Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Obstruksi Intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang
sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus gawat abdomen. Gawat
abdomen dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan
penyulitnya ileus obstruktif, iskemik, dan pendarahan. Sebagian kelainan dapat
disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi
saluran cerna atau perdarahan (Suratun, dan Lusianah: 2010).
Penyakit ini sering terjadi pada individu yang memiliki kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang rendah serat, dari kebiasaan tersebut akan muncul
permasalahan pada kurangnya membentuk massa feses yang menyambung pada
rangsangan peristaltic usus, kemudian saat kemampuan peristaltic usus menurun maka
akan terjadi konstipasi yang mengarah pada feses yang mengeras dan mampu
menyumbat lumen usus sehingga menyebabkan terjadinya osbtruksi . (Suratun, dan
Lusianah: 2010)
Obstruksi usus disebut juga ileus obstruksi (obstruksi mekanik) misalnya oleh
strangulasi, invaginasi, atau adanya sumbatan dalam lumen usus. Obstruksi usus
merupakan gangguan peristaltik baik di usus halus maupun di kolon. Obstruksi
mekanik dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian dinding usus, diluar usus
maupun di dalam lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total
(Suratun, dan Lusianah, 2010).
Obstruksi usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat adanya
karsinoma. Sebagian besar obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus
halus merupakan kegawatan yang memerlukan diagnose dini dan tindakan bedah
darurat. Angka kematian keseluruhan untuk obstruksi usus halus kira-kira 10%, angka
kematian untuk obstruksi non strangulate 5-8%, sedangkan pada obstruksi strangulate
telah dilaporkan 20-75%. Angka mortalitas untuk obstruksi kolon kira-kira 20%
(Suratun, dan Lusianah: 2010).
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosis ileus. Di
Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita ileus setiap tahunnya. Di
Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang
dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan. (Chahayaningrum, 2012)

1
Angka kejadian di Indonesia menunjukan kasus laparotomi meningkat dari 162
kasus pada tahun 2005 menjadi 983 kasus pada 2006 dan 1281 kasus pada tahun 2007
(Depkes RI, 2007) . Angka kejadian di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan
menunjukan semakin tingginya angka terapi pembedahan abdomen tiap tahunya, pada
tahun 2008 terdapat 172 kasus laparotomi, lalu pada tahun 2009 terdapat 182 kasus
pembedahan laparotomi (Razid, 2010)
Salah satu cara penanganan pada pasien dengan obstruksi ileus adalah dengan
pembedahan laparotomi, penyayatan pada dinding abdomen. Obstruksi ileus dapat
terjadi pada setiap usia. Namun penyakit ini sering dijumpai pada orang dewasa
(Suratun, dan Lusianah: 2010)
Laparotomi adalah suatu pembedahan yang dilakukan pada bagian abdomen
untuk mengetahui suatu gejala dari penyakit yang diderita oleh pasien.suatu kondisi
yang memungkinkan untuk dilakukan tindakan laparotomi adalah : Kanker organ
abdominal, radang selaput perut, appendisitis, pankreasitis, obstruksi ileus (Suratun,
dan Lusianah: 2010).

1.2 Rumusan Masalah


Dengan masalah diatas penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Obstruksi Intestinal”

1.3 Tujuan Umum


1. Memahami pengertian dari penyakit obstruksi intestinal
2. Memahami penyebab penyakit obstruksi intestinal
3. Mengetahui tanda dan gejala dari penyakit obstruksi intestinal
4. Mengetahui faktor resiko dari penyakit obstruksi intestinal
5. Mengetahui etiologi dari obstruksi intestinal

1.4 Tujuan Khusus


1. Mengetahui asuhan keperawatan dari penyakit obstruksi intestinal
a. Pengkajian data keperawatan
b. Analisa data keperawatan
c. Diagnosa keperawatan
d. Perencanaan keperawatan
e. Implementasi keperawatan

2
f. Evaluasi keperawatan

1.5 Metode penulisan


Dalam penulisan makalah ini, kelompok menggunakan metode dengan studi
kepustakaan yaitu menggunakan beberapa literatur yang digunakan sebagai referensi.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari BAB satu sampai dengan BAB
tiga. Setiap BAB di jelaskan dengan uraian singkat dan bentuk penyajian sebagai
berikut :
 BAB I : Pendahuluan yang menguraikan tentang Latar Belakang Penulisan,
Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
 BAB II : Pembahasan yang menguraikan tentang konsep dasar penyakit meliputi
pengertian, tipe, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, manifestasi klinik,
pemeriksaan diagnostik, komplikasi dan penatalaksanaan medis atau threatment.
 BAB III : Konsep Asuhan Keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
 BAB IV : Penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT


2.1.1 Pengertian Obstruksi Intestinal
Ileus adalah suatu kondisi hipomortilitas (Kelumpuhan) saluran
gastroinstestinal tanpa disertai adanya obstruksi mekanik pada
intestinal.(Arif Muttaqin, 2011)
Ileus Obstruksi adalah suatu kondisi hipomotilits (kelumpuhan)
saluran gastrointestinal tanpa disertai adanya obstruksi mekanik pada
intestinal. Pada kondisi klinik sering disebut dengan ileus paralitik
(Mansjoer, 2011).
Obstruksi usus (obstruksi intestinal) adalah sebagai gangguan
(apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus
(Suratun, dan Lusianah. 2010).
Ileus obstruksi adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus
dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau
menggangu jalannya isi usus (Sabara, 2013)
Jadi dapat dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah
sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui
saluran pencernaan atau gangguan usus disepanjang usus.

2.1.2 Tipe Obstruksi


Tipe obstruksi usus sebagai berikut:
a. Mekanis (Illeus Obstruksi )
Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi
oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia
stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya
intusepsi, tumor polipoid dan neoplasma stenosis, obstruksi batu
empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses. (suratun, dan
Lusianah. 2010)

b. Neurogenik/fungsional (Ileus Paralitik)

4
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami
paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu
mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot,
gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis
seperti penyakit parkinson. (Suratun, dan Lusianah. 2010)

2.1.3 Etiologi Obstruksi Intestinal


a. Perlengketan (Adhesi)
Adhesi terjadi bila lengkung usus menjadi melekat pada area
yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut setelah
pembedahan abdomen. Adhesi, hernia, inkarserata dan keganasan usus
besar paling sering menyebabkan obstruksi. Pada adhesi, onsetnya
terjadi secara tiba-tiba dengan keluhan perut membesar dan nyeri perut.
Dari 60% kasus ileus obstruksi di USA, penyebab terbanyak adhesi
yaitu pada operasi ginekologik, appendoktomi dan reseksi kolorektal.
Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi
umumnya berasal dari rongga peritoneum. Akibat peritonitis setempat
atau umum atau pasca operasi. Adhesi dapat berupa perlengketan
mungkin dalam bentuk tunggal atau multiple. (Suratun, dan Lusianah.
2010).

b. Intususepsi
Intususepsi terjadi jika salah satu bagian dari usus menyusut ke
dalam bagian lain yang ada di bawahnya akibat penyempitan lumen
usus. Segmen usus tertarik ke dalam segmen berikutnya oleh gerakan
peristaltic yang memperlakukan segmen itu seperti usus. Paling sering
terjadi pada anak-anak dimana kelenjar limfe mendorong dinding
ileum ke dalam dan terjepit di sepanjang bagian usus tersebut
(ileocaecal) lewat coecum ke dalam usus besar (colon) dan bahkan
sampai sejauh rectum dan anus. (Suratun, dan Lusianah. 2010).

c. Volvulus
Volvulus terjadi jika usus besar yang mempunyai mesocolon
dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan

5
dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi. Keadaan
ini juga dapat te rjadi pada usus halus yang terputar pada
mesentriumnya. (Suratun, dan Lusianah. 2010)
d. Hernia
Prostusi usus melalui area yang lemah pada dinding dan otot
abdomen. (Suratun, dan Lusianah. 2010)

e. Tumor
Tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus atau
tumor di luar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus. (suratun,
dan Lusianah. 2010)

2.1.4 Tanda dan Gejala


Menurut Mansjoer (2011), manifestasi dari ileus obstuksi yaitu :
1) Muntah fekal
2) Dehidrasi : haus terus-menerus, malaisme umum, mengantuk
serta memran mukosa menjadi pecah-pecah
3) Konstipasi (sulit BAB)
4) Distensi abdomen
5) BAB darah dan lendir tapi tidak ada feses dan flatus.

2.1.5 Patofisiologi Obstruksi Intestinal (Usus)


Obstruksi mekanik pada usus berhubungan dengan perubahan
fungsi dari usus, dimana terjadi peningkatan tekanan intraluminal. Bila
terjadi obstruksi maka bagian proksimal dari usus mengalami distensi
dan berisi gas, cairan dan elektrolit. Bila terjadi peningkatan tekanan
intraluminal, hiperekskresi akan meningkat pada saat kemampuan
absorbs usus menurun, sehingga terjadi kehilangan volume sistemik
yang besar dan progresif. Awalnya peristaltik pada bagian proksimal
usus meningkat melawan adanya hambatan.
Peristaltik yeng terus berlanjut menyebabkan aktivitasnya pecah,
dimana frekuensinya tergantung pada lokasi obstruksi. Bila obstruksi
terus berlanjut dan terjadi peningkatan tekanan intraluminal, maka

6
bagian proksimal dari usus tidak akan berkontraksi dengan baik dan
bising usus menjadi tidak teratur dan hilang.

Peningkatan tekanan intraluminal dan adanya distensi


menyebabkan gangguan vaskuler terutama stasis vena. Dinding usus
menjadi udem terjadi translokasi bakteri ke pembuluh darah. Produksi
toksin yang disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menyebabkan
timbulnya gejala sistemik. Efek lokal peregangan usus akibat udem usus
adalah anoksia, iskemik pada jaringan yang terlokalisir, nekrosis disertai
absorbsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi
sistemik.
Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul
tanpa disertai gangguan vaskulerdan neurologik. Makanan dan cairan
yang tertelan, sekresi usus dan udara akan berkumpul dalam jumlah
yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian proksimal dari usus
mengalami distensi dan bagian distalnya kolaps.
Fungsi sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun
dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang
berat dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan
mengganggu peristaltik dan fungsi sekresi mukosa serta meningkatkan
risiko terjadinya dehidrasi, iskemik, nekrosis, perforasi, peritonitis dan
kematian.
Pada obstruksi strangulata, biasanya berawal dari obstruksi
vena, yang kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemik
yang cepat pada dinding usus. Usus menjadi udem dan nekrosis,
memacu usus menjadi gangren dan perforasi. (Suratun, dan Lusianah.
2010)

7
a. Patologis

Sumber : medlinux.com

2.1.6 Manifestasi Klinik Obstruksi Intestinal (Usus)


a. Obstruksi Usus Halus
1) Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen sekitar umbilikus atau
bagian epigasterium yang cenderung bertambah berat sejakan
dengan beratnya obstruksi dan bersifat intermiten (hilang timbul).
Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus
halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat
konstan/menetap.

8
2) Klien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi
fekal dan tidak terdapat flatus.
3) Umumnya gejala obstruksi usus berupa konstipasi yang berakhir
pada distensi abdomen, tetapi pada klien dengan obstruksi partial
bisa mengalami diare.
4) Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya
menjadi i sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus
terdorong ke arah mulut.
5) Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat
terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang
terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen.
6) Jika obstruksi usus berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan
terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma, dengan manifestasi klinis takikardi dan ipotensi, suhu tubuh
biasanya normal tetapi kadang-kadang dapat meningkat. Demam
menunjukkan adanya obstruksi strangulata.
7) Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi
dan peristaltik meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus
berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Adanya feces
bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai
adanya keganasan dan intususepst.(Suratun, dan Lusianah: 2010).

b. Obstruksi Usus Besar


1) Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan
obstruksi pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah.
2) Muntah muncul terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten.
Padai klien dengan obstruksi di sigmoid dan rectum, konstipasi
dapat menjad gejala satu-satunya selama beberapa hari.
3) Akhirnya abdomen menjadi sangat distensi, loop dari usus besar
menjad dapat dilihat dari luar melalui dinding abdomen.
4) Klien mengalami kram akibat nyeri abdomen bawah (Suratun, dan
Lusianah: 2010).

9
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik Pada Obstruksi Intestinal
b. Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai
elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amylase sering didapatkan.
Leukositosis menunjukan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya
terjadi pada38%-50% obstuksi strangulate dibandingkan 27%-44% pada
obstruksi non-strangulate. Hematocrit yang meningkat dapat timbul pada
dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas
darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolic bila muntah berat, dan
metabolic asidosis bila ada tanda – tanda syok, dehidrasi dan ketosis.

c. Pemeriksaan foto polos abdomen


Pada pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dilatasi lengkung usus
halus disertai adanya batas antara air dan udara atau gas (air fluid level) yang
membentuk pola bagaikan tangga, terutama pada obstruksi bagian distal.
Fotopolos abdomen mempunyai sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. Pada
kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi strangulasi dan nekrosis, maka
akan terlihat gambaran berupa hilangnya mukosa yang regular dan adanya
gas di dalam dinding usus. Udara bebas pada foto toraks tegak menunjukkan
adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat
menyebabkan peritonitis akibat adanya perforasi.

d. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CT-Scan akan mempertunjukkan secara lebih
teliti adanya kelainan pada dinding usus (obstruksi komplit, abses,
keganasan), kelainan pada mesenterikus, dan peritoneum. CT-Scan harus
dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah. Pada
pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.

e. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema.

10
Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas pada klien dengan
obstruksi usus halus. Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat
jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto
polos abdomen. Pada anak-anak dengan intus suscepsi, pemeriksaan enema
barium tidaklah hanya sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.

f. Pemeriksaan ultrasonografi (USG).


Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.

g. Pemeriksaan Magnetik Resonansi Imaging (MRI).


Tehnik ini digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
(Suratun, dan Lusianah. 2010)

2.1.8 Komplikasi Obstruksi Intestinal


Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat
obstruksi usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan,
hasil-hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami
strangulasi mungkin mengalami perforasi dan menggeluarkan materi tersebut
ke dalam rongga peritoneum yang menyebabkan peritonitis. Tetapi meskipun
usus tidak mengalami perforasi bakteri dapat melintasi usus yang permeabel
tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan
mengakibatkan syok septik. Komplikasi lain yang dapat timbul antara lain syok
hipovolemia, abses, pneumonia aspirasi dari proses muntah dan dapat
menyebabkan kematian. (Suratun, dan Lusianah: 2010).

2.1.9 Penatalaksaan Medis Pada Obstruksi Usus


Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan
dan elektrolit, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan
kompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, serta menghilangkan
obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
(suratun, dan Lusianah. 2010)
a. Penatalaksanaan Pada Obstruksi Usus Halus

11
Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik
bermanfaat mencegah muntah, mengurangi aspirasi dan mencegah distensi
abdomen. Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulast yang terjadi
memerlukan tindakan pembedahan. Persiapan sebelum pembedahan selain
pemasangan selang nasogastrik, dilakukan terapi intravena diperlukan untuk
mengganti kehilangan cairan dan elektrolit natrium, konida dan kalium), serta
pemberian antibiotik terutama jika terdapat strangulasi. (Suratun, dan Lusianah.
2010)
1) Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab
obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan
perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah herniotomi.
2) Pasca Bedah. Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal
cairan dan elektrolit. Harus dicegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalor yang cukup. Perlu dingat bahwa pasca bedah, usus kien
masih dalam keadaan paralitik. (Suratun, dan Lusianah. 2010)

b. Penatalaksanaan Pada Obstruksi Usus Besar


Tujuan pengobatan yang paling utama adalah dekompresi kolon yang
mengalami obstruksi sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah
pemotongan bagian yang mengalami obstruksi.
Persiapan sebelum operasi sama seperti persiapan pada obstruksi usus
halus. Apabila obstruksirelatif tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat
dilaksanakan untuk membuka lilitan dan dekompresi usus. Sekostomi,
pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum , dapat dilakukan pada
klien yang beresiko buruk terhadap pembedahan dan sangat memerlukan
pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah reseksi
bedah untuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara
atau permanen mungkin diperlukan. (Suratun, dan Lusianah. 2010)

12
2.1 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
A. Pengumpulan Data
1. Identitas
a. Identitas Pasien/klien
- Nama
- Tanggal lahir/umur
- Jenis kelamin
- Agama
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Golongan Darah
- Diagnosa Medis
- Tanggal Masuk RS
- Tanggal Pengkajian
- Alamat
b. Identitas Penanggung Jawab
- Nama
- Umur
- Agama
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Alamat

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Pasien mengeluh nyeri perut
b. Alasan masuk RS
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
- P : Provokatif/paliatif
- Q : Kualitas/Kuantitas
- R : Region/radiasi

13
- S : Severity scale
- T : Timing
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
f. Genogram

3. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan umum
b. Kesadaran
c. Tanda-Tanda Vital
- Suhu
- Nadi
- Respirasi
- Tekanan Darah

d. Sistem Pengindraan
1) Penglihatan
Konjungtiva kedua mata ananemis, sklera kedua mata
anikterik, reflex cahaya (+), reflex kornea (+), ptosis (-),
distribusi kedua alismerata, tajam penglihatan normal (klien
dapat membaca huruf padakoran pada jarak baca sekitar 30 cm),
strabismus (-), lapang pandang pada kedua mata masih dalam
batas normal, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan pada kedua
mata.
2) Penciuman
Fungsi penciuman baik ditandai dengan klien dapat
membedakan bau kopi dan kayu putih.
3) Pendengaran
Tidak ada lesi pada kedua telinga, tidak ada serumen,
fungsi pendengaran pada kedua telinga baik ditandai dengan
klien dapat menjawab seluruh pertanyaan tanpa harus diulang,
tidak ada nyeri tragus, tidak ada nyeri tekan pada kedua tulang
mastoid, tidak ada massa pada kedua telinga.
4) Pengecapan/Perasa

14
Fungsi pengecapan baik, klien dapat membedakan rasa
manis,asam, asin dan pahit.

5) Peraba
Klien dapat merasakan sentuhan ketika tangannya
dipegang, kliendapat merasakan sensasi nyeri ketika dicubit.

e. Sistem Pernafasan
Mukosa hidung merah muda, lubang hidung simetris,
tidak ada lesipada hidung, polip (-), keadaan hidung bersih,
sianosis (-), tidak ada nyeri tekan pada area sinus, tidak ada lesi
pada daerah leher dan dada, tidak ada massa pada daerah leher,
bentuk dada simetris, tidak ada nyeri tekan pada daerah leher
dan dada, pergerakan dada simetris, tidak tampak pernapasan
cuping hidung dan retraksi interkosta, tidak ada kesulitan saat
bernafas atau berbicara. Pola nafas reguler dengan bunyi nafas
vesikuler.

f. Sistem Pencernaan
Keadaan bibir simetris, mukosa bibir lembab, stomatitis
(-), tidak ada gigi yang tanggal maupun berlubang, lidah
berwarna merah muda, terpasang NGT, cairan NGT hijau ± 400
cc, tidak ada pembesaran hepar, tidak ada parut, nyeri tekan (+)
pada area supra umbilikus, bising usus3 x/menit, perut kembung
(distensi), tidak bisa BAB dan flatus, muntah 2 kali.

g. Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada peningkatan vena jugularis, Capillary Refill
Time (CRT) kembali kurang dari 2 detik, bunyi perkusi dullness
pada daerah ICS 2 lineasternal dekstra dan sinistra, terdengar
jelas bunyi jantung S1 pada ICS4 lineasternal sinistra dan bunyi
jantung S2 pada ICS 6 midklavikula sinistra tanpa ada bunyi
tambahan, irama jantung reguler.

15
h. Sistem Urinaria
Tidak ada keluhan nyeri atau sulit BAK, tidak terdapat
distensi pada kandung kemih, tidak ada nyeri tekan pada daerah
supra pubis, terpasang cateter.

i. Sistem Endokrin
Pada saat dilakukan palpasi tidak ada pembesaran
kelenjar thyroid, tremor (-), tidak ada kretinisme, tidak ada
gigantisme.

j. Sistem Muskuloskeletal
1) Ekstremitas Atas
Kedua tangan dapat digerakkan, reflek bisep dan trisep
positif pada kedua tangan. ROM (range of motion) pada kedua
tanganmaksimal, tidak ada atrofi otot kedua tangan, terpasang
infuse padatangan kiri.
2) Ekstremitas Bawah
Kedua kaki dapat digerakkan, tidak ada lesi, reflek
patella positif,reflek babinski negative, tidak ada varises, tidak
ada edema.

k. Sistem Reproduksi
Pertumbuhan payudara (+), tidak ada lesi, tidak ada
benjolan pada payudara. Klien mengalami haid pertama pada
usia 12 tahun (kelas 6SD), siklus haid 28 hari, kadang-kadang
nyeri haid (dismenorhoe).

l. Sistem Integumen
Warna kulit sawo matang, keadaan kulit kepala bersih,
rambut ikaltumbuh merata, turgor kulit baik, tidak ada lesi, kuku
pendek dan bersih.

16
4. Pola Aktivitas Sehari-hari
Aktivitas di rumah dan di RS

5. Data Psikososial dan Spiritual


a. Pola komunikasi
b. Konsep diri
c. Mekanisme koping
d. Aspek Spiritual
- Makna hidup
- Pandangan terhadap sakit
- Keyakinan akan kesembuhan
- Kemampuan beribadah saat sakit

6. Data Pengetahuan (Klien dan Keluarga )

7. Data Penunjang
a. Hasil laboratorium
- HB
- Leukosit
- LED
- SGOT
- SGPT
- Natrium
- Kalium
b. Hasil pemeriksaan diagnostic lain

8. Therapy

B. Analisa Data

Data Kemungkinan Penyebab Masalah

17
Ds : Data Subjektif yaitu Etiologi terjadinya masalah Masalah kesehatan yang
data yang didapatkan dari dapat di intervensi dengan
pasien sebagai suatu Asuhan Keperawatan.
pendapat terhadap suatu Prioritas masalah ditentukan
situasi dan kejadian. berdasarkan hierarki
Contohnya: Pasien kebutuhan menurut Maslow.
mengeluh nyeri

Do : Data Objektif yaitu


data yang di observasi dan
diukur dapat diperoleh
menggunakan panca indra
selama pemeriksaan fisik.
Contohnya: Pasien terlihat
meringis

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan proses obstruksi atau
malfungsi gastrik atau selang drainase usus
2. Resiko tinggi terjadinya kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebih akibat obstruksi dan muntah tahap lanjut dan
penurunan masukan akibat pembatasan cairan
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengingat, informasi
yang tidak adekuat tentang penyakit, pengobatan, perawatan penyakitnya.

III. PERENCANAAN KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan dan Intervensi


Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan

18
Gangguan rasa Tujuan: 1. Kaji karakteristik 1. Kaji nyeri untuk
nyaman: nyeri Meningkatkan nyeri, durasi, mengetahui
berhubungan kenyamanan klien frekuensi dan skala keadaan pasien
dengan proses atau nyeri teratasi nyeri klien (0 – 10) dan dasar untuk
obstruksi atau Kriteria Hasil: mengatasi nyeri
malfungsi a. Klien 2. Ajarkan teknik 2. Teknik distraksi
gastrik atau melaporkan distraksi dan dan relaksasi
selang nyeri relaksasi pada klien dapat
drainase usus. berkurang atau mengalihkan
hilang rasa nyeri klien
b. Klien tampak 3. Berikan analgetik 3. Analgetik dapat
rileks dan antiemetic menghilangkan
c. Klien dapat sesuai program rasa nyeri dan
istirahat dan medik menghilangkan
tidur cukup. mual
d. Skala nyeri 0 – 4. Pertahankan 4. Sebagai
2 sambungan pada pertahanan
penghisap kepatenan dan
intermitten rendah fungsi yang
atau sesuai program. tepat dari selang
gastrik atau
usus.
5. Irigasi selang 5. Irigasi selang
dengan salin normal menghilangkan
30ml / sesuai sumbatan pada
program selang, sehingga
drainase lancar.
6. Pertahankan selang 6. Pada posisi
gastrik tepat selang yang
posisinya dalam tidak tepat,
lambung dengan dapat
plester atau perekat menyebabkan
lain distensi

19
abdomen yang
menyebabkan
nyeri
7. Hindari oklusi dari 7. Oklusi dapat
lubang sisi selang menghilangkan
penghisap kepatenan
selang gastrik
atau usus,
sehingga dapat
meningkatkan
obstruksi
8. Masukkan selang 8. Posisi selang
usus dengan gastrik yang
perlahan sampai tepat dapat
mencapai lokasi mengurangi
yang diinginkan. nyeri
9. Rubah posisi tidur 9. Posisi tidur
klien; miring yang tepat
kanan, terlentang, dapat
miring kiri. memudahkan
pasase selang
gastrik atau
usus.
10. Pertahankan 10. Posisi kepala
kepala tempat tempat tidur
tidur tinggi 30 – yang tinggi
45 derajat sesuai dapat
program meningkatkan
kenyamanan
dan
meningkatkan
ventilasi paru

20
11. Anjurkan klien 11. Perubahan
untuk merubah posisi dapat
posisi tidur setiap meningkatkan
2 jam sesuai peristaltic usus
indikasi
12. Berikan 12. Perawatan
perawatan mulut: mulut yang
menyikat gigi, sering menjaga
mencuci mulut, kelembapan
dan berikan mukosa mulut
pelumas bibir dan
Resiko tinggi Tujuan : dengan
1. Kaji interval
tingkat meningkatkan
1. Penyimpanan
terjadinya Tidak terjadi sering.
kekurangan cairan kenyamanan
dari hasil
kekurangan kekurangan : turgor kulit, faring
pengkajian
volume cairan volume cairan. 13. Lakukan
membrane 13. Perawatan
merupakan
berhubungan Kriteria hasil : perawatan
mukosa, cuping cuping hidung
indicator
dengan a. Turgor kulit hidung yang
mengeluh haus untuk mencegah
kekurangan
kehilangan baik terpasang selang iritasi
cairandan
cairan b. Membrane 2. dan beri pelumas
Monitor intake 2. memberikan
Monitor intake
berlebihan mukosa dan output cairan kenyamanan
dan output
akibat lembab (muntah, cairan untuk
obstruksi dan c. Pengeluaran pengeluaran mengidentifika
muntah urine 30 urine) 8 jam. si kekurangan
terhadap ml/jam cairan dan
lanjutan dan d. Klien tidak untuk
penurunaan mengeluh menentukan
masukan haus jumlah koreksi
akibat e. Tanda-tanda cairan
pembatasan vital dalam 3. Timbang berat 3. BB yang turun
cairan. batas normal badan klien setiap drastic
hari merupakan
salah satu tanda
kehilangan

21
cairan dalam
jumlah besar
4. Catat jumlah dan 4. Karakteristik
karakter aspirasi aspirasi
gastrointestinal gastrointestinal
setiap hari sebagai
Indikator
kekurangan
cairan
5. Siapkan 5. Pemeriksaan
spesismen untuk cairan aspirasi
pemeriksaan untuk
cairan aspirasi mengetahui
gastrointestinal kehilangan
sesuai program elektolit dan
pH cairan
6. Monitor tanda- 6. Perubahan
tanda vital setiap tanda-tanda
8 jam vital
merupakan
indikasi
kekurangan
cairan
7. Ukur lingkar 7. Ukur lingkar
abdomen setiap abdomen
hari sebagai
evaluasi
kemungkinan
terjadinya
kelebihan
cairan

22
8. Berikan cairan 8. Cairan
intavena sesuai Intravena untuk
program medik pemenuhan
kebutuhan
cairan

Kurang Tujuan : 1. Kaji pengetahuan 1. Sebagai dasar


pengetahuan Klien klien tantang untuk
berhubungan mendapatkan penyakit, memberikan
dengan kurang pemahaman pengobatan dan pendidikan
mengingat. tentang penyakit, perawatan kesehatan
Informasi yang pengobatan dan 2. Berikan 2. Klien
tidak adekuat perawatan penjelasan tentang mendapatkan
tentang Kriteria hasil : penyakit obstruksi pemahaman
penyakit, a. Klien dapat dan cara tentang
pengobatan, menjelaskan mencegah penyakitnya
perawatan, penyakitnya kekambuhan
penyakitnya b. Klien dapat 3. Jelaskan, gejala- 3. Klien mendapat
menyebutkan gejala pemahaman
pengobatan kekambuhan tentang gejala
penyakit obstruksi kekambuhan

23
yang akan dan laporkan pada dan antisipasi
diberikan perawat atau memberikan
c. Klien dapat dokter penanganan
menjelaskan segera terhadap
perawatan kekambuhan
yang akan 4. Jelaskan obat- 4. Klien
dilakukan obatan yang mendapatkan
selama sakit’ dodapat tentang pemahaman
d. Klien control nama obat, tujuan, tentang obat-
tepat waktu dosis, waktu obatan yang
pemberian dan didapat
efek samping yang
mungkin terjadi

5. Jelaskan tentang 5. Klien mendapat


perawatan pemahaman
penyakitnya: diet tentang
tinggi serat, intake perawatan
cairan yang penyakitnya
adekuat, aktivitas
sesuai
kemampuan
6. Jelaskan dan 6. Agar klien tidak
berikan catatan lupa kapan
tulisan waktu waktu kontrol
kontrol setelah ke RS
pulang dari RS

24
IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah pelaksanaan dari perencanaan yang telah
ditentukan sesuai dengan diagnosa keperawatan

V. EVALUASI
Catatan perkembangan atau hasil dari proses asuhan
keperawatan secara menyeluruh. Evaluasi pencapaian kriteria hasil.

Sumber : Suratun dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Sistem Gastrointestinal. Jakarta: CV Trans Info Media.

25
BAB III
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

3.1 Kesimpulan
Menurut Suratun dan Lusianah Obstruksi usus (obstruksi intestinal) adalah
sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang
saluran usus. Ileus obstruksi adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus
dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menggangu
jalannya isi usus (Sabara, 2013). Ileus Obstruksi adalah suatu kondisi
hipomotilits (kelumpuhan) saluran gastrointestinal tanpa disertai adanya
obstruksi mekanik pada intestinal. Pada kondisi klinik sering disebut dengan
ileus paralitik (Mansjoer, 2011). Etiologi obstruksi usus dibagi menjadi 5 yaitu
Perlengketan (Adhesi), Intususepsi, Volvulus, HerniadanTumor.
Ada beberapa tanda dan gejala awal seseorang mengalami obstruksi
intestinal menurut Mansjoer (2011), diantaranya,muntah fekal, dehidrasi : haus
terus-menerus, malaisme umum, mengantuk serta memran mukosa menjadi
pecah-pecah, konstipasi (sulit BAB), distensi abdomen, BAB darah dan lendir
tapi tidak ada feses dan flatus.
Klasifikasi Obstruksi terbagi menjadi dua yaitu Obstruksimekanik atau
mekanikal obstruksi dan Obstruksi paralitik (ileus paralitik atau paralitic
ileus).Obstruksi Mekanis (Illeus Obstruktif) yaitu suatu penyebab fisik
menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik sedangkan Ileus
Paralitik yaitu obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami
paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus. Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan pada penderita
obstruksi intestinal (usus) antara lain, pemeriksaanlaboratorium,
pemeriksaanfotopolos abdomen, pemeriksaan CT Scan, pemeriksaan radiologi
dengan barium enema, pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan pemeriksaan
Angiografi.
Komplikasi obstruksi usus bisa disebabkan karena Strangulasi yang
menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruksi usus. Usus
yang mengalami strangulasi mungkin mengalami perforasi dan menggeluarkan
bakteri ke dalam rongga peritoneum yang menyebabkan peritonitis. Tetapi
meskipun usus tidak mengalami perforasi bakteri dapat melintasi usus yang

26
permeabel tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah
bening dan mengakibatkan syok septik. Komplikasi lain yang dapat timbul
antara lain syok hipovolemia, abses, pneumonia aspirasi dari proses muntah dan
dapat menyebabkan kematian.

3.2 Rekomendasi
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan baik dalam
penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan rekomendasi yang membangun agar kedepan lebih
baik dan penulis berharap kepada semua pembaca mahasiswa khususnya, untuk
lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.

27
DAFTAR PUSTAKA

Febrina, Amelia. 2019 “penyakit bedah umun ileus obstruktif”


https://www.alomedika.com/penyakit/bedah-umum/ileus-obstruktif(di akses
pada tanggal 20 Agustus 2019)
Tjini, Wili. 2018 “asuhan keperawatan gangguan sistem”
http://sibawellbercerita.com/2013/06/asuhan-keperawatan-gangguan-
sistem.html( di akses pada tanggal 20 Agustus 2019)
Kurniadi, Helmanu. 2010 “ileus obstruksi”
https://www.academia.edu/28939343/ILEUS_OBSTRUKSI( di akses pada
tanggal 21 Agustus 2019)
Suratun, dan Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: CV Trans Info Media.
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.

28

Anda mungkin juga menyukai