PENDAHULUAN
1
Angka kejadian di Indonesia menunjukan kasus laparotomi meningkat dari 162
kasus pada tahun 2005 menjadi 983 kasus pada 2006 dan 1281 kasus pada tahun 2007
(Depkes RI, 2007) . Angka kejadian di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan
menunjukan semakin tingginya angka terapi pembedahan abdomen tiap tahunya, pada
tahun 2008 terdapat 172 kasus laparotomi, lalu pada tahun 2009 terdapat 182 kasus
pembedahan laparotomi (Razid, 2010)
Salah satu cara penanganan pada pasien dengan obstruksi ileus adalah dengan
pembedahan laparotomi, penyayatan pada dinding abdomen. Obstruksi ileus dapat
terjadi pada setiap usia. Namun penyakit ini sering dijumpai pada orang dewasa
(Suratun, dan Lusianah: 2010)
Laparotomi adalah suatu pembedahan yang dilakukan pada bagian abdomen
untuk mengetahui suatu gejala dari penyakit yang diderita oleh pasien.suatu kondisi
yang memungkinkan untuk dilakukan tindakan laparotomi adalah : Kanker organ
abdominal, radang selaput perut, appendisitis, pankreasitis, obstruksi ileus (Suratun,
dan Lusianah: 2010).
2
f. Evaluasi keperawatan
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami
paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu
mendorong isi sepanjang usus. Contohnya amiloidosis, distropi otot,
gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, atau gangguan neurologis
seperti penyakit parkinson. (Suratun, dan Lusianah. 2010)
b. Intususepsi
Intususepsi terjadi jika salah satu bagian dari usus menyusut ke
dalam bagian lain yang ada di bawahnya akibat penyempitan lumen
usus. Segmen usus tertarik ke dalam segmen berikutnya oleh gerakan
peristaltic yang memperlakukan segmen itu seperti usus. Paling sering
terjadi pada anak-anak dimana kelenjar limfe mendorong dinding
ileum ke dalam dan terjepit di sepanjang bagian usus tersebut
(ileocaecal) lewat coecum ke dalam usus besar (colon) dan bahkan
sampai sejauh rectum dan anus. (Suratun, dan Lusianah. 2010).
c. Volvulus
Volvulus terjadi jika usus besar yang mempunyai mesocolon
dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan
5
dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi. Keadaan
ini juga dapat te rjadi pada usus halus yang terputar pada
mesentriumnya. (Suratun, dan Lusianah. 2010)
d. Hernia
Prostusi usus melalui area yang lemah pada dinding dan otot
abdomen. (Suratun, dan Lusianah. 2010)
e. Tumor
Tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus atau
tumor di luar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus. (suratun,
dan Lusianah. 2010)
6
bagian proksimal dari usus tidak akan berkontraksi dengan baik dan
bising usus menjadi tidak teratur dan hilang.
7
a. Patologis
Sumber : medlinux.com
8
2) Klien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi bukan materi
fekal dan tidak terdapat flatus.
3) Umumnya gejala obstruksi usus berupa konstipasi yang berakhir
pada distensi abdomen, tetapi pada klien dengan obstruksi partial
bisa mengalami diare.
4) Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya
menjadi i sangat keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus
terdorong ke arah mulut.
5) Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat
terjadi. Semakin kebawah obstruksi di area gastrointestinal yang
terjadi, semakin jelas adanya distensi abdomen.
6) Jika obstruksi usus berlanjut terus dan tidak diatasi maka akan
terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma, dengan manifestasi klinis takikardi dan ipotensi, suhu tubuh
biasanya normal tetapi kadang-kadang dapat meningkat. Demam
menunjukkan adanya obstruksi strangulata.
7) Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen tampak distensi
dan peristaltik meningkat. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus
berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang. Adanya feces
bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai
adanya keganasan dan intususepst.(Suratun, dan Lusianah: 2010).
9
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik Pada Obstruksi Intestinal
b. Pemeriksaan laboratorium
Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal.
Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai
elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amylase sering didapatkan.
Leukositosis menunjukan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya
terjadi pada38%-50% obstuksi strangulate dibandingkan 27%-44% pada
obstruksi non-strangulate. Hematocrit yang meningkat dapat timbul pada
dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas
darah mungkin terganggu, dengan alkalosis metabolic bila muntah berat, dan
metabolic asidosis bila ada tanda – tanda syok, dehidrasi dan ketosis.
d. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CT-Scan akan mempertunjukkan secara lebih
teliti adanya kelainan pada dinding usus (obstruksi komplit, abses,
keganasan), kelainan pada mesenterikus, dan peritoneum. CT-Scan harus
dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam pembuluh darah. Pada
pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi dari obstruksi.
10
Pemeriksaan ini mempunyai suatu peran terbatas pada klien dengan
obstruksi usus halus. Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat
jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto
polos abdomen. Pada anak-anak dengan intus suscepsi, pemeriksaan enema
barium tidaklah hanya sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.
11
Dekompresi pada usus melalui selang usus halus atau nasogastrik
bermanfaat mencegah muntah, mengurangi aspirasi dan mencegah distensi
abdomen. Apabila usus tersumbat secara lengkap, maka strangulast yang terjadi
memerlukan tindakan pembedahan. Persiapan sebelum pembedahan selain
pemasangan selang nasogastrik, dilakukan terapi intravena diperlukan untuk
mengganti kehilangan cairan dan elektrolit natrium, konida dan kalium), serta
pemberian antibiotik terutama jika terdapat strangulasi. (Suratun, dan Lusianah.
2010)
1) Tindakan pembedahan terhadap obstruksi usus halus tergantung penyebab
obstruksi. Penyebab paling umum dari obstruksi seperti hernia dan
perlengketan. Tindakan pembedahannya adalah herniotomi.
2) Pasca Bedah. Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal
cairan dan elektrolit. Harus dicegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalor yang cukup. Perlu dingat bahwa pasca bedah, usus kien
masih dalam keadaan paralitik. (Suratun, dan Lusianah. 2010)
12
2.1 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
A. Pengumpulan Data
1. Identitas
a. Identitas Pasien/klien
- Nama
- Tanggal lahir/umur
- Jenis kelamin
- Agama
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Golongan Darah
- Diagnosa Medis
- Tanggal Masuk RS
- Tanggal Pengkajian
- Alamat
b. Identitas Penanggung Jawab
- Nama
- Umur
- Agama
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Alamat
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama : Pasien mengeluh nyeri perut
b. Alasan masuk RS
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
- P : Provokatif/paliatif
- Q : Kualitas/Kuantitas
- R : Region/radiasi
13
- S : Severity scale
- T : Timing
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
f. Genogram
3. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan umum
b. Kesadaran
c. Tanda-Tanda Vital
- Suhu
- Nadi
- Respirasi
- Tekanan Darah
d. Sistem Pengindraan
1) Penglihatan
Konjungtiva kedua mata ananemis, sklera kedua mata
anikterik, reflex cahaya (+), reflex kornea (+), ptosis (-),
distribusi kedua alismerata, tajam penglihatan normal (klien
dapat membaca huruf padakoran pada jarak baca sekitar 30 cm),
strabismus (-), lapang pandang pada kedua mata masih dalam
batas normal, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan pada kedua
mata.
2) Penciuman
Fungsi penciuman baik ditandai dengan klien dapat
membedakan bau kopi dan kayu putih.
3) Pendengaran
Tidak ada lesi pada kedua telinga, tidak ada serumen,
fungsi pendengaran pada kedua telinga baik ditandai dengan
klien dapat menjawab seluruh pertanyaan tanpa harus diulang,
tidak ada nyeri tragus, tidak ada nyeri tekan pada kedua tulang
mastoid, tidak ada massa pada kedua telinga.
4) Pengecapan/Perasa
14
Fungsi pengecapan baik, klien dapat membedakan rasa
manis,asam, asin dan pahit.
5) Peraba
Klien dapat merasakan sentuhan ketika tangannya
dipegang, kliendapat merasakan sensasi nyeri ketika dicubit.
e. Sistem Pernafasan
Mukosa hidung merah muda, lubang hidung simetris,
tidak ada lesipada hidung, polip (-), keadaan hidung bersih,
sianosis (-), tidak ada nyeri tekan pada area sinus, tidak ada lesi
pada daerah leher dan dada, tidak ada massa pada daerah leher,
bentuk dada simetris, tidak ada nyeri tekan pada daerah leher
dan dada, pergerakan dada simetris, tidak tampak pernapasan
cuping hidung dan retraksi interkosta, tidak ada kesulitan saat
bernafas atau berbicara. Pola nafas reguler dengan bunyi nafas
vesikuler.
f. Sistem Pencernaan
Keadaan bibir simetris, mukosa bibir lembab, stomatitis
(-), tidak ada gigi yang tanggal maupun berlubang, lidah
berwarna merah muda, terpasang NGT, cairan NGT hijau ± 400
cc, tidak ada pembesaran hepar, tidak ada parut, nyeri tekan (+)
pada area supra umbilikus, bising usus3 x/menit, perut kembung
(distensi), tidak bisa BAB dan flatus, muntah 2 kali.
g. Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada peningkatan vena jugularis, Capillary Refill
Time (CRT) kembali kurang dari 2 detik, bunyi perkusi dullness
pada daerah ICS 2 lineasternal dekstra dan sinistra, terdengar
jelas bunyi jantung S1 pada ICS4 lineasternal sinistra dan bunyi
jantung S2 pada ICS 6 midklavikula sinistra tanpa ada bunyi
tambahan, irama jantung reguler.
15
h. Sistem Urinaria
Tidak ada keluhan nyeri atau sulit BAK, tidak terdapat
distensi pada kandung kemih, tidak ada nyeri tekan pada daerah
supra pubis, terpasang cateter.
i. Sistem Endokrin
Pada saat dilakukan palpasi tidak ada pembesaran
kelenjar thyroid, tremor (-), tidak ada kretinisme, tidak ada
gigantisme.
j. Sistem Muskuloskeletal
1) Ekstremitas Atas
Kedua tangan dapat digerakkan, reflek bisep dan trisep
positif pada kedua tangan. ROM (range of motion) pada kedua
tanganmaksimal, tidak ada atrofi otot kedua tangan, terpasang
infuse padatangan kiri.
2) Ekstremitas Bawah
Kedua kaki dapat digerakkan, tidak ada lesi, reflek
patella positif,reflek babinski negative, tidak ada varises, tidak
ada edema.
k. Sistem Reproduksi
Pertumbuhan payudara (+), tidak ada lesi, tidak ada
benjolan pada payudara. Klien mengalami haid pertama pada
usia 12 tahun (kelas 6SD), siklus haid 28 hari, kadang-kadang
nyeri haid (dismenorhoe).
l. Sistem Integumen
Warna kulit sawo matang, keadaan kulit kepala bersih,
rambut ikaltumbuh merata, turgor kulit baik, tidak ada lesi, kuku
pendek dan bersih.
16
4. Pola Aktivitas Sehari-hari
Aktivitas di rumah dan di RS
7. Data Penunjang
a. Hasil laboratorium
- HB
- Leukosit
- LED
- SGOT
- SGPT
- Natrium
- Kalium
b. Hasil pemeriksaan diagnostic lain
8. Therapy
B. Analisa Data
17
Ds : Data Subjektif yaitu Etiologi terjadinya masalah Masalah kesehatan yang
data yang didapatkan dari dapat di intervensi dengan
pasien sebagai suatu Asuhan Keperawatan.
pendapat terhadap suatu Prioritas masalah ditentukan
situasi dan kejadian. berdasarkan hierarki
Contohnya: Pasien kebutuhan menurut Maslow.
mengeluh nyeri
18
Gangguan rasa Tujuan: 1. Kaji karakteristik 1. Kaji nyeri untuk
nyaman: nyeri Meningkatkan nyeri, durasi, mengetahui
berhubungan kenyamanan klien frekuensi dan skala keadaan pasien
dengan proses atau nyeri teratasi nyeri klien (0 – 10) dan dasar untuk
obstruksi atau Kriteria Hasil: mengatasi nyeri
malfungsi a. Klien 2. Ajarkan teknik 2. Teknik distraksi
gastrik atau melaporkan distraksi dan dan relaksasi
selang nyeri relaksasi pada klien dapat
drainase usus. berkurang atau mengalihkan
hilang rasa nyeri klien
b. Klien tampak 3. Berikan analgetik 3. Analgetik dapat
rileks dan antiemetic menghilangkan
c. Klien dapat sesuai program rasa nyeri dan
istirahat dan medik menghilangkan
tidur cukup. mual
d. Skala nyeri 0 – 4. Pertahankan 4. Sebagai
2 sambungan pada pertahanan
penghisap kepatenan dan
intermitten rendah fungsi yang
atau sesuai program. tepat dari selang
gastrik atau
usus.
5. Irigasi selang 5. Irigasi selang
dengan salin normal menghilangkan
30ml / sesuai sumbatan pada
program selang, sehingga
drainase lancar.
6. Pertahankan selang 6. Pada posisi
gastrik tepat selang yang
posisinya dalam tidak tepat,
lambung dengan dapat
plester atau perekat menyebabkan
lain distensi
19
abdomen yang
menyebabkan
nyeri
7. Hindari oklusi dari 7. Oklusi dapat
lubang sisi selang menghilangkan
penghisap kepatenan
selang gastrik
atau usus,
sehingga dapat
meningkatkan
obstruksi
8. Masukkan selang 8. Posisi selang
usus dengan gastrik yang
perlahan sampai tepat dapat
mencapai lokasi mengurangi
yang diinginkan. nyeri
9. Rubah posisi tidur 9. Posisi tidur
klien; miring yang tepat
kanan, terlentang, dapat
miring kiri. memudahkan
pasase selang
gastrik atau
usus.
10. Pertahankan 10. Posisi kepala
kepala tempat tempat tidur
tidur tinggi 30 – yang tinggi
45 derajat sesuai dapat
program meningkatkan
kenyamanan
dan
meningkatkan
ventilasi paru
20
11. Anjurkan klien 11. Perubahan
untuk merubah posisi dapat
posisi tidur setiap meningkatkan
2 jam sesuai peristaltic usus
indikasi
12. Berikan 12. Perawatan
perawatan mulut: mulut yang
menyikat gigi, sering menjaga
mencuci mulut, kelembapan
dan berikan mukosa mulut
pelumas bibir dan
Resiko tinggi Tujuan : dengan
1. Kaji interval
tingkat meningkatkan
1. Penyimpanan
terjadinya Tidak terjadi sering.
kekurangan cairan kenyamanan
dari hasil
kekurangan kekurangan : turgor kulit, faring
pengkajian
volume cairan volume cairan. 13. Lakukan
membrane 13. Perawatan
merupakan
berhubungan Kriteria hasil : perawatan
mukosa, cuping cuping hidung
indicator
dengan a. Turgor kulit hidung yang
mengeluh haus untuk mencegah
kekurangan
kehilangan baik terpasang selang iritasi
cairandan
cairan b. Membrane 2. dan beri pelumas
Monitor intake 2. memberikan
Monitor intake
berlebihan mukosa dan output cairan kenyamanan
dan output
akibat lembab (muntah, cairan untuk
obstruksi dan c. Pengeluaran pengeluaran mengidentifika
muntah urine 30 urine) 8 jam. si kekurangan
terhadap ml/jam cairan dan
lanjutan dan d. Klien tidak untuk
penurunaan mengeluh menentukan
masukan haus jumlah koreksi
akibat e. Tanda-tanda cairan
pembatasan vital dalam 3. Timbang berat 3. BB yang turun
cairan. batas normal badan klien setiap drastic
hari merupakan
salah satu tanda
kehilangan
21
cairan dalam
jumlah besar
4. Catat jumlah dan 4. Karakteristik
karakter aspirasi aspirasi
gastrointestinal gastrointestinal
setiap hari sebagai
Indikator
kekurangan
cairan
5. Siapkan 5. Pemeriksaan
spesismen untuk cairan aspirasi
pemeriksaan untuk
cairan aspirasi mengetahui
gastrointestinal kehilangan
sesuai program elektolit dan
pH cairan
6. Monitor tanda- 6. Perubahan
tanda vital setiap tanda-tanda
8 jam vital
merupakan
indikasi
kekurangan
cairan
7. Ukur lingkar 7. Ukur lingkar
abdomen setiap abdomen
hari sebagai
evaluasi
kemungkinan
terjadinya
kelebihan
cairan
22
8. Berikan cairan 8. Cairan
intavena sesuai Intravena untuk
program medik pemenuhan
kebutuhan
cairan
23
yang akan dan laporkan pada dan antisipasi
diberikan perawat atau memberikan
c. Klien dapat dokter penanganan
menjelaskan segera terhadap
perawatan kekambuhan
yang akan 4. Jelaskan obat- 4. Klien
dilakukan obatan yang mendapatkan
selama sakit’ dodapat tentang pemahaman
d. Klien control nama obat, tujuan, tentang obat-
tepat waktu dosis, waktu obatan yang
pemberian dan didapat
efek samping yang
mungkin terjadi
24
IV. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi adalah pelaksanaan dari perencanaan yang telah
ditentukan sesuai dengan diagnosa keperawatan
V. EVALUASI
Catatan perkembangan atau hasil dari proses asuhan
keperawatan secara menyeluruh. Evaluasi pencapaian kriteria hasil.
25
BAB III
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
3.1 Kesimpulan
Menurut Suratun dan Lusianah Obstruksi usus (obstruksi intestinal) adalah
sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang
saluran usus. Ileus obstruksi adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus
dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menggangu
jalannya isi usus (Sabara, 2013). Ileus Obstruksi adalah suatu kondisi
hipomotilits (kelumpuhan) saluran gastrointestinal tanpa disertai adanya
obstruksi mekanik pada intestinal. Pada kondisi klinik sering disebut dengan
ileus paralitik (Mansjoer, 2011). Etiologi obstruksi usus dibagi menjadi 5 yaitu
Perlengketan (Adhesi), Intususepsi, Volvulus, HerniadanTumor.
Ada beberapa tanda dan gejala awal seseorang mengalami obstruksi
intestinal menurut Mansjoer (2011), diantaranya,muntah fekal, dehidrasi : haus
terus-menerus, malaisme umum, mengantuk serta memran mukosa menjadi
pecah-pecah, konstipasi (sulit BAB), distensi abdomen, BAB darah dan lendir
tapi tidak ada feses dan flatus.
Klasifikasi Obstruksi terbagi menjadi dua yaitu Obstruksimekanik atau
mekanikal obstruksi dan Obstruksi paralitik (ileus paralitik atau paralitic
ileus).Obstruksi Mekanis (Illeus Obstruktif) yaitu suatu penyebab fisik
menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik sedangkan Ileus
Paralitik yaitu obstruksi yang terjadi karena suplai saraf ototnom mengalami
paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus. Pemeriksaan diagnostik yang bisa dilakukan pada penderita
obstruksi intestinal (usus) antara lain, pemeriksaanlaboratorium,
pemeriksaanfotopolos abdomen, pemeriksaan CT Scan, pemeriksaan radiologi
dengan barium enema, pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan pemeriksaan
Angiografi.
Komplikasi obstruksi usus bisa disebabkan karena Strangulasi yang
menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruksi usus. Usus
yang mengalami strangulasi mungkin mengalami perforasi dan menggeluarkan
bakteri ke dalam rongga peritoneum yang menyebabkan peritonitis. Tetapi
meskipun usus tidak mengalami perforasi bakteri dapat melintasi usus yang
26
permeabel tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah
bening dan mengakibatkan syok septik. Komplikasi lain yang dapat timbul
antara lain syok hipovolemia, abses, pneumonia aspirasi dari proses muntah dan
dapat menyebabkan kematian.
3.2 Rekomendasi
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan baik dalam
penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan rekomendasi yang membangun agar kedepan lebih
baik dan penulis berharap kepada semua pembaca mahasiswa khususnya, untuk
lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.
27
DAFTAR PUSTAKA
28