Disusun oleh :
2111040103
2021
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan (Arif Muttaqin, 2008).
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Santosa, 2013).
Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal
paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu,
seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Parahita, 2010).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia
luar.Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana
potensial untuk terjadi infeksi (Santosa, 2013).
Definisi fraktur intertrochanter femur adalah terputusnya kontinuitas tulang pada area
di antara trochanter mayor dan trochanter minor yang bersifat ekstrakapsular (Galuh, A.
N. 2008).
B. Etiologi
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma namun dapat juga disebabkan oleh kondisi
lain menurut( Appley dan Salomon, 1995) fraktur dapat terjadi karena:
1) Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian besar disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan
a) Bila terkena kekuatan langsung
Tulang dapat patah dan dapat mengenai jaringan lunak. Karena pemukulan
(pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada
kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan dapat menyebabkan fraktur kominutif
disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
b) Bila terkena kekuatan tak langsung
Tulang mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena
kekuatan itu. Kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
2) Fraktur Kelelahan atau Tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti pada logam dan benda lain akibat tekanan
berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia dan fibula atau
metatarsal, terutama pada atlet, penari dan calon tentara yang jalan berbaris dengan j
arak jauh.
3) Fraktur Patologik
Fraktur dapat terjadi oleh kekuatan tulang yang berkurang atau rapuh oleh karena
adanya proses patologis. Proses patologis tersebut antara lain adanya tumor, infeksi
atau osteoporosis pada tulang.
C. Tanda Gejala
1. Nyeri
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan farktur yang akan
mengakibatkan jaringan lunak yang terdapat di sekitar fraktur seperti pembuluh darah,
saraf dan otot serta organ lainnya yang berdekatan dapat rusak. Dengan terjadinya trauma
dapat merangsang pengeluaran mediator kimia (Substansi P, Bradikinin, Prostaglandin)
yang akan merangsang neuroreseptor kemudian dialirkan ke dorsal horn pada medulla
spinalis ke traktus spinotalamikus lateral ke kortek cerebri dan akhirnya dipersepsikan
nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen diimmobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Deformitas dan Kehilangan Fungsi
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan akan cenderung bergerak
secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan
ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot bergantung pada intregitas tulang tempat melengketnya otot.
2. Pemendekan Tulang
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi
satu sama lain antara 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
3. Krepitus
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus
dapat mengakibatkan kerusakan j aringan lunak yang lebih berat.
4. Edema
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit teijadi sebagai akibat trauma
dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru teijadi setelah beberapa jam
atau hari setelah cedera
5. Kontusis
Adalah cedera pada jaringan lunak, diakibatkan oleh kekerasan tumpul (mis. pukul
an, tendangan, atau jatuh).
6. Strain
Tarikan otot akibat pengunaan berlebihan,atau ster yang berlebihan, strain adalah
robekan mikroskopis tidak komplet dengan pendarahan ke dalam jaringan.
7. Sprain
Adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi akibat gerakan menyempit atau
memutar.
.
D. Pathofisiologi
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih
dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel- sel baru.
Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk
membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer.
Bila tidak tertangani, pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen
a. Tahap Penyembuhan Tulang
1) Tahap pembentukan hematom
Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk kearea
fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematom yang berkembang menjadi
jaringan granulasi sampai hari kelima.
2) Tahap proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari , hematom akan mengalami organisasi. Terbentuk
benang-benang fibrin dalam bekuan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan
invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menhasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai
matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.
3) Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulangawan tumbuh mencapai sisi lain
sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan
fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4 minggu agar frakmen tulang
tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus
4) Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang
melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang
benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4 bulan.
5) Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan osteoclas,
kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.
E. Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang biasa dilakukan pada penderita fraktur diantaranya :
a. Foto rotgen
Untuk mengetahui lokasi dan luasnya ftraktur atau trauma yang terjadi pada tulang.
Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan tampak gambar patahan tulang.
b. CT-Scan
Untuk melihat rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan
tumor jaringan tulang atau cidera ligamen atau tendon.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging)
Untuk melihat abnormalitas (misalkan : Tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak
melalui tulang) jaringan lunak seperti tendon, otot, tulang rawan.
d. Angiografi
Untuk melihat struktur vascular dimana sangat bermanfaat untuk mengkaji perfusi
arteri.
e. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk melihat kadar hemoglobin. Hasil yang ditemukan biasanya lebih rendah bila
terjadi pendarahan karena trauma.
f. Pemeriksaan sel darah putih
Untuk melihat kehilangan sel padasisi luka dan respon inflamasi terhadsp cedera.
Hasil yang ditemukan pada pemeriksaan yaitu leukositosis.
G. Penatalaksanaan
Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan traksi kulit dengan metode
ekstensi Buck, atau didahului pemakaian Thomas splint, tungkai ditraksi dalam keadaan
ekstensi. Tujuan traksi kulit tersebut untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah
kerusakan jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang patah. Menurut Mansjoer
(2000) penatalaksanaan fraktur di antaranya :
a. Pengobatan non-operatif
Dilakukan traksi skeletal, yang sering metode perkin dan metode balance skeletal
traction, pada anak di bawah 3 tahun digunakan traksi kulit Bryant, sedangkan anak usia
3-13 tahun dengan traksi Russell.
1. Metode perkin.
Pasien tidur terlentang. Satu jari dibawah tuberositas tibia dibor dengan Steinman
pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan 3-4 bantal. Tarikan dipertahankan
sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk kalus yang cukup kuat. Sementara itu tungkai
bawah dapat dilatih untuk gerakan ekstensi dan fleksi.
2. Metode balance skeletal traction.
Pasien tidur terlentang dan satu jari di bawah tuberositas tibia dibor dengan Steinman
pin. Paha ditopang dengan Thomas splint, sedang tungkai bawah ditopang oleh pearson
attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu atau lebih sampai tulangnya
membentuk kalus yang cukup. Kadang-kadang untuk mempersingkat waktu rawat,
setelah ditraksi 8 minggu dipasang gips hemispica atau cast bracing.
3.Traksi kulit Bryant.
Anak tidur terlentang di tempat tidur. Kedua tulang dipasang traksi kulit, kemudian
ditegakan ke atas, ditarik dengan tali yang diberikan beban 1-2 kg sampai kedua bokong
anak tersebut terangkat dari tempat tidur.
4.Traksi russel.
Anak tidur terlentang, di pasang plester dari batas lutut. Dipasang sling di daerah
popliteal, sling dihubungkan dengan tali yang dihubungkan dengan beban penarik. Untuk
mempersingkat waktu rawat, setelah 4 minggu ditraksi, dipasang gips hemispica karena
kalus yang terbentuk belum kuat benar.
b. Operatif
1. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal atau fiksasi perkutan dengan K-Wire (kawat
kirschner), misalnya pada fraktur jari.
2. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction internal fixation).
ORIF merupakan metode penata pelaksanaan patah tulang dengan cara pembedahan
reduksi terbuka dan fiksasi internal dimana insisi dilakukan pada tempat yang mengalami
cedera dan ditemukan sepanjang bidang anatomik tempat yang mengalami fraktur,
fraktur diperiksa dan diteliti, Hematoma fraktur dan fragmen - fragmen yang telah mati
diiringi dari luka. Fraktur direposisi dengan tangan agar menghasilkan posisi yang normal
kembali, sesudah reduksi, fragmen - fragmen tulang dipertahankan dengan alat - alat urto
pedih berupa Pin, Pelat, screw, paku.
H. Fokus Pengkajian
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi usia (kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis kelamin (kebanyakan
terjadi pada laki-laki biasanya sering mengebut saat mengendarai motor tanpa
menggunakan helm).
b. Keluhan utama
Nyeri akibat dari post operasi fraktur femur dan fraktur antebrachii.
c. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien datang dengan keluhan jatuh atau trauma lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit Paget menyebabkan
fraktur patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan
luka dikaki sangat beresiko mengalami osteomilitis akut dan kronis dan penyakit
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah faktor predisposisi
terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan
kanker tulang yang diturunkan secara genetic
f. Riwayat psikososial spiritual
Takut, cemas, terbatasnya aktivitas.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Pre Operasi
a) B1 (breathing), pada pemeriksaan sistem pernapasan tidak mengalami gangguan.
b) B2 (blood), pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan
tekanan darah, peningkatan nadi dan respirasi oleh karena nyeri , peningkatan
suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada fraktur terbuka.
c) B3 (brain), tingkat kesadaran biasanya komposmentis.
d) B4 (bladder), biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada sistem ini.
e) B5 (bowel), pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal, pola defekasi
tidak ada kelainan.
f) B6 (bone), adanya deformitas, adanya nyeri tekan pada daerah trauma.
2) Intra Operasi
a) B1 (breathing), risiko pola nafas yang fluktuatif dan apneu akibat anastesia.
b) B2 (blood), fluktuasi tekanan darah dapat sangat rendah akibat anastesia dan
kehilangan darah, rekaman EKG dapat fluktuatif.
c) B3 (brain), tingkat kesadaran menurun akibat tindakan anastesi.
d) B4 (bladder), produksi urine.
e) B5 (bowel), akibat dari general anastesi terjadi penurunan peristaltic.
f) B6 (bone), integritas kulit tidak utuh akibat insisi.
3) Post Operasi
a) B1 (breathing), biasanya terjadi reflek batuk tidak efektif sehingga terjadi
penurunan akumulasi secret, bisa terjadi apneu, lidah kebelakang akibat general
anastesi, RR meningkat karena nyeri.
b) B2 (blood), pada pemeriksaan sistem kardiovaskuler, dapat terjadi peningkatan
tekanan darah, peningkatan nadi dan r espirasi oleh karena nyeri ,
peningkatan suhu tubuh karena terjadi infeksi terutama pada proses pembedahan.
c) B3 (brain), dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan anastesi, nyeri
akibat pembedahan.
d) B4 (bladder), biasanya karena general anastesi terjadi retensi urin.
e) B5 (bowel), akibat dari general anastesi terjadi penurunan peristaltic.
f) B6 (bone), akibat pembedahan klien mengalami gangguan mobilitas fisik.
I. Diagnosa Keperawatan yang mugkin muncul
1. Nyeri akut berhubungan berhubungan dengan terputusnya terputusnya jaringan
jaringan tulang, tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan,
alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan perubahan
status metabolik, metabolik, kerusakan kerusakan sirkulasi sirkulasi dan
penurunan penurunan sensasi ditandai dengan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat
terdapat jaringan jaringan nekrotik.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidaknyamanan,
kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
J. Rencana Tindakan