Anda di halaman 1dari 22

MANAJEMEN KONFLIK DAN KOLABORASI

(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keperawatan)


Dosen pengampu : Yosep Rohyadi S.Kp.,M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Alya Delia Ailin Muhana (P17320118003)

Amelia Sabila (P17320118028)

Annisa Laila Nurazizah (P17320118006)

Dewi Elfiana Yunita (P17320118044)

Dina Kamala Fitri (P17320118046)

Maharani Adi Nugraha (P17320118037)

Rafa Mufidah Yustika (P17320118048)

Tiara Puti Anjalni (P17320118022)

Tingkat 2A

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG


JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen
Konflik dan Kolaborasi”
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen
Keperawatan pada Program Studi D3 Keperawatan Bandung Poltekkes Kemenkes
Bandung.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Yosep Rohyadi S.Kp.,M.Kep
selaku dosen pembimbing mata kuliah Manajemen Keperawatan yang telah
membimbing kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Terima kasih pula kepada teman-teman yang sudah bekerja sama dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka kami menerima
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Bandung, 1 Juli 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................4
1.3 Tujuan..........................................................................................................................5
1.4 Metode penulisan.........................................................................................................5
1.5 Sistematika Penulisan..................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
2.1 Definisi Konflik...........................................................................................................6
2.2 Aspek Positif Konflik..................................................................................................6
2.3 Aspek Negatif Konflik................................................................................................7
2.4 Penyebab Konflik........................................................................................................7
2.5 Solusi atau Langkah Pemecahan Konflik....................................................................9
2.6 Kolaborasi .................................................................................................................11
2.7 Komponen utama kolaborasi.....................................................................................13
2.8 Nilai – Nilai Dasar Collaborative..............................................................................14
2.9 Keuntungan kolaborasi..............................................................................................15
2.10 Contoh Kolaborasi.....................................................................................................16
BAB III.....................................................................................................................................18
PENUTUP................................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan................................................................................................................18
3.2 Saran..........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawat adalah salah satu profesi yang menyediakan pelayanan jasa keperawatan
dan langsung berinteraksi dengan banyak orang dalam hal ini adalah klien. Profesi
perawat juga menjalin hubungan kolaboratif antar tim kesehatan, baik itu dengan
dokter, laboran, ahli gizi, apoteker, dan semua yang terlibat dalam pelayanan Kesehatan
Dalam menjalankan pekerjaannya, perawat akan saling berinteraksi dengan tim
kesehatan tersebut dan ketika tim ini memandang suatu masalah atau situasi dari sudut
pandang yang berbeda maka dapat terjadi sebuah konflik (CNO, 2009).
Perawat seringkali mengambil tindakan menghindar dalam menyelesaikan
permasalahan atau konflik yang terjadi dengan tujuan mempertahankan status nyaman
dan mencegah perpecahan dalam kelompok (Hudson, 2005). Ironisnya, strategi tersebut
memberikan dampak destruktif terhadap perkembangan individu dan organisasi.
Perawat sebagai pengelola, dalam hal ini sebagai manajer, memegang peranan
penting dalam menentukan strategi penyelesaian konflik antar anggotanya. Seorang
pemimpin yang dianggap berkompeten dalam menyelesaikan konflik (a conflict-
competent leader) adalah pemimpin yang mampu memahami dinamika terjadinya suatu
konflik, memahami reaksi yang ditimbulkan dari suatu konflik, mendorong respon
konstruktif, dan membangun suatu organisasi yang mampu menangani nflik secara
efektif (a conflict-competent organization) (Runde and Flanagan, 2007).
Penyelesaian konflik diharapkan bersifat sealami mungkin dengan tujuan
meningkatkan proses belajar dan pemahaman individu atau organisasi dalam
menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang akan datang (Shetach, 2012). Menurut
Rahim (2002), gaya kepemimpinan (demokratis, autokratis, dan Laissez 5 faire) sangat
mempengaruhi pemilihan strategi penyelesaian konflik (integrating (problem solving),
obliging, compromising, dominating (forcing), avoiding), dimana setiap strategi
tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing tergantung pada batasan
dan sumber konflik, serta tujuan yang ingin dicapai apakah berorientasi pada hubungan
antar anggota (concern for others) atau berorientasi pada diri sendiri (concern for self).
Oleh karena itu seorang pemimpin perlu memiliki pemahaman yang cukup tentang
pengaruh gaya kepemimpinan terhadap penyelesaian konflik individu ataupun
organisasi.
3
Sistem pelayanan kesehatan saat ini, mengutamakan pelayanan yang berpusat
pada pasien dan keluarga untuk memberikan pelayanan yang berkualitas, kepuasan
pasien, dan terhindar dari kejadian yang tidak diharapkan. Kolaborasi yang efektif antar
anggota tim Kesehatan memfasilitasi terselenggaranya pelayanan yang berkualitas,
dengan demikian pengembangan kolaborasi interprofesi dalam pelayanan Kesehatan
menjadi hal yang diprioritaskan oleh semua organisasi pemberi pelayanan kesehatan.
Hubungan kolaborasi dalam pelayanan kesehatan melibatkan sejumlah tenaga
profesi kesehatan, namun kolaborasi antara dokter dan perawat merupakan faktor
penentu bagi peningkatan kualitas proses perawatan (Leever,et.al 2010).
Dalam konteks kerja dan organisasi sebuah institusi kesehatan dijalankan oleh tim
multiprofesional dimana menangani berbagai macam prosedur pelayanan pasien.
Dalam hal ini, tim terdiri dari berbagai macam profesi dimana bertanggung jawab atas
tugas dan kewajiban yang berbeda pula. Etika kerja yang kolaboratif dapat menciptakan
suasana damai di tempat kerja. Aspek budaya integritas terfokus pada cara
pengembangan kepribadian dalam integritas dan etika untuk menciptakan keutuhan
kualitas diri dengan karakter moral yang konsisten terhadap kejujuran dan etika,
termasuk kemampuan untuk membentengi diri dari segala macam godaan yang
berpotensi mendorong diri pada tingkah laku tidak terpuji. Kepribadian yang selalu
patuh diperlukan untuk menjalankan peraturan, kebijakan, standar, sistem, dan etika
organisasi secara profesional (Djajendra, 2012).
Dalam hal ini kolaborasi lintas program dan sectoral tentu diperlukan oleh tenaga
Kesehatan dan tempat pelayanan kesehatan agar memudahkan dan dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang baik bagi masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah makalah
adalah:
1. Apa itu konflik?
2. Apa saja aspek positif konflik?
3. Apa saja aspek negative konflik?
4. Apa yang menyebabkan konflik terjadi?
5. Bagaimana solusi atau langkah pemecahan konflik?
6. Apa itu kolaborasi?
4
7. Apa saja komponen utama dalam kolaborasi?
8. Apa saja nilai nilai dasar dalam kolaborasi?
9. Apa keuntungan dari kolaborasi?
10. Bagaimana contoh kolaborasi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian konflik
2. Memahami aspek positif konflik
3. Memahami aspek negative konflik
4. Mengetahui penyebab konflik terjadi
5. Memahami bagaimana solusi atau langkah pemecahan konflik
6. Mengetahui definisi itu kolaborasi
7. Mengetahui komponen utama dalam kolaborasi
8. Memahami nilai-nilai dasar dalam kolaborasi
9. Memahami keuntungan dari kolaborasi
10. Mengetahui contoh kolaborasi

1.4 Metode penulisan


Dalam penulisan makalah ini, kelompok menggunakan metode dengan studi
kepustakaan yaitu menggunakan beberapa literatur yang digunakan sebagai referensi.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari BAB satu sampai dengan BAB
tiga. Setiap BAB di jelaskan dengan uraian singkat dan bentuk penyajian sebagai
berikut :
 BAB I : Pendahuluan yang menguraikan tentang Latar Belakang Penulisan,
Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
 BAB II : Pembahasan yang menguraikan tentang
 BAB III : Penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Konflik


Konflik berasal dari kata kerja Latin “configure” yang berarti saling memukul.
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain
dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Menurut Kazimoto (2013), konflik adalah adanya perselisihan yang terjadi ketika
tujuan, keinginan, dan nilai bertentangan terhadap individu atau kelompok.
Gareth R. Jones mendefinisikan konflik organisasi sebagai “perbenturan yang
muncul kala perilaku mencapai tujuan tertentu yang ditunjukan suatu kelompok
dirintangi atau digagalkan oleh tujuan kelompok lain.” Karena tujuan, pilihan, dan
kepentingan kelompok-kelompok pemangku kepentingan (stake holder) di dalam
organisasi berbeda maka konflik adalah suatu yang tidak terelakkan di setiap organisasi
Jadi dapat disimpulkan bahwa konflik adalah perselihan yang terjadi antar
individu atau kelompok dalam suatu organisasi yang disebabkan oleh pertentangan
keingininan, tujuan ataupun nilai.

2.2 Aspek Positif Konflik


Ketika konflik dapat ditangani dengan baik maka konflik akan menimbulkan
dampak positif, antara lain:
1. Kebutuhan untuk menyelesaikan konflik menyebabkan orang untuk mencari jalan
untuk mengubah cara-cara berlaku dalam hal melaksanakan tugas-tugas.
2. Proses penyelesaian konflik dapat merangsang timbulnya perubahan positif di
dalam organisasi yang bersangkutan.
3. Upaya untuk mencari cara- cara menyelesaikan konflik, bukan saja membuahkan
inovasi dan perubahan tetapi hal tersebut dapat menyebabkan perubahan lebih
dapat diterima bahkan diinginkan.
4. Menintroduksi konflik secara sengaja (intensional) ke dalam proses pengambilan
keputusan kadang-kadang menguntungkan. Karena akan menghasilkan pendapat
yang berbeda-beda.

6
5. Persaingan yang menyebabakan timbulnya konflik tentang salah satu tujuan atau
lebih dapat menimbulkan efek menguntungkan. Para karyawan yang mengalami
susasana kompetitif antara para pekerja dapat dimotivasi untuk mencurahkan upaya
lebih intensif guna memenangkan persaingan.
6. Bukti-bukti empirik yang dilakukan di luar negeri membuktikan bahwa persaingan
menyebabkan meningkatnya produk yang diproduksi per periode waktu.
7. Apabila tujuan suatu organisasi adalah berupa menghasilkan sejumlah besar
kesatuan per periode waktu tertentu maka sangat disarankan untuk suatu suasana
yang kompetitif. Sebagai contoh karyawan yan berhasil menghasilkan satuan
terbanyak akan diberi bonus.

2.3 Aspek Negatif Konflik


Jika tidak dapat dikendalikan, konflik akan menyebabkan kinerja organisasi
rendah. Hal ini senada yang diungkapkan Depdikbud (1983) yang dikutip oleh D Deni
Koswara (1994) bahwa selain mempunyai dampak positif konflik juga memiliki
kelemahan atara lain:
1. Konflik dapat menimbulkan perasaan tidak enak dalam berkomunikasi
2. Konflik dapat membawa kelompok organisasi kea rah disintegrasi.
3. Konflik menyebabkan ketegangan antar individu atau kelompok.
4. Konflik dapat menghalangi Kerjasama antara individu dengan gangguan
komunikasi.
5. Konflik dapat memindahkan perhatian anggota organisasi dari tujuan organisasi.
Efek-efek negatif serius yang ditimbulkan konflik adalah:
1) Kecenderungan terpencarnya upaya ke arah tujuan
2) Sumber-sember daya keorganisasian habis digunakan untuk menyelesaikan
konflik, bukannya ditujukan ke arah pencapain tujuan- tujuan yang dikendaki.
3) Timbulnya beban psikologis para karyawan.
4) Dalam jangka waktu lama, kondisi- kondisi konflik menyebabkan
timbulnyakesulitan untuk mencapai hubungan yang saling membantu dan saling
percaya.

2.4 Penyebab Konflik


Shetach (2012) menyatakan bahwa konflik terjadi disebabkan karena:

7
1) Perbedaan interpersonal pada setiap dimensi-umur, jenis kelamin, ras, pandangan,
perasaan, pendidikan, pengalaman, tingkah laku, pendapat, budaya, kebangsaan,
keyakinan, dll,
2) Perbedaan kepentingan dalam hubungan antar manusia karena perbedaan budaya,
posisi, peran, status, dan tingkat hirarki.
Menurut Robbins (2008), konflik muncul karena ada kondisi yang
melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang isebut juga
sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu : komunikasi,
struktur, dan variabel pribadi.
1) Komunikasi
Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan
kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu
hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang
tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap
komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.
2) Struktur
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran
(kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan
jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok,
gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok.
Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan
variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin
terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.
3) Variabel Pribadi
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi:
sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang
menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan
individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya,
individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan
sumber konflik yang potensial.

8
2.5 Solusi atau Langkah Pemecahan Konflik
Terdapat 2 hal yang memegang peranan penting dalam keberhasilan penyelesaian
konflik, yaitu menentukan besarnya konflik dan gaya penanganan konflik (Rahim,
2002). Yang dimaksud dengan besarnya konflik terkait dengan jumlah individu yang
terlibat, apakah konflik mengarah pada intrapersonal, interpersonal, intra kelompok,
atau antar kelompok. Kreitner dan Kinicki (2005) mengungkapkan lima gaya
penanganan konflik (Five Conflict Handling Styles). Model ini ditujukan untuk
menangani konflik disfungsional dalam organisasi. Menggambarkan sisi pemecahan
masalah yang berorientasi pada orang lain (concern for others) dan pemecahan masalah
yang berorientasi pada diri sendiri (concern for self). Kombinasi dari kedua variabel ini
menghasilkan lima gaya penanganan masalah yang berbeda, yaitu: integrating,
obliging, dominating, avoiding, dan compromising.
1) Integrating (Problem Solving)
Proses integrasi berkaitan dengan mekanisme pemecahan masalah (problem
solving), seperti dalam menentukan diagnosis dan intervensi yang tepat dalam suatu
masalah. Dalam gaya ini pihakpihak yang berkepentingan secara bersama-sam
mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, bertukar informasi, kemudian mencari,
mempertimbangkan dan memilih solusi alternatif pemecahan masalah. Gaya ini cocok
untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh salah paham
(misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan masalah yang terjadi
karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan utamanya adalah memerlukan waktu
yang lama dalam penyelesaian masalah (Rahim, 2002).
Langkah-langkah untuk mencapai solusi ini antara lain adalah mulai dengan
berdiskusi, dengan waktu dan tempat yang kondusif, menghargai perbedaan individu,
bersikap empati dengan semua pihak, menggunakan komunikasi asertif dengan
mamaparkan isu dan fakta dengan jelas, membedakan sudut pandang, meyakinkan
bahwa tiap individu dapat menyampaikan idenya masing-masing, membuat kerangka
isu utama berdasarkan prinsip yang umum, menjadi pendengar yang baik. Setuju
terhadap solusi yang menyeimbangkan kekuatan dan memuaskan semua pihak
sehingga dicapai “win-win solution”.

2) Obliging (Smoothing)

9
Seseorang yang bergaya obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk
memuaskan pihak lain daripada diri sendiri. Gaya ini sering pula disebut smothing
(melicinkan), karena berupaya mengurangi perbedaan-perbedaan dan menekankan
pada persamaan atau kebersamaan di antara pihak-pihak yang terlibat. Kekuatan
strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya kerjasama.
Kelemahannya, penyelesaian bersifat sementara dan tidak menyentuh masalah pokok
yang ingin dipecahkan.

3) Dominating (Forcing)
Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap
kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk menggunakan taktik “saya
menang, kamu kalah”. Gaya ini sering disebut memaksa (forcing) karena
menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok
digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak diterapkan dalam penyelesaian
masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan harus mengambil
keputusan dalam waktu yang cepat. Namun, teknik ini tidak tepat untuk menangani
masalah yang menghendaki adanya partisipasi dari mereka yang terlibat dan juga
tidak tepat untuk konflik yang bersifat kompleks . Kekuatan utama gaya ini terletak
pada minimalnya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan konflik.
Kelemahannya, sering menimbulkan, kejengkelan atau rasa berat hati untuk menerima
keputusan oleh mereka yang terlibat.

4) Avoiding
Teknik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah
yang sederhana, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfrontasi jauh lebih
besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang sulit atau “buruk”. Teknik ini kurang tepat
pada konflik yang menyangkut isu-isu penting, dan adanya tuntutan tanggung jawab
untuk menyelesaikan masalah secara tuntas (Rahim, 2002). Kekuatan dari strategi
penghindaran adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua
(ambiguous situations). Sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya
bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah.

5) Compromising
10
Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang
memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan
pendekatan saling memberi dan menerima (give and take approach) dari pihak-pihak
yang terlibat. Kompromi cocok digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan
pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama.
Kekuatan utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada
pihak yang merasa dikalahkan. Tetapi penyelesaian konflik kadang bersifat sementara
dan mencegah munculnya kreativitas dalam penyelesaian masalah. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Hendel (2005), gaya ini merupakan gaya yang paling
banyak dipilih oleh perawat dalam menyelesaikan konflik yang terjadi.

2.6 Kolaborasi

Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan untuk


menggambarkan suatu pola hubungan kerja sama yang dilakukan oleh lebih dari satu
pihak. Ada sekian banyak pengertian tentang kolaborasi yang dikemukakan oleh
berbagai ahli dengan sudut pandang yang beragam. Beragamnya pengertian tersebut
didasari oleh prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi
tugas, kesetaraan, tanggung jawab dan tanggung gugat. Namun demikian, untuk
mendefinisikan secara utuh dan menyeluruh konsep kolaborasi tidaklah mudah. Secara
umum kolaborasi adalah hubungan antar organisasi yang saling berpartisipasi dan
saling menyetujui untuk bersama mencapai tujuan, berbagi informasi, berbagi sumber
daya, berbagi manfaat, dan bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan bersama
untuk menyelesaikan berbagai masalah.
Kolaborasi merupakan salah satu bentuk interaksi sosial. Menurut Abdulsyani,
Kolaborasi adalah suatu bentuk proses sosial, dimana didalamnya terdapat aktivitas
tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu dan
saling memahami aktivitas masing-masing.
Sebagaimana dikutip oleh Abdulsyani, Roucek dan Warren, mengatakan bahwa
kolaborasi berarti bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Ia adalah
suatu proses sosial yang paling dasar. Biasanya, kolaborasi melibatkan pembagian
tugas, dimana setiap orang mengerjakan setiap pekerjaan yang merupakan tanggung
jawabnya demi tercapainya tujuan bersama.

11
Sedangkan dalam istilah administrasi, pengertian kolaborasi sebagaimana yang
dijelaskan oleh Hadari Nawawi adalah usaha untuk mencapai tujuan bersama yang
telah ditetapkan melalui pembagian tugas atau pekerjaan, tidak sebagai pengkotakan
kerja akan tetapi sebagai satu kesatuan kerja, yang semuanya terarah pada pencapaian
tujuan.
Secara epistimologi, kata kolaborasi berasal dari bahas Inggris yaitu ‘co-labour’
yang artinya bekerja bersama. Pada abad ke-19 kata kolaborasi mulai digunakan ketika
industrialisasi mulai berkembang. Organisasi pada masa itu menjadi semakin kompleks.
Divisi-divisi dalam pembuatan struktur organisasi mulai dibuat untuk pembagian tugas
bagi tenaga kerja dalam organisasi tersebut. Kompleksitas organisasi menjadi titik awal
sering digunakannya kolaborasi dalam berbagai organisasi (Wanna, 2008: 3)

Secara filosofis, kolaborasi merupakan upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak
untuk mencapai tujuan yang sama. Menurut Schrage dalam Harley dan Bisman, (2010:
18), kolaborasi merupakan upaya penyatuan berbagai pihak untuk mencapai tujuan
yang sama. Kolaborasi membutuhkan berbagai macam aktor, baik individu maupun
organisasi yang saling bahu membahu mengerjakan tugas demi tercapainya tujuan
bersama.
Ilmuwan lain mendefinisikan kolaborasi sebagai instrumen yang digunakan untuk
menyatukan perbedaan sudut pandang demi terciptanya solusi bersama. Menurut
Samatupang dan Menurut Samatupang dan Sridharan (2008), kolaborasi merupakan
upaya mengumpulkan berbagai pihak dengan kepentingan berbeda untuk menghasilkan
visi bersama, membangun kesepakatan mengenai suatu masalah, menciptakan solusi
untuk masalah tersebut, dan mengedepankan nilai-nilai bersama untuk menghasilkan
keputusan yang menguntungkan semua pihak.
Hal serupa diungkapkan oleh Leever (2010) yang menyatakan bahwa, kolaborasi
adalah konsep yang digunakan untuk menjelaskan hubungan kerja sama yang dilakukan
selama usaha penggabungan pemikiran oleh pihak-pihak tertentu. Pihak-pihak tersebut
mencoba mencari solusi dari perbedaan cara pandang terhadap suatu permasalahan.
Dari dua definisi tersebut, dapat dilihat bahwa kolaborasi merupakan solusi atas
keterbatasan yang dialami oleh individu atau organisasi. Ahli yang lain menyatakan
bahwa kolaborasi merupakan instrumen yang dipakai untuk mengatasi keterbatasan.
Menurut Schrage dalam Aggranoff dan McGuire (2003:4), kolaborasi adalah hubungan
yang dirancang untuk menyelesaikan suatu masalah dengan cara menciptakan solusi
12
dalam kondisi keterbatasan misalnya keterbatasan informasi, waktu dan ruang. Hal ini
serupa dengan pendapat Grey dalam Fendt (2010:19), yang menyatakan bahwa
kolaborasi adalah sebuah proses ada kesadaran dari berbagai pihak yang memiliki
keterbatasan dalam melihat suatu permasalahan untuk kemudian mencoba
mengeksplorasi perbedaan tersebut untuk mencari solusi. Raharja (2008:8) juga
mengungkapkan hakikat kolaborasi adalah suatu kerjasama yang dilakukan antar
organisasi untuk mencapai tujuan bersama yang sulit dicapai secara individual.
Berdasarkan definisi tersebut dapat kita ketahu bahwa, awalnya organisasi adalah
otonom, lalu ada keterbatasan dalam mencapai tujuan. Kebutuhan untuk mencapai
tujuan tersebut melatarbelakangi organisasi melakukan kerjasama dengan organisasi
atau individu lain.

2.7. Komponen utama kolaborasi

Ada lima (5) komponen utama dalam kolaborasi, yaitu :

1. Collaborative Culture.

Seperangkat nilai-nilai dasar yang membentuk tingkah laku dan sikap bisnis. Di sini yang
dimaksudkan adalah budaya dari orang-orang yang akan berkolaborasi.

2. Collaborative Leadership.

Suatu kebersamaan yang merupakan fungsi situasional dan bukan sekedar hirarki dari
setiap posisi yang melibatkan setiap orang dalam organisasi.

3. Strategic Vision.

Prinsip-prinsip pemandu dan tujuan keseluruhan dari organisasi yang bertumpu pada
pelajaran yang berdasarkan kerjasama intern dan terfokus secara strategis pada kekhasan
dan peran nilai tambah di pasar.

4. Collaborative Team Process.

Sekumpulan proses kerja non birokrasi yang dikelola oleh tim-tim kolaborasi dari
kerjasama profesional yang bertanggung jawab penuh bagi keberhasilannya dan
mempelajari keterampilan-keterampilan yang memungkinkan mereka menjadi mandiri.

5. Collaborative Structure.
13
Pembenahan diri dari sistem-sistem pendukung bisnis (terutama sistem informasi dan
sumberdaya manusia) guna memastikan keberhasilan tempat kerja yang kolaboratif. Para
anggotanya merupakan kelompok intern yang melihat organisasi sebagai pelanggan dan
terfokus pada kualitas di segala aspek kerjanya

2.8 Nilai – Nilai Dasar Collaborative

Ada sejumlah nilai yang menjadi dasar dalam melakukan kolaborasi. Nilai (value)
tersebut harus menjadi pegangan bagi kolaborator sehingga apa yang menjadi tujuan
bersama dapat tercapai. Menurut Djumara, terdapat tujuh nilai dasar (The seven core
values) yang digunakan untuk mengembangkan hubungan kerja dengan konsep
kolaborasi, yaitu;

1. Menghormati orang lain (Respect for people).

Landasan utama dari setiap organisasi adalah kepuasan masing-masing individu.


Setiap orang yang akan berkolaborasi menginginkan posisi yang kuat dan adanya
kesamaan. Mereka menginginkan kepuasan pribadi yang tinggi dan atau lingkungan
kerja yang mendukung dan mendorong kepuasan terhadap dirinya.

2. Penghargaan dan integritas rnemberikan pengakuan, etos kerja (Honor and


integrity).

Dalam banyak budaya, kehormatan dan integritas membentuk perilaku individu.

3. Rasa memiliki dan bersekutu (Ownership and alignment).

Ketika semua pegawai merasa memiliki tempat kerjanya, pekerjaan dan


perusahaannya maka mereka akan memeliharanya dengan baik.

4. Konsensus (Consensus).

Ini adalah kesepakatan umum bahwa kegunaan yang amat besar adalah hubungan
kerja yang dilandasi oleh keinginan untuk menang-menang (win-win amounts to).
Dalam tempat kerja yang kolaboratif keputusan 100% harus fullyagreed untuk
mencapai win-win. Ini artinya mereka harus melewati ketidaksetujuannya sebagai
usaha kuat dalam mencapai tujuan.

14
5. Penuh rasa tanggung jawab dan tanggung-gugat (Full responsibility and
Accountability).

Dalam paradigma hirarki biasanya orang menjadi tertutup satu dengan yang lainnya,
karena uraian pekerjaannya, karena tugas-tugasnya dan karena unit organisasinya.
Faktanya setiap orang hanya akan bertanggung jawab pada daftar tugas pekerjaannya
saja.

6. Hubungan saling mempercayai (Trust-based Relationship).

Semua orang menginginkan adanya kepercayaan dan keterbukaan dalam bekerja.


Pada prinsipnya mereka juga ingin dipercaya. Akan tetapi kepercayaan tidak datang
dengan mudahnya. Pada kenyataannya, banyak di antara mereka antara satu dengan
yang lainya kurang saling mempercayai. Inilah yang menyulitkan dalam suatu
organisasi.

7. Pengakuan dan pertumbuhan (Recognition and Growth).

Hal yang tidak kalah penting dalam tempat kerjayang kolaboratif adalah adanya
upaya mendorong orang untuk mau bekerja, dan segera memberi pengakuan terhadap
hasil kerja seseorang bagi semua anggota tim atau kelompok

2.9 Keuntungan kolaborasi

1. Organisasi bekerja sama secara intern untuk bersaing secara eksterna

2. Keputusan lebih cepat, kualitas lebih bagus dan terfokus pada pelanggan

3. Keputusan dibuat berdasarkan prinsip pribadi, bukan kekuasaan pribadi

4. Energi tenaga kerja terfokus pada pelanggan bukan pada konflik intern

5. Siklus waktu berkurang secara substansial, karena tidak ada nilai tambah yang
dihilangkan

6. Produktifitas tenaga kerja menjadi dua kali lipat

7. Persejajaran stratejik yang mungkin gagal, namun berhasil memperoleh


kepercayaan membuahkan hasil yang luar biasa

15
8. Perputaran investasi meningkat tajam. Misalnya beranjak dan perbandungan 1:5
menjadi 1:50

10. Tenagaa kerja memukul tanggung jawab penuh dan bisa dipertanggungjawabkan
sukses mencapaui sasaran oerusahaan

11. Konflik berkurang karena hubungan kerja terbuka dan kepercayaan telah
terbangun

12. Perpaduan antara kolaboratif dengan kemitraan membuat setiap anggota menuju
kearah yang sama

13. Organisasi benwasembada dalam menunjang kemampuan perusahaan

2.10 Contoh kolaborasi


Kolaborasi Dalam Penanganan Covid 19 di Puskesmas Cilincing Jakarta

Koordinasi lintas sektor menjadi peranan penting dalam upaya penanganan Covid-
19 di wilayah Kecamatan Cilincing. Berkolaborasi dengan semua unsur untuk memutus
mata rantai penyebaran Covid-19. Kepala Puskesmas Kecamatan Cilincing, dr Edison
Syahputra menyatakan, dengan menguatkan koordinasi lintas sektor juga membantu
untuk mengurangi stigma negatif terhadap pasien Covid-19 di wilayah.
Pelaporan ODP dan PDP dilakukan secara berjenjang dari wilayah oleh Puskesmas
Kelurahan. PDP dari RS Jejaring dilaporkan kepada tim surveilans untuk selanjutnya
dikoordinasikan dengan tim pemantau. Jika ditemukan kasus positif Covid-19, pihak
puskesmas langsung berkoordinasi dengan lintas sektor untuk segera melaksanakan
desinfeksi wilayah. Kemudian Puskesmas Kecamatan Cilincing memberikan
disinfektan (peroksida 6 persen) dan hand sanitizer rekomendasi WHO kepada pasien
terdampak,
Dalam pengawasan pasien COVID-19 yang menjalani isolasi mandiri dirumahnya
masing-masing. Puskesmas Cilincing juga melibatkan Puskesmas Kelurahan dan lintas
sektor yang sudah membentuk gugus tugas sampai ke tingkat RT/RW. Pihak
puskesmas cilincing juga menyarankan kepada pasien yang sedang dipantau untuk
rutin mengkonsumsi air hangat, lemon, konsumsi makanan gizi seimbang, vitamin C
1000 mg/hari, dan vitamin E.

16
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan penyebaran Covid-19 di wilayah
Kecamatan Cilincing. Seperti melakukan desinfeksi di lingkungan tempat tinggal
terjadinya kasus, pelacakan kontak erat kasus positif, pelaksanaan rapid test massal
sebagai upaya deteksi kasus, pembagian masker kain dan lain-lain.Dalam masa
pemantauan, tim medis akan menanyakan keluhan kepada ODP kemudian melakukan
pelayanan konsultasi dokter, dan pelayanan psikososial oleh psikolog.
Apabila ada pasien yang bergejala ringan akan diberikan pengobatan sesuai dengan
hasil konsultasi dengan dokter. Untuk gejala sedang dikoordinasikan dan dirujuk ke
wisma atlet. Sedangkan gejala berat dikoordinasikan untuk dirujuk ke rumah sakit
rujukan infeksi Covid-19.
Sebelumnya Puskesmas Cilincing juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat
mengenai Covid-19 di 16 titik di wilayah Cilincing, Jakarta Utara.16 titik ini terdiri dari
beragam jenis lokasi antara lain perusahaan, sekolah, rumah susun, pos kesehatan,
kantor Rukun Warga (RW), hingga pasar. Sosialisasi ini dilakukan oleh Puskesmas
Cilincing yang berkolaborasi dengan petugas Puskesmas tingkat kelurahan.
Dalam sosialisasi itu petugas memberikan edukasi agar masyarakat tak panik
dengan cara mulai beri pengertian, tanda gejala, hingga upaya pencegahan virus corona.
Bahkan peserta juga diajarkan cara enam langkah benar cuci tangan dengan sabun.
Termasuk penggunaan masker yang benar dan etika batuk. Pihak Puskemas Cilincing
juga berkolaborasi dengan pihak sekolah di SMKN 4 Rorotan, yang dilanjutkan ke
SMKN 49 Marunda dan Madrasah Tsanawiyah (Mts) Negeri 5 Cilincing dalam
melakukan sosialiasi covid 19 kepada para siswa.
Dengan adanya kolaborasi yang baik antara pihak puskesmas dengan tim medis
serta masyarakat diharapkan penyebaran covid 19 dapat berkurang.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
konflik adalah perselihan yang terjadi antar individu atau kelompok dalam suatu
organisasi yang disebabkan oleh pertentangan keingininan, tujuan ataupun nilai. Ketika
konflik dapat ditangani dengan baik maka konflik akan menimbulkan dampak positif,
kebutuhan untuk menyelesaikan konflik menyebabkan orang untuk mencari jalan untuk
mengubah cara-cara berlaku dalam hal melaksanakan tugas-tugas, proses penyelesaian
konflik dapat merangsang timbulnya perubahan positif di dalam organisasi yang
bersangkutan, upaya untuk mencari cara- cara menyelesaikan konflik, bukan saja
membuahkan inovasi dan perubahan tetapi hal tersebut dapat menyebabkan perubahan
lebih dapat diterima bahkan diinginkan. Penyebab konflik menurut Shetach (2012)
menyatakan bahwa konflik terjadi disebabkan karena perbedaan interpersonal, perbedaan
kepentingan dalam hubungan antar manusia. Menurut Kreitner dan Kinicki (2005)
mengungkapkan lima gaya penanganan konflik (Five Conflict Handling Styles).
Kombinasi dari kedua variabel ini menghasilkan lima gaya penanganan masalah yang
berbeda, yaitu: integrating, obliging, dominating, avoiding, dan compromising.

Ada sekian banyak pengertian tentang kolaborasi yang dikemukakan oleh berbagai
ahli dengan sudut pandang yang beragam. Beragamnya pengertian tersebut didasari oleh
prinsip yang sama yaitu mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan,
tanggung jawab dan tanggung gugat. Secara umum kolaborasi adalah hubungan antar
organisasi yang saling berpartisipasi dan saling menyetujui untuk bersama mencapai
tujuan, berbagi informasi, berbagi sumber daya, berbagi manfaat, dan bertanggungjawab
dalam pengambilan keputusan bersama untuk menyelesaikan berbagai masalah.
Komponen utama kolaborasi yaitu Collaborative Cultur, Collaborative Leadership,
Strategic Vision., Collaborative Team Process, Collaborative Structure. Nilai – nilai dasar
collaborative yaitu, menghormati orang lain (Respect for people), penghargaan dan
integritas rnemberikan pengakuan, etos kerja (Honor and integrity), rasa memiliki dan
bersekutu (Ownership and alignment), konsensus (Consensus), penuh rasa tanggung jawab
dan tanggung-gugat (Full responsibility and Accountability), hubungan saling
mempercayai (Trust-based Relationship), pengakuan dan pertumbuhan (Recognition and
Growth). Keuntungan kolaborasi, organisasi bekerja sama secara intern untuk bersaing

18
secara eksterna, keputusan lebih cepat, kualitas lebih bagus dan terfokus pada pelanggan,
keputusan dibuat berdasarkan prinsip pribadi, bukan kekuasaan pribadi, energi tenaga
kerja terfokus pada pelanggan bukan pada konflik intern, siklus waktu berkurang secara
substansial, karena tidak ada nilai tambah yang dihilangkan, produktifitas tenaga kerja
menjadi dua kali lipat. Contoh kolaborasi yang ada di puskesmas Kecamatan Cilincing
yaitu dengan cara berkolaborasi dengan semua unsur untuk memutus mata rantai
penyebaran Covid-19. Kepala Puskesmas Kecamatan Cilincing, dr Edison Syahputra
menyatakan, dengan menguatkan koordinasi lintas sektor juga membantu untuk
mengurangi stigma negatif terhadap pasien Covid-19 di wilayah. Pelaporan ODP dan PDP
dilakukan secara berjenjang dari wilayah oleh Puskesmas Kelurahan. PDP dari RS
Jejaring dilaporkan kepada tim surveilans untuk selanjutnya dikoordinasikan dengan tim
pemantau. Jika ditemukan kasus positif Covid-19, pihak puskesmas langsung
berkoordinasi dengan lintas sektor untuk segera melaksanakan desinfeksi wilayah.
Kemudian Puskesmas Kecamatan Cilincing memberikan disinfektan (peroksida 6 persen)
dan hand sanitizer rekomendasi WHO kepada pasien terdampak.

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-
sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Dalimunthe, Syairal. 2015. Manajemen Konflik Dalam Organisasi.


https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://media.neliti.com/media/publications/78255-ID-
manajemen-konflik-dalam-
organisasi.pdf&ved=2ahUKEwie55_XzarqAhWV63MBHT7zCQQQFjALegQICBA
B&usg=AOvVaw22ZcnazUm6cgQI3LbDEauH. Diakses pada tanggal 01 Juli 2020

Utami, Kadek. 2016. Manajemen Konflik. https://www.google.com/url?


sa=t&source=web&rct=j&url=https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_dir/9
48d79fe6b7aeeecbe85d5f510b66c01.PDF&ved=2ahUKEwj8xY6AyanqAhVVzTgGH
bnjAvwQFjADegQIAxAB&usg=AOvVaw2fmwzzSa6ZX6al26VJrzZY. Diakses
pada tanggal 01 Juli 2020

Yuliatiningsih, R. 2013. Makalah Manajemen Konflik.


https://www.academia.edu/8745473/Makalah_Manajemen_Konflik_. Di akses pada
tanggal 01 Juli 2020

Fitrijanti, Popy. 2013. Kolaborasi dan Pengembangan Budaya Kerja dan Tempat Kerja yang
Kolaboratif.
https://www.academia.edu/36315398/KOLABORASI_DAN_PENGEMBANGAN_B
UDAYA_KERJA_DAN_TEMPAT_KERJA_YANG_KOLABORATIF_-_pdf.pdf .
Di akses pada tanggal 1 Juli 2020.

Dciciolina. 2012. Kolaborasi. https://www.slideshare.net/dciciolina/kolaborasi. Diakses pada


1 Juli 2020.

20
21

Anda mungkin juga menyukai