Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


ILEUS OBSTRUKTIF

OLEH :

HIDAYATURROMI
030 STYJ 19

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI NERS JENJANG PROFESI
MATARAM
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana


merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi
usus (Sylvia A, Price, 2012). Hal ini dapat terjadi dikarenakan kelainan didalam
lumen usus, dinding usus atau benda asing diluar usus yang menekan, serta
kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang dapat menyebabkan nekrosis
segmen usus (Indrayani, 2013).
Berdasarkan data dari World Health Organization tahun 2008, diperkiakan
penyakit saluran cerna tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian didunia.
Indonesia menempati urutan ke 107 dalam jumlah kematian yang disebabkan oleh
penyakit saluran cerna didunia tahun 2004, yaitu 39,3 jiwa per 100.000 jiwa
(World Health Organization,2008). Setiap tahunnya, 1 dari 1000 penduduk dari
segala usia didiagnosis ileus. Obstruksi usus sering disebut juga ileus obstruksi
yang merupakan kegawatan dalam bedah abdomen yang sering dijumpai. Ileus
obstruksi merupakan 60-70% seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendiksitis
akut (Sjamsulhidajat dan De Jong, 2008).
Obstruksi ileus merupakan kegawatan dalam bedah abdominal yang sering
dijumpai.Sekitar 20% pasien datang kerumah sakit datang dengan keluhan nyeri
abdomen karena obstruksi pada saluran cerna, 80% terjadi pada usus halus.
Obstruksi ileus adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana menghambat
proses pencernaan secara normal (Sjamsuhidayat, 2006). Insiden dari ileus
obstruksi pada tahun 2011 diketahui mencapai 16% dari populasi dunia. Statistic
dari databerbagai Negara melaporkan terdapat variasi angka kejadian ileus
obstruksi. Di amerika serikat, insiden kejadian ileus obstruksi adalah sebesar
0,13%. Selain itu laporan data dari Nepal tahun 2007 menyebutkan jumlah
penderita ileus obstruksi dan paralitik dari tahun 2005-2006 adalah 1053 kasus
(5,32%). (Mukherjee,2012 dalam Larayanthi,et al.,2012).Di Indonesia tercatat
7.059 kasus obstruksi ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia myang dirawat
inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 (Departemen Kesehatan RI,
2010).
Penyebab ileus obstruksi berkaitan pada kelompok usia yang terserang dan
letak obstruksi, 50% terjadi pada kelompok usia pertengahan dan tua akibat
perlekatan oleh pembedahan sebelumnya. Tumor ganas dan volvulus merupakan
penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan dan orang tua,
kanker kolon merupakan penyebab dari 90% ileus obstruksi yang terjadi
(Kasminata, et.al, 2013).
Kejadian ileus obstruksi sering didahului dengan munculnya gejala klinis pada
system gastroinstestinal. Tanda dan gejala yang biasa terjadi serta penting untuk
dikenali pada pasien ileus obstruksi diantaranya adalah nyeri abdomen yang
bersifat kram, nausea, distensi abdomen, muntahempedu, konstipasi, singultus,
kenaikan suhu tubuh, tidak terdengarnya bising usus disebelah distal obstruksi
serta penurunan berat badan (Saputra, 2014).
1.2 Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien ileus obstruktif
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan ileus obstruktif
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien ileus obstruktif
c. Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada pasien ileus
obstruktif
d. Mampu melaksanakan implementasi asuhan keperawatan pada pasien ileus
obstruktif
e. Mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien ileus
obstruktif
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep teori ileus obstruktif

2.1.1 Definisi ileus obstruktif

Obstruksi usus atau ilieus adalah gangguan aliran normal isi usus
sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502).
Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya
disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan elektrolit baik didalam
lumen usus bagian oral dari obstruksi maupun oleh muntah (Syamsuhidayat,
1997 : 842)
Obstruksi usus atau illeus adalah sumbatan yang terjadi pada aliran isi
usus baik secara mekanis maupun fungsional. Aliran ini dapat terjadi karena
dua tipe proses :
a) Mekanis : terjadi obstruksi mural dari tekanan pada dinding usus.
Contoh : intususepsi, perlengketan, tumor, hernia dan abses.
b) Fungsional : muskulatur usus tidak mampu mendorong isi sepanjang
usus. Contoh : gangguan endokrin. (Smeltzer dan Suzzane, 2001 : 1121)
2.1.2 Etiologi

Menurut (Smeltzer dan Suzzane, 2001 : 1121) etiologi dari obstruksi


usus atau illeus yaitu:
1. Perlengketan
2. Intususepsi yaitu salah satu bagian usus menyusup kedalam bagian lain
yang ada dibawahnya.
3. Volvulus yaitu usus memutar akibatnya lumen usus tersumbat.
4. Hernia yaitu protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus.
5. Tumor
2.1.3 Patofisiologi

Menurut Ester (2001 : 49) pathofisiologi dari obstruksi usus atau illeus

adalah:

Secara normal 7-8 cairan kaya elektrolit disekresi oleh usus dan kebanyakan

direabsorbsi, bila usus tersumbat, cairan ini sebagian tertahan dalam usus

dan sebagian dieliminasi melalui muntah, yang menyebabkan pengurangan

besar volume darah sirkulasi. Mengakibatkan hipotensi, syok hipovolemik

dan penurunan aliran darah ginjal dan serebral.

Pada awitan obstruksi, cairan dan udara terkumpul pada bagian

proksimal sisi yang bermasalah, menyebabkan distensi. Manifestasi

terjadinya lebih cepat dan lebih tegas pada blok usus halus karena usus

halus lebih sempit dan secara normal lebih aktif, volume besar sekresi dari

usus halus menambah distensi, sekresi satu-satunya yang yang bermakna

dari usus besar adalah mukus.

Distensi menyebabkan peningkatan sementara pada peristaltik saat

usus berusaha untuk mendorong material melalui area yang tersumbat.

Dalam beberapa jam peningkatan peristaltik dan usus memperlambat proses

yang disebabkan oleh obstruksi. Peningkatan tekanan dalam usus

mengurangi absorbsinya, peningkatan retensi cairan masih tetap berlanjut

segera, tekanan intralumen aliran balik vena, yang meninkatkan

permeabilitas kapiler dan memungkinkan plasma ekstra arteri yang

menyebabkan nekrosis dan peritonitis.


2.1.4 Pathway
2.1.5 Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer dan Suzzane (2001 : 1121) manifestasi klinik

obstruksi usus atau illeus adalah

1. Gejala awal biasanya berupa nyeri kram yang terasa seperti gelombang

dan bersifat kolik.

2. Terjadi muntah fekal apabila ada obtruksi di Illeum.

3. Konstipasi absolute.

2.1.6 Pemeriksaan penunjang

Menurut Syamsuhidayat ( 1997 : 845 ) pemeriksaan penunjang dari


obstruksi usus atau illeus yaitu :
1. Pemeriksaan rontgen dengan enteroklisis.
Menggunakan cairan kontras encer berguna untuk menentukan diagnosis
sebab memberikan gambaran ke sepanjang usus halus.
2. Enteroskopi.
Yaitu meneropong usus dapat dilakukan sebagai refleksi bagian
ligament treiz, sampai permulaan yeyenum.
3. sonogram
Berguna untuk menentukan adanya ruang yang mengandung cairan
seperti kista, abses atau cairan bebas didalam rongga perut atau ruang
yang berisi jaringan padat.
2.1.7 Penatalaksanaan

Menurut Engram ( 1999 : 243 ) penatalaksanaan obstruksi usus atau


illeus adalah :
a. Intubasi nasogastrik dengan pengisap dan menggunakan selang salem
sump atau selang usus panjang (selang cantor, selang harris).
b. Terapi intra vena dengan penggantian elektrolit.
c. Tirah baring.
d. Analgetik.
e. Pembedahan seperti reseksi usus (pengangkatan segmen yang sakit
sekostomi temporer, untuk obstruksi yang disebabkan oleh faktor
mekanis.

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2.2.1 Pengkajian
Menurut Doenges (1999 : 471) focus pengkajian dari obstruksi usus adalah:
1. Aktifitas atau istirahat.
Gejala : kelemahan, kelelahan, malaise.
2. Sirkulasi.
Tanda : takikardi (proses inflamasi dan nyeri).
3. Makanan dan cairan.
Gejala : anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan.
4. Nyeri atau kenyamanan.
Gejala : nyeri tekan dan abdomen atau distensi.
2.2.2 Diagnosa yang Mungkin Muncul
1. Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan, pembedahan
(Carpenito, 2001 : 43).
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jalan masuknya
mikroorganisme sekunder akibat pembedahan (carpenito, 2001 : 205).
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik (Tucker,
1998 : 10).
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak nafsu
makan(Doenges, 1999 : 931).
2.2.3 Fokus Intervensi

Nyeri berhubungan dengan diskontinuitas jaringan, pembedahan (Carpenito,


2001 : 43).
Tujuan : nyeri berkurang atau terkontrol.
Kriteria hasil :

a. Pasien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol.

b. Pasien nampak rileks.

c. Mampu beristirahat atau tidur dengan tepat.

Intervensi :

1. Kaji adanya nyeri, lokasi, karakteristik, intesitas (skala 0-19).

Rasional : membantu mengevaluasi derajad ketidaknyamanan dan

keefektifan analgetik.

2. Pantau tanda-tanda vital.

Rasional : autonomik meliputi perubahan pada tekanan darah,

nadi dan pernafasan yang berhubungan dengan keluhan atau

kehilangan nyeri. Ajarkan tekhnik rileksasi.

3. Rasionl : membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan

memfokuskan kembali perhatian sehingga menurunkan nyeri.

4. Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman.

Rasional : tirah baring mengurangi penggunaan energi dan

membantu mengontrol nyeri.

5. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

Rasional : untuk mengurangi nyeri.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jalan masuknya mikroorganisme


sekunder akibat pembedahan (carpenito, 2001 : 205).
Tujuan :
a) Tidak terjadi infeksi.
b) Suhu dalam batas normal.
Kriteria Hasil :
1. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
2. Suhu dalam batas normal.
Intervensi :
1. Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : suhu yang meningkat atau memuncak dan kembali ke normal
pada pagi hari adalah karakteristik infeksi.
2. Pertahankan perawatan luka dengan tekhnik septik dan aseptik.
Rasional : melindungi pasien dari dari kontaminasi silang selama
penggantian balutan.

3. Observasi penyatuan luka, karakter dan adanya inflamasi.


Rasional : perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan.
4. Lakukan irigasi luka sesuai kebutuhan
Rasional : dapat mengatasi infeksi bila ada.
5. Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : diberikan secara profilaktik dan untuk mengatasi infeksi.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik (Tucker, 1998 :
10).
Tujuan : kebutuhan aktifitas terpenuhi.
Kriteria Hasil :
a.Kebutuhan sehari-hari terpenuhi.
b.Pasien dapat melakukan aktifitas secara bertahap.
Intervensi :
1. Kaji toleransi mobilitas dan motivasi klien.
Rasional : tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan diri, ni dapat
terjadi karena keterbatasan aktivitas yang mengganggu periode istirahat.
2. Bantu aktivitas sehari-hari.
Rasional : menurukan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
3. Bantu aktivitas sehari-hari secara minimal.
Rasional : untuk membantu agar tidak terlalu ketergantungan pada orang
lain.
4. Anjurkan aktivitas secara toleransi.
Rasional ; tekhnik penghematan energi menurunkan penggunaan energi
sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Anjurkan pada klien untuk mobilisasi secara bertahap.
Rasional : kemjuan aktivitas bertahap mencgah peningkatan tiba-
tiba pada kerja jantung.
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan tidak nafsu
makan(Doenges, 1999 : 931).
Tujuan : resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
a) Menunjukkan pola makan yang meningkat.
b) Berat badan naik.
intervensi
1. Kaji penyebab kehilangan atau peningkatan berat badan.
Rasional : membantu menciptakan rencana perawatan atau pilihan
intervensi.
2. Anjurkan untuk makan sedikit-sedikit tapi sering.
Rasional : buruknya toleransi terhadap makanan mungkin berhubungan
dengan peningkatan intra abdomen.
3. Sajikan makanan selagi hangat.
Rasional : meningkatkan rasa lapar.
4. Berikan makanan kesukaan yang tidak berpantangan dengan diet dari
rumah sakt.
Rasional : dapat meningkatkan selera makan.
5. Kolaborasi : konsul dengan ahli gizi.
Rasional : menambahkan dalam menetapkan program nutrisi,
spesifik untuk memenuhi kebutuhan individual pasien.
2.2.4 Implementasi
Implementasi pada pasien luka bakar adalah disesuaikan intervensi
keperawatan.
2.2.5 Evaluasi keperawatan
Evaluasi disesuaikan dengan kriteria hasil.

13 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de


Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ensiklopedia bebas 2013 luka bakaronl;inhtttp // wikipedia diakses 27 Maret 2015
Potter & Perry. 2008. Buku Ajar Keperawatan Fundamental. Jakarta:EGC.
Potter, Perry. 2010. Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice. Edisi

7.Vol. 3. Jakarta : EGC


Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.
Price &Wilson, 2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6,Volume1. Jakarta: EGC.
Syamsuhidajat, R; De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar-Ilmu Bedah.Jakarta : EGC
Syamsuhidajat, R; De Jong, Wim, 2005. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta : EGC
Syamsuhidajat, R; De Jong, Wim, 2010. Buku ajar ilmu bedah edisi 2.Jakarta :
EGC
Smeltzer,S.C., & Bare 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Brunner &
Suddarth.Edisi 8.Volume 1. Jakarta, EGC
Smeltzer, ,& Bare 2008.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Brunner &
Suddarth.Edisi 8 .Volume 2. Jakarta, EGC
Smeltzer,&Bare 2012.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Brunner &
Suddarth.Edisi 10.Volume 2. Jakarta, EGC
Muttaqin Arif 2007 asuhan keperawatan pada klien gangguan sistem integument
Jakarta .Salembamedika
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River

14 | P a g e
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta Prima Medika
Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC
Masoenjer,dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media

15 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai