Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau kebirauan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Kelainan mata glaucoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata,
atrofi saraf optikus, dan menciutnya lapang pandang. (Sidharta Ilyas, 2004).

Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang ketiga di Indonesia.


Terdapat sejumalah 0,40 % penderita glaucoma di Indonesia yang
mengakibatkan kebutaan pada0,60% penduduk prevalensi penyakit mata di
Indonesia adalah kelainan refraksi 24,72%, pterigium 8,79%, katarak 7,40%,
konjungtivitis 1,74%, parut kornea 0,34%, glaucoma 0,40%, retinopati 0,17%,
strabismus 0,12%. Prevalensi dan penyebab butakedua mata adalah lensa
1,02%, glaukom dan saraf kedua 0,16%, kelainan refaksi 0,11%, retina 0,09%,
kornea 0,06%, dan lain-lain 0,03%, prevalensi total 1,47%.(Sidharta Ilyas,
2004). Diperkirakan di Amerika Serikat ada 2 juta orang yang menderita
glaucoma. Diantaranya mereka hamper setenganya mengalami gangguan
penglihatan, dan hamper 70.000 benar-benar buta, bertambah sebanyak 5.500
orang buta tiap tahun. (Sidharta Ilyas, 2004).

Di Indonesia, menurut Riskesdas tahun 2007 prevalensi glaukoma sebesar


0,46%, artinya sebanyak 4 sampai 5 orang dari 1.000 penduduk Indonesia
menderita glaukoma. Berdasarkan data aplikasi rumah
sakit online (SIRS online), jumlah kunjungan glaukoma pada pasien rawat jalan
di RS selama tahun 2015-2017 mengalami peningkatan. (Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2019)

1.2 Rumusan Masalah


Dengan masalah diatas penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan
judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gloukoma”

1
1.3 Tujuan Umum
1.3.1 Memahami pengertian dari penyakit gloukoma
1.3.2 Memahami klasifikasi dari penyakit gloukoma
1.3.3 Mengetahui etiologi dari penyakit gloukoma
1.3.4 Mengetahui tanda dan gejala dari penyakit gloukoma
1.3.5 Mengetahui patofisiologi dari penyakit gloukoma
1.3.6 Mengetahui manifestasi klinik dari penyakit gloukoma
1.3.7 Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari penyakit gloukoma
1.3.8 Mengetahui penatalaksanaan medis dari penyakit gloukoma
1.3.9 Mengetahui penatalaksanaan keperawatan dari penyakit gloukoma
1.4 Tujuan Khusus
Mengetahui asuhan keperawatan dari penyakit gloukoma
1.4.1 Pengkajian data keperawatan
1.4.2 Analisa data keperawatan
1.4.3 Diagnosa keperawatan
1.4.4 Perencanaan keperawatan
1.4.5 Implementasi keperawatan
1.4.6 Evaluasi keperawatan
1.5 Metode penulisan
Dalam penulisan makalah ini, kelompok menggunakan metode dengan
studi kepustakaan yaitu menggunakan beberapa literatur yang digunakan
sebagai referensi.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari BAB satu sampai dengan
BAB tiga. Setiap BAB di jelaskan dengan uraian singkat dan bentuk penyajian
sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan yang menguraikan tentang Latar Belakang Penulisan,
Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Pembahasan yang menguraikan tentang konsep dasar penyakit
meliputi pengertian, tipe, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi,
manifestasi klinik, pemeriksaan diagnostik, komplikasi dan
penatalaksanaan medis atau threatment dan konsep asuhan

2
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
BAB III : Simpulan dan rekomendasi yang menguraikan tentang
kesimpulan dan rekomendasi.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Pengertian Penyakit Glaukoma

Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Kelainan mata glaukoma ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata,
atrofi papil saraf optik, dan menciutnya lapang pandang. Penyakit yang
ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini, disebabkan
bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan berkurangnya
pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil
(glaukoma hambatan pupil). (Ilyas Yulianti, 2015)

Istilah glaukoma digunakan untuk merujuk sekelompok kondisi okular


yang dicirikan oleh kerusakan saraf optikus. Di masa lalu, glaukoma lebih
dilihat sebagai kondisi meningkatnya tekanan intraokular (IOP)
dibandingkan neuropati optik. Saat ini, hal tersebut tidak lagi benar. Tidak
ada keraguan bahwa peningkatan IOP merusak saraf optikus dan lapisan
serabut saraf, tetapi derajat bahayanya sangat beragam. Kerusakan saraf
optikus berhubungan dengan IOP yang disebabkan oleh kongesti cairan
mata (aqueous humor) di mata. (Burnner, Suddarth. 2012)

Glaukoma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya


peningkatan tekanan intraokular, penggaungan, dan degenerasi saraf optik
serta defek lapang pandang yang khas. Istilah glaukoma diberikan untuk
setiap kondisi gangguan kompleks yang melibatkan banyak perubahan
gejala dan tanda patologik, namun memilik satu karakteristik yang cukup
jelas yaitu adanya peningkatan tekanan intraokuli, yang menyebabkan
kerusakan diskus optik (optic disc), menyebabkan atrofi, dan kehilangan
pandangan perifer. Glaukoma umumnya terjadi pada orang kulit hitam
dibandingkan pada orang kulit putih. (Tamsuri Anas.2012)

4
Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua di antara orang dewasa di
Amerika Serikat. Sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala sampai
kerusakan yang ekstensif dan ireversibel terjadi. Glaukoma memengaruhi
individu di segala usia, tetapi lebih menonjol terjadi pada usia lanjut (di atas
40 tahun). Pasien lain yang berisiko adalah pasien diabetes, Afro-Amerika,
individu dengan riwayat keluarga glaukoma, dan individu yang sebelumnya
pernah mengalami trauma atau pembedahan mata atau yang mendapat terapi
steroid jangka panjang. Tidak ada penyembuhan untuk glaukoma, tetapi
penyakit dapat dikontrol. (Burnner, Suddarth. 2012)

2.1.2 Klasifikasi Glaukoma

Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan


terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi berupa ekskavasi
(penggaungan) serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir
dengan kebutaan. Ekskavasi glaukomatosa, penggaungan atau ceruk papil
saraf optik akibat glaukoma pada saraf optik. Luas atau dalamnya ceruk ini
pada glaukoma kongenital dipakai sebagai indikator progresivitas
glaukoma. (Ilyas Yulianti, 2015)

Glaukoma dapat bersifat primer atau sekunder, bergantung pada apakah


faktor terkait berperan meningkatkan IOP. Dua bentuk glaukoma klinis
yang umum ditemui pada orang dewasa adalah glaukoma sudut terbuka
primer (POAG) dan glaukoma sudut tertutup, yang dibedakan oleh
mekanisme yang menyebabkan cairan. gangguan aliran keluar cairan.

Terdapat 4 bentuk glaucoma (Ilyas Yulianti, 2015) :

a. Glaukoma sudut terbuka (kronik)


Glaukoma sudut terbuka merupakan bentuk glaukoma yang umum
ditemukan. Penyebabnya tidak diketahui, biasanya bersifat diturunkan
didalam keluarga. Tekanan bola tinggi berjalan secara perlahan disertai
dengan tekanan pada saraf optik, yang tidak sakit berat dan penglihatan
turun perlahan lahan. Penglihatan menurun sehingga diketahui sudah

5
terlambat dengan penglihatan sudah berbentuk terowong (funnel).
Berakhir dengan kebutaan.
b. Glaukoma sudut tertutup (akut)
Glaukoma sudut tertutup akut terjadi bila jalan keluar akuos humor
tiba-tiba tertutup, yang akan mengakibatkan rasa sakit yang berat
dengan tekanan bola mata yang tinggi. Hal ini merupakan keadaan
darurat yang gawat. Penglihatan berkabut dan menurun, enek dan
muntah, hal ini sekitar sinar, mata merah dan mata terasa. Glaukoma
congenital yang terjadi pada bayi dapat terjadi akibat diturunkan. Saat
lahir terlihat kelainan perkembangan mata dengan pembesaran bola
mata. Bola mata besar dengan kornea keruh. Mata merak dengan rasa
takut pada sinar dan berair.
c. Glaukoma kongenital
d. Glaukoma sekunder.

Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya, glaukoma dibedakan dalam


(Tamsuri Anas.2012 ):

a. Glaukoma primer, yaitu glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya.


Umumnya dibedakan dalam glaukoma sudut terbuika dan glaukoma
sudut tertutup

b. Glaukoma sekunder, adalah glaukoma yang disebabkan oleh trauma,


inflamasi, dan kelainan vaskular.

c. Glaukoma kongenital

Klasifikasi Vaughen untuk glaukoma adalah sebagai berikut (Ilyas Yulianti,


2015):

a. Glaukoma primer glaukoma sudut terbuka (glaukoma simpleks)


glaukoma sudut sempit
Glaukoma dengan etiologi tidak pasti, dimana tidak didapatkan
kelainan yang merupakan penyebab glaukoma. Glaukoma ini
didapatkan pada orang yang telah memiliki bakat bawaan glaukoma,
seperti:

6
1) Bakat dapat berupa gangguan fasilitas pengeluaran cairan mata
atau susunan anatomis bilik mata yang menyempit
2) Mungkin disebabkan kelainan pertumbuhan pada sudut bilik
mata depan (goniodisgenesis), berupa trubekulodisgenesis,
iridodisgenesis dan korneodisgenesis dan yang paling sering
berupa trabekulodis genesis dan goniodisgenesis
Trabekulodis genesis adalah:
1) Barkan menemukan membran yang persisten menutupi
permukaan trabekula
2) Iris dapat berinsersi pada permukaan trabekula tepat pada
skleral spur atau agak lebih ke depan
3) Goniodisgenesis

Glaukoma primer bersifat bilateral, yang tidak selalu simetris dengan


sudut bilik mata terbuka ataupun tertutup, pengelompokan ini berguna
untuk penatalaksanaan dan penelitian. Untuk setiap glaukoma di perlukan
emeriksaan gonioskopi.

b. Glaukoma simpleks

Glaukoma simpleks adalah glaukoma yang penyebabnya tidak


diketahui. Merupakan suatu glaukoma primer yang ditandai dengan sudut
bilik mata terbuka. Glaukoma simpleks ini diagnosisnya dibuat bila
ditemukar glaukoma pada kedua mata pada pemeriksaan pertama, tanpa
ditemukan kelainan yang dapat merupakan penyebab.

Pada umumnya glaukoma simpleks ditemukan pada usia lebin dari 40


tahun, walaupun penyakit ini kadang-kadang ditemukan pada usia muda.
Diduga glaukoma simpleks diturunkan secara dominan atau resesit pada
kira-kira 50% penderita, secara genetik penderitanya adalah homo zigot.
Terdapat pada 99% penderita glaukoma primer dengan hambatan
pengeluaran cairan mata (akous humor) pada jalinan trabekulum dan kanal
schlemm. Terdapat faktor risiko pada seseorang untuk mendapatkan
glaukoma seperti diabetes melitus, dan hipertensi, kulit berwarna dan
miopia.

7
Bila pengaliran cairan mata (akous humor) keluar di sudut billk mata
normal maka disebut glaukoma hipersekresi. Ekskavasi papil, degenerasi
papil dan gangguan lapang pandang dapat disebabkan langsung atau tidak
langsung oleh tekanan bola mata pada papil saraf optik dan retina atau
pembuluh darah yang memperdarahinya. Mulai timbulnya gejala glaukoma
simpleks ini agak lambat yang kadang-kadang tidak disadari oleh penderita
sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Pada keadaan ini glaukoma
simpleks tersebut berakhir dengan glaukoma absolut.

Pada glaukoma simpleks tekanan bola mata sehari-hari tinggi atau lebih
dari 20 mmHg. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang
mengakibatkan terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa
disadari oleh penderita. Akibat tekanan tinggi akan terbentuk atrofi papil
disertai dengan ekskavasio glaukomatosa.

Gangguan saraf optik akan terlihat sebagai gangguan fungsinya berupa


penciutan lapang pandang. Pada waktu pengukuran bila didapat kan tekanan
bola mata normal sedang terlihat gejala gangguan fungsi saraf optik seperti
glaukoma mungkin hal ini akibat adanya variasi diurnal. Patut dipikirkan
kemungkinan pengukuran tekanan dilakukan dalam kurva rendah daripada
variasi diurnal. Dalam keadaan ini maka dilakukan uji provokasi minum air,
pilokarpin, uji variasi diurnal dan provokasi steroid.

Glaukoma primer yang kronis dan berjalan lambat sering tidak ketahui
bila mulainya, karena keluhan pasien amat sedikit atau samar. Misalnya
mata sebelah terasa berat, kepala pening sebelah, kadang kadang
penglihatan kabur dengan anamnesa tidak khas. Pasien tidak mengeluh
adanya halo dan memerlukan kaca mata koreksi untuk presbiopia lebih kuat
dibanding usianya. Kadang-kadang tajam penglihatan tetap normal sampai
keadaan glaukomanya sudah berat.

Bila diagnosis sudah dibuat maka penderita sudah harus memakai obat
seumur hidup untuk mencegah kebutaan. Tujuan pengobatan pada
glaukoma simpleks adalah untuk memperlancar pengeluaran cairan mata

8
(akous humor) atau usaha untuk mengurangi produksi cairan mata (akous
humor).

Diberikan pilokarpin tetes mata 1-4% dan bila perlu dapat ditambah
dengan asetazolamid 3 kali satu hari. Bila dengan pengobatan tekanan bola
mata masih belum terkontrol atau kerusakan papil saraf optik berjalan terus
disertai dengan penciutan kampus progresif maka dilakukan pembedahan.

Pemeriksaan glaukoma simpleks:

1) Bila tekanan 21 mmHg, sebaiknya dikontrol rasio C/D, periksa lapang


pandang sentral, temukan titik buta yang meluas dan skotoma sekitar
titik fiksasi.
2) Bila tensi 24-30 mmHg, kontrol lebih ketat dan lakukan pemeriksaan di
atas bila masih dalam batas-batas normal mungkin hipertensi okuli.
c. Glaukoma kongenital primer atau infantil menyertai kelainan
kongenital lainnya
d. Glaukoma sekunder
1) Perubahan lensa
2) Kelainan uvea
3) Trauma
4) Bedah
5) Rubeosis
6) Steroid dan lainnya
e. Glaukoma absolut

Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma


(sempit/terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola
mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut kornea
terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan ekskavasi
glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering mata
dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga
menimbulkan penyulit berupa neovaskularisasi pada iris, keadaan ini
memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.

9
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta
pada badan siliar untuk menekan fungsi badan sillar, alkohol retrobulbar
atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak
berfungsi dan memberikan rasa sakit.

2.1.3 Etiologi

Etiologi Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokuli adalah


perubahan anatomi sebagai bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya
trauma mata, dan predisposisi faktor genetik. Glaukoma sering muncul
sebagai manifestasi penyakit atau proses patologik dari sistem tubuh
lainnya. Adapun faktor risiko timbulnya glaukoma antara lain riwayat
glaukoma pada keluarga, diabetes melitus, dan pada orang kulit hitam.

2.1.4 Tanda dan Gejala

Gejala yang muncul akan berbeda-beda pada setiap penderita


glaukoma. Akan tetapi penderita glaukoma umumnya mengalami
gangguan penglihatan. Beberapa gangguan penglihatan yang muncul
dapat berupa:

a. Penglihatan kabur
b. Terdapat lingkaran seperti pelangi ketika melihat ke arah cahaya
terang
c. Memiliki sudut buta (blind spot)
d. Kelainan pada pupil mata, seperti ukuran pupil mata tidak sama.

2.1.5 Patofisiologi

Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi


humor aqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya
aliran keluar humor aqueus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung
pada keadaan kanal Schlemm dan keadaaan tekanana. Episklera. Tekanan
intraokular dianggap normal bila kurang dari 20 mm Hg pada pemeriksaan
dengan tonometer, Schiotz (aplasti). Jika terjadi peningkatanan tekanan
intraokular lebih dari 23 mmHg. Diperlukan evaluasi lebih lanjut. Secara

10
fisiolgis, tekanan intraokuli Yang tinggi akan menyebabkan terhambatnya
aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina. Iskemia ini akan
menimbulkan kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila terjadi
peningkatan tekanan intraokular, aku akan timbul penggaungan dan
degenerasin saraf optikus yang dapat dibsebabkan oleh beberapa faktor :

1) Gangguan pendarahan pupil yang menyebabkan degenerasi berkas


serabut tunggu
2) Tekanan intraokular yg tinggi secara mekanik menekan papil saraf otak
yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada otot bola
mata. Bagian tepi papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian
tengah sehingga terjadi penggaungan pada papil saraf optik
3) Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih
belum jelas
4) Kelainan lapang pandang pada galukoma disebabkan oleh kerusakan
serabut sarag optik

11
a. Patologis

Usia > 40 th
DM
Kortikosteroid jangka panjang
Miopia
Trauma mata

Obstruksi jaringan peningkatan tekanan


Trabekuler Vitreus

Hambatan pengaliran pergerakan iris kedepan


Cairan humor aqueous

Nyeri
TIO meningkat Glaukoma TIO Meningkat

Gangguan saraf optik


tindakan operasi

Gangguan Anxietas Kurang pengetahuan


persepsi sensori Perubahan penglihatan
penglihatan Perifer

Kebutaan (Sumber : Bangsalsehat.com)

12
2.1.6 Manifestasi Klinis
a. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga),

b. Pandangan kabut, melihat halo disekitar lampu,

c. Mual, muntah, berkeringat,

d. Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar

e. Visus menurun,

f. Edema kornea,

g. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak pada glaukoma sudut terbuka),

h. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya, dan tio meningkat

(Sumber : Buku Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth edisi


12 tahun 2011)

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik mencakup tonometri (Mengukur IOP), oftal


moskopi (untuk menginspeksi saraf optikus), dan perimetri (pengkajian
lapang pandang) adalah pemeriksaan diagnostik utama.

(Sumber : Buku Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth edisi


12 tahun 2011)

2.1.8 Penatalaksanaan Medis

a. Tujuan dari semua terapi glaukoma adalah pencegahan kerusakan saraf


optik. Terapi seumur hiduphampir selalu diperlukan karena glaukoma
tidak dapat disembuhkan. Terapi berfokus pada terapi farmakologis,
prosedur laser, pembedahan, atau kombinasi dari pendekatan-pendekatan
ini, semuanya berpotensi menyebabkan komplikasi dan efek samping.
Sasarannya adalah untuk mencapai manfaat terbesar dengan risiko
terkecil, biaya, dan ketidak nyamanan terkecil bagi pasien. Meskipun
terapi tidak dapat mengembalikan fungsi saraf optik yang telah rusak,
kerusakan lebih lanjut dapat dikontrol. Tujuannya adalah

13
mempertahankan IOP tetap berada di dalam kisaran yang tidak mungkin
menyebabkan kerusakan lebih lanjut.

(Sumber : Buku Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth


edisi 12 tahun 2011)

b. Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan TIO, membuka


sudut yang tertutup (pada glaukoma tertutup), melakukan tindakan
suportif (mengurangi nyeri, mual, muntah, serta mengurangi radang),
mencegah adanya sudut tertutup ulang serta mencegah gangguan pada
mata yang baik (sebelahnya).
Upaya menurunka TIO dilakukan dengan memberikan cairan
hiperosmotik seperti gliserin per oral atau dengan menggunakan manito
20% intravena. Humor aqueus ditekan dengan memberikan karbonik
anhidrase seperti acetazolamide (Acetazolam, Diamox), dorzolamide
(TruShop), methazolamide (Nepthazane). Penurunan humor aqueus
dapat juga dilakukan dengan memberikan agens penyekat beta
adrenergik seperti latanoprost (Xalatan), timolol (Timopic), atau
levobunolol (Begatan).
Untuk melancarkan aliran hormon aqueus, dilakukan konstriksi pupil
dengan miotikum pilocarpine hydrochloride 2-4% setiap 3-6 jam.
Miotikum ini menyebabkan pandangan kabur setelah 1-2 jam
penggunaan. Pemberian miotikum dilakukan apabila telah terdapat
tanda-tanda penurunan TIO.
Penanganan nyeri, mual muntah, dan peradangan dilakukan dengan
memberi analgesik seperti pethidine (Demerol), anti muntah atau
kortikosteroid untuk reaksi radang.
Jika tindakan di atas tidak berhasil, dilakukan operasi untuk membuka
saluran Schlemm sehingga cairan yang banyak diproduksi dapat keluar
dengan mudah. Tindakan pembedahan dapat dilakukan seperti
trabekulektomi dan laser trabekuloplasti. Bila tindakan ini gagal, dapat
dilakukan sikookrioterapi (pemasangan selaput beku).

14
(Sumber : buku klien gangguan mata dan penglihatan, Ns Anas Tamsuri,
S.Kep tahun 2010)

c. Tujuan terapi glaukoma adalah untuk mempertahankan fungsi visual


dengan menurunkan tekanan intraokular hingga mencapai tekanan yang
dapat mencegah kerusakan nervus optikus yang lebih lanjut. Regimen
terapi yang dipilih harus mencapai tujuan ini dengan resiko yang
terendah, efek samping yang paling sedikit dan biaya yang tidak
memberatkan pasien. Target tekanan adalah rentang tekanan intraokular
dimana resiko untuk terjadinya progresifitas penyakit minimal sehingga
menurunkan resiko pasien untuk mengalami kehilangan penglihatan
selama hidupnya. Target tekanan intraokular harus diperhitungkan secara
khusus untuk tiap pasien berdasarkan tekanan yang dianggap dapat
menyebabkan kerusakan nervus optikus, tingkat keparahan kerusakan
yang terjadi, tingkat progesifitas penyakit, harapan hidup pasien dan
faktor resiko seperti riwayat perdarahan diskus, miopia tinggi, kornea
yang tipis dan riwayat keluarga adanya kehilangan penglihatan yang
disebabkan oleh glaukoma. Hal ini didapatkan dengan anamnesa yang
terperinci, pemeriksaan fisik yang lengkap dan pemeriksaan penunjang
yang tepat.
Semakin berat penyakit yang terjadi pada awalnya, semakin rendah target
tekanan intraokular yang dibutuhkan untuk mencegah progresi penyakit.
Penurunan tekanan intraokular paling tidak 25% dibawah baseline
merupakan target inisial pada sebagian besar pasien dengan kerusakan
ringan hingga sedang. Target tekanan intraokular yang ditetapkan
merupakan sebuat konsep dinamik yang perlu dievaluasi pada setiap
kunjungan pasien. Penurunan tekanan intraokular sesuai dengan target
tidak menjamin dapat mencegah progresifitas penyakit. Bila progresifitas
penyakit tetap terjadi, target tekanan intraokular mungkin harus
diturunkan.
Tekanan intraokular dijaga agar sesuai dengan rentang yang telah
ditetapkan dengan obat-obatan topikal. Apabila target tekanan
intraokular tidak dapat dicapai dengan terapi medis maksimum yang

15
masih dapat ditoleransi oleh pasien, maka trabekuloplasti selektif atau
trabekuloplasti argon diindikasikan diikuti oleh glaucoma filtering
surgery atau terapi lain yang dianggap perlu. Bila progresifitas kerusakan
saraf optik dan lapang pandang tetap terjadi meskipun tekanan
intraokular sudah sesuai dengan target maka perlu dilakukan penurunkan
target tekanan intraokular dan dipertimbangkan bahwa mekanisme
neuropati optik yang terjadi tidak bergantung pada tekanan intraokular.
Regimen terapi yang dipilih adalah terapi minimal yang dapat
memberikan respon terapi yang diinginkan. Evaluasi dan follow-up
dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
Meskipun kerusakan saraf optik dan lapang pandang dapat terjadi pada
tekanan intraokular rendah pada Normotension Glaucoma (NTG),
namun penurunan tekanan intraokular dikatakan tetap efektif untuk
mencegah progresifitas glaukoma. Pada sebagian pasien dengan NTG
terjadi mekanisme glaucomatous optic neuropathy yang tidak tergantung
tekanan intraokular sehingga kelainan kardiovaskular seperti anemia,
hipotensi, gagal jantung kongestif, aritmia jantung dan serangan iskemik
harus diterapi untuk menyediakan perfusi maksimal saraf optikus.
(Sumber : Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV. Primary Open Angle
Glaucoma. Dalam: Becker-Shaffer’s Diagnosis and Therapy of the
Glaucomas. Edisi ke-7 tahun 2009)

2.1.9 Penatalaksanaan Keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan


kesehatan terhadap penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit
glaukoma merupakan penyakit kronis dengan hasil pengobatan yang
tidak permanen. Kegagalan dalam pengobatan untuk mengontrol
glaukoma dan adanya pengabaian untuk mempertahankan pengobatan
dapat menyebabkan kehilangan penglihatan progresif dan
mengakibatkan kebutaan.

Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang


penyakit ini serta penatalaksanannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir

16
pengobatan itu. Pendidikan kesehatan yang diberikan harus menekankan
bahwa pengobatan bukan untuk mengembalikan fungsi penglihatan, tapi
hanya mempertahankan fungsi pernglihatan yang masih ada.

(Sumber : buku klien gangguan mata dan penglihatan, Ns Anas Tamsuri,


S.Kep tahun 2010)

17
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Glaukoma

I. Pengkajian
A.pengumpulan data
1.identitas pasien
Nama.
Usia
Jenis kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Alamat
Diagnosa medis
Tanggal masuk Rs
Tanggal pengkajian

2. Riwayat
a. Riwayat okular
1) Tanda peningkatan TIO : nyeri tumbul,mual muntah pandangan
kabur.
2) Pernah mengalami infeksi : uveitis, trauma, pembedahan.
b. Riwayat kesehatan sekarang
1) Merupakan penjelasan tentang keluhan utama seperti yang di
rasakan misal orang pasien katarak seperti penglihatan mulai
menurun
c. Riwayat penyakit dahulu
1) Adanya riwayat penyakit sistemik yang di alami pasien
misalnyaMenderita diabetes melitus, hipertensi, penyakit
kardiovaskular, serebrovaskular, gangguan tiroid.

18
d.Riwayat kesehatan keluarga
1) Keluarga apakah menderita glaukoma , menderita diabetes atau
vaskuler.

3.Pemeriksaan Fisik

1) Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop


untuk mengetahui adanya cupping dan atrofi distus oktikus, situs
oktikus akan menjadi lebih luas dan lebih dalam pada glaukoma
akut primer karena anterior dangkal akueus humor keruh Dan
pembuluh darah menjalar keluar dan iris.
2) Pemeriksaan lapang pandang Perifer, pada lapang pandang cepat
menurun signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara
bertahap.
3) Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya
imflamasi mata,sklera kemerahan, kornea keruh dilatasi pupil
yang sedang gagal bereaksi terhadap cahaya , sedangkan dengan
palpasi untuk memeriksa mata yang mengalami peningkatan TIO
Terasa lebih kelas di banding kan yang lain
4) Uji diagnostik menggunakan tonometri pada keadaan kronik atau
open angle di dapat 22-32mmhg sedang kan keadaan akut atau
angle closure kurang lebih 30mmhg, uji dengan menggunakan
gonioskopi akan di dapat sudut normal pada glaukoma kronik
pada stadium lanjut, jika telah timbul goniosikenia (perlengkepan
pinggir iris pada kornea / trabekula ). Maka sudut dapat tertutup,
pada glaukoma akut ketika TIO meninggat, sudut COA akan
tertutup sedangkan pada TIO normal sudut akan menyempit.
B. Analisa Data

Kemungkinan
Data Masalah
Penyebab

Ds : Data Subjektif yaitu Etiologi terjadinya Masalah kesehatan yang


data yang didapatkan masalah dapat di intervensi

19
dari pasien sebagai suatu dengan Asuhan
pendapat terhadap suatu Keperawatan. Prioritas
situasi dan kejadian. masalah ditentukan
Contohnya: Pasien berdasarkan hierarki
mengeluh kebutuhan menurut
penglihatannya kabur. Maslow.

Do : Data Objektif yaitu


data yang di observasi
dan diukur dapat
diperoleh menggunakan
panca indra selama
pemeriksaan fisik.
Contohnya: Pasien
terlihat bingung

II. Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan preoperasi :
a. Penurunan persepsi sensori penglihatan yang berhubungan dengan
penurunan tajam penglihatan dan kejelasan penglihatan
b. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit dan prognosis
c. Nyeri yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intra okular
d. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang operasi
Diagnosa keperawatan pascaoperasi :
a. Risiko cedera yang berhubungan dengan peningkatan TIO
pendaraha, kehilangan vitreus.
b. Nyeri yang berhubungan dengan luka pascaoperasi
c. Gangguan perawatan diri yang berhubungan dengan penurunan
penglihatan, pembatasan aktivitas pascaoperasi

20
III. Perencanaan keperawatan
No Diagnosa Intevensi Rasional
keperawatan
1 Penurunan  Kaji ketajaman  Mengidentifikasi
persepsi sensori penglihatan kemampuan visual
penglihatan yang pasien pasien
berhubungan  Dekati pasien  Memberikan
dengan dari sisi sehat rangsangan sensori
penurunan tajam mengurangi rasa
penglihatan dan isolasi/terasing
kejelasan  Identifikasi  Memberikan
penglihatan alternatif untuk keakuratan
optimalisasi penglihatan dan
sumber perawatan nya
rangsangan
 Meningkatkan
 Sesuaikan kemampuan
lingkungan untuk persepsi sensori
optimalisasi
penglihatan :
1.orientasi pasir
pada ruang rawat
2.letakkan alat di
dekat pasien atau
pada sisi mata
yang lebih sehat
3.berikan
pencahayaan
cukup
4.letakkan alat di
tempat yang tetap

21
5.hindari cahaya
menyilaukan
2 Ansietas yang  Kaji derajat nyeri  Mengetahui
berhubungan setiap hari atau penyebab
dengan kurang sesering kecemasan
pengetahuan mungkin.
tentang penyakit  Terangkan  Meningkatkan
dan prognosis penyebab nyeri pemahaman pasien
akan penyakit
 Anjurkan pasien  Menimbulkan rasa
untuk aman dan perhatian
menghindari bagi pasien
perilaku yang
dapat
memprovokasi
nyeri
 Kolaborasi  Memberikan rasa
pemberian obat semangat dalam
analgetik peran aktif dalam
hal perawatan
pasien
 Ajarkan tindakan  Berbagi perasaan
distraksi dan dan pendapat
relaksasi pada menirukan
pasien ketegangan pikiran

 Mengorientasikan
penyakit dan
kemungkinan
realistik sebagai
konsekuensi
penyakit .

22
3 Nyeri yang  Kaji derajat nyeri  Nyeri glaukoma
berhubungan setiap hari atau umumnya sangat
dengan sesering nyeri terutama
peningkatan mungkin. pada glaukoma
tekanan intra sudut tertutup
okular  Terangkan  Penyebab
penyebab nyeri munculnya nyeri
karna adanya
peningkatan
tekanan intraokular
yang dapat
meningkat
 Anjurkan pasien  Untuk mencegah
untuk peningkatan TIO
menghindari lebih lanjut
perilaku yang
dapat
memprovokasi
nyeri
 Kolaborasi  Berfungsi
pemberian obat untukmeningakan
analgetik ambang nyeri
 Ajarkan tindakan  Untuk menurunkan
distraksi dan sensasi nyeri
relaksasi pada
pasien
4 Ansietas  Jelaskan  Meningkatkan
berhubungan gambaran pre- pemahan tentang
dengan kurang dan pascaoperasi gambaran operasi
pengetahuan untuk menurunkan
tentang operasi ansietas

23
 Menjawab  Meningkatkan
pertanyaan kepercayaan dan
khusus tentang kerja sama
pembedahan

IV. Implementasi
No Diagnosa keperawatanV.Implementasi VI.Ttd
VII.1 Penurunan persepsi 1.Kaji ketajaman penglihatan pasien
VIII.
sensori penglihatan Hasil :
yang berhubungan 2.Dekati pasien dari sisi sehat
dengan penurunan Hasil :
tajam penglihatan dan 3.Identifikasi alternatif untuk
kejelasan penglihatan optimalisasi sumber rangsangan
Hasil :
4.Sesuaikan lingkungan untuk
optimalisasi penglihatan :
 orientasi pasir pada ruang
rawat
 Letakkan alat di dekat pasien
atau pada sisi mata yang
lebih sehat
 berikan pencahayaan cukup
 letakkan alat di tempat yang
tetap
 hindari cahaya menyilaukan
hasil :
IX.2 Ansietas yang 1.Kaji derajat nyeri setiap hari atauX.
berhubungan dengan sesering mungkin.
kurang pengetahuan Hasil :
tentang penyakit dan 2.Terangkan penyebab nyeri
prognosis Hasil :

24
3.Anjurkan pasien untuk
menghindari perilaku yang dapat
memprovokasi nyeri
Hasil :
4.Kolaborasi pemberian obat
analgetik
Hasil :
5.ajarkan tindakan distraksi dan
relaksasi pada pasien
Hasil :
XI.3. Nyeri yang 1.Kaji derajat nyeri setiap hari atau
XII.
berhubungan dengan sesering mungkin.
peningkatan tekanan Hasil :
intra okular 2.terangkan penyebab nyeri
Hasil :
3.Anjurkan pasien untuk
menghindari perilaku yang dapat
memprovokasi nyeri
Hasil :
4.Kolaborasi pemberian obat
analgetik
Hasil :
5.ajarkan tindakan distraksi dan
relaksasi pada pasien
Hasil :
XIII.4. Ansietas berhubungan 1.Jelaskan gambaran pre-dan
XIV.
dengan kurang pascaoperasi
pengetahuan tentang Hasil :
operasi 2.Menjawab pertanyaan khusus
tentang pembedahan
Hasil :

25
V. EVALUASI

Tanggal/waktu Dx Perkembangan Paraf


1 S:
O:
A:
P:
I:
E:
R:

26
BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Kesimpulan
Gloukoma adalah suatu keadaan dimana di tandai dengan peningkatan
tekanan intra okuler yang bisa rusak saraf mata jadi mengakibatkan kebutaan.
Gloukoma dapat timbul secara perlahan dan menyebabkan hilangnya
pandangan ireversibel tanpa timbulnya gejala lain yang nyata atau dapat
timbul secara tiba-tiba dan menyebabkan kebutaan dalam beberapa jam.
Gloukoma terbagi menjadi tipe primer, sekunder, dan kongenital. Tipe primer
terbagi lagi menjadi glaoukoma sudut terbuka dan gloukoma sudut tertutup.
Tanda dan gejala yang dialami adalah penglihatan kabur, terdapat
lingkaran seperti pelangi ketika melihat ke arah cahaya terang, memiliki sudut
buta (blind spot), kelainan pada pupil mata, seperti ukuran pupil mata tidak
sama. Manifestasi kelinis pada gloukoma adalah Nyeri pada mata dan
sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga), pandangan kabut, melihat halo
disekitar lampu, mual, muntah, berkeringat, mata merah, hiperemia
konjungtiva, dan siliar, visus menurun, edema kornea, bilik mata depan
dangkal (mungkin tidak pada glaukoma sudut terbuka), pupil lebar lonjong,
tidak ada refleks terhadap cahaya, dan TIO meningkat.
Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang
penyakit ini serta penatalaksanannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir
pengobatan itu. Pendidikan kesehatan yang diberikan harus menekankan
bahwa pengobatan bukan untuk mengembalikan fungsi penglihatan, tapi
hanya mempertahankan fungsi pernglihatan yang masih ada.

4.2 Rekomendasi
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan baik
dalam penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan rekomendasi yang membangun agar
kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pembaca mahasiswa

27
khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan
datang.

28
Daftar Pustaka :

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2019. Situasi gloukoma di

Indonesia di https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/19080500002/situasi-
glaukoma-di-indonesia.html

Yoso, Wi. 2017. LP Askep Gloukoma. Di

https://www.academia.edu/30744242/LP_Askep_Glaukoma

Stamper RL, Lieberman MF, Drake MV. Primary Open Angle Glaucoma. Dalam:

Becker-Shaffer’s Diagnosis and Therapy of the Glaucomas. Edisi ke-7.


Elsevier Inc.; 2009.

Istiqomah, Indriana N. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata.

Jakarta:ECG.

Suddarth, dan Brunner. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:ECG

Tamsuri, Anas. 2015. Klien Gangguan Mata & Penglihatan Keperawatan Medikal

Bedah. Jakarta: ECG.

29

Anda mungkin juga menyukai