Anda di halaman 1dari 14

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi

Malnutrisi adalah suatu keadaan di mana tubuh mengalami gangguan terhadap


absorbsi, pencernaan, dan penggunaan zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan
dan aktivitas.
 Malnutrisi merupakan kekurangan konsumsi pangan secara relatif  atau
absolute untuk periode tertentu. (Bachyar Bakri, 2002).
Malnutrisi (Gizi salah) adalah kesalahan pangan terutama terletak dalam
ketidakseimbangan komposisi hidangan penyediaan makanan. (Akhmad Djaeni,
2004).
Kwashiorkor adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi protein.
Penyakit kwashiorkor pada umumnya terjadi pada anak dari keluarga dengan status
sosial ekonomi yang rendah karena tidak mampu menyediakan makanan yang
cukup mengandung protein hewani seperti daging, telur, hati, susu dan sebagainya.
Makanan sumber protein sebenarnya dapat dipenuhi dari protein nabati dalam
kacang-kacangan tetapi karena kurangnya pengetahuan orang tua, anak dapat
menderita defisiensi protein.
Marasmus adalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan
sumber energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi
protein.Bila kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang
cukup lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.

B. Etiologi

Adapun etiologi marasmus adalah sebagai berikut:


1. Intake kalori yang sedikit.
2. Infeksi yang berat dan lama, terutama infeksi enteral.
3. Kelainan struktur bawaan.
4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonates.
5. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang
cukup.

1
6. Gangguan metabolisme.
7. Tumor hipotalamus.
8. Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang.
9. Urbanisasi.

Adapun etiologi Kwashiorkor adalah sebagai berikut:


1. Intake protein yang buruk.
2. Infeksi suatu penyakit.
3. Masalah penyapihan

C. Klasifikasi

Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP (Malnutrisi


Energi dan Protein) ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap
umur anak sebagai berikut:
1) Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2) Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
3) Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat)
4) Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor (MEP berat)
(Ngastiyah, 1997)

D. Patofisiologi

Pada defisiensi protein murni tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat
berlebihan karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam
dietnya. Kelainan yang mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel
yang disebabkan edema dan perlemakan hati. Karena kekurangan protein dalam
diet akan terjadi kekurangan berbagai asam amino dalam serum yang jumlahnya
yang sudah kurang tersebut akan disalurkan ke jaringan otot, makin kurangnya
asam amino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh
hepar yang kemudian berakibat timbulnya oedema. Perlemakan hati terjadi karena
gangguan pembentukan beta liprotein, sehingga transport lemak dari hati ke depot
terganggu dengan akibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati.
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan

2
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh
jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi
kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal.
Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton
bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber
energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada)

E. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik Kwashiorkor:

- Perubahan mental (cengeng atau apatis)


- Pada sebagian besar anak ditemukan edema ringan sampai berat)
- Gejala gastrointestinal (anoreksia, diare)
- Gangguan pertumbuhan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan
mudah dicabut)
- Kulit kering, bersisik, hiperpigmentasi dan sering ditemukan gambaran crazy
pavement dermatosis.
- Pembesaran hati (kadang sampai batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin
dengan batas yang tegas)
- Anemia akibat gangguan eritropoesis.
- Pada pemeriksaan kimia darah ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar
globulin normal, kadar kolesterol serum rendah.
- Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis
dan infiltrasi sel mononukleus.
- Hasil autopsi pasien kwashiorkor yang berat menunjukkan terjadinya perubahan
degeneratif pada semua organ (degenerasi otot jantung, atrofi fili usus,
osteoporosis dan sebagainya)

3
Manifestasi Klinik Marasmus:
- Pertumbuhan berkurang atau terhenti, otot-otot atrofi
- Perubahan mental (cengeng, sering terbangun tengah malam)
- Sering diare, warna hijau tua, terdiri dari lendir dengan sedikit tinja.
- Turgor kulit menurun, tampak keriput karena kehilangan jaringan lemak bawah
kulit
- Pada keadaan marasmik yang berat, lemak pipi juga hilang sehingga wajah
tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
- Vena superfisial tampak lebih jelas
- Perut membuncit dengan gambaran usus yang jelas.

F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan Fisik
 Mengukur TB dan BB
 Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram)
dibagi dengan TB (dalam meter)
 Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah
belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak
dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka
lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak
tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm
pada wanita.
 Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk
memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa
tubuh yang tidak berlemak).
2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb,
Ht, transferin.

4
G. Penatalaksanaan Medis

Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi


kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan.

Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi


penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang
mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat
perawatan di rumah sakit.

Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap:

1. Tahap awal yaitu 24-48 jam per-tama merupakan masa kritis, yaitu tindakan
untuk menyelamat-kan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau
asidosis dengan pemberian cairan intravena.
a.Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat
Dextrose 5%.
b.Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari.
c. Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
d.Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
2. Tahap kedua yaitu penyesuaian.
Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan elektrolit,
sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian
makanan.

Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi


anak. Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi
volume darah dan mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal, kalori diberikan
dalam bentuk karbohidrat, gula sederhana, dan lemak. Protein diberikan setelah
semua sumber kalori lain telah dapat menberikan tambahan energi. Vitamin dan
mineral dapat juga diberikan

Dikarenan anak telah tidak mendapatkan makanan dalam jangka waktu yang
lama, memberikan makanan per oral dapat menimbulkan masalah, khususnya
apabila pemberian makanan dengan densitas kalori yang tinggi. Makanan harus
diberikan secara bertahap/ perlahan. Banyak dari anak penderita malnutrisi
menjadi intoleran terhadap susu (lactose intolerance) dan diperlukan untuk
memberikan suplemen yang mengandung enzim lactase.

5
Patofisiologi dan Masalah Keperawatan yang Mungkin Terjadi

Intake nutrisi

Defisiensi Protein Defisiensi Sumber Kalori


Katabolisme Protein & Lemak ↑

Defisiensi Asam Amino Esensial Hipoproteinemia Defisiensi energi fisik


(hipoalbuminemia)
Gangguan Sintesis Sel

G3 pertumbuhan fisik G3 perkembangan motorik-mental-sosial Edema Kelelahan


- motorik kasar
- motorik halus Risiko gangguan integritas kulit
- kognitif dan bahasa
Ggn sintesis sel-sel darah: - sosial
- Anemia gizi
- Gangguan imunitas seluler Risiko infeksi sistemik ↑

Pernapasan : Pencernaanan:
- bronkhitis - mual/muntah Defisit nutrisi semakin berat
Bersihan jalan napas inefektif - bronkhopneumonia - malabsorbsi
- tuberkulosis - gastroenteritis Defisit cairan dan elektrolit

6
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

- Riwayat Keperawatan Sekarang


Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan
pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang,
imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi
dan lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan
kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu relatif
lama).

- Riwayat Kesehatan Keluarga


Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.

- Pengkajian Fisik
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.Pengkajian secara
umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi: keadaan umum dan
status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen,
ekstremitas dan genito-urinaria.

- Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran


antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan
kulit). Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:
- Penurunan ukuran antropometri
- Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah
dicabut)

7
- Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebral
- Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot
intercostal)
- Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila
terjadi diare.
- Edema tungkai
- Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis
terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal,
lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)

B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan yang mungkin dapat ditemukan pada anak dengan


Marasmik-Kwashiorkor adalah:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial


sekunder terhadap infeksi saluran pernapasan.
2. Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan
kehilangan akibat diare.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat,
anoreksia dan diare.
4. Kelelahan b/d penurunan produksi energi metabolik
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang
inadekuat.
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d gangguan nutrisi/status
metabolik.

C. Intervensi

1. Diagnosa 1
Bersihan jalan napas tak efektif b/d sekresi trakheobronkhial sekunder terhadap
infeksi saluran pernapasan (carpernito, 2000, hal. 799-801)
Tujuan:
Klien menunjukan jalan napas yang efektif
Kriteria hasil:

8
Jalan napas bersih dari secret, sesak napas tidak ada, pernapasan cuping
hidung tidak ada, bunyi napas bersih, ronchi tidak ada.
Intervensi:
1. Lakukan fisioterapi dada dan suction secara berkala.
Rasional: Fisioterapi dada meningkatkan pelepasan secret. Suction
diperlukan selama fase hipersekresi trakheobronkhial.
2. Lakukan pemberian obat mukolitik/ekspektorans sesuai program terapi.
Mukolitik memecahkan ikatan mucus; ekspektorans mengencerkan mucus.
3. Observasi irama, kedalaman, dan bunyi napas.
Rasional: Menilai perkembangan masalah klien.

2. Diagnosa 2
Kekurangan volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan
kehilangan akibat diare ( Carpernito, 2000, hal.411-419)
Tujuan:
Klien akan menunjukan keadaan hidrasi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.
Intervensi:
a. Lakukan/observasi pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai program
rehidrasi.
Rasional: Upaya rehidrasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah
kekurangan volume cairan.
b. Jelaskan kepada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang
diharapkan dari keluarga dalam pemeliharaan patensi pemberian infus/
selang sonde.
Rasional: Meningkatkan pemahaman keluarga tentang upaya rehidrasi dan
peran keluarga dalam pelaksanaan terapi rehidrasi.
c. Kaji perkembangan keadaan dehidrasi klien.
Rasional: Menilai perkembangan masalah klien.
d. Hitung balance cairan.
Rasional: penting untuk menetapkan program rehidrasi selanjutnya.

9
3. Diagnosa 3
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat,
anoreksia dan diare (Carpenito, 2000, hal. 645-655).
Tujuan:
Klien akan menunjukan peningkatan status gizi.
Kriteria Hasil:
Keluarga klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami
klien, kebutuhan nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan
sehat seimbang.Dengan bantuan perawat, keluarga klien dapat
mendemonstrasikan pemberian diet (per oral) sesuai program dietetik.
Intervensi:
a.Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi
pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang,
tunjukan contoh jenis sumber makanan ekonomis sesuai status sosial
ekonomi klien.
Rasional: meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan
kebutuhan nutrisi untuk pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya
terapi dietetik yang telah diberikan selama hospitalisasi.
b.Tunjukan cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga
untuk malakukannya sendiri.
Rasional: meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
nutrisi klien, mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status
nutrisi klien .
c. Laksanakan pemberian roborans sesuai program terapi.
sRasional: Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbs dan
memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.
d.Timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap
pagi.
Rasional: Menilai perkembangan masalah klien.

4. Diagnosa 4
Kelelahan b/d penurunan produksi energi metabolik (Doengoes, 1999, hal. 1032)
Tujuan:
Klien akan melaporkan peningkatan rasa sejahtera/tingkat energi
10
Kriteria hasil:
Peningkatan aktivitas fisik yg dapat diukur
Intervensi:
a. Pantau respons fisiologis terhadap aktivitas, mis: perubahan TD atau
frekuensi jantung/pernapasan.
Rasional: Toleransi sangat bervariasi tergantung pada tahap proses penyakit,
status nutrisi, dan keseimbangan cairan.
b. Rencanakan perawatan untuk memungkinkan periode istirahat. Jadwalkan
aktivitas untuk periode bila pasien mempunyai banyak energi. Libatkan
pasien/orang terdekat dalam perencanaan jadwal
Rasional: periode istirahat yang sering diperlukan untuk
memperbaiki/menghemat energi. Perencanaan akan memungkinkan pasien
aktif selama waktu dimana tingkat energi lebih tinggi, yang dapat menghemat
perasaan sejahtera dan rasa kontrol.
c. Dorong pasien untuk melakukan kapanpun mungkin, mis; perawatan diri,
bangun dari kursi,berjalan. Peningkatan tingkat aktivitas sesuai indikasi.
Rasional: meningkatkan kekuatan atau stamina dan memungkinkan pasien
lebih aktif tanpa kelelahan.
d. Bantu dalam kebutuhan perawatan diri sesuai kebutuhan
Rasional: kelemahan membuat AKS hampir tidak mungkin untuk diselesaikan
pasien.

5. Diagnosa 5
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang
inadekuat.
Tujuan :
Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.
Kriteria:
Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar
usia.

11
Intervensi :
a. Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas
perkembangan sesuai usia anak.

Rasional: Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan


pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet
pemulihan.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan
pertumbuhan dan perkembangan anak.
c. Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.
Rasional: Menilai perkembangan masalah klien.
d. Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.
Rasional: Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan
anak dalam aspek motorik, bahasa dan personal/sosial.
e. Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan (Puskesmas/Posyandu)
Rasional: Mempertahankan kesinambungan program stimulasi pertumbuhan
dan perkembangan anak dengan memberdayakan sistem pendukung yang
ada.
6. Diagnosa 6
Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit b/d gangguan nutrisi/status
metabolik, edema.
Tujuan:
Klien akan menyatakan faktor penyebab edema
a. Observasi edema, ekskoriasi.
Rasional: area ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan memerlukan
pengobatan lebih intensif.
b. Diskusikan pentingnya perubahan posisi sering, perlu untuk
mempertahankan aktivitas.
Rasional: meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah tekanan
lama pada jaringan

12
BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa Malnutrisi merupakan suatu keadaan di mana


tubuh mengalami gangguan terhadap absorbsi, pencernaan, dan penggunaan zat
gizi untuk pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas.

Penyebab Malnutrisi secara langsung ialah karena kurangnya asupan


makanan: Kurangnya asupan makanan sendiri dapat disebabkan oleh kurangnya
jumlah makanan yang diberikan, kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan
cara pemberian makanan yang salah. Serta karena adanya penyakit infeksi.

Sedangkan penyebab yang tidak langsung ialah kurangnya ketahanan


pangan keluarga, kualitas perawatan ibu dan anak, sanitasi lingkungan yang
kurang, buruknya pelayanan kesehatan

Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi


penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang
mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat
perawatan di rumah sakit.

Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi


anak. Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi
volume darah dan mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal, kalori diberikan
dalam bentuk karbohidrat, gula sederhana, dan lemak. Protein diberikan setelah
semua sumber kalori lain telah dapat menberikan tambahan energi. Vitamin dan
mineral dapat juga diberikan.

B. Saran

Pemenuhan akan kebutuhan gizi dalam tubuh merupakan salah satu cara
meminimaklisir terjadinya Malnutrisi. Cara itu dapat dilakukan dengan cara
mengkonsumsi makanan yang mengandung empat sehat lima sempurna.

13
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito.(2000). Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. Ke-6,


EGC: Jakarta.

Ngastiyah .(1997). Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta

Soetjiningsih .(1998). Tumbuh Kembang Anak. EGC: Jakarta

Doengoes, ME dan Moorhouse, MF (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC:


Jakarta

14

Anda mungkin juga menyukai