Disusun Oleh:
Dwiki Muhamad Nuron
J.0105.22.034
2. Etiologi
Adapun yang menjadi penyebab dari kolik abdomen yaitu:
a. Secara mekanis
- Adhesi (pertumbuhan bersatu bagian-bagian tubuh yang berdekatan karena
radang).
- Karsinoma.
- Volvulus (penyumbatan isi usus karena terbelitnya sebagian usus di dalam
usus).
- Obstipasi (konstipasi yang tidak terobati).
- Polip (perubahan pada mukosa hidung).
- Striktur (penyumbatan yang abnormal pada duktus atau saluran).
b. Fungsional (non mekanik)
- Ileus paralitik, yakni keadaan abdomen akut berupa kembung distensi usus
tidak dapat bergerak).
- Lesi medula spinalis, suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh
kecelakaan lalu lintas).
- Enteritis regional.
- Ketidak seimbangan elektrolit.
- Uremia, kondisi yang terkait dengan penumpukan urea dalam darah karena
ginjal tidak bekerja secara efektif) (Reeves, 2011).
c. Etiologi yang lain:
- Inflamasi peritoneum parietal seperti perforasi peritonitis, opendisitis, diverti
kulitis, pankreanitis, kolesistitis.
- Kelainan mukosa visceral seperti tukak peptik, inflamatory bowel disease,
kulitis infeksi, esofagitis.
- Obstrukti viseral seperti ileus obstruksi, kolik bilier atau renal karena batu.
- Regangan kopsula organ, seperti hepatitis kista ovarium, pilelonefritis
- Gangguan vaskuler, seperti penyakit iskemia atau infark intestinal.
- Gangguan motilitas seperti irritable bowel syndrome, dispepsia fungsional.
- Ekstra abdominal seperti hespes trauma muskuloskeletal, infark miokard dan
paru dan lainnya.
3. Klasifikasi
a. Kolik abdomen visceral
Berasal dari organ dalam, visceral di mana intervasi berasal dari saraf memiliki
respon terutama terhadap distensi dan kontraksi otot, bukan karena iritasi lokal,
robekan atau luka karakteristik nyeri visceral diantaranya sulit terlokalisir, tumpul,
samar, dan cenderung beralih ke area dengan struktur embrional yang sama.
b. Kolik abdomen alih
Nyeri yang dirasakan jauh dari sumber nyeri akibat penjalaran serabut saraf
(Reeves, 2011).
4. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi paralitik, paralitik dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik mula-mula diperkuat
kemudian intermiten akhirnya hilang.
Limen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan dan gas.
Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak obstruksi
mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O dan elektrolit dengan peningkatan
distensi maka tekanan intralumen meningkat, menyebabkan penurunan tekanan vena
dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia dinding usus dan kehilangan cairan menuju
ruang peritonium akibatnya terjadi pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri
yang berlangsung cepat menimbulkan peritonitis septik ketika terjadi kehilangan
cairan yang akut maka kemungkinan terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam
melakukan pembedahan atau jika terjadi stranggulasi akan menyebabkan kematian.
Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan
pasase lumen usus terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa
gas dan cairan, pada bagian proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan
pelebaran dinding usus (distensi).
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan terjadinya
hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin
bertambah yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi
juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal sumbatan. Sumbatan ini
menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai usaha alamiah.
Sebaliknya juga terjadi gerakan anti peristaltik. Hal ini menyebabkan terjadi serangan
kolik abdomen.
5. Pathways
6. Manifestasi Klinis
a. Mekanika sederhana, pada usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu
awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada
interval singkat), nyeri tekan difus minimal.
b. Mekanika sederhana, pada usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah sedikit atau tidak ada
kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat, nyeri
tekan difus minimal.
c. Mekanika sederhana, pada kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian
terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.
d. Mekanika obstruksi parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram
nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
e. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat seperti nyeri parah, terus menerus dan
terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn
nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau
berdarah atau mengandung darah samar.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah mengambil keputusan,
misalnya pemeriksaan darah, urin, feses. Kadang perlu juga dilakukan pemeriksaan
radiologi dan endoskopi. Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan antara lain
nilai hemoglobin dan hematokrit, untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau
dehidrasi. Hitung leukosit dapat menunjukkan adanya proses peradangan. Hitung
trombosit dan faktor koagulasi, disamping diperlukan untuk persiapan bedah, juga
dapat membantu menegakkan diagnosis yang lainnya.
8. Penatalaksanaan Klinis
a. Penatalaksanaan kolik abdomen secara Non farmakologi yaitu:
1) Koreksi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit.
2) Implementasikan pengobatannya untuk syok dan peritonitis.
3) Hiperalimentasi untuk mengoreksi defesiensi protein karena obstruksi kronik,
ileus paralitik atau infeksi.
4) Reseksi dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
5) Ostomi barrel ganda jika anastomisis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
6) Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus
yang di lakukan sebagai prosedur kedua.
b. Penatalaksanaan secara farmakologi yaitu:
1) Terapi Na+ K+ komponen darah.
2) Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan.
3) Dekstrose dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler.
4) Dekompresi selang nasoenternal yamg panjang dari proksimal usus ke area
penyumbatan selang dapat dimasukkan sengan lenih efektif dengan pasien
berbaring miring ke kanan.
5) Antasid (obat yang melawan keasaman).
6) Antihistamine, obat yang berlawanan kerja terhadap efek histamine (Reeves,
2011).
2. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 Ds: Adhesi, volvulus, intusepsi Nyeri akut
- Merasa lemah ↓
- Mengeluh haus Akumulasi gas & cairan pada
proximal dari obstruksi
Do: ↓
- Frekuensi nadi ↑ Distensi abdomen dan retensi
- Nadi teraba lemah cairan
- TD ↓ ↓
- Tekanan nadi menyempit Absorpsi berkurang, sekresi
- Turgor kulit ↓ lambung meningkat
- Membrane mukosa ↓
Tekanan intralumen ↑
kering
↓
- Volume urine ↓
Nyeri akut
- Hematokrit ↑
2 Ds : Adhesi, volvulus, intusepsi Pola nafas
- Dyspnea ↓ tidak efektif
- Ortopnea Akumulasi gas & cairan pada
proximal dari obstruksi
Do : ↓
- Penggunaan otot bantu Distensi abdomen dan retensi
nafas cairan
- Fase ekspirasi ↓
memanjang Perut kembung
- Pola nafas abnormal ↓
- Pernapasan pursed lips Menekan diafragma
- Pernapasan cuping ↓
hidung Ekspansi paru menurun
- Diameter thorak anterior ↓
posterior ↑ Pola nafas terganggu
↓
- Ventilasi semenit ↓ Pola nafas tidak efektif
- Kapasitas vital ↓
- Tekanan ekspirasi ↓
- Tekanan inspirasi ↓
Ekskursi dada berubah
3 Ds : Akumulasi gas & cairan pada Deficit nutrisi
- Cepat kenyang setelah proximal dari obstruksi
makan ↓
- Kram / nyeri abdomen Distensi abdomen dan retensi
- Nafsu makan ↓ cairan
↓
Do : Absorpsi berkurang, sekresi
- BB ↓ min. 10% dibawah lambung meningkat
ideal ↓
- Bising usus hiperaktif Anoreksia
- Otot pengunyah lemah ↓
- Otot menelan lemah Nafsu makan ↓
- Membrane mukosa ↓
pucat Deficit nutrisi
- Sariawan
- Serum albumin ↓
- Rambut rontok
berlebihan
- Diare
4 Faktor resiko: Adhesi, volvulus, intusepsi Resiko
- Kehilangan cairan aktif ↓ hipovolemi
- Gangguan absorpsi Akumulasi gas & cairan pada
cairan proximal dari obstruksi
- Usia lanjut ↓
- Kelebihan berat badan Distensi abdomen dan retensi
- Status hipermetabolik cairan
- Kegagalan mekanisme ↓
regulasi Mual muntah
↓
- Evaporasi
Kehilangan intake cairan
- Kekurangan intake
nutrisi
cairan
↓
- Efek agen farmakologis
Resiko hypovolemia
5 Ds: Adhesi, volvulus, intusepsi Ansietas
- Merasa bingung ↓
- Merasa khawatir dengan Akumulasi gas & cairan pada
kondisi yang dihadapi proximal dari obstruksi
- Sulit konsentrasi ↓
- Mengeluh pusing Proses penyakit
- Anoreksia ↓
- Palpitasi Kurang terpapar informasi
- Merasa tidak berdaya ↓
Ansietas
Do:
- Tampak gelisah
- Tampak tegang
- Sulit tidur
- Frekuensi nafas ↑
- Frekuensi nadi ↑
- Diaphoresis tremor
- Muka nampak pucat
- Suara bergetar
- Kontak mata buruk
- Sering berkemih
- Berorientasi pada masa
lalu
3. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen pencidera biologis (adanya adhesi, volvulus, intusepsi)
2) Pola nafas tidak efektif b.d posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru (adanya
posisi diafragma yang tertekan)
3) Deficit nutrisi b.d bsorpsi berkurang, sekresi lambung meningkat
4) Resiko hypovolemia d.d kehilangan cairan secara aktif (adanya mual muntah)
5) Ansietas b.d kurang terpapar informasi.
4. Rencana Keperawatan
No No Dx Tujuan Intervensi Rasional
1 1 Setelah dilakukan Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
intervensi keperawatan Observasi Observasi
1x6 jam maka tingkat - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, - Untuk mengetahui lokasi, karakteristik,
nyeri menurun dengan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
kriteria hasil: - Identifikasi skala nyeri - Untuk mengetahui seberapa nyeri yang
- Keluhan nyeri menurun - Identifikasi faktor yang memperberat dirasakan klien
- Meringis menurun dan memperingan nyeri - Untuk mengetahui faktor apa saja yang
- Gelisah menurun - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan memperberat dan memperingan nyeri
- Kesulitan tidur terhadap nyeri - Untuk mengetahui bagaimana
menurun - Monitor keberhasilan terapi pengetahuan dan keyakinan klien
komplementer yang sudah diberikan terhadap nyeri
- Monitor efek samping penggunaan - Untuk melihat berhasil atau tidaknya
analgetik terapi komplementer yang sudah
diberikan
Terapeutik - Sebagai pengetahuan mengenai efek
- Kontrol lingkungan yang memperberat samping penggunaan analgetik yg
rasa nyeri diberikan terhadap klien
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri Terapeutik
dalam pemilihan strategi meredakan - Untuk mengetahui suasana lingkungan
nyeri yg dapat memperberat nyeri
- Untuk memberikan rasa aman dan
Edukasi nyaman
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu - Untuk memberikan strategi agar nyeri yg
nyeri dialami pasien dapat berkurang
- Anjurkan memonitor nyeri Edukasi
- Ajarkan teknik non farmakologis untuk - Untuk memberikan pengetahuan kepada
mengurangi rasa nyeri klien tentang penyebab,periode dan
pemicu nyeri
Kolaborasi - Sebagai tindakan dalam memandirikan
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu klien
- Untuk mengurangi rasa nyeri yg
Intervensi Pendukung: dirasakan klien
Aromaterapi, Edukasi proses penyakit,
Dukungan hypnosis diri, dan Kolaborasi
Manajemen medikasi Untuk pemberian analgetik dengan tepat
Intervensi Pendukung:
Balut tekan, Manajemen akses vena
sentral, Manajemen diare, Manajemen
syok dan Manajemen elektrolit
Intervensi Pendukung:
Dukungan emosi, Konseling, Dukungan
kelompok, Dukungan keyakinan,
Dukungan hypnosis diri
5. Implementasi Keperawatan
Setelah membuat rencana tindakan, maka dilakukan implementasi keperawatan.
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Implementasi keperawatan dilaksanakan berdasarkan rencana tindakan yang telah
dibuat. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya,
pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila
perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap
intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan
kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan
merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.
6. Evaluasi
Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang
diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan
kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses
keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil yaitu
dalam bentuk SOAP (Subjective, Objective, Analysis, Planning) atau SOAPIER
(Subjective, Objective, Analysis, Planning, Implementation, Evaluation, Revised).
C. Daftar Pustaka
1. Reeves, Charlene J, Keperawatan Medikal Bedah, Salemba Medika, Jakarta, 2011.
2. Syaifuddin Drs. B.Ac, Anatomi Fisiologi, EGC Jakarta, 2007.
3. Mudjiastuti, Diktat Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Masalah Pencernaan
Makanan, Surabaya, Tidak dipublikasikan.
4. R. Sjamsuhidajat, Wim dc Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 2007.
5. Nettina, Sandra M. 2014. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk.
Ed. 1. Jakarta: EGC
6. Reeves, Charlene J et al. 2013. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono.
Ed. I. Jakarta: Salemba Medika
7. Sjamsuhidajat, Wim dc Jong, 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC.
8. Slamet Suyono. 2013. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Prof. Dr. SpPD. KE.,
FKUI Jakarta.
9. Smeltzer Suzanne C. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta:
EGC
10. Syaifuddin Drs. B.Ac, 2013. Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC