Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN POLA TIDUR PADA LANSIA DI PPSLU


SUDAGARAN BANYUMAS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Tugas Stase Keperawatan Gerontik Program
Pendidikan Profesi Ners

Disusun Oleh :

SYAFRILA CEMPAKA

2111040116

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020/2021
A. Tidur Dan Istirahat

Para lansia membutuhkan istirahat yang cukup. Di samping kegiatan lain, tidur

merupakan istirahat yang paling bermanfaat bagi tubuh dan pikiran. Para lansia

kadangkala merasa sulit tidur atau tidak dapat tidur nyenyak. Gejala ini dikenal sebagai

penyakit insomnia atau penyakit gangguan sulit tidur; sudah mengantuk tapi sulit tidur

lelap.  Manfaat istirahat dan tidur dalam menjaga kesehatan fisik pada lansia sering kali

disepelekan dan diabaikan, terutama di lingkungan lembaga tempat rutinitas sangat

penting. Istirahat dan tidur menjalankan sebuah fungsi pemulihan baik secara fisiolofis

maupun psikologis (Azizah. Lilik, M, 2011 )

Secara fisiologis, tidur mengistirahatkan organ tubuh, menyimpan energi, menjaga

irama bilogis, dan memperbaiki kesadaran mental dan efisiensi neurologis. Secara

psikologis, tidur mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera.  Fungsi

pemeliharaan ini sangat penting untuk lansia, yang memerlukan lebih banyak waktu

untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan Lansia yang waktu tidurnya terganggu

menjadi lebih lupa, disorientasi, atau konfusi, orang yang mengalami kerusakan kognitif

menujukkan peningkatan kegelisahan, perilaku keluyuran, dan “sindrom” dan

“sundowning” (konfusi, agiatasi dan perilaku terganggu selama sore menjelang senja dan

jam awal malam).  Kualitas tidur dapat dipengaruhi oleh perubahan terkait usia, konsumsi

banyak obat dan gangguan organik dan mental (Aspiani, R.Y, 2014).

B. Pola Tidur Pada Lansia

Menurut Padila (2013) tidur yang normal terdiri atas komponen gerakan mata cepat

(rapid eye movement, REM) dan non-REM. Tidur non-REM dibagi menjadi empat

tahap:
1. Tahap 1

Jatuh tertidur, orang tersebut mudah dibangunkan dan tidak menyadari ia telah

tertidur. Kedutan atau sentakan otot menandakan relaksasi selama tahap ini.

2. Tahap II dan III

Meliputi tidur dalam yang progresif.

3. Tahap IV

Tingkat terdalam sulit untuk dibangunkan. Tidur pada tahap ini sangat penting

untuk menjaga kesehatan fisik. Para ahli tentang tidur mengetahui bahwa tahap ini

sangat jelas terlihat menurun pada lansia, tetapi mereka belum mengetahui akibat dari

penurunan ini. Pola tidur pada lansia ditandai dengan sering terbangun, penurunan

tahap III dan IV waktu non-REM, lebih banyak terbangun selama malam hari

dibandingkan tidur, dan lebih banyak tidur selama siang hari. Kebanyakan lansia yang

sehat tidak melaporkan adanya gejala yang terkait dengan perubahan ini selain tidak

dapat tidur dengan cukup atau tidak bias tidur. Banyak penelitian menunjukkan bahwa

tidur di siang hari dapat mengurangi waktu dan kualitas tidur di malam hari pada

beberapa lansia. Jika diindikasikan, anjurkan pasien untuk memantau efek tidur siang

terhadap waktu tidur malam mereka dan pada perasaan kesejateraan mereka selama

istirahat siang.

Dari tahap IV, orang tersebut berlanjut ke tidur REM. Tidur REM terjadi

beberapa kali dalam siklus tidur di malam hari tetapi lebih sering tidur di pagi hari

sekali. Pada tidur REM, aktivitas dan tanda-tanda vital mengalami akselerasi yang

menyebabkan peningkatan kesenangan dan pelepasan ketegangan yang

dimanfestasikan dengan tersentak dan berbalik, kedutan otot dan peningkatan


frekuensi pernapasan, frekuensi jantung dan tekanan darah. Frekuensi pernapasan dan

jantung yang lebih tinggi dapat menimbulkan bahaya pada pasien yang memiliki

masalah kardiopulmonar kronis. Sebaliknya, tidur REM membantu melepaskan

ketegangan dan membantu metabolisme sistem saraf pusat. Kekurangan tidur REM

telah terbukti menyebabkan iritasi dan kecemasan.

C. Gangguan tidur pada lansia

Lansia yang mengalami berbagai masalah medis dan psikososial yang mengalami

gangguan tidur. Menurut Dewi, S.R, (2014) kondisi-kondisi tersebut antara lain :

 Penyakit psikiatrik, terutama depresi

 Penyakit Alzheimer dan penyakit degenerative neuro lainnya

 Penyakit kardiovaskuler dan perawatan pascaoperasi bedah jantung

 Inkompetensi jalan nafas atas

 Penyakit paru

 Sindrom nyeri

 Penyakit paru

1. Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur walaupun ada keinginan untuk

melakukan. Lansia rentang terhadap insomnia karena adanya perubahan pola tidur,

biasanya menyerang tahap 4 (tidur dalam). Keluhan insomnia mencakup

ketidakmampuan untuk tidur, sering terbangun, ketidakmampuan untuk kembali tidur

dan terbangun pada dini hari. Insomnia terdiri dari tiga jenis:

a. Jangka pendek
Berakhir beberapa minggu dan muncul akibat pengalaman stres yang bersifat

sementara seperti kehilangan orang yang dicintai, tekanan di tempat kerja, atau

takut kehilangan pekerjaan.

b. Sementara

Episode malam gelisah yang tidak sering terjadi yang disebabkan oleh

perubahan-perubahan lingkungan seperti, kontruksi bangunan yang bising, atau

pengalaman yang menimbulkan ansietas.

c. Kronis

Berlangsung selama 3 minggu atau seumur hidup. Disebabkan oleh kebiasaan

tidur yang buruk, masalah psikologis, penggunaan obat tidur yang berlebihan,

penggunaan alkohol berlebihan, gangguan jadwal tidur bangun, dan masalah

kesehatan lainnya. Dan disebabkan oleh masalah fisik seperti apnea tidur, sindrom

kaki gelisah, atau nyeri kronis karena artritis.

2. Hipersomnia

  Dicirikan dengan tidur lebih dari 8 atau 9 jam per periode 24 jam, dengan keluhan

tidur berlebihan. Penyebab hipersomnia berhubungan dengan ketidakaktifan, gaya

hidup yang membosankan atau depresi. Keluhan keletihan, kelemahan dan kesulitan

mengingat merupakan hal yang sering terjadi

3. Apneu Tidur

  Apnea tidur adalah berhentinya pernapasan salama tidur.Gangguan ini

diidentifikasi dengan gejala mendengkur, berhentinya pernapasan minimal 10 detik,

dan kantuk di siang hari yang luar biasa.

Gejala apneu tidur antara lain :


a. Dengkuran yang keras dan periodic

b. Aktifitas malam yang tidak biasa, seperti duduk tegak, berjalan dalam tidur,

terjatuh dari tempat tidur.

c. Gangguan tidur dengan seringnya terbangun di malam hari

d. Perubahan memori

e. Depresi

f. Rasa kantuk yang berlebihan di siang hari

g. Nokturia

h. Sakit kepala di pagi hari

D. Etiologi

Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas tersebut

dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah

istirahat sesuai dengan kebutuhannya. Berikut ini faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

pemenuhan kebutuhan tidur :

a. Penyakit : Seorang yang mengalami sakit, memerlukan waktu tidur lebih banyak

dari normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan pasien kurang tidur.

b. Lingkungan : Pasien yang biasa tidur pada keadaan terang dan nyaman, kemudian

terjadi perubahan-perubahan suasana makan dan menghambat tidurnya.

c. Motivasi : Motivasi berpengaruh untuk menimbulkan keinginan untuk tetap bangun

dan waspada menahan ngantuk.

d. Kelelahan : Apabila kelelahan dapat memperpendek periode pertama dari tahap

REM ( Rapid Eye Movement )


e. Kecemasan : Keadaan cemas meningkatkan saraf simpatis, sehingga mengganggu

tidur.

f. Alkohol : Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum

alcohol dapat mengakibatkan insomnia dan lekas marah.

g. Obat – obatan : Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara

lain : Diuretik : menyebabkan insomnia, Anti depresan : supresi REM, Kafein :

meningkatkan saraf simpatis, Beta Bloker : menimbulkan insomnia dan Narkotika :

mensupresi REM

E. Pathofisiologis

Reseptor menerima impuls / rangsangan kemudian dibawa ke medulla spinalis

kemudian masuk ke formasi retikularis dilanjutkan ke pons dan masuk ke medula

oblongata kemudian diteruskan ke hipotalamus yang menyebabkan menurunya fungsi

panca indra dan sampai masuk ke korteks serebri, sehingga ditafsirkan / disampaikan

kembali ke formasi retikularis dilanjutkan ke medulla spinalis dan dipersepsikan untuk

tidur (Padila, 2013).

Reseptor menerima
impuls

Medulla spinalis

Formasi retikulasi

Fungsi panca indera ↓


Pons

Korteks serebri
Medulla oblongata

Tidur
Hipotalamu
s
F. Penatalaksanaan Gangguan Tidur pada Lansia

1. Pencegahan Primer (Promotif dan Preventif)

a. Tidur seperlunya, tetapi tidak berlebihan, agar merasa segar dan sehat di hari

berikutnya. Pembatasan waktu tidur dapat memperkuat tidur; berlebihnya waktu

yang dihabiskan di tempat tidur tampaknya berkaitan dengan tidur yang terputus-

putus dan dangkal.

b. Waktu bangun yang teratur dipagi hari memperkuat siklus sirkadian dan

menyebabkan awitan tidur yang teratur.

c. Jumlah latihan yang stabil setiap harinya dapat memperdalam tidur; namun,

latihan yang hanya dilakukan kadang-kadang tidak dapat memperbaiki tidur pada

malam berikutnya.

d. Bunyi bising yang bersifat kadang-kadang (mis. bunyi pesawat terbang melintas)

dapat mengganggu tidur sekalipun orang tersebut tidak terbangun oleh bunyinya

dan tidak dapat mengingatnya di pagi hari. Kamar tidur kedap suara dapat

membantu bagi orang-orang yang harus tidur di dekat kebisingan.

e. Meskipun ruangan yang terlalu hangat dapat mengganggu tidur, namun tidak ada

bukti yang menunjukkan bahwa kamar yang terlalu dingin dapat membantu tidur.

f. Rasa lapar mengganggu tidur; kudapan ringan dapat membantu tidur.

g. Pil tidur yang hanya kadang-kadang saja digunakan dapat bersifat

menguntungkan, namun penggunaannya yang kronis tidak efektif pada

kebanyakan penderita insomnia.

h. Kafein di malam hari dapat mengganggu tidur, meskipun pada orang-orang yang

tidak berpikir demikian.


i. Alkohol membantu orang-orang yang tegang untuk tertidur lebih mudah, tetapi

tidur tersebut kemudian akan terputus-putus.

j. Orang-orang yang merasa marah dan frustasi karena tidak dapat tidur tidak boleh

berusaha terlalu keras untuk tertidur tetapi harus menyalakan lampu dan

melakukan hal lain yang berbeda.

k. Penggunaan tembakau secara kronis dapat mengganggu tidur.

 Tindakan pencegahan primer lainnya antara lain adalah:

• Kasur yang baik memungkinkan kesejajaran tubuh yang tepat.

• Suhu kamar harus cukup dingin (kurang dari 24˚C) sehingga cukup nyaman

• Asupan kalori harus minimal pada saat menjelang tidur.

• Latihan sedang di siang hari atau sore hari merupakan hal yang dianjurkan.

2. Pencegahan Sekunder (Curatif)

Catatan harian tentang tidur merupakan cara pengkajian yang sangat bagus bagi

lansia di rumahnya sendiri. Catatan tersebut harus mencakup faktor-faktor berikut ini:

a. Seberapa sering bantuan diperlukan untuk memberikan obat nyeri, tidak dapat

tidur, atau menggunakan kamar mandi.

b. Kapan orang tersebut turun dari tempat tidur.

c. Berapa hari orang tersebut terbangun atau tertidur pada saat diobservasi oleh

perawat atau pemberi perawatan.

d. Terjadinya konfusi dan disorientasi.

e. Penggunaan obat tidur.

f. Perkiraan orang tersebut bangun di pagi hari.

3. Pencegahan Tersier (Promotif)


Jika terdapat gangguan tidur seperti apnea tidur yang mengancam kehidupan,

kondisi pasien memerlukan rehabilitas melalui tindakan-tindakan seperti

pengangkatan jaringan yang menyumbat di mulut dan mempengaruhi jalan napas.

Data-data tersebut membantu menentukan pengobatan yang terbaik untuk mengatasi

kesulitan dan merehabilitasi lansia sehingga ia dapat menikmati tidur yang berkualitas

baik sampai akhir hidup.

G. Penatalaksanaan Terapeutik

Bootzin dan Nicassio menganjurkan aturan-aturan berikut untuk mempertahankan

kenormalan pola tidur :

1. Pergi tidur hanya jika mengantuk.

2. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur; jangan membaca, menonton televisi atau

makan di tempat tidur.

3. Jika tidak dapat tidur, bangun dan pindah ke ruangan lain. Bangun sampai anda

benar-benar mengantuk, kemudian baru kembali ke tempat tidur. Jika tidur masih

tidak bisa dilakukan dengan mudah, bangun lagi dari tempa tidur. Tujuannya adalah

menghubungkan antara tempat tidur dengan tidur cepat. Ulangi langkah ini sesering

yang diperlukan sepanjang malam.

4. Siapkan alarm dan bangun di waktu yang sama setiap pagi tanpa di malam hari. Hal

ini membantu tubuh menetapkan irama tidur bangun yang konstan.

5. Jangan tidur di siang hari.


H. Mengatasi Gangguan Tidur

Kesulitan untuk tidur dan tetap tertidur adalah masalah yang sering terjadi pada

lansia, baik lansia yang tinggal di rumah atau di panti jompo. Menurut Maryam Siti.R,

dkk (2010) jika pasien memiliki masalah tidur, anjurkan untuk:

1. Mempertahankan jadwal harian yang sama untuk berjalan-jalan, istirahat dan tidur.

2. Bangun di waktu biasanya ia bangun bahkan jika tidurnya terganggu atau waktu

tidurnya berubah sementara.

3. Melakukan ritual waktu tidur dan mengikuti dengan patuh.

4. Melakukan olah raga setiap hari tetapi hindari olah raga yang terlalu berat pada

malam hari.

5. Membatasi tidur siang 1 dan 2 jam perhari, pada waktu yang sama setiap harinya.

6. Mandi air hangat di waktu akhir sore atau menjelang malam.

7. Makan kudapan ringan karbohidrat dan lemak sebelum tidur.

8. Menghindari minuman dan produk yang mengandung kafein, khususnya menjelang

waktu tidur.

9. Mempraktikkan metode relaksasi seperti nafas dalam, masase, mendengarkan musik

atau membaca bacaan yang merilekskan.

10. Menghindari minuman beralkohol atau batasi asupan alkohol pasien hingga sesedikit

mungkin setiap harinya.

11. Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

12. Jika ia terbangun tengah malam selama lebih dari 30 menit, bangkit dari tempat tidur

dan lakukan aktivitas yang tidak menstimulasi seperti membaca.


I. Tips untuk dapat tidur nyenyak dan membantu tidur nyenyak

1. Tips untuk dapat tidur nyenyak

a. Jangan tidur sebelum mengantuk

b. Hindari kebiasaan berolahraga sebelum tidur. Berolahraga dapat menyegarkan

kembali otot-otot tubuh dan memacu daya kerja jantung sehingga kita sulit

mengantuk

c. Sebisa mungkin hindari berpikir atau melakukan aktivitas yang menegangkan

sebelum tidur

d. Jangan minum teh atau kopi sebelum tidur, karena kafein dapat merangsang

peredaran darah

e. Hindari membaca atau menonton televisi di tempat tidur

f. Jangan minum obat tidur dengan dosis yang tidak tepat

g. Jangan terlalu banyak tidur siang yang akan menyulitkan tidur malam.

2. Tips untuk membantu dapat tidur nyenyak :

a. Berdoalah sebelum tidur, mensyukuri hari yang telah Tuhan berikan,

menyerahkan seluruh persoalan kepada Allah dan mohon Tuhan menjaga kita

selama masa istirahat itu

b. Berolahraga secara teratur setiap hari. Olahraga akan melenturkan otot-otot tubuh

sehingga mudah tidur

c. Menjaga kebersihan tempat tidur dan ruang tidur

d. Menjaga suhu di ruang tidur (tidak terlalu panas atau dingin) agar terasa nyaman

e. Menjaga ruang tidur dari suara-suara yang mengganggu

f. Tidur dan bangun pada waktu yang sama setiap hari


g. Memakai baju tidur dari bahan yang lembut dan nyaman

h. Mematikan lampu atau menyalakan lampu yang redup pada saat hendak tidur

i. Sebelum tidur, mandi dengan air hangat agar tubuh terasa nyaman dan mudah

mengantuk

j. Melakukan sedikit pemijatan agar tubuh rileks

k. Melakukan latihan pernafasan selama 5-10 menit.

J. Komplikasi

Gangguan tidur pada lansia dapat mengakibatkan dampak yang cukup berat, karena pada

negara berkembang banyak lansia yang masih bekerja. Dengan adanya gangguan tidur,

para lansia tidak dapat mengembalikan kondisi tubuhnya dengna baik sehingga

mengakibatkan kondisi mudah marah, kelelahan, pusing, cemas, serta stress yang

mengakibatkan bunuh diri.

Komplikasi daripada insomnia atau gangguan tidur pada lansia antara lain:

1. Meningkatkan resiko depresi dan cemas

2. Performance kinerja menurun sehingga respon time lambat

3. Tekanan darah meningkat

4. Meningkatkan resiko penyakit jantung dan DM

5. System imun menurun

6. Angka kejadian obesitas meningkat

K. Prognosis

Gangguan tidur dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan berkaitan dengan penyakit

organik. Pasien dengan gangguan tidur dapat memiliki kualitas hidup yang buruk. Bahkan, Rapid

Eye Movement Sleep Behavior Disorder dilaporkan berkaitan dengan penyakit neurodegeneratif.

Bila tidak mendapatkan penanganan yang baik, gangguan tidur bisa berkembang menjadi
gangguan kronik dan memicu berkembangnya gangguan psikiatri (seperti kecemasan, depresi,

dan gangguan kognitif). Rapid Eye Movement Sleep Behavior Disorder dilaporkan dapat

meningkatkan risiko seseorang mengalami penyakit neurodegeneratif.


DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: Trans Info
Media.

Azizah. Lilik, M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu

Dewi, S.R. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.

Gupta R, Das S, Gujar K, Mishra KK, Gaur N, Majid A. Clinical Practice Guidelines for
Sleep Disorders. Indian J Psychiatry 2017;59:S116–38.

Kryger MH, Roth T, Dement WC, editors. Principles and practice of sleep medicine.
Sixth edition. Philadelphia, PA: Elsevier; 2017.

Maryam Siti.R, dkk.2010. Asuhan Keperawatan Pada Lansia. Jakarta : Trans Info Media.

Padila. 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika..

Praharaj SK, Gupta R, Gaur N. Clinical Practice Guideline on Management of Sleep


Disorders in the Elderly. Indian J Psychiatry 2018;60:S383–96

Anda mungkin juga menyukai