegiatan sharing atau membagi pengalaman-
pengalaman seseorang dan keberadaannya. Perawat perlu menampilkan sikap
empati, jujur dan tulus dalam melakukan caring about. Perawat perlu menampilkan
sikap empati, jujur dan tulus dalam melakukan caring about. Kegiatan perawat
harus ekspresif dan merupakan cerminan aktivitas yang menciptakan hubungan
dengan pasien. Sifat-sifat aktivitas ini menimbulkan keterlibatan hubungan saling
percaya, keyakinan, harapan, simpati, empati, sentuhan, kehangatan dan
ketulusan.

Ringkasan
Watson mengemukakan bahwa caring merupakan inti dari keperawatan. Dalam
hal ini, caring merupakan perwujudan dari semua faktor yang digunakan perawat
dalam memberikan pelayanan kesehatan pada klien. Kemudian, caring juga
menekankan harga diri individu, artinya dalam melakukan praktik keperawatan,
perawat senantiasa selalu menghargai klien dengan menerima kelebihan maupun
kekurangan klien. Watson juga mengemukakan bahwa respon setiap individu terhadap
suatu masalah kesehatan unik, artinya dalam praktik keperawatan, seorang perawat
harus mampu memahami setiap respon yang berbeda dari klien terhadap penderitaan
yang dialaminya dan memberikan pelayanan kesehatan yang tepat dalam setiap
respon yang berbeda. Jadi dalam hal ini perawat dituntut untuk mampu menghadapi
klien dalam setiap respon yang berbeda baik yang sedang maupun akan terjadi. Selain
itu, caring hanya dapat ditunjukkan dalam hubungan interpersonal, yaitu hubungan
yang terjadi antara perawat dengan klien, dimana perawat menunjukkan caring melalui
perhatian, intervensi untuk mempertahankan kesehatan klien dan energi positif yang
diberikan pada klien. Watson juga berpendapat bahwa caring meliputi komitmen untuk
memberikan pelayanan keperawatan yang didasarkan pada ilmu pengetahuan. Dalam
praktiknya, perawat ditantang untuk tidak ragu dalam menggunakan pengetahuan
yang dimilikinya dalam praktik keperawatan.
Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai
apabila perawat dapat memperlihatkan sikap caring kepada klien. Dalam memberikan
asuhan, perawat menggunakan Keahlian, Kata-kata yang lemah lembut, Sentuhan,
Memberikan harapan, Selalu berada disamping klien, Bersikap “caring” sebagai media
pemberi asuhan

Test 9
1. Sebutkan dan jelaskan sikap caring yang harus dimiliki oleh seorang perawat!
2. Menurut anda, mengapa seorang perawat harus memiliki sikap caring terhadap
pasien?

Topik 10
CARING TERHADAP PASIEN

Era globalisasi yang sedang dan akan kita hadapi dibidang kesehatan
menimbulkan secercah harapan akan peluang (opportunity) meningkatnya pelayanan
kesehatan. Terbukanya pasar bebas memberikan pengaruh yang penting dalam
meningkatkan kompetisi disektor kesehatan. Persaingan antar rumah sakit
memberikan pengaruh dalam manajemen rumah sakit baik milik pemerintah, swasta
dan asing dengan tujuan akhir adalah untuk meningkatkan pelayanan. Tuntutan
masyrakat akan pelayanan kesehatan yang memadai semakin meningkat turut
meberikan warna diera globalisasi dan memacu rumah sakit untuk memberikan
layanan terbaiknya agar tidak dimarginalkan oleh masyarakat.
Mutu pelayanan keperawatan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan
kesehatan, bahkan menjadi salah satu faktor penentu citra institusi pelayanan
kesehatan (rumah sakit) di mata masyarakat. Hal ini terjadi karena keperawatan
merupakan kelompok profesi dengan jumlah terbanyak, paling depan dan terdekat
dengan penderitaan orang lain, kesakitan, kesengsaraan yang dialami masyarakat.
Salah satu indikator mutu layanan keperawatan adalah kepuasan pasien.
Perilaku caring perawat menjadi jaminan apakah layanan perawatan bermutu apa
tidak.
Beberapa tokoh keperawatan seperti Watson (1979), Leininger (1984), Benner
(1989), menempatkan caring sebagai dasar dalam praktek keperawatan. Diperkirakan
bahwa tiga perempat pelayanan kesehatan adalah caring sedangkan seperempat
adalah curing. Jika perawat sebagai suatu kelompok profesi yang bekerja selama 24
jam di rumah sakit lebih menekankan caring sebagai pusat dan aspek yang dominan
dalam pelayanannya maka tak dapat disangkal lagi bahwa perawat akan membuat
suatu perbedaan yang besar antara caring dan curing (Marriner A-Tomey, 1998).
Kenyataan yang dihadapi saat ini adalah bahwa kebanyakan perawat terlibat secara
aktif dan memusatkan diri pada fenomena medik seperti cara diagnostik dan cara
pengobatan.
Caring yang diharapkan dalam keperawatan adalah sebuah perilaku perawatan
yang didasari dari beberapa aspek diantaranya:
1. human altruistic (mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan),
2. Menanamkan kepercayaan-harapan,
3. Mengembangkan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain,
4. Pengembangan bantuan dan hubungan saling percaya,
5. Meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan yang positif dan negatif,
6. Sistematis dalam metode pemecahan masalah
7. Pengembangan pendidikan dan pengetahuan interpersonal,
8. meningkatkan dukungan, perlindungan mental, fisik, sosial budaya dan
lingkungan spiritual
9. Senang membantu kebutuhan manusia,
10. menghargai kekuatan eksistensial-phenomenologikal (Watson, 1979).

Untuk membangun pribadi Caring, perawat dituntut memiliki


pengetahuan tentang manusia, aspek tumbuh kembang, respon terhadap
lingkungan yang terus berubah, keterbatasan dan kekuatan serta kebutuhan-
kebutuhan manusia. Bukan berarti kalau pengetahuan perawat
tentang Caring meningkat akan menyokong perubahan perilaku perawat.
Caring dalam asuhan keperawatan merupakan bagian dari bentuk kinerja
perawat dalam merawat pasien. Secara teoriti ada tiga kelokmpok variabel yang
mempengaruhi kinerja tenaga kesehatan diantaranya variabel individu, variabel
organisasi dan psikologis.
Menurut Gibson (1987) yang termasuk variabel individu adalah
kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan demografi. Variable psikologi
merupakan persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Dan variabel
organisasi adalah kepemimpinan, sumber daya, imbalan struktur dan desain
pekerjaan. Dengan demikian membangun pribadi caring perawat harus
menggunakan tiga pendekatan. Pendekatan individu melalui peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan caring. Pendekatan organisasi dapat dilakukan
melalui perencanaan pengembangan, imbalan atau yang terkait dengan
kepuasan kerja perawat dan serta adanya effective leadership dalam
keperawatan.
Peran organisasi (rumah sakit) adalah menciptakan iklim kerja yang
kondusif dalam keperawatan melalui kepemimpinan yang efektif, perencanaan
jenjang karir perawat yang terstruktur, pengembangan system remunerasi yang
seimbang dan berbagai bentuk pencapaian kepuasan kerja perawat. Karena itu
semua dapat berdampak pada meningkatnya motivasi dan kinerja perawat
dalam caring. Akan tetapi tidak mudah merubah perilaku seseorang dalam
waktu yang singkat. Apakah orang yang lulus pendidikan tinggi melalui
pendidikan berlanjut menjadi baik perilaku caring nya? Apakah dengan iklim
organisasi yang baik tiba-tiba seseorang perawat akan lebih caring?.
Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai
apabila perawat dapat memperlihatkan sikap caring kepada klien. Dalam
memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah
lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping klien, dan
bersikap caring sebagai media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet,
Rehmeyer, Cooper, & Burroughs, 1999). Para perawat dapat diminta untuk
merawat, namun meraka tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan
dengan menggunakan spirit caring. Spirit caring seyogyanya harus tumbuh dari
dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam. Spritit caring
bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawata yang bersifat
tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap
perawat dapat memperlihatkan cara yang berada ketika memberikan asuhan
kepada klien.
Caring merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik
keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. Caring bukan semata-mata
perilaku. Caring adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan
(Marriner-Tomey, 1994). Caring juga didefinisikan sebagai tindakan yang
bertujuan memberikan asuhan fisik dan perhatikan emosi sambil meningkatkan
rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all, 1999). Sikap ini diberikan
memalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik. Prilaku caring menolong klien
meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dan
sosial.

Ringkasan
Untuk membangun pribadi Caring, perawat dituntut memiliki pengetahuan
tentang manusia, aspek tumbuh kembang, respon terhadap lingkungan yang terus
berubah, keterbatasan dan kekuatan serta kebutuhan-kebutuhan manusia. Bukan
berarti kalau pengetahuan perawat tentang Caring meningkat akan menyokong
perubahan perilaku perawat. Caring dalam asuhan keperawatan merupakan bagian
dari bentuk kinerja perawat dalam merawat pasien. Secara teoriti ada tiga kelokmpok
variabel yang mempengaruhi kinerja tenaga kesehatan diantaranya variabel individu,
variabel organisasi dan psikologis.
Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai
apabila perawat dapat memperlihatkan sikap caring kepada klien. Dalam memberikan
asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah lembut, sentuhan,
memberikan harapan, selalu berada disamping klien, dan bersikap caring sebagai
media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet, Rehmeyer, Cooper, & Burroughs,
1999). Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun meraka tidak dapat
diperintah untuk memberikan asuhan dengan menggunakan spirit caring. Spirit caring
seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat yang
terdalam. Spritit caring bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan perawata
yang bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya,
setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berada ketika memberikan asuhan
kepada klien.

Test 10
1. Jelaskan contoh aplikasi caring terhadap klien!
2. Jelaskan manfaat berperilaku caring terhadap klien!
Topik 11
Transcultural nursing

A. Pengertian Transcultural nursing


a. Transcultural
Bila ditinjau dari makna kata, transkultural berasal dari kata trans dan
culture, Trans berarti alur perpindahan, jalan lintas atau penghubung. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia; trans berarti melintang, melintas, menembus,
melalui.
Cultur berarti budaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kultur
berarti, kebudayaan yaitu cara pemeliharaan atau pembudidayaan.
Kepercayaan, yaitu nilai – nilai dan pola perilaku yang umum berlaku bagi suatu
kelompok dan diteruskan pada generasi berikutnya, sedangkan cultural berarti :
Sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan.
Jadi, transkultural adalah lintas budaya yang mempunyai efek bahwa
budaya yang satu mempengaruhi budaya yang lain. Atau pertemuan kedua nilai
– nilai budaya yang berbeda melalui proses interaksi sosial.
b. Nursing
Pada kamus Kedokteran Dorland, Nursing diartikan sebagai: pelayanan
yang mendasar atau berguna bagi peningkatan, pemaliharaan, dan pemulihan
kesehatan serta kesejahteraan atau dalam pencegahan penyakit, misalnya
terhadap bayi, oranng sakit atau cedera, atau lainnya untuk setiap sebab yang
tidak mampu menyediakan pelayanan seperti itu bagi diri mereka sendiri.
c. Transcultural nursing
Transcultural nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan
dengan perbedaan maupun kesamaan nilai-nilai budaya (nilai budaya yang
berbeda, ras yang mempengaruhi pada seorang perawat saat melakukan
asuhan keperawatan kepada klien / pasien (Leininger, 1991).
Transcultural nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan
dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit
didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini
digunakan
untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan
budaya kepada manusia (Leininger, 2002).

B. Konsep Transcultural nursing


a. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari
dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berpikir, bertindak dan mengambil
keputusan.
b. Nilai Budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau
sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi
tindakan dan keputusan.
c. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal
dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi
pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya
yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakantermasuk
kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang danindividu yang
mungkin kembali lagi (Leininger, 1985).
d. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap
bahwa budayanya adalah yang terbaik di antara budaya-budaya yang dimiliki
oleh orang lain.
e. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
f. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada
mendiskreditkan asal muasal manusia
g. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada
penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran
yang tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar
observasi untuk mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling
memberikan timbal balik di antara keduanya.
h. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,
dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian
untuk memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan
kondisi dan kualitas kehidupan manusia.
i. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan
yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan
manusia
j. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk membimbing,
mendukung atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok
untuk mempertahankan kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup,
hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai.
k. Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena
percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok
lain.

Ringkasan
Transcultural nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses
belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan
diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai
budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan

Test 11
1. Apakah pengertian dari Transcultural Nursing ?
2. Apakah yang dimaksud Konsep Transcultural Nursing ?
3. Apakah yang di maksud paradigm Transcultural Nursing ?
4. Apakah Proses Keperawatan Transkultural ?
5. Apakah Pengaruh Budaya Sunda terhadap proses keperawatan ?
Topik 12
Konsep Paradigma Transcultural nursing

A. Paradigma Transcultural nursing


Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai
cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep
sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrew
and Boyle, 1995).
a. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai
dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan
melakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memiliki
kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun
dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
b. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu
keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk
menjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasi
dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang sama
yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang
adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
c. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi
perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang
sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling
berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik.
Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti
daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di
daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari
sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang
berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam
masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus
mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang
menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni,
riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.

B. Aplikasi Transkultural Nursing


Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan
asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari
terbit (Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap
masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan
dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
a. Tahap Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger
and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang
ada pada “Sunrise Model” yaitu:
1. Faktor teknologi (technological factors).
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji: persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi
klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk
mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
2. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical factors).
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi
yangsangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya,
bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji
oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara
pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan
kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3. Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kindship and social factors).
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
4. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural values and lifeways
factors).
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan
ditetapkan oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk.
Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat
penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji
pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala
keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang
dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan dengan
aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri.
5. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal
factors).
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995). Yang perlu
dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan
dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh
menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
6. Faktor ekonomi (economical factors).
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-
sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera
sembuh.Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat di antaranya:
pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki
oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian
biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
7. Faktor pendidikan (educational factors).
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-
bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar
beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar
secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak
terulang kembali.
b. Tahap Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya
yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan
(Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnose keperawatan yang
sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu: gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan
interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan
dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
c. Tahap Perencanaan dan Pelaksanaan.
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transkultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan
adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien
(Giger and Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam
keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu: mempertahankan
budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan
dengankesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang
menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya yang
dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
1. Cultural care preservation/maintenance:
a) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang
proses melahirkan dan perawatan bayi; b) Bersikap tenang dan tidak
terburu-buru saat berinterkasi dengan klien; c) Mendiskusikan
kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat.
2. Cultural care accomodation/negotiation:
a) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien; b) Libatkan
keluarga dalam perencanaan perawatan, c) Apabila konflik tidak
terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan
pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.

3. Cultual care repartening/reconstruction:


a) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya; b) Tentukan tingkat perbedaan
pasien melihat dirinya dari budaya kelompok; c) Gunakan pihak ketiga
bila perlu; d) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa
kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua, e) Berikan
informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan.

Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-


masing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan
perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka.
Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya
sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu.
Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan
hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
d. Tahap Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan
atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan
dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan
keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
Ringkasan
1. Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan
keperawatan yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk
mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar belakang
budaya.
2. Pengkajian asuhan keperawatan dalam konteks budaya sangat diperlukan
untuk menjembatani perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh perawat dengan
klien.
3. Diagnosa keperawatan dapat mengidentifikasi tindakan yang dibutuhkan untuk
mempertahankan budaya, membentuk budaya baru atau bahkan mengganti
budaya yang tidak sesuai dengan kesehatan.
4. Perencanaan dan pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak dapat
begitu saja dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar
belakang budaya klien sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai dengan
budaya klien.
5. Evaluasi asuhan keperawatan transkultural melekat erat dengan perencanaan
dan pelaksanaan proses asuhan keperawatan transkultural.

Test 12
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan paradigma dalam transkultural nursing!
2. Jelaskan perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan transcultural!
3. Jelaskan 3 aspek yang ditawarkan dalam transkultural nursing!
Topik 13
Holistic Care, Holisme dan Humanisme

A. Holistic Care
a. Pengertian Holistic Care
Holistic memiliki arti ’menyeluruh’ yang terdiri dari kata holy and healthy.
Pandangan holistik bermakna membangun manusia yang utuh dan sehat, dan
seimbang terkait dengan seluruh aspek dalam pembelajaran; seperti spiritual,
moral, imajinasi, intelektual, budaya, estetika, emosi, dan fisik. Jadi healthy
yang dimaksud bukan hanya phisically, tetapi lebih pada aspek sinergitas
spiritually.
Pengobatan Holistic adalah, Pengobatan dengan menggunakan
Konsep Menyeluruh, yaitu keterpaduan antara Jiwa dan raga, dengan method
Alamiah yang ilmiah, serta ilahia yang mana Tubuh manusia merupakan
keterpaduan system yang sangat Kompleks, dan saling berinteraksi satu
sama lainnya dengan sangat kompak dan otomatis terganggunya satu fungsi/
elemen / unsure tubuh manusia dapat mempengaruhi fungsi yang lainnya.
Pengobatan Holistic terpadu, memiliki perbedaan konsep yang sangat
nyata dengan Konsep Kedokteran (Konvensional), Konsep Konvensional
lebih lebih menekankan kepada tindakan seperti pemberian obat-obat
kimiawi, dan tindakan rekayasa fisik dengan pembedahan/ operasi, dll,
sementara pengobatan holistic lebih menekankan membangkitkan system
imun pasien, dan memperbaiki secara menyeluruh dari factor pencetus
penyakit (akar permasalahan penyakit), sehingga definisi kesembuhan
cenderung Permanen (tidak kambuh lagi), sedangkan yang konnvensional
pada umumnya bersifat tindakan sementara (kambuhan) sehingga sampai
ada istilah Pasien Langgangan Dokter.
b. Sejarah Holistic Care
Sejarah holistik dimulai sebelum istilah holism diperkenalkan oleh Jan
Christiaan Smuts dalam bukunya “Holism and Evolution”. Holisme saat ini
berkembang dalam istilah holistik, yang mengkombinasikan penyembuhan,
seni, dan ilmu hidup. Holistik populer dengan cepat di tahun 70-an.
Walaupun istilah holisme diperkenalkan di tahun 1926, penyembuhan
holistik sebenarnya sudah ada jauh di jaman kuno kira-kira 5000 tahun yang
lalu. Sejarawan belum bisa memastikan dari bangsa manakah pertama kali ia
dipraktekkan. Kebanyakan sejarawan percaya bahwa penyembuhan holistik
dimulai di India dan atau Cina.
Para praktisi holistik mempraktekkan prinsip hidup sehat lewat
menyeimbangkan tubuh, pikiran, dan roh untuk menyatu atau harmonis
dengan alam. Contoh praktis holistik adalah Socrates, yang hidup 4 abad
sebelum kelahiran Kristus. Ia menganut pandangan ini dan mengajarkan
bahwa kita harus memandang tubuh sebagai keseluruhan, bukannya bagian
yang terpisah.
c. Perawatan Holistic
Semua bentuk praktik keperawatan yang tujuannya adalah membantu
kesembuhan seseorang secara menyeluruh. Perawat melihat pasien sebagai
manusia secara total dimana ada keterkaitan antara tubuh, pikiran, emosi,
sosial/budaya, spirit, relasi, konteks lingkungan.
Asuhan keperawatan yang didasarkan kepada perawatan pasien secara
total yang mempertimbangkan kebutuhan fisik, emosi, sosial, ekonomi dan
spiritual seseorang. Perawat perlu mempertimbangkan respon pasien
terhadap penyakitnya dan mengkaji tingkat kemampuan seseorang untuk
memenuhi kebutuhan dirinya. Perawat harus menjadi teman yang mendukung
dan memotivasi pasien, mendorong pasien agar pasien memahami arti
kehidupan.
d. Dimensi Perawatan Holistik
Dimensi hubungan antara bio- psiko- sosial dan spiritual seseorang.
Dimensi pemahaman bahwa seseorang merupakan satu kesatuan secara utuh
tanpa bisa dipisahkan.
e. Nilai Utama Perawatan Holistik
1. Filosofi dan Pendidikan
Menekankan bahwa asuhan yang holistik didasarkan pada suatu kerangka
filosofi dan pengetahuan.
2. Holistik Etik, Teori Keperawatan dan Riset
Menekankan bahwa asuhan yang professional didasarkan pada teori,
diinformasikan oleh penelitian dan didasarkan oleh prinsip etik sebagai
Modul Bahan Ajar Caring | 93
petunjuk praktik yang kompeten.
3. Holistik Nurse Save Care
Keyakinan bahwa perawat harus terlibat dalam perawatan diri untuk
meningkatkan kesehatan dan kesadaran pribadi sehingga perawat dapat
melayani orang lain sebagai suatu alat sebagai proses penyembuhan
seseorang.
4. Holistic Communication, Therapeutic Environment and Cultural
Competency.
Menekankan pada perkembangan untuk memanfaatkan penkajian dan
asuhan terapeutik yang mengacu pada pola, masalah dan kebutuhan klien
dan suatu lingkungan yang mendukung proses penyembuhan pasien.
f. Macam-Macam Cabang Penyembuhan Holistik.
1) Holistik Tradisional.
Suatu teknik penyembuhan yang memanfaatkan alam dengan prinsip
holisme, berawal sejak ribuan tahun lalu. Biasa disebut sebagai
penyembuhan/pengobatan alternatif atau pengobatan tradisional. Yang
termasuk holistik tradisional adalah akupuntur, akupresur, herbal, ayurveda,
uropathy, pranic healing, apitherapy, dan lain- lain. Gelar para praktisinya
bermacam-macam. Ada yang disebut sebagai tabib, sin-se, dukun, dan lain-
lain.
2) Holistik Modern.
Suatu teknik penyembuhan yang menggabungkan penyembuhan
tradisional/kuno dengan teknologi dan sains modern yang memanfaatkan
alam dengan prinsip holisme. Holistic modern berawal sekitar 200 tahun
yang lalu dengan adanya homeopathy.
Tapi perlu juga Anda ketahui bahwa tidak semua alternatif adalah holistik.
Jika suatu pengobatan alternatif tidak memandang permasalahan kesehatan
secara menyeluruh, pengobatan tersebut berarti bukan pengobatan holistik.
3) Holistik Moderen Antophaty
Ananopathy adalah gabungan teknik pengobatan alternatif tradisional/kuno
dengan teknologi dan sains modern, dimana tujuannya adalah
menyembuhkan, bukan sekedar merawat. Pengobatan Ananopathy fokus
pada akar penyakit, bukan pada gejala; merawat manusia secara
keseluruhan (whole), bukan pada apa yang tampak saja. Tehnik yang
Modul Bahan Ajar Caring | 94
digunakan adalah dengan menggunakan Hukum Alam, Hukum Sebab-
Akibat, perbaikan pola makan dan gaya hidup, penggunaan bahan-bahan
alami, yang diterapkan dengan basis alam dan sains modern.

Ananopathy dari segi aplikasinya bersifat 3, yaitu:


a. Sederhana. Begitu sederhana karena tidak memerlukan obat-obatan
kimia dan operasi.
b. Cerdik. Mengajarkan Anda untuk berpikir dan bertindak cerdik, bukannya
pandai.
c. Bijaksana. Menekankan pemikiran bijak yang melihat faktor moralitas
dan keselarasan.
Dari segi pemikiran, prinsip dasar Ananopathy juga ada tiga yaitu

a) Tuhan. Selalu melihat permasalahan dari sudut pandang


Ketuhanan.
b) Hukum Alam. Berpedoman pada Hukum Alam.
c) Kasih. Mendasari pemikiran dan prakteknya atas dasar kasih.

Contoh beberapa “penyakit serius” yang bisa Anda taklukkan setelah


menguasai beberapa teknik Ananopathy, tanpa obat-obatan kimia dan
operasi adalah:

a) Diabetes melitus
b) Kolesterol tinggi dan sakit jantung
c) Stroke
d) Asam urat dan rematik, Tumor dan kanker, TBC,
e) Maag akut dan kronis, Hepatitis,
f) Gagal ginjal, Demam berdarah.
g) AIDS

g. Teknik Pengobatan atau Penerapan Holistik Care


Pengobatan Holistic adalah, Pengobatan dengan menggunakan
Konsep Menyeluruh, yaitu keterpaduan antara Jiwa dan raga, dengan method
Alamiah yang ilmiah, serta ilahiah yang mana Tubuh manusia merupakan
Modul Bahan Ajar Caring | 95
keterpaduan system yang sangat Kompleks, dan saling berinteraksi satu sama
lainnya dengan sangat kompak dan otomatis terganggunya satu fungsi/
elemen / unsure tubuh manusia dapat mempengaruhi fungsi yang lainnya.
Pengobatan Holistic terpadu, memiliki perbedaan konsep yang sangat nyata
dengan Konsep Kedokteran (Konvensional), Konsep Konvensional lebih lebih
menekankan kepada tindakan seperti pemberian obat-obat kimiawi, dan
tindakan rekayasa fisik dengan pembedahan/ operasi, dll, sementara
pengobatan holistic lebih menekankan membangkitkan system imun pasien,
dan memperbaiki secara menyeluruh dari factor pencetus penyakit (akar
permasalahan penyakit), sehingga definisi kesembuhan cenderung Permanen
(tidak kambuh lagi), sedangkan yang konnvensional pada umumnya bersifat
tindakan sementara (kambuhan) sehinnga sampai ada istilah Pasien
Langgangan Dokter.

B. Holisme
Holisme, bila ditelusuri dari akarnya berasal dari konsep Aristoteles (filosof
dari Yunani), Baruch Spinoza (filosof Belanda), dan WilliamJames (filosof dan
psikolog dari Amerika),yang berkaitan dengan pergerakan Gestalt sebelum
perang dunia. Holisme adalah nama yang diberikan kepada keyakinan bahwa
adalah semua terkait erat. Holistik melihat dirinya terus-menerus sebagai bagian
dari keseluruhan dan menganggap yang lain (manusia, hewan, tumbuhan atau
objek) sebagai yang lain. Konsep holisme selalu mengemukakan bahwa
organisme merupakan satu kesatuan yang utuh, bukan terbagi-bagi dalam
bagian- bagian. Sehingga pikiran dan tubuh bukan merupakan bagian yang
terpisah, tetapi merupakan satu bagian yang utuh, dan apabila terjadi sesuatu
pada salah satunya maka akan berpengaruh pada keseluruhan.
Holisme menegaskan bahwa organisme selalu bertingkahlaku sebagai
kesatuan yang utuh, bukan sebagai rangkaian bagian atau komponen berbeda.
Jiwa dan tubuh bukan dua unsur terpisah tetapi bagian dari satu kesatuan dan
apa yang terjadi dibagian satu akan mempengaruhi bagian lain. Hukum inilah
yang semestinya ditemukan agar dapat dipahami berfungsinya setiap komponen.
Pandangan holistik dalam kepribadian, yang terpenting adalah :

Modul Bahan Ajar Caring | 96


1. Kepribadian normal ditandai oleh unitas, integrasi, konsistensi dan koherensi
(unity, integration, consistency, dan coherence). Organisasi adalah keadaan
normal dan disorganisasi berarti patologik.
2. Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak
ada bagian yang dapat dipelajari dalam isolasi. Keseluruhan berfungsi
menurut hukum- hukum yang tidak terdapat dalam bagian-bagian.
3. Organisme memiliki satu dorongan yang berkuasa, yakni aktualisasi diri (self
actualization). Orang berjuang tanpa henti (continuous) untuk merealisasikan
potensi inheren yang dimilikinya pada ranah maupun terbuka baginya.
4. Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat minimal.
Potensi organisme, jika terkuak di lingkungan yang tepat, akan menghasilkan
kepribadian yang sehat dan integral.
5. Penelitian komprehensif terhadap satu orang lebih berguna daripada
penelitian ekstensif terhadap banyak orang mengenai fungsi psikologis yang
diisolir.

C. Humanisme
a. Pengertian Humanisme
Perkembangan psikologi humanistik tidak lepas dari pandangan
psikologi holistik dan humanistik. ”Humanisme" dipandang sebagai sebuah
gagasan positif oleh kebanyakan orang. Humanisme mengingatkan kita akan
gagasan-gagasan seperti kecintaan akan peri kemanusiaan, perdamaian, dan
persaudaraan. Tetapi, makna filosofis dari humanisme jauh lebih signifikan:
humanisme adalah cara berpikir bahwa mengemukakan konsep peri
kemanusiaan sebagai fokus dan satu-satunya tujuan. Kamus umum
mendefinisikan humanisme sebagai "sebuah sistem pemikiran yang
berdasarkan pada berbagai nilai, karakteristik, dan tindak tanduk yang
dipercaya terbaik bagi manusia, bukannya pada otoritas supernatural mana
pun".
Dalam teori humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan
kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana dirinya
untuk melakukan hal - hal yang positif. Kemampuan positif ini disebut sebagai
potensi manusia dan para pendidik beraliran humanisme biasanya
menfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan yang positif.
Modul Bahan Ajar Caring | 97
Kemampuan positif tersebut erat kaitannya dengan pengembangan emosi
positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi merupakan karateristik
sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Dalam teori
pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses yang dimulai dan
ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia. Dimana memanusiakan
manusia di sini berarti mempunyai tujuan untuk mencapai aktualisasi diri,
pemahaman diri serta realisasi diri orang yang belajar secara optimal.

b. Ciri - Ciri Teori Humanisme


Pendekatan humanisme dalam pendidikan menekankan pada
perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk
mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan
mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan
interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri ditujukan untuk
memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan masyarakat. Ketrampilan
atau kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting
dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya
harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan
sebaik - baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari
sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan
utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan
dirinya yaitu membantu masing - masing individu untuk mengenal diri mereka
sendiri sebagai manusia unik dan membantu dalam mewujudkan potensi -
potensi yang ada dalam diri mereka.
Ada salah satu ide penting dalam teori belajar humanisme yaitu siswa
harus mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar -
mengajar, sehingga siswa mengetahui apa yang dipelajarinya serta tahu
seberapa besar siswa tersebut dapat memahaminya juga siswa dapat
mengetahui mana, kapan, dan bagaimana mereka akan belajar. Dengan
demikian, siswa diharapkan mendapat manfaat dan kegunaan dari hasil
belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme memandang belajar sebagai
sebuah proses yang terjadi dalam individu meliputi bagian atau domain
Modul Bahan Ajar Caring | 98
diantaranya domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan kata lain,
pendekatan humanisme menekankan pentingnya emosi atau perasaan,
komunikasi terbuka dan nilai - nilai yang dimiliki oleh setiap individu.

Ringkasan
Pengobatan Holistic adalah, Pengobatan dengan menggunakan Konsep
Menyeluruh, yaitu keterpaduan antara Jiwa dan raga, dengan method Alamiah yang
ilmiah, serta ilahia yang mana Tubuh manusia merupakan keterpaduan system yang
sangat Kompleks, dan saling berinteraksi satu sama lainnya dengan sangat kompak
dan otomatis terganggunya satu fungsi/ elemen / unsure tubuh manusia dapat
mempengaruhi fungsi yang lainnya.
Holisme, bila ditelusuri dari akarnya berasal dari konsep Aristoteles (filosof
dari Yunani), Baruch Spinoza (filosof Belanda), dan WilliamJames (filosof dan
psikolog dari Amerika),yang berkaitan dengan pergerakan Gestalt sebelum perang
dunia. Holisme adalah nama yang diberikan kepada keyakinan bahwa adalah semua
terkait erat. Holistik melihat dirinya terus-menerus sebagai bagian dari keseluruhan
dan menganggap yang lain (manusia, hewan, tumbuhan atau objek) sebagai yang
lain. Konsep holisme selalu mengemukakan bahwa organisme merupakan satu
kesatuan yang utuh, bukan terbagi-bagi dalam bagian- bagian. Sehingga pikiran dan
tubuh bukan merupakan bagian yang terpisah, tetapi merupakan satu bagian yang
utuh, dan apabila terjadi sesuatu pada salah satunya maka akan berpengaruh pada
keseluruhan
Perkembangan psikologi humanistik tidak lepas dari pandangan psikologi
holistik dan humanistik. ”Humanisme" dipandang sebagai sebuah gagasan positif
oleh kebanyakan orang. Humanisme mengingatkan kita akan gagasan-gagasan
seperti kecintaan akan peri kemanusiaan, perdamaian, dan persaudaraan. Tetapi,
makna filosofis dari humanisme jauh lebih signifikan: humanisme adalah cara
berpikir bahwa mengemukakan konsep peri kemanusiaan sebagai fokus dan satu-
satunya tujuan. Kamus umum mendefinisikan humanisme sebagai "sebuah sistem
pemikiran yang berdasarkan pada berbagai nilai, karakteristik, dan tindak tanduk
yang dipercaya terbaik bagi manusia, bukannya pada otoritas supernatural mana
pun".

Modul Bahan Ajar Caring | 99


Test 13
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Holistik?
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Holisme?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan humanisme?

Modul Bahan Ajar Caring | 100

Anda mungkin juga menyukai