Obstruksi intestinal
Prodi D3 keperawatan
Akademik keperawatan Justitia palu
Tahun 2021/2022
BAB I
Laporan pendahuluan
A.. Definisi
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).
Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus
dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional. (Tucker, 1998).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total
atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan.
B. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut jenis
obstruksi usus, yaitu:
1. Mekanis
Yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari tekanan pada usus,
diantaranya :
· Intususepsi
· Tumor dan neoplasma
· Stenosisd.
· Striktur
· Pelekatan (adhesi)
· Hernia
· Abses
2. Fungsional
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. (Brunner and
Suddarth, 2002)
C. Tanda dan Gejala
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002) :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002) :
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok hypovolemik,
pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis. Terhadap setiap penyakit yang
dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan hernia harus diperiksa. (Winslet, 2002)
D. Patofisiologi
Patofisiologi obstruktif usus umumnya disebabkan oleh gangguan dari fisiologi normal
usus yang berupa pencernaan makanan dan penyerapan nutrisi, sehingga terjadi dilatasi
pada bagian proximal usus. Dilatasi ini akan meningkatkan aktivitas sekretorik dari usus
yang menyebabkan meningkatnya akumulasi cairan pada lumen yang nantinya
meningkatkan gerakan peristaltik pada bagian proximal dan distal dari sumbatan.
Menurut lokasi nya ileus obstruktif dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu obstruksi usus
halus dan usus besar. Apabila obstruksi dibiarkan berlarut-larut maka akan menyebabkan
edema dari dinding usus, third spacing, dan iskemik jaringan yang berakhir
dengan peritonitis hingga kematian.
Obstruksi Usus Halus
Aliran isi usus yang terperangkap akan meningkatkan tekanan intralumen yang dapat
menekan saluran limfatik pada mukosa usus sehingga menyebabkan edema limfatik pada
dinding usus. Apabila hal ini berlanjut, akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik
intralumen yang dapat menarik cairan elektrolit dan protein ke dalam lumen usus dan
menyebabkan dehidrasi.
Obstruksi Usus Besar
Pada obstruksi letak rendah di usus besar, dilatasi yang terjadi di atas obstruksi dapat
menyebabkan edema mukosa dan gangguan aliran darah vena dan arteri sehingga terjadi
iskemia. Hal ini meningkatkan permeabilitas dari mukosa yang nantinya akan berakhir
dengan toksisitas sistemik, perpindahan bakteri, nekrosis, hingga peritonitis.
Genogram keluarga
vv
Laki-Laki
Perempuan
Klien
Meninggal
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memperlihatkan dilatasi
lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau gas (air-fluid level)
yang membentuk pola bagaikan tangga.
b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus. Pengujian
Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak
dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada anak-anak dengan intussuscepsi,
pemeriksaan enema barium tidak hanya sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai
terapi.
c. CT – Scan
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya
strangulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan-kelainan
dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. CT– Scan harus dilakukan dengan
memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui
derajat dan lokasi dari obstruksi.
d. USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari obstruksi.
e. MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan kontras yang ada
sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan untuk mengevaluasi
iskemia mesenterik kronis.
f. Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis adanya herniasi
internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.
2. Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa mungkin
menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis
metabolic. (Brunner and Suddarth,2002)
F. Komplikasi
1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi peradangan
atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ intra
abdomen.
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
4. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.(Brunner and
Suddarth, 2001)
G. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan
syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi
usus kembali normal.
1. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital, dehidrasi
dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan
keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat.
Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda -tanda vital dan jumlah urin
yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric
tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi
pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.
2. Farmakologis
Pemberian obat-obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
3. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis
sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang
disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau
pertimbangan untuk dilakukan operasi : Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu
simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi
stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam
cara/tindakan bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus :
a. Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh
streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
b. Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus baru yang “melewati”
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
c. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya
pada Ca stadium lanjut.
d. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus
untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma colon, invaginasi,
strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Casigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari
dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Sabara, 2007).
BAB II
TINJAUAN KASUS
Skenario : Seorang anak usia 15 tahun data ke RS dengan keluhan utama mengeluh Nyeri perut.
n . Y dirawat di Rs undata palu sejak 2 hari yang lalu, klien langsung dibawa ke UGD RSUD undata
lu dengan keluhan mendadak nyeri perut, tidak bisa buang air besar dan flatus. Pada saat dikaji
ien masih mengalami nyeri perut, nyeri berat dengan skala 7 (1-10), nyeri melilit dari perut sekitar
usar (supra umbilikus) menyebar ke bagian atas, disertai dengan muntah 2 kali, tidak bisa buang air
sar (BAB) dan flatus, nyeri timbul setiap 3-5 menit, nyeri bertambah jika tidur terlentang atau
lam posisi miring, dan nyeri berkurang dalam posisi setengah duduk (semi fowler).
A. Pengkajian
Waktu : 28/12/2012
Tempat : Ruang Nusa Indah
1. Identitas pasien
Nama : An. Y
Umur : 15 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Kaili /Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMP
Alamat : Tanomondindi kecamatan mantikulore
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 26/12/2012
Cara Masuk Rumah Sakit : Masuk melalui UGD
Diagnosa Medis : Ileus Obstruktif Partial
Alasan dirawat : Perut nyeri, kembung, muntah , tidak bisa
buang air besar dan flatus
Upaya yang telah dilakukan : Langsung di bawa ke UGD Rumah Sakit
undata palu
Terapi/Operasi yang pernah dilakukan :
IVFD RL 15 tetes/menit
Cefatoxim 2 x 1 gr, per IV
Ranitidin 2 x 1 ampul, per IV
Metronidazol 3 x 500 mg, per IV
Ketorolac 2 x 1 ampul, per IV
Dulkolax supp 0-0-1, per rectal
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn H
Umur : 27 Tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Suku/Bangsa : kaili/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : Smk
Alamat : Tanomondindi kecamatan mantikulore
5) Sistem Urinaria
Tidak ada keluhan nyeri atau sulit BAK, tidak terdapat distensi pada kandung kemih,
tidak ada nyeri tekan pada daerah supra pubis, terpasang kateter.
6) Sistem Endokrin
Pada saat dilakukan palpasi tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tremor (-), tidak ada
kretinisme, tidak ada gigantisme.
7) Sistem Muskuloskeletal
a) Ekstremitas Atas
Kedua tangan dapat digerakkan, reflek bisep dan trisep positif pada kedua tangan. ROM
(range of motion) pada kedua tangan maksimal, tidak ada atrofi otot kedua tangan,
terpasang infuse pada tangan kiri.
b) Ekstremitas Bawah
Kedua kaki dapat digerakkan, tidak ada lesi, reflek patella positif, reflek babinski
negative, tidak ada varises, tidak ada edema.
8) Sistem Reproduksi
Pertumbuhan payudara (+), tidak ada lesi, tidak ada benjolan pada payudara. Klien
mengalami haid pertama pada usia 12 tahun (kelas 6SD), siklus haid 28 hari, kadang-
kadang nyeri haid (dismenorea).
9) Sistem Integumen
Warna kulit sawo matang, keadaan kulit kepala bersih, rambut ikal tumbuh merata, turgor
kulit baik, tidak ada lesi, kuku pendek dan bersih.
d. Pola aktivitas sehari-hari
NO KEBUTUHAN SEBELUM SETELAH
SAKIT SAKIT
1. NUTRISI
a. BB/TB 43 kg/158 cm 43 kg/158 cm
b. Diet Nasi, lauk Puasa
pauk,sayur
c. Frekuensi -
3 kali/hari
d. Porsi makan -
1 piring
e. Makanan yang -
menimbulkan alergi tidak ada
f. Makanan yang
-
disukai
Mie instan &
bakso
2. CAIRAN
a. Intake
· Oral
Jenis Air putih Puasa
Jumlah ±1500- -
2000cc/hari
b. Intra vena
Jenis Asering
-
jumlah 2000 cc/hari
-
c. Out put
· Urine ± 900 cc/hari
± 1200 cc/hari
· Keringat, dll -
± 800 cc/hari
· Cairan NGT ± 400cc/hari
-
4. Diagnostic test
a. Laboratorium
Tanggal Jenis Hasil Nilai Analisa
Pemeriksaan Normal
27/12/201 HB 12,4 12-18 Normal
2
Leukosit 7800 4000- Normal
10.000
LED 40 Tinggi
0-20
SGOT 20 Normal
s/d 29
SGPT 18 Normal
s/d 29
Natrium 137 Normal
135-145
Kalium 4,2 Normal
3,5-5,5
b. Radiologi
Foto Polos Abdomen Tanggal 27/12/2012 : terdapat distribusi gas pada lambung,usus
halus,colon sigmoid danrectum
c. Terapi
No Nama Obat Dosis Jam Catra Sediaan
Pemberian
1. IVFD: 30 tts/menit 12-24 Intravena Flabot
Asering
2. Cefotksin 2x1 gr 12-24 Intravena Flakon
3. Ranitidin 2x1 12-24 Intravena Ampul
4. Ketorolac 2x1 12-24 Intravena Ampul
5. Alinamin 2x1 12-24 Intravena Ampul
6. Metronidazol 3x500 mg 12-20-04 Intravena Botol
7. Dulcolac sup 2x1 12-24 Per rectal Tablet supp
5. Analisa data
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : Obstruksi usus Nyeri Akut
· Klien mengeluh
nyeri pada bagian
abdomen Peristaltik usus
menurun
DO :
· Klien tampak
kesakitan Akumulasi cairan dan
· Ekspresi wajah gas
meringis
· Skala nyeri 7 (1-10) Distensi abdomen
· Distensi abdomen
· Peristaltik usus 3
kali/menit Rangsangan nyeri
ditangkap oleh reseptor
nyeri
Rangsangan nyeri
sampai ke serabut syaraf
nyeri
Melalui traktus
spinotalamikus
anterolateralis
Thalamus
Cortex cerebri
Nyeri abdomen
dipersepsikan
Ds : Obstruksi usus Gangguan pola
eliminasi Konstipasi
· Klien mengatakan
sudah 3 hari tidak bisa
BAB dan flatus Peristaltik usus
menurun
DO :
· Distensi abdomen
Refluk inhibisi spingter
· Peristaltik usus 3
terganggu
kali/menit
Konstipasi
Obstruksi usus Resiko kekurangan
Ds : volume cairan dan
elektrolit
· Klien mengeluh
badan lemas dan
muntah 2 kali Peristaltik usus
menurun
DO :
· Klien tampak lemah
Peningkatan ekskresi
· Distensi abdomen
cairan kedalam lumen
· Cairan NGT hijau usus
jumlah ± 400 cc
Penimbunan cairan
intralumen
Resiko hipovolemik
B. Diagnosa Keperawatan
Pre porasi
1. Nyeri abdomen berhubungan dengan distensi abdomen
2. Ganguan pola eliminasi : Konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus
3. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan akumulasi cairan
dalam lumen usus dan ketidakefektifan penyerapan usus halus
C. Rencana Tindakan Keperawatan
Implementasi
Dx keperawatan Tgl/jam Implementasi Evaluasi
Nyeri abdomen 10:00 1. mengobservasiS : S :
berhubungan TTV tiap shif Klien mengeluh nyeri
dengan distensi 2. mengkaji pada bagian abdomen
abdomen, yang keluhan nyeri, O : klien tampak
ditandai dengan : mengkarakteristik kesakitan
DS : dan skala nyeri Wajah meringis
· Klien yang dirasakan Skala nyeri 7
A : masalah
mengeluh nyeri pasien
belum teratasi
pada bagian sehubungan P : pantau skala
abdomen dengan adanya nyeri distensi
DO : distensi abdomen abdomen
· Klien tampak 3. memberikan
kesakitan posisi yang
10:15
· Ekspresi nyaman: posisi
wajah meringis semi fowler
· Skala nyeri 7 4. mengajarkan
(1-10) dan menganjurkan
· Distensi tehnik relaksasi
abdomen tarik nafas dalam
Peristaltik usus 3 saat merasa nyeri
kali/menit 5. mengkolaborasi
kan dengan medis
untuk terapi
analgetik
Ganguan pola 10:35 1. mengkaji dan
eliminasi : catat frekuensi, S : klien
Konstipasi warna dan mengatakan sudah
berhubungan konsistensi feses 3 hari tidak bisa
Bab dan flatus
dengan disfungsi 2. mengauskultasi
O: Distensi
motilitas usus, bising usus abdomen
yang ditandai 3. flatus peristaltik usus 3
dengan : 4. mengkaji kali/menit
Ds: adanya distensi A: masalah belum
· Klien 10:50 abdomen teratasi
mengatakan 5. memberikan P : intervensi di
sudah 3 hari tidak penjelasan kepada lanjutkan
bisa BAB dan pasien dan
flatus keluarga
DO : penyebab
· Distensi terjadinya
abdomen gangguan dalam
Peristaltik usus 3 BAB
kali/menit 6. mengkolaborasi
kan dalam
pemberian terapi
pencahar (Laxatif)
Resiko 11:15 1. mengkaji S : klien
kekurangan kebutuhan cairan mengeluh lemas
volume cairan pasien dan muntah 2 kali
dan elektrolit 2. mengobservasi O : klien tampak
lemah
berhubungan tanda-tanda vital
Distensi abdomen
dengan akumulasi 3. tingkat Cairan NGT hijau
cairan dalam 11:40 kesadaran dan jumlah kurang
lumen usus dan tanda-tanda syok lebih 400 cc
ketidakefektifan 4. mengobservasi P: intervensi di
penyerapan usus bising usus pasien lanjutkan
halus, yang tiap 1-2 jam
ditandai dengan : 5. Memonitor
Ds : intake dan output
· Klien secara ketat
mengeluh badan 6. memantau hasil
lemas dan muntah laboratorium
2 kali 12:10 serum elektrolit,
DO : hematocrit
· Klien tampak 7. memberikan
lemah penjelasan kepada
· Distensi pasien dan
abdomen keluarga tentang
Cairan NGT hijau tindakan yang
jumlah ± 400 cc dilakukan:
pemasangan NGT
dan puasa
8. mengkolaborasi
kan dengan medik
untuk pemberian
terapi intravena
BAB Ill
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Nn.y dengan
gangguan sistem Pencernaan : Ileus Obstruktif Partial di Ruang Nusa Indah
Rumah Sakit undata palu pada tanggal 28 – 30 Desember 2012, penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada pengkajian tidak menemukan perbedaan yang mencolok antara yang
tertulis pada teori dengan kasus di rumah sakit
2. Diagnosa keperawatan disusun berdasarkan hasil analisa terhadap data
senjang hasil pengkajian pada pasien. Prioritas diagnosa keperawatan disusun
dari masalah aktual ke masalah potensial. Tidak semua diagnosa keperawatan
yang ada pada teori dapat ditemukan pada kasus di rumah sakit.
3. Intervensi disusun berdasarkan pada prioritas masalalah keperawatan yang
telah disusun dan sesuai dengan intervensi yang ada pada konsep teorinya.
4. Implementasi yang dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah disusun
5. Pada evaluasi hanya masalah gangguan pola eliminasi konstipasi yang dapat
teratasi, Sedangkan masalah lainya yang belum teratasi, dikonfirmasikan
kembali pada perawat di ruangan.
B. Saran
Bagi RSUD undata palu diharapkan karya tulis ini dapat dijadikan sebagai
bahan masukan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien dengan ileus
obstruksi khususnya untuk rumah sakit undata palu.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih Bahasa
Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta: EGC; 2002.6
Price &Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6,
Volume1. Jakarta: EGC; 2007
Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. Buku Saku Diagnosis Keperawatan,
Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC;
2005.11.
Doengoes, Marylin E & Moorhouse. Rencana Askep : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC;
2000.