Etika Pelayanan
Watson ( 1988 ) menyarankan agar caring sebagai suatu sikap moral yang ideal,
memberikan sikap pendirian terhadap pihak yang melakukan intervensi seperti perawat.
Sikap pendirian ini perlu untuk menjamin bahwa perawat bekerja sesuai standar etika untuk
tujuan dan motivasi yang baik. Kata etika merujuk pada kebiasaan yang benar dan yang
salah. Dalam setiap pertemuan dengan klien, perawat harus mengetahui kebiasaan apa yang
sesuai secara etika. Etika keperawatan bersikap unik, sehingga perawat tidak boleh membuat
keputusan hanya berdasarkan prinsip intelektual atau analisis.
Etika keperawatan berfokus pada hubungan antara individu dengan karakter dan sikap
perawat terhadap orang lain. Etika keperawatan menempatkan perawat sebagai penolong
klien, memecahkan dilema etis dengan cara menghadirkan hubungan dan memberikan
prioritas kepada klien dengan kepribadian khusus.
Keperawatan sebagai suatu profesi dan berdasarkan pengakuan masyarakat adalah ilmu
kesehatan tentang asuhan atau pelayanan keperawatan atau The Health Science of
Caring (Lindberg,1990:40). Secara bahasa, caring dapat diartikan sebagai tindakan
kepedulian dan curing dapat diartikan sebagai tindakan pengobatan. Namun, secara
istilah caring dapat diartikan memberikan bantuan kepada individu atau sebagai advokasi
pada individu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Sedangkan curing adalah
upaya kesehatan dari kegiatan dokter dalam prakteknya untuk mengobati klien. Dalam
penerapannya, konsep caring dan curing mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya:
1. Caring merupakan tugas primer perawat dan curing adalah tugas sekunder. Maksudnya
seorang perawat lebih melakukan tindakan kepedulian terhadap klien daripada memberikan
tindakan medis. Oleh karena itu, caring lebih identik dengan perawat.
2. Curing merupakan tugas primer seorang dokter dan caring adalah tugas sekunder.
Maksudnya seorang dokter lebih melibatkan tindakan medis tanpa melakukan tindakan caring
yang berarti. Oleh karena itu, curing lebih identik dengan dokter.
3. Dalam pelayanan kesehatan klien yang dilakukan perawat, ¾ nya adalah caring dan ¼
nya adalahcuring.
4. Caring bersifat lebih “Healthogenic” daripada curing.
Maksudnya caring lebih menekankan pada peningkatan kesehatan daripada pengobatan. Di
dalam praktiknya, caring mengintegrasikan pengetahuan biofisik dan pengetahuan perilaku
manusia untuk meningkatkan derajat kesehatan dan untuk menyediakan pelayanan bagi
mereka yang sakit.
5. Tujuan caring adalah membantu pelaksanaan rencana pengobatan/terapi dan
membantu klien beradaptasi dengan masalah kesehatan, mandiri memenuhi kebutuhan
dasarnya, mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan dan meningkatkan fungsi tubuh
sedangkan tujuan curing adalah menentukan dan menyingkirkan penyebab penyakit atau
mengubah problem penyakit dan penanganannya.
6. Diagnosa dalam konsep curing dilakukan dengan mengungkapkan penyakit yang
diderita sedangkan diagnosa dalam konsep caring dilakukan dengan identifikasi masalah dan
penyebab berdasarkan kebutuhan dan respon klien.
Caring bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan, tetapi merupakan hasil dari kebudayaan,
nilai-nilai, pengalaman, dan dari hubungan dengan orang lain. Sikap keperawatan yang
berhubungan dengancaring adalah kehadiran, sentuhan kasih sayang, mendengarkan,
memahami klien, caring dalam spiritual, dan perawatan keluarga.
1. Kehadiran
Kehadiran adalah suatu pertemuan antara seseorang dengan seseorang lainnya yang
merupakan sarana untuk mendekatkan diri dan menyampaikan manfaat caring. Menurut
Fredriksson (1999), kehadiran berarti “ada di” dan “ada dengan”. “Ada di” berarti kehadiran
tidak hanya dalam bentuk fisik, melainkan juga komunikasi dan pengertian. Sedangkan “ada
dengan” berarti perawata selalu bersedia dan ada untuk klien (Pederson, 1993). Kehadiran
seorang perawat membantu menenangkan rasa cemas dan takut klien karena situasi tertekan.
2. Sentuhan
Sentuhan merupakan salah satu pendekatan yang menenangkan dimana perawat dapat
mendekatkan diri dengan klien untuk memberikan perhatian dan dukungan. Ada dua jenis
sentuhan, yaitu sentuhan kontak dan sentuhan non-kontak. Sentuhan kontak merupakan
sentuhan langsung kullit dengan kulit. Sedangkan sentuhan non-kontak merupakan kontak
mata. Kedua jenis sentuhan ini digambarkn dalam tiga kategori :
a) Sentuhan Berorientasi-tugas
Saat melaksanakan tugas dan prosedur, perawat menggunakan sentuhan ini. Perlakuan yang
ramah dan cekatan ketika melaksanakan prosedur akan memberikan rasa aman kepada klien.
Prosedur dilakukan secara hati-hati dan atas pertimbangan kebutuhan klien.
b) Sentuhan Pelayanan (Caring)
Yang termasuk dalam sentuhan caring adalah memegang tangan klien, memijat punggung
klien, menempatkan klien dengan hati-hati, atau terlibat dalam pembicaraan (komunikasi
non-verbal). Sentuhan ini dapat mempengaruhi keamanan dan kenyamanan klien,
meningkatkan harga diri, dan memperbaiki orientasi tentang kanyataan (Boyek dan Watson,
1994).
c) Sentuhan Perlindungan
Sentuhan ini merupakan suatu bentuk sentuhan yang digunakan untuk melindungi perawat
dan/atau klien (fredriksson, 1999). Contoh dari sentuhan perlindungan adalah mencegah
terjadinya kecelakaan dengan cara menjaga dan mengingatkan klien agar tidak terjatuh.
Sentuhan dapat menimbulkan berbagai pesan, oleh karena itu harus digunakan secara
bijaksana.
3. Mendengarkan
Untuk lebih mengerti dan memahami kebutuhan klien, mendengarkan merupakan kunci,
sebab hal ini menunjukkan perhatian penuh dan ketertarikan perawat. Mendengarkan
membantu perawat dalam memahami dan mengerti maksud klien dan membantu menolong
klien mencari cara untuk mendapatkan kedamaian.
4. Memahami klien
Salah satu proses caring menurut Swanson (1991) adalah memahami klien. Memahami
klien sebagai inti suatu proses digunakan perawat dalam membuat keputusan klinis.
Memahami klien merupakan pemahaman perawat terhadap klien sebagai acuan melakukan
intervensi berikutnya (Radwin,1995). Pemahaman klien merupakan gerbang penentu
pelayanan sehingga, antara klien dan perawat terjalin suatu hubungan yang baik dan saling
memahami.
5. Caring Dalam Spiritual
Kepercayaan dan harapan individu mempunyai pengaruh terhadap kesehatan fisik
seseorang. Spiritual menawarkan rasa keterikatan yang baik, baik melalui hubungan
intrapersonal atau hubungan dengan dirinya sendiri, interpersonal atau hubungan dengan
orang lain dan lingkungan, serta transpersonal atau hubungan dengan Tuhan atau kekuatan
tertinggi.
Hubungan caring terjalin dengan baik apabila antara perawat dan klien dapat memahami
satu sama lain sehingga keduanya bisa menjalin hubungan yang baik dengan melakukan hal
seperti, mengerahkan harapan bagi klien dan perawat; mendapatkan pengertian tentang
gejala, penyakit, atau perasaan yang diterima klien; membantu klien dalam menggunakan
sumber daya sosial, emosional, atau spiritual; memahami bahwa hubungan caring
menghubungkan manusia dengan manusia, roh dengan roh.
6. Perawatan Keluarga
Keluarga merupakan sumber daya penting. Keberhasilan intervensi keperawatan sering
bergantung pada keinginan keluarga untuk berbagi informasi dengan perawat untuk
menyampaikan terapi yang dianjurkan. Menjamin kesehatan klien dan membantu keluarga
untuk aktif dalam proses penyembuhan klien merupakan tugas penting anggota keluarga.
Menunjukkan perawatan keluarga dan perhatian pada klien membuat suatu keterbukaan yang
kemudian dapat membentuk hubungan yang baik dengan anggota keluarga klien.
Berbagai jenis depresi memerlukan cara yang berbeda dalam jenis pengobatannya.
Untuk depresi ringan, dapat dianjurkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Dalam
kasus depresi parah, dianjurkan untuk mengkonsumsi obat dan psikoterapi. Salah satu
pendekatan yang muncul menjadi lebih umum untuk segala bentuk depresi adalah
manajemen diri. Manajemen diri mengacu pada strategi orang menggunakan untuk berurusan
dengan kondisi mereka. Dimana seseorang melibatkan tindakan, sikap atau tujuan dalam
mengambil atau membuat keputusan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan
dan kesejahteraan.
Pengobatan terhadap penyakit kronik yang telah dilakukan di masyarakat saat ini amat
beragam. Tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pengobatan tradisional juga merupakan sub
unsur kebudayaan masyarakat sederhana yang telah dijadikan sebagai salah satu cara
pengobatan. Pengobatan inilah yang juga menjadi aplikasi dari transkultural dalam mengobati
suatu penyakit kronik. Pengobatan tradisional ini dilakukan berdasarkan budaya yang telah
diwariskan turun-temurun. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat negeri Pangean lebih memilih menggunakan ramuan dukun untuk
menyembuhkan penyakit TBC, yaitu daun waru yang diremas dan airnya dimasak sebanyak
setengah gelas.
2. Masyarakat di Papua percaya bahwa penyakit malaria dapat disembuhkan dengan cara minta
ampun kepada penguasa hutan lalu memetik daun untuk dibuat ramuan untuk diminum dan
dioleskan ke seluruh tubuh.
3.
Masyarakat Jawa memakan pisang emas bersamaan dengan kutu kepala (Jawa: tuma) tiga kali
sehari untuk pengobatan penyakit kuning.
Pengobatan tradisional yang sering dipakai berupa pemanfaatan bahan-bahan herbal.
Herba sambiloto menjadi sebuah contoh yang khasiatnya dipercaya oleh masyarakat dapat
mengobati penyakit-penyakit kronik, seperti hepatitis, radang paru (pneumonia), radang
saluran nafas (bronchitis), radang ginjal (pielonefritis), radang telinga tengah (OMA), radang
usus buntu, kencing nanah (gonore), kencing manis (diabetes melitus). Daun lidah budaya
dan tanaman pare juga dijadikan sebagai pengobatan herbal. Tumbuhan tersebut berkhasiat
menyebuhkan diabetes melitus.
Tidak hanya di Indonesia, di luar negeri pun masih ada negara yang meyakini bahwa
pengobatan medis bukan satu-satunya cara mengobati penyakit kronik. Misalnya, di Afrika,
penduduk Afrika masih memiliki keyakinan tradisional tentang kesehatan dan penyakit.
Mereka menganggap bahwa obat-obatan tradisional sudah cukup untuk mengganti produk
yag akan dibeli, bahkan mereka menggunakan dukun sebagai penyembuh tradisional. Hal
seperti ini juga terjadi di Amerika, Eropa, dan Asia.
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk
mencari bantuan perawatan kesehatan. Selanjutnya, definisi nyeri menurut keperawatan
adalah apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang
ada kapanpun individu mengatakannya. Peraturan utama dalam merawat pasien nyeri adalah
bahwa semua nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya belum diketahui. Keberadaan nyeri
adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien bahwa nyeri itu ada.
Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri baik yang dilakukan oleh pasien
berdasarkan apa yang dipercaya olehnya atau yang dilakukan oleh perawat setelah melakukan
pengkajian tentang latar belakang budaya pasien adalah sebagai berikut:
a.
Dengan membatasi gerak dan istirahat. Seorang pasien yang mengalami nyeri diharuskan untuk
tidak banyak bergerak karena jika banyak bergerak dapat memperparah dan menyebabkan
nyeri berlangsung lama. Menurut pandangan umat Islam, seseorang yang menderita nyeri
untuk mengurangi tau meredakannya dengan posisi istirahat atau tidur yang benar yaitu
badan lurus dan dimiringkan ke sebelah kanan. Hal ini menurut sunah rasul. Dengan posisi
tersebut diharapkan dapat meredakan nyeri karena peredaran darah yang lancer akibat
jantung yang tidak tertindih badan sehingga dapat bekerja maksimal.
b. Mengkonsumsi obat-obatan tradisional. Beberapa orang mempercayai bahwa ada beberapa
obat tradisional yang dapat meredakan nyeri bahkan lebih manjur dari obat yang diberikan
oleh dokter. Misalnya, obat urut dan tulang ‘Dapol Siburuk’ dari burung siburuk yang
digunakan oleh masyarakat Batak.
c. Dengan dipijat atau semacamnya. Kebanyakan orang mempercayai dengan dipijat atau
semacamnya dapat meredakan nyeri dengan waktu yang singkat. Namun, harus diperhatikan
bahwa apabila salah memijat akan menyebabkan bertambah nyeri atau hal-hal lain yang
merugikan penderita. Dalam budaya Jawa ada yang disebut dukun pijat yang sering didatangi
orang banyak apabila mengalami keluhan nyeri misalnya kaki terkilir.
Dalam menerapkan transkultural pada gangguan nyeri harus tetap mempertahankan
baik buruknya bagi si pasien. Semua aplikasi transkultural sebaiknya dikonsultasikan kepada
pihak medis agar tidak menimbulkan hal yang tidak diinginkan.
Sebagaimana halnya dengan generalisasi, selalu ada hal-hal yang tidak dapat
dimasukkan secara tepat ke dalam skema besar tersebut. Kepercayaan yang tersebar luas
bahwa pengalaman-pengalaman emosional yang kuat seperti iri, takut, sedih, malu, dapat
mengakibatkan penyakit, tidaklah tepat untuk diletakkan di dalam salah satu dari dua kategori
besar tersebut. Mungkin dapat dikatakan bahwa tergantung situasi dan kondisi, kepercayaan-
kepercayaan tersebut boleh dikatakan cocok untuk dikelompokkan ke dalam salah satu
kategori. Misalnya, susto, penyakit yang disebabkan oleh ketakutan, tersebar luas di Amerika
Latin dan merupakan angan-angan. Seseorang mungkin menjadi takut karena bertemu dengan
hantu, roh, setan, atau karena hal-hal yang sepele, seperti jatuh di air sehingga takut akan
mati tenggelam. Apabila agen-nya berniat jahat, etiologinya sudah tentu bersifat
personalistik. Namun, kejadian-kejadian tersebut sering merupakan suatu kebetulan atau
kecelakaan belaka bukan karena tindakan yang disengaja. Dalam ketakutan akan kematian
karena tenggelam, tidak terdapat agen-agen apa pun.
Kepercayaan-kepercayaan yang sudah dijelaskan di atas menimbulkan pemikiran-
pemikiran untuk melakukan berbagai pengobatan jika sudah terkena agen. Kebanyakan
pengobatan yang dilakukan yaitu mendatangi dukun-dukun atau tabib-tabib yang sudah
dipercaya penuh. Terlebih lagi untuk pengobatan gangguan mental, hampir seluruh
masyarakat desa mendatangi dukun-dukun karena mereka percaya bahwa masalah gangguan
jiwa/mental disebabkan oleh gangguan ruh jahat. Dukun-dukun biasanya melakukan
pengobatan dengan cara mengambil dedaunan yang dianggap sakral, lalu menyapukannya ke
seluruh tubuh pasien. Ada juga yang melakukan pengobatan dengan cara menyuruh pihak
keluarga pasien untuk membawa sesajen seperti, berbagai macam bunga atau binatang ternak.
Para ahli antropologi menaruh perhatian pada ciri-ciri psikologis shaman. Shaman
adalah seorang yang tidak stabil dan sering mengalami delusi, dan mungkin ia adalah seorang
wadam atau homoseksual.namun apabila ketidakstabilan jiwanya secara budaya diarahkan
pada bentuk-bentuk konstruktif, maka individu tersebut dibedakan dari orang-orang lain yang
mungkin menunjukkan tingkahlaku serupa, namun digolongkan sebagai abnormal oleh para
warga masyarakatnya dan merupakan subyek dari upacara-upacara penyembuhan. Dalam
pengobatan, shaman biasanya berada dalam keadaan kesurupan (tidak sadar), dimana mereka
berhubungan dengan roh pembinanya untuk mendiagnosis penyakit. para penganut paham
kebudayaan relativisme yang ekstrim menggunakan contoh shamanisme sebagai hambatan
utama dalam arguentasi mereka bahwa apa yang disebut penyakit jiwa adalah sesuatu yang
bersifat kebudayaan.
Dalam banyak masyarakat non-Barat, orang yang menunjukkan tingkahlaku abnormal
tetapi tidak bersifat galak maka sering diberi kebebasan gerak dalam masyarakat mereka,
kebutuhan mereka dipenuhi oleh anggota keluarga mereka. Namun, jika mereka
mengganggu, mereka akan dibawa ke sutu temapt di semak-semak untuk ikuci di kamrnya.
Sebuah pintu khusus (2 x 2 kaki) dibuat dalam rumah, cukup untuk meyodorkan makanan
saja bagi mereka dan sebuah pintu keluar untuk keluar masuk komunitinya.
Usaha-usaha untuk membandingkan tipe-tipe gangguan jiwa secara lintas-budaya
umumnya tidak berhasil, sebagian disebabkan oleh kesulitan-kesulitan pada tahapan
penelitian untuk membongkar apa yang diperkirakan sebagai gejala primer dari gejala
sekunder. Misalnya, gejala-gejala primer yaitu yang menjadi dasar bagi depresi. Muncul lebih
dulu dan merupakan inti dari gangguan. Gejala-gejala sekunder dilihat sebagai reaksi
individu terhadap penyakitya ; gejala-gejala tersebut berkembang karena ia berusaha untuk
menyesuaikan diri dengan tingkahlakunya yang berubah (Murphy, Wittkower, dan Chance 1970 : 476).
Memberikan pelayanan kesehatan selama medikasi di rumah sakit dan menjaga kondisi
kesehatan pasien agar tidak menurun bahkan meningkatkan kondisi kesehatannya.
http://andaners.wordpress.com/2009/04/28/konsep-keperawatan-komunitas/
Watson, Jean. (2004). Theory of human Caring. Http: //www2.uchse.edu/son/caring
Meidiana Dwidiyanti. 2008. Keperawatan Dasar. Semarang. Hasani
http://usfinit-engky.blogspot.com/2011/12/makalah-konsep-caring.html
http://teguhyudi-teguhyudi.blogspot.com/2011/07/aplikasi-konsep-caring-dalam-
praktek.html
materi keperawatan
Senin, 31 Oktober 2011
materi keperawatan coring
PENGANTAR
Keperawatan merupakan suatu profesi yang memberikan pelayanan kesehatan bagi
individu, keluarga, kelompok tertentu atau masyarakat. Pelayanan keperawatan berupa
asuhan yang diberikan secara profesional dan ditujukan bagi kesejahteraan klien (George,
1998).
LATAR BELAKANG
Sebagai perawat atau ners hal yang sangat penting dan menentukan dalam menjalankan
proses keperawatan adalah memahami konsep caring dan mampu menanamkan dalam
hati, disirami dan dipupuk untuk mampu memperlihatkan kemampuan soft skill sebagai
perawat, yaitu empati, bertanggung jawab, tanggung gugat dan mampu belajar seumur hidup.
Dan itu semua akan berhasil dicapai oleh perawat kalau mereka mampu memahami apa itu
caring.
Caring adalah isu besar dalam profesionalisme keperawatan. Saat ini, masih banyak komentar
negatif terhadap asuhan keperawatan yang ada.
Dengan adanya komentar negatif terhadap asuhan keperawatan menunjukkan bahwa perilaku
caring belum terinternalisasi dengan baik oleh perawat. Oleh karena itu, diharapkan perawat
mampu memahami tentang pentingnya perilaku caring sebagai dasar yang harus dikuasai
oleh perawat atau ners.
PENGERTIAN CARING
1. Leininger, 1979
Caring adalah kegiatan langsung untuk memberikan bantuan, dukungan atau perilaku kepada
atau untuk individu atau kelompok melalui antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi
manusia atau kehidupan.
Watson, 1988
Caring adalah esensi dari keperawatan yang berarti juga pertanggungjawaban hubungan
antara perawat-klien, dimana perawat membantu partisipasi klien, membantu klien
memperoleh pengetahuan, dan meningkatkan kesehatan.
Benner & Wrubel, 1989
Caring adalah tujuan sentral dari keperawatan atau sebagai dasar dari etik keperawatan. Teori
caring menekankan kepada keteguhan hati, kemurahan hati, komitmen dan tanggungjawab.
Caring menekankan kepada upaya perlindungan dan meningkatkan martabat klien.
Potter & Perry, 1997
Caring adalah memberikan perhatian penuh pada klien saat memberikan asuhan keperawatan.
Carruth, 1999
Caring juga didefenisikan sebagi tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan
perhatian emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien.
Shoffner, 2003
Caring didefenisikan sebagai sikap peduli yang memudahkan diperolehnya kesehatan dan
pemulihan.
KESIMPULAN
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku caring perawat adalah
sifat dasar dari perawat sebagai manusia untuk membantu, memperhatikan, mengurus, dan
menyediakan bantuan, serta memberi dukungan untuk kemandirian klien melalui hubungan
perawat klien yang terapeutik, dan merupakan intervensi keperawatan dalam rangka
mencapai derajat kesehatan yang lebih tinggi dengan penuh perasaan berdasarkan
kemanusian dan aspek moral.
KARAKTERISTIK CARING
Rogers, 1961
1. Menjadi diri sendiri
2. Kejelasan
3. Respek
4. Pemisahan; Mampu menempatkan diri.
5. Kebebasan
6. Empati
7. Komunikasi, dan
8. Evaluasi
Leininger, 1984
1. Profesional caring sebagai perwujudan kemampuan kognitif dimana perawat bertindak
terhadap respons yang ditunjukkan klien berdasarkan ilmu sikap dan keterampilan
profesional sehingga dalam memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan, masalah dan
tujuan yang ditetapkan perawat dan klien
2. Scientific caring merupakan segala keputusan dan tindakan dalam memberikan asuhan
keperawatan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki perawat.
3. Humanistic merupakan proses bantuan kepada orang lain yang bersifat kreatif, intuitif atau
kognitif yang didasarkan pada filosofis fenomenologik, perasaan subjektif atau obyektif.
ASPEK SPIRITUAL
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa dan Maha
Pencipta. Sebagai contoh seseorang yang percaya kepada Allah sebagai Pencipta atau sebagai
Maha Kuasa.
Menurut Burkhardt (1993), Spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut:
1. Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan.
2. Menemukan arti dan tujuan hidup.
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri.
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan Yang Maha Tinggi.
NILAI HUMANIS
Nilai humanis meyakini kebaikan dan nilai-nilai manusia sebagai suatu komitmen dalam
bekerja. Perilaku yang manusiawi adalah empati, simpati, terharu dan menghargai kehidupan
(Dwidiyanti, 2007).
Dalam keperawatan, humanisme merupakan suatu sikap dan pendekatan yang
memperlakukan pasien sebagai manusia yang mempunyai kebutuhan lebih dari sekedar
nomor tempat tidur atau sebagai berpenyakit tertentu.
NILAI HUMANIS DALAM CARING
Pendekatan humanistik ini merupakan aspek keperawatan tradisional dari caring yang
diwujudnyatakan dalam unsur Pengertian dan Tindakan.
Pengertian : Kemampuan mendengarkan orang lain secara aktif dan arif serta menerima
perasaan-perasaan orang lain.
Tindakan : Mampu bereaksi terhadap kebutuhan orang lain dengan keikhlasan, kehangatan
untuk meningkatkan kesejahteraan yang optimal.
NILAI HUMANIS KESADARAN DIRI DALAM CARING
Kesadaran diri dalam konsep humanis dalam caring dapat ditingkatkan melalui tiga cara yaitu
:
1. Mempelajari Diri Sendiri
Proses eksplorasi diri sendiri, tentang pikiran, perasaan, perilaku, pengalaman, hubungan
interpersonal dan kebutuhan pribadi.
2. Belajar Dari Orang Lain
Kesediaan dan keterbukaan menerima umpan balik orang lain akan meningkatkan
pengetahuan tentang diri sendiri.
3. Membuka Diri
Keterbukaan merupakan salah satu kepribadian yang sehat. Untuk itu harus ada teman intim
atau sahabat yang dapat dipercaya, tempat menceritakan hal yang rahasia.
HUBUNGAN PERAWAT DENGAN KLIEN
Hubungan perawat dan klien adalah suatu wahana untuk mengaplikasikan proses
keperawatan, dalam hubungan itu perawat menggunakan pengetahuan komunikasi guna
memfasilitasi hubungan yang efektif.
Hubungan perawat dan klien merupakan hubungan yang direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk mencapai tujuan. Pada dasarnya hubungan perawat dan
klien bersifat profesional yang diarahkan pada pencapaian tujuan.
Merupakan hubungan interpersonal yang bermula dari titik tolak saling memberi pengertian.
Persoalan mendasar adanya saling membutuhkan dimana terjadi komunikasi antara perawat
dan klien, dimana perawat membantu dan klien menerima bantuan.
BEBERAPA HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN
DALAM INTERAKSI
PERAWAT DENGAN KLIEN
1. Perkembangan
Dalam berinteraksi perawat harus mengidentifikasi tingkatan dari tahap perkembangan klien.
Beda cara berinteraksi pada klien yang dewasa tua, dewasa muda, remaja, dan anak-anak.
Perawat menggunakan teknik khusus ketika berkomunikasi atau berinteraksi pada anak sesuai
dengan tingkat perkembangannya.
2. Persepsi
Persepsi adalah pandangan personal terhadap suatu kejadian. Persepsi dibentuk oleh harapan,
pengalaman dan kejadian sebuah peristiwa (Northouse, 1992).
Perbedaan persepsi akan menghambat suatu interaksi. Oleh karena itu pentingnya penyamaan
persepsi sebelum memulai sebuah interaksi.
3. Nilai
Nilai merupakan standar yang mempengaruhi perilaku seseorang sehingga penting bagi
perawat untuk menyadari nilai seseorang.
4. Latar Belakang Sosial Budaya
Sosial budaya mempengaruhi cara bertindak dan interaksi atau komunikasi dalam pemberian
pelayanan keperawatan.
5. Emosi
Emosi adalah perasaan subyektif maupun obyektif seseorang tentang suatu peristiwa. Cara
seseorang berinteraksi dan berkomunikasi dengan klien sangat dipengaruhi oleh keadaan
emosinya.
6. Pengetahuan
Hubungan interaksi sulit terjalin jika orang atau klien yang bersangkutan memiliki tingkat
pengetahuan yang berbeda.
Dengan pengkajian, perawat dapat menjalin hubungan terapeutik dengan orang atau klien
sesuai dengan tingkat pengetahuannya.
7. Peran
Perawat perlu menyadari perannya saat berhubungan atau berinteraksi dengan klien ketika
memberikan asuhan keperawatan.
8. Tatanan Interaksi
Interaksi antara perawat dengan klien akan lebih efektif jika dilakukan dilingkungan yang
menunjang. Perawat perlu memilih tatanan situasi ketika berinteraksi dengan klien.
KODE ETIK KEPERAWATAN DALAM CARING
Kode etik keperawatan Indonesia (Priharjo, 1995); tanggung jawab perawat terhadap
individu, keluarga dan masyarakat, perawatan dalam melaksanakan pengabdian senantiasa
berpedoman pada tanggung jawab yang pangkal tolaknya bersumber pada adanya kebutuhan
perawatan untuk individu, keluarga dan masyarakat.
Kode etik keperawatan yang harus diaplikasikan oleh perawat yaitu ;
1. Kebutuhan terhadap pelayanan keperawatan diberbagai tempat adalah sama.
2. Pelaksanaan praktik keperawatan dititik beratkan pada penghargaan terhadap kehidupan
yang bermartabat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
3. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan atau keperawatan kepada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat. Perawat mengikutsertakan kelompok dan instansi terkait.
MENGEMBANGKAN
&
MENGIMPLEMENTASIKAN KETERAMPILAN PELAYANAN
CARING
10 FAKTOR KARAKTIF
Dalam memberikan pelayanan (Watson, 1995). Perawat memberikan asuhan keperawatan
kepada klien melalui ”10 Faktor Karaktif” yang berhubungan dengan sifat dan karakter
seorang perawat yang menjelaskan bagaimana perilaku caring dimanifestasikan atau
diimplementasikan. Meliputi;
1. Membentuk dan menghargai sistem nilai humanistik dan alturistik.
2. Menanamkan sikap penuh pengharapan.
3. Menanamkan sensitifitas atau kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
4. Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu.
5. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif.
6. Menggunakan metode sistematis dalam penyelesaian masalah caring untuk pengambilan
keputusan secara kreatif dan individualistik.
7. Meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal.
8. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosial dan spiritual yang suportif, protektif dan
korektif.
9. Memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan penuh pengharapan dalam rangka
mempertahankan keutuhan dan martabat manusia.
10. Mengijinkan untuk terbuka pada eksistensial-fenomenologikal dan dimensi spiritual
caring serta penyembuhan yang tidak dapat dijelaskan secara utuh dan ilmiah melalui
pemikiran masyarakat modern.
MEMBENTUK & MENGHARGAI SISTEM NILAI HUMANISTIK DAN ALTURISTIK
Humanistik dan alturistik adalah sikap yang didasari pada nilai-nilai kemanusiaann, yaitu
menghargai otonomi dan kebebasan klien terhadap pilihan yang terbaik menurutnya, serta
mementingkan orang lain dari pada diri sendiri.
Aplikasi dari faktor karaktif ini adalah :
1. Memanggil nama klien sesuai permintaan klien
2. Mendahulukan kepentingan klien daripada pribadi jika klien memanggil atau
membutuhkan sesuatu
3. Menghormati pendapat klien (menghindari respon negatif terhadap pendapat klien)
4. Menghargai keputusan klien bila menolak suatu tindakan misalnya kemoterapi dengan
menjelaskan terlebih dahulu keuntungan dan kerugiannya
5. Mengenali klien dengan identitas yang lengkap bukan kamar, penyakit atau bagian tubuh
yang cacat
MENANAMKAN SIKAP PENUH PENGHARAPAN
Faktor ini menggabungkan nilai humanistik-alturistik dalam memfasilitasi peningkatan
asuhan keperawatan yang holistic dan kesehatan yang positif terhadap kelompok klien.
Faktor ini juga menjelaskan tentang peran perawat dalam mengembangkan hubungan timbal
balik perawat-klien yang efektif dan meningkatkan kesejahteraan dengan membantu klien
mengadopsi perilaku hidup sehat.
Aplikasi dari faktor karaktif ini adalah :
1. Merawat klien terminal dengan wajar (bersikap empati)
2. Memberikan pengharapan yang realistik baik atau buruk
3. Mendorong klien mencari alternatif terapi secara rasional
4. Memfasilitasi kunjungan pemuka agama sesuai kepercayaan yang dianut klien
5. Memotivasi klien untuk menerima pengobatan yang dianjurkan
MENANAMKAN SENSITIFITAS ATAU KEPEKAAN TERHADAP DIRI SENDIRI DAN
ORANG LAIN
Penerimaan terhadap perasaan diri sendiri merupakan kualitas personal yang harus dimiliki
perawat sebagai orang yang akan memberi bantuan kepada klien. Sehubungan dengan hal ini
maka perawat harus mampu menilai perasaannya sendiri, melakukan aksi dan reaksi sesuai
yang dirasakan. Hal ini mengarah pada aktualisasi diri melalui penerimaan diri perawat klien.
Aplikasi dari faktor karaktif ini adalah :
1. Bersikap empati
2. Melayani klien tanpa pamrih
3. Mampu menerima respons klien yang positif atau negatif
4. Tanggap terhadap kebutuhan klien
5. Menyiapkan atau memfasilitasi kebutuhan klien
div>