“ATRESIA DUODENUM”
OLEH :
MERY NASAH
(4006160010)
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
ATRESIA DUODENUM
A. DEFINISI
Atresia duodenum adalah suatu kondisi dimana duodenum (bagian
pertama dari usus halus) tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak
berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan perjalanan
makanan dari lambung ke usus. Pada kondisi ini duodenum bisa mengalami
penyempitan secara komplit sehingga menghalangi jalannya makanan dari
lambung menuju usus untuk mengalami proses absorbs. Apabila penyempitan
usus terjadi secara parsial, maka kondisi ini disebut dengan duodenal stenosis
(Price , 2005).
B. ETIOLOGI
Meskipun penyebab yang mendasari terjadinya atresia duodenum masih
belum diketahui, patofisologinya telah dapat diterangkan dengan baik.
Seringnya ditemukan keterkaitan atresia atau stenosis duodenum dengan
malformasi neonatal lainnya menunjukkan bahwa anomali ini disebabkan
oleh gangguan perkembangan pada masa awal kehamilan. Atresia
duodenum berbeda dari atresia usus lainnya, yang merupakan anomali
terisolasi disebabkan oleh gangguan pembuluh darah mesenterik pada
perkembangan selanjutnya. Tidak ada faktor resiko maternal sebagai
predisposisi yang ditemukan hingga saat ini. Meskipun hingga sepertiga
pasien dengan atresia duodenum menderita pula trisomi 21 (sindrom Down),
namun hal ini bukanlah faktor resiko independen dalam perkembangan atresia
duodenum.
C. PATOFISIOLOGI
Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi
endodermal yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi
proliferasinya) atau kegagalan rekanalisasi pita padat epithelial (kegagalan
proses vakuolisasi). Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel
duodenum berproliferasi dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan
terhubung ke lumen duodenal secara sempurna. Proses selanjutnya yang
dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum padat mengalami rekanalisasi.
Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses apoptosis, atau kematian sel
terprogram, yang timbul selama perkembangan normal di antara lumen
duodenum. Kadang-kadang, atresia duodenum berkaitan dengan pankreas
anular (jaringan pankreatik yang mengelilingi sekeliling duodenum). Hal ini
sepertinya lebih akibat gangguan perkembangan duodenal daripada suatu
perkembangan dan/atau berlebihan dari pancreatic buds. Pada tingkat seluler,
traktus digestivus berkembang dari embryonic gut, yang tersusun atas epitel
yang merupakan perkembangan dari endoderm, dikelilingi sel yang berasal
dari mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua lapisan embrionik ini
tampaknya memainkan peranan sangat penting dalam mengkoordinasikan
pembentukan pola dan organogenesis dari duodenum.
D. PATHWAY
Bendungan
Duodenoduedenoktomy
makanan/cairan dilambung Atresia Duodenum
Intake Adekuat
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Foto Polos Abdomen
Pada pemeriksaan foto polos abdomen bayi dalam keadaan posisi
tegak akan terlihat gambaran 2 bayangan gelembung udara (double
bubble), gelembung lambung dan duodenum proksimal atresia. Bila 1
gelembung mungkin duodenum terisi penuh cairan, atau terdapat atresia
pylorus atau membrane prapilorik. Atresia pilorik sangat jarang terdapat
dan harus ditunjang muntah tidak hijau. Bila 2 gelembung disertai
gelembung udara kecil kecil di distal, mungkin stenosis duodenum,
diafgrama membrane mukosa, atau malrotasi dengan atau tanpa volvulus.
b. USG Abdomen
Penggunaan USG telah memungkinkan banyak bayi dengan
obstruksi duodenum teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada penelitian
cohort besar untuk 18 macam malformasi kongenital di 11 negara Eropa,
52% bayi dengan obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in utero.
Obstruksi duodenum ditandai khas oleh gambaran double-bubble
(gelembung ganda) pada USG prenatal. Gelembung pertama mengacu
pada lambung, dan gelembung kedua mengacu pada loop duodenal
postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi. Diagnosis prenatal
memungkinkan ibu mendapat konseling prenatal dan mempertimbangkan
untuk melahirkan di sarana kesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu
merawat bayi dengan anomali saluran cerna.
G. PENATALAKSANAAN
a. Pre Operasi
Tindakan dekompresi dengan pemasangan sonde lambung (NGT) dan
lakukan pengisapan cairan dan udara. Tindakan ini untuk mencegah
muntah dan aspirasi. Resusitasi cairan dan elektrolit, koreksi asam basa,
hiponatremia dan hipokalemia perlu mendapat perhatian khusus.
Pembedahan elektif pada pagi hari berikutnya
b. Post Operasi
Penggunaan selang transanastomik berada dalam di jejunum, pemberian
makan dapat diberikan setelah 48 jam paska operasi. Nutrisi parenteral
via central atau perifer dimasukan kateter dapat sangat efektif untuk
menjaga nutrisi waktu yang lama jika transanastomik enteral tidak cukup
atau tidak dapat ditolenrasi oleh tubuh pasien (Millar, 2005).
H. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Identitas Pasien : Nama, Tempat tgl lahir, umur , Jenis Kelamin,
Alamat, Agama, Suku Bangsa, Pendidikan, Pekerjaan , No. CM,
Tanggal Masuk RS, Diagnosa Medis
Keluhan Utama : biasanya muntah terus menerus
Riwayat keperawatan
Riwayat Kesehatan Sekarang : Muntah, Pada beberapa neonatus,
distensi bisa sangat besar setelah hari ke tiga sampai hari ke empat,
kondisi ini terjadi karena ruptur lambung atau usus sehingga cairan
berpindah ke kavum peritoneal.
Riwayat Keperawatan Dahulu : biasanya akan memiliki mekonium
yang jumlahnya lebih sedikit, konsistensinya lebih kering, dan
berwarna lebih abu-abu dibandingkan mekonium yang normal
Riwayat Keperawatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital
bukan kelainan/ penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh
anggota keluarga yang lain
Pola Fungsi
- Pola persepsi terhadap kesehatan : Klien belum bisa
mengungkapkan secara verbal/bahasa tentang apa yang dirasakan
dan apa yang diinginkan
- Pola aktifitas kesehatan/latihan : Pasien belum bisa melakukan
aktifitas apapun secara mandiri karena masih bayi.
- Pola istirahat/tidur : Diperoleh dari keterangan sang ibu bayi atau
kelurga yang lain
- Pola nutrisi metabolik : Klien hanya minum ASI atau susu kaleng
- Pola eliminasi : Klien tidak dapat buang air besar, dalam urin ada
mekonium
- Pola kognitif perseptual : Klien belum mampu berkomunikasi,
berespon, dan berorientasi dengan baik pada orang lain.
- Pola konsep diri (Identitas diri :, Ideal diri , Gambaran diri, Peran
diri, Harga diri.
- Pola seksual Reproduksi : Klien masih bayi dan belum menikah
- Pola nilai dan kepercayaan : belum mengerti tentang kepercayaan
- Pola peran hubungan : belum mampu berinteraksi dengan orang
lain secara mandiri
b. Diagnosa Keperawatan
Pre Op :
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat akibat mual muntah.
Post Op :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2. Resiko Infeksi berhubungan dengan adanya luka post op.
c. Intervensi
NO Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Kekurangan Volume Kebutuhan Pertahankan cairan
Cairan berhubungan cairan tubuh intravena
dengan mual muntah terpenuhi R: Untuk meningkatkan
dengan kriteria hidrasi dan mencegah
tidak mengalami dehidrasi
dehidrasi, turgir Pantau hasil laboratorium
kulit normal. R : Untuk menentukan
adanya ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit.
Pantau tanda-tanda vital
dan berat badan harian
R : Untuk mengetahui
keadaan umum dan untyk
mengkaji hidrasi.
Pantau intake dan output.
R : Untuk menentukan
status hidrasi.
Kaji turgor kulit dan
membran mukosa.
R: sebagai indikator hidrasi
yang adekuat.
2. Nutrisi kurang dari Kebutuhan Observasi dan catat respon
kebutuhan tubuh nutrisi terpenuhi bayi terhadap pemberian
berhubungan dengan dengan kriteria makan.
intake inadekuat akibat dapat R: Untuk mencegah
muak muntah. mentoleransi muntah
diet sesuai Mulai dengan pemberian
kebutuhan makan sedikit tapi sering.
secara parenteral R : meningkatkan nafsu
atau oral, makan serta meminimalisir
dengan KH : terjadinya muntah.
Intake Kolaborasi pemberian
adekuat antiemetik.
tanpa mual R : Antiemetik mengatasi
muntah adanya mual.
Peningkatan
BB
Post Op :
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan Kebutuhan rasa Observasi atau monitoring
dengan terputusnya nyaman skala nyeri dengan face
kontinuitas jaringan. terpenuhi scale.
dengan kriteria R : Mengetahui tingkat
tanda-tnda vital nyeri dan menentukan
dalam batas langkah selanjutnya.
normal, nyeri Lakukan teknik
tidak dirasakan pengurangan nyeri seperti
(bayi tenang). pijat punggung (back rub),
sentuhan.
R : Upaya distraksi dapat
mengurangi rasa nyeri.
Pertahankan posisi yang
nyaman bagi klien/bayi
R : Memberikan
kenyamanan pada klien/
bayi serta meminimalisir
nyeri.
Kolaborasi pemberian
analgesik apabila
memungkinkan.
R : Mengurangi nyeri
2. Resiko Infeksi Infeksi tidak Observasi luka post op.
berhubungan dengan terjadi dengan R : untuk melihat ada
adanya luka post op. kriteria tidak tidaknya tanda-tand infeksi.
terdapat tanda- Pantau adanya peningkatan
tanda infeksi. suhu tubuh.
R : Peningkatan suhu tubuh
menunjukan adanya infeksi
Ganti popok yang kering
untuk menghindari
kontaminasi feses.
R : Mencegah terjainya
iritasi akibat feses
Pantau hasil lab khususnya
lekosit.
R : Peningkatan lekosit
menunjukan adanya
infeksi.
Kolaborasi pemberian
antibiotik.
R : Mencegah infeksi
dengan memunuh
mikroorganisme.
DAFTAR PUSTAKA
Ganong. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi: 17. Jakarta: EGC