Anda di halaman 1dari 26

PENERAPAN SHARED GOVERNANCE DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

PROFESIONAL

Disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok SGD


Mata Kuliah Teori Keperawatan
Fasilitator: Prof. Dr. Nursalam M.Nurs (Hons)

Disusun Oleh : Kelompok 2


1. Amin Rahmawati P. (132014153011)
2. Yogo Apriyanto (132014153012)
3. Boby Sinuraya (132014153013)
4. Dwi Dina Romantika (132014153014)
5. Sulendri (132014153015)
6. Dwi Astutik (132014153016)
7. Nurtarina Heratanti (132014153017)
8. Agrista Yudistira P. (132014153018)
9. Hasanudin (132014153019)
10. Nurus Safaah (132011573017)
11. Apriyani Puji (132011573005)
12. Awatiful Azza (132011573008)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat, rahmat
dan bimbinganNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah SGD
dengan judul “Penerapan Shared Governance Dalam Praktik Keperawatan profesional”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas pada mata kuliah Teori KeperawatanProgram
Magister Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Bersama ini kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons)selaku dosen pembimbing yang telah
mamberikan bimbingan dalam penulisan makalah ini
2. Rekan-rekan Magister Keperawatan M-13 khususnya kelompok 2 yang telah
banyak mensupport dan bekerja sama dalam penyusunan makalah ini
3. Serta semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini selesai tepat pada
waktunya.
Kelompok menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kelompok mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna perbaikan Makalah ini.
Akhir kata kelompok berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca, perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan dan juga bagi
kelompok sendiri.

Surabaya, 18 November 2020

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

COVER..............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................................2
1) Tujuan Umum.................................................................................................2
2) Tujuan Khusus.................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................4
2.1 Sejarah Teori Shared Governance..........................................................................4
2.2 Konsep Teori Shared Governance........................................................................5
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Shared Governance......................................13
2.4 Hubungan Teori Shared Governance dalam Praktik dan Manajemen
Keperawatan........................................................................................................14
2.5 Implementasi Teori Shared Governance dalam Manajemen Keperawatan........15
2.6 Penerapan Teori Shared Governance pada Kasus Manajemen
Keperawatan........................................................................................................16
BAB 3 PENUTUP...........................................................................................................19
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................19
3.2 Saran.....................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan
mempunyai daya ungkit yang besar dalam mencapai tujuan pembangunan bidang
kesehatan. Keperawatan sebagai profesi dan perawat sebagai tenaga professional
bertanggungjawab untuk memberikan pelayanan keperawatan sesuai kompetensi
dan kewenangan yang dimiliki secara mandiri maupun bekerjasama dengan anggota
tim kesehatan lain. Pelayanan keperawatan yang bermutu merupakan tujuan yang
ingin dicapai oleh perawat. Kemampuan membuat keputusan masalah etika
merupakan syarat bagi perawat untuk melaksanakan praktik keperawatan
profesional. Pengambilan keputusan adalah pendekatan sistematis untuk
menyelesaikan suatu masalah. Lembaga Kesehatan Dunia pada tahun 2017
mengidentifikasi 98.000 pasien meninggal setiap tahun karena pengambilan
keputusan yang buruk.
Shared Governance (SG) adalah inovasi utama dan berbasis bukti metode
untuk memberdayakan staf perawat dalam membuat keputusan yang dapat
mempengaruhi lingkungan kerja dan praktik dalam keperawatan (Swihart and Hess,
2014). Shared governance didefinisikan sebagai gaya manajemen yang
mempromosikan keterlibatan perawat dalam pengambilan keputusan yang
memengaruhi praktik perawat dalam memberdayakan perawat untuk berkontribusi
dan berpartisipasi dalam lingkungan kerja mereka (Joseph and Bogue, 2016).
Manajemen Keperawatan memulai penerapan shared governence yang
dapat membantu tata kelola dan arahkan tim yang terlibat dalam pengambilan
keputusan, otonomi, kepemilikan dan akuntabilitas untuk praktik, dan peningkatan
kualitas (Raso and President, 2019). Shared governence mempercepat pencapaian
misi, perspektif, dan nilai-nilai melalui membuat hubungan dan menciptakan
bersama tujuan dan kerja sama di antara semua anggota. Shared governence adalah
struktur yang memperkuat kerja sama, pengambilan keputusan bersama, keadilan,
kepemilikan, dan tanggung jawab di antara para pemangku kepentingan untuk

1
mendukung peningkatan pelayanan. Keperawatan direkomendasikan
memperhatikan perlunya implementasi shared governence dengan memberikan
inovasi dalam sistem kesehatan dan menerapkan shared governence dalam gaya
manajemen. (Atashzadeh-Shoorideh et al., 2019).
Munculnya shared governencesebagai model struktur organisasi karena
tingginya kekurangan dan pergantian perawat di rumah sakit selama dekade
terakhir. Pengenalan shared governencemembantu dalam meningkatkan kondisi
kerja perawat dan membantu organisasi layanan kesehatan untuk memberikan
perawatan kesehatan terbaik yang tersedia sehingga bermanfaat para perawat, para
pemangku kepentingan, para pasien serta kesehatan organisasi perawatan itu sendiri.
shared governencedimulai dengan keperawatan profesional karena sebagian besar
staf layanan adalah perawat dan jika proses perubahan perawat berjalan dengan
lancar, maka transfer ke pemerintahan bersama lintas disiplin akan mudah (Alrwaihi
et. al., 2017).
Shared governance penting di tingkat unit kerja karena sifatnya langsung
berhubungan dengan kepuasan kerja, retensi perawat, dan kepuasan pasien.
Beberapa organisasi keperawatan telah mengakui pentingnya shared
governencedengan memasukkan proses ini dalam model, pemberdayaan struktural,
dan rinsip pengambilan keputusan yang efektif (Bieber and Joachim, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar berlakang diatas maka dapat dirumuskan masalah :
1) Bagaimanakah sejarah teori Shared Governance ?
2) Bagaimanakah konsep teori Shared Governance?
3) Bagaimanakah kelebihan dan kekurangan teori Shared Governance?
4) Bagaimanakah hubungan teori Shared Governance dalam praktik dan
manajemen keperawatan?
5) Bagaimanakah implementasi teori Shared Governance dalam praktik dan
manajemen keperawatan?
6) Bagaimanakah penerapan teori Shared Governance pada kasus
manajemendalam praktik keperawatan profesional?

2
1.3 Tujuan
1) Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami penerapan teori Shared Governance dalam praktik
keperawatan profesional.
2) Tujuan Khusus
a. Mengetahui sejarah teori Shared Governance
b. Mengetahui konsep teori Shared Governance
c. Mengetahui kelebihan dan kekurangan teori Shared Governance
d. Mengetahui hubungan teori Shared Governance dalam praktik dan
manajemen keperawatan
e. Mengetahui implementasi teori Shared Governance dalam praktik dan
manajemen keperawatan
f. Mengetahui penerapan teori Shared Governance pada kasus manajemen
keperawatandalam praktik keperawatan profesional.

1.4 Manfaat
1) Perawat dan sejawat mendapatkan tambahan referensi untuk menerapkan Shared
Governance dalam praktik dan manajemen keperawatan profesional
2) Pembaca dapat mengetahui dan memahami teori Shared Governance dalam
praktik dan manajemen keperawatan

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Teori Shared Governance


Konsep shared governance bukan merupakan konsep baru, konsep ini
digunakan sebagai bentuk partisipasi, dengan menggunakan kelompok kerja yang
diatur secara mandiri. Filosofi, pendidikan, agama, politik, bisnis dan manajemen,
serta pelayanan kesehatan mendapatkan keuntungan dari berbagai model proses
shared governance yang diterapkan antar kreativitas lintas generasi dan budaya.
Shared governance awalnya berasal dari teori manajemen prilaku dan social yang
mulai dikenal pada tahun 1970an. Istilah shared governance menjelaskan tentang
kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan model kolaborasi (Hess 1995). Hasil
penelitian dari tim Porter-O’Grady menggambarkan bahwa pemerintahan bersama
merupakan sebuah model struktur dimana perawat bebas dalam mengeksplorasi diri
mereka dalam mengelola praktek keperawatan dengan lebih mandiri secara
professional dan masih relevan sampai saat ini (Wilson 2013).
Pada awal tahun 1980-an, shared governance secara resmi diterapkan di
pelayanan kesehatan dan keperawatan, yang berawal dengan adanya ketidakpuasan
perawat terhadap tempat mereka melakukan praktek keperawatan (O’May and
Buchan 1999). Pada tahun 2004, Hess mengusulkan untuk memberikan otonomi
pada perawat dan pada tahun 1976 Christman memiliki ide agar perawat
mempunyai hak suara yang sama dengan dokter walaupun konsep ini tidak diberi
nama secara resmi. Keterlibatan perawat dalam pengambilan keputusan di
pelayanan kesehatan sudah berkembang lebih dari 2 dekade dimana shared
governance sudah masuk ke berbagai sistem pelayanan kesehatan. Kemudian tahun
1978, Cleland menamai teori otonomi keperawatan sebagai ‘shared governance’(Ott
and Ross 2014).
Menurut Porter-O’Grady pada tahun 1992, ada 3 rumah sakit yang
pertama kali menerapkan shared governance pada tahun 1980an yaitu St Joseph’s
Hospital di Atlanta, Georgia; St Michael’s Hospital di Milwaukee, dan Wisconsin
dan Rose Medical Center di Denver, Colorado. Ketiga rumah sakit ini menggunakan
prinsip dan konsep dari Porter O’Grady dan Finnegan dan McDonough mengenai

4
shared governance (Hess 2004). Seiring berjalannya waktu, lebih banyak rumah
sakit menerapkan konsep shared governance untuk mendorong perawat terlibat
dalam pengambilan keputusan. Beberapa rumah sakit bahkan sudah terbiasa
menggunakan shared governance sebagai model praktik professional (Porter-
O’Grady, 2004) (Ott and Ross 2014).
Banyak sistem pelayanan kesehatan menerapkan shared governance,
dengan mempertimbangkan perubahan internal untuk perubahan keseluruhan pada
budaya keperawatan (Dunvar dkk, 2007). Pertimbangan mengenai acceptance,
integrasi dan kesuksesan secara keseluruhan oleh organisasi keperawatan
merupakan hal yang perlu diperhitungkan dalam mempertahankan momentum
shared governance. Pelayanan kesehatan menerapkan shared governance pada
tingkat unit, seperti yang dilaporkan oleh Styer (2007). Manajer perawat dan empat
perawat staf membentuk suatu komite praktek klinis untuk menerapkan program
berbasis unit. Rencana komite ini berfokus pada penilaian kebutuhan dan presentasi
pendidikan dan sangat sukses, meluas melebihi tingkat unit (Ott and Ross 2014).
Peran manajer perawat dalam mengambil keputusan untuk mendorong staf
keperawatan sangat penting untuk praktek shared governance yang sukses (Brooks,
2004).

2.2 Konsep Teori Shared Governance


Teori Dasar Shared Governance
Shared governance dalam keperawatan merupakan struktur formal yang
melibatkan register nurse atau perawat yang telah teregistrasi dalam pengambilan
keputusan dimana sebelumnya keputusan dibuat oleh manajemen, seperti
penganggaran, penjadwalan, dan mengevaluasi personal (Hess, 1994 dalam Keane
& Walden, 2016). Dalam pengaturan klinis, shared govenance memiliki peranan
penting yang dikaitkan dengan peningkatan pengambilan keputusan, pemberdayaan,
kepuasan pasien, kontrol atas praktik, dan otonomi (O’Grady, 2019). Share
governance merupakan salah satu konsep yang digunakan untuk mengambil
keputusan demi menjaga lingkungan praktik perawat agar sesuai dengan tatanan
yang dikehendaki bersama (Dang, Rohde, and Suflita, 2017). Sehingga konsep ini

5
perlu dipelajari oleh perawat agar selalu siap untuk menjadi pemimpin atau pun
leader.

Menurut Tim Poter O’Grady Shared governance memiliki tiga prinsip dasar
yang menegaskan dan memvalidasi keberadaan struktur dan praktik tata kelola
profesional keperawatan yang efektif dan berkelanjutan, yaitu (O’Grady 2019):

1. Shared govenance yang profesional didasarkan pada praktik akuntabilitas atau


pertanggungjawaban perawat.
Tatanan yang profesional harus memiliki dasar yang dapat
dipertanggunjawabkan. Perawat sebagai stakeholder yang profesional juga harus
memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi dalam membuat keputusan
berdasarkan hal-hal yang memberikan banyak dampak yang positif. Landasan
dasar yang harus diperhatikan dalam membuat keputusan dinilai dari aspek
berikut:
1) Keputusan tepat
2) Orang yang tepat
3) Tempat yang benar
4) Waktu yang tepat
5) Tujuan yang benar
Aspek tersebut merupakan poin penting dalam menganalisa pengambil keputusan
untuk kestabilan yang kolektif. Harapannya adalah profesi secara keseluruhan
memiliki hak dan kewajiban untuk mendefinisikan pekerjaan (job disk),
menetapkan standar, menetapkan kewajiban kolektif, dan tindakan para perawat
yang bekerja menjadi konsisten dengan standarnya. Ini adalah kesepakatan antara
setiap anggota profesi perawat. Dari kewajibannya perawat memiliki hak untuk
menjalankannya akuntabilitas berupa etika, prinsip, standar, syarat, dan praktik
direpresentasikan dalam kodifikasi standar profesional seperti kode etik perawat
dan undang-undang yang telah ditetapkan. Model shared govenance adalah
praktik perawat yang primer harus dimiliki, karena setiap keputusan yang dibuat
harus memiliki akuntabilitas pada setiap tindakan sehingga mampu
mempengaruhi dan berdampak pada praktik keperawatan klinis. Oleh sebab itu

6
shared govenance yang profesional harus mampu membedakan antara
tanggungjawab dan apa yang harus dipertanggungjawabkan.

AKUNTABILITAS TANGGUNG JAWAB


1. Ditetapkan oleh hasil 1. Ditetapkan oleh fungsi
2. Diri dijelaskan 2. Delegasi
3. Tertanam dalam peran 3. Tugas / rutinitas tertentu
didikte
4. Bergantung pada kemitraan 4. Isolatif
5. Evaluasi saham 5. Evaluasi Supervisor
6. Nilai berdasarkan kontribusi 6. Nilai yang digerakkan oleh
tugas

Tabel 2.1 Perbedaan tanggung jawab dan akuntabilitas (pertanggungjawaban)


2. Struktur yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesional dan mampu
mengambil keputusan klinis.
Kebanyakan organisasi terdahulu dibangun dengan struktur otoritas kontrol
yang menimbulkan hirarki. Hal ini mengakibatkan perawat menjadi tidak
profesional karena tidak mampu mengambil keputusan klinis secara mandiri.
Namun organisasi perawat profesional harus mampu memandirikan dan
membuat sistem terstruktur yang mampu dipertanggungjawabkan. Sehingga,
perawat profesional yang sudah berlisensi mampu mengambil keputusan yang
bisa dipertanggungjawabkan. Untuk perawat profesional, artinya struktur
organisasi berkewajiban untuk memastikan bahwa perawat dapat sepenuhnya
dan bebas berlatih dalam standar profesional yang ditentukan dan memperoleh/
mempertahankan hasil yang positif sebagai produk dari apa yang telah dicapai.
3. Struktur shared govenance yang profesional ditunjukkan dengan pengambilan
keputusan distributif.
Struktur profesional diatur berdasarkan keputusan, bukan posisi, yang
mencerminkan distribusi akuntabilitas untuk profesinya. Semua profesi memiliki
akuntabilitas untuk praktik, kualitas, kompetensi, dan pengetahuan. Setiap
profesi memiliki kepemilikan dan praktik kewajiban untuk empat akuntabilitas

7
dasar. Sehingga perawat bertanggungjawab atas kepemilikan praktik, kualitas,
kompetensi, dan pengetahuan. Tanggungjawab ini didapat melalui lisensi profesi
yang dilindungi oleh undang-undang. Lisensi profesi diperlukan untuk mengatur
diri mereka sendiri demi kepentingan terbaik mereka memberikan pelayanan,
dibuktikan dengan standar pengetahuan dan implementasi, pendidikan, praktek,
indikator kualitas/dampak, kompetensi membutuhkan komentar, etika, program
disipliner kasus, perilaku profesional, dan persyaratan lisensi itu sendiri.
Secara culture leadership Tim Poter O’Grady membagi lagi shared govenanance
menjadi 4 prinsip, yaitu (Pauley and Kendall 2018):
1) Relationship.
Relationship atau hubungan merupakan jembatan antar seluruh penyedia layanan
kesehatan, maupun tenaga kesehatan dengan pasien. Hubungan kolaboratif
antara semua pemangku kepentingan dan keperawatan dibutuhkan untuk
pemberdayaan yang profesional. Hubungan baik sangat penting untuk
membangun keterikatan yang melibatkan semua anggota staf dalam
pengambilan keputusan dan proses, menyiratkan bahwa setiap anggota memiliki
peran kunci dalam memenuhi misi dan tujuan organisasi, dan penting untuk
efektivitas sistem kesehatan.
2) Ekuitas.
Equality yang dalam bahasa indonesia diartikan sebagai asas keadilan selama
bekerja, dimana setiap orang yang sebagai karyawan berhak mendapatkan hak
yang sama dengan karyawan lainnya (Kamalia, Said, and Risky 2020). Ekuitas
mempertahankan fokus pada layanan, pasien, dan staf; adalah dasar dan ukuran
nilai; dan bilang bahwa tidak ada satu peran yang lebih penting daripada yang
lain. Meskipun ekuitas tidak kesetaraan setara dalam hal ruang lingkup praktik.
3) Akuntabilitas.
Shared govenance menuntut keputusan secara terbuka dalam membuat
keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini sering terjadi digunakan
secara bergantian dengan tanggung jawab dan memungkinkan evaluasi kinerja
peran.

8
4) Kepemilikan.
Pengakuan dan penerimaan akan pentingnya pekerjaan semua orang dan fakta
bahwa keberhasilan sebuah organisasi terikat pada seberapa baik staf individual
anggota melakukan pekerjaan mereka. Maka semua anggota tim berpartisipasi,
dan menunjuk di mana pekerjaan dilakukan dan oleh siapa sehingga memiliki
job disk yang jelas. Ini mengharuskan semua anggota staf untuk berkomitmen
untuk berkontribusi sesuatu, untuk memiliki apa yang mereka kontribusikan, dan
untuk berpartisipasi merencanakan tujuan untuk pekerjaan.
Poin inti dari shared govenance dalam keperawatan dapat dilihat dengan sistem
yang memiliki ciri-ciri berikut (Joseph and Bogue 2016):
1) Adanya empowerment dalam sistem tersebut,
2) Adanya dewan sebagai pemimpin dengan beberapa masukan staf untuk
praktik atau tindakan kegiatan keperawatan,
3) Diekspresikan dalam tindakan administratif bukan staf perawat.
Shared Governance dan Kemitraan Relasional
Pada tahun 1981 John Hopkins Hospital tertarik melakukan penilaian praktik
keperawatan yang masih menerapkan self-governance dengan Practice Profesional
Model (PPM). Praktik ini kemudian dikembangkan dengan memberikan intensif
dan berusaha meningkatkan sumber daya yang berkualitas. Sejak tahun 2000 maka
John Hopkins Hospital mulai merubah semua tatanan dan beralih menggunakan
sistem shared govenance. Perawat di John Hopkins kemudian memiliki
kewenangan dan kebebasan dalam membentuk keorganisasian dan relasi sehingga
keperawatan dapat berkembang (Dang et al. 2017). Hubungan kemitraan pada
shared govenance tersusun desentralisasi dan memiliki banyak perbedaan dengan
self govenance yang cendrung berpusat seperti membangun dinding hirarki
sehingga perawat kurang memiliki kebebasan dalam menentukan keputusan klinis.
Sedangkan shared govenance cenderung lebih bebas dan mandiri dalam
menentukan tindakan sehingga hubungan interpersonal terjalin baik sebagai patner.
Berikut yang membedakan antara hubungan partnership dan hirarki (Mueller 2016):
HIERARCHY TO RELATIONAL PARTNERSHIP
1. Kemandirian 1.Interdependensi
2. Hubungan hierarkis 2.Hubungan kolegial
3. Fungsi parallel 3.Tim berfungsi

9
4. Rencana kesehatan 4.Rencana pasien
5. Menolak perubahan 5.Memimpin perubahan
6. Bersaing 6.Bermitra
7. Komunikasi tidak langsung 7.Komunikasi langsung
Tabel 2.2 Perbedaan hirarki dan relational partnership

Penelitian oleh (Olender, Capitulo, and Nelson, 2020) mendeskripsikan dampak


penerapan shared govenance antar profesi dan model praktik profesional yang
peduli (Relationship-Based Care [RBC]) terhadap laporan diri staf tentang
kepedulian, keterlibatan kerja, dan pemberdayaan tempat kerja selama jangka
waktu 4 tahun. Hasilnya hanya skor pemberdayaan kerja di antara staf yang bekerja
dalam unit RBC yang berkelanjutan dan meningkat secara progresif dan signifikan
dari waktu ke waktu. Tingkat keterlibatan kerja awalnya meningkat dan kemudian
menjadi stabil seiring waktu. Tingkat kepedulian tetap stabil meskipun model
praktik profesional kepedulian telah diterapkan. Korelasi yang signifikan secara
statistik dicatat antara work engagement dan pemberdayaan, diikuti oleh hubungan
antara work engagement dan caring. Ini merupakan suatu bukti bahwa konsep
shared governance memiliki pengaruh dan keterkaitan yang kuat dengan relasional
di lingkungan keperawatan. Clavelle, Porter O’Grady dan Drenkard 2013 (Keane
and Walden 2016) menjelaskan tentang hubungan shared governance dan
Lingkungan praktik keperawatan dicirikan dengan karakteristik otonomi
keperawatan, hubungan perawat-dokter yang positif, dukungan organisasi tingkat
tinggi, dan bukti kontrol atas praktik keperawatan.

Shared Governance dan Model Praktik Keperawatan Profesional


Kompetensi shared govenance untuk staf tertinggi ataupun leader harus mampu
mengambil tanggungjawab atas proses pengambilan keputusan klinis dan
operasional tertinggi. Sedangkan manajer membimbing staf dengan
mengomunikasikan konteks dan penafsiran dampak lingkungan dan perawatan
kesehatan dan berbagi visi maupun tujuan organisasi (Dang et al. 2017). Shared
govenance dan manajer perawat saling berhubungan. Manajer perawat memainkan
peran penting dalam penerapan tata kelola bersama di tingkat unit. Mereka
bertanggung jawab untuk menegakkan standar praktik dan perawatan di unit.
Bekerja sama dengan perawat yang memiliki lisensi, manajer perawat berusaha

10
untuk meningkatkan kualitas perawatan untuk pasien dan lingkungan praktik
perawat menggunakan model pengambilan keputusan bersama (Keane and Walden,
2016). Pada model praktik keperawatan profesional manajer dan staf memiliki
tanggungjawab yang berbeda, yaitu (O’Grady, 2019):
Manager Staff/ Profesi
1. Sumber Daya 1. Berbasis Praktis
2. Manusia 2. Kulitas Layanan
3. Fiskal 3. Kompetensi
Pengetahuan
4. Bahan/materi 4.
5. Dukungan .
6. Sistem
Tabel 2.3 Perbedaan tanggung jawab Manajer dan Staff

Empowerment dari shared governance membagi kompetensi antara leader, manajer,


dan staff sesuai dengan pengetahuan dan pengambilan keputusan (Dang et al. 2017).
1) Leader
Kompetensi pemimpin lebih dinamis karena harus menjadi penengah antara
manajer dan staf. Kompetensi penting yang harus dimiliki seorang pemimpin
meliputi: bertindak dengan integritas dab keaslian, memegang tanggungjawab
diri sendiri dan orang lain, mengelola dan memperjuangkan perubahan yan lebih
baik, bertindak secara strategis untuk bersma-sama menciptakan visi bersama
tentang praktik profesional perawat.
2) Manajer
Kompetensi yang harus dimiliki seorang manajer dalam penerapan shared
govenance: Mengomunikasikan kontekas dan menafsirkan dampak lingkungan
keperawatan, berbagi visi dan mengartikulasi tujuan rumah sakit, menyediakan
sumber daya untuk perawatan pasien.
3) Staf
Setiap staf atau perawat pelaksana juga memiliki tanggungjawab dalam shared
govenance, yaiyu : merawat pasien dengan aman, rasa tanggungjawab dan
berkualitas yang diberikan dengan cara hemat biaya, atau asuhan keperawatan
yang mandiri.
Kennerly (1996) Swihart dan Hess (2014) dalam artikel (Keane and Walden, 2016)
mendeskripsikan empat konfiguras terkait dengan shared govenance bersama:

11
1) Model berbasis unit yaitu share govenance model yang disesuaikan dengan
individu unit perawatan.
2) Model dewan yang menggunakan departemen dewan tingkat untuk
mengoordinasikan klinis dan kegiatan administrasi.
3) Model administratif yang menggunakan dewan eksekutif untuk
mengkoordinasikan kegiatan dewan yang lebih kecil.
4) Model kongres di mana semua perawat staf ng ditugaskan ke lemari dan
pekerjaan diarahkan ke lemari untuk menyelesaikan
Pada intinya shared govenance menjadi model praktik keperawatan yang
mengambil keputusan dengan tujuan bersama, sehingga susunan sistem yang
dipergunakan akan terus berorientasi pada kepentingan bersama meskipun memiliki
model yang sedikit berbeda.

2.3 Kelebihan dan Kekurangan Teori Shared Governance


1. Kelebihan yang dimiliki oleh teori shared governance, adalah sebagai berikut:
1) Teori Shared governance meningkatkan lingkungan kerja dan pemberdayaan
perawat dengan memperkuat kolaborasi dalam membuat keputusan bersama-
sama dalam unit atau di antara disiplin ilmu (Kanninen et al., 2019).
2) Teori Shared governance mendukung partisipasi staf untuk mengembangkan
perbaikan yang berarti dalam pekerjaan. Manajer perawat berfungsi sebagai
fasilitator yang membantu staf perawat sesuai kebutuhan atau menghilangkan
hambatan pelaksanaan proyek, sehingga tim akan bersama-sama bertanggung
jawab untuk mencapai tujuan, memimpin diri mereka sendiri, memiliki otoritas
dan kontrol atas pekerjaan untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan
bersama sama (Cox Sullivan et al., 2017).
3) Pada pelaksanaan tindakan keperawatan teori shared governance
memungkinkan bentuk kepemimpinan organisasi yang berbagi kekuasaan,
kontrol, dan pengambilan keputusan dengan staf keperawatan profesional
dalam kerangka kerja pengambilan keputusan klinis (Kanninen et al., 2019).
4) Teori Shared governance menghasilkan penerimaan tanggung jawab, otoritas,
dan akuntabilitas untuk praktik keperawatan. Kejelasan tentang tanggung
jawab, tingkat otoritas, dan akuntabilitas penting untuk pemberdayaan dalam

12
budaya tata kelola bersama yang sukses, sehingga memberikan dampak
kepuasan perawat dan pasien (Guanci, 2018)
5) Teori shared governance membangun jaringan komunikasi untuk memastikan
pendekatan yang komprehensif terhadap perubahan sangat penting untuk
keberhasilan kerja tim (Olender et al., 2020)

2. Kekurangan Teori Shared Governance


Menurut Mueller (2016), kekurangan yang bisa digambarkan dalam teori ini
adalah sebagai berikut:
1) Teori shared governance tidak akan bisa dilaksanakan dalam sebuah
organisasi jika kurangnya dukungan infrastruktur dan keterlibatan staf serta
pendidikan staf professional yang kurang memadahi.
2) Pengembangan struktur shared governance membutuhkan waktu yang lama
untuk implementasi yang efektif dan penerimaan tanggung jawab bersama.
Apabila staf keperawatan tidak siap maka hasil yang didapatkan kurang
maksimal
3) Pengalaman shared governance harus didukung mulai dari tingkat tertinggi
dalam organisasi, dan perubahan budaya diperlukan untuk mempengaruhi
perubahan paradigma, jika pemimpin tidak mendukung perubahan budaya
organisasi maka pelaksanaan tata kelola bersama akan sulit dilaksanakan.

2.4 Hubungan Teori Shared Governance dalam Praktik dan Manajemen


Keperawatan
Shared Governance telah dijelaskan sebagai metode yang layak untuk
memberdayakan lingkungan kerja secara struktural bagi perawat. Ada eksplorasi
besar-besaran berbagi tata kelola pada 1980-an oleh Porter-O’Grady. Namun pada
1990-an, banyak kontroversi mengenai apakah Konsepnya sangat struktural atau
aplikatif untuk perawat dalam menjalankan praktiknya. Hubungan Shared
Governance dengan pemberdayaan dan kepuasan kerja perawat dalam praktik
merupakan issue penting, Anderson (2000) dalam studinya menjelaskan bahwa
perawat yang bekerja di organisasi (fasilitas Kesehatan) dengan struktur Shared
Governance mampu memahami tingkat Shared Governance yang lebih besar,

13
pemberdayaan, dan kepuasan kerja, dan terdapat dampak positif hubungan antara
Shared Governance, pemberdayaan, dan konstruksi kepuasan kerja, (Jennifer Jordan
2019).
Model Shared Governance dalam praktik keperawatan mendorong perawat
pelaksana dan perawat manajer untuk berkolaborasi untuk menentukan internal
kebijakan yang mengendalikan praktik klinis keperawatan dan kualitas perawatan.
Konsep model Shared Governance diperkenalkan untuk meningkatkan peran
perawat pelaksana di lingkungan kerja, kepuasan dengan pekerjaan, dan retensi
kerja. Banyaknya perawat yang mengundurkan diri dari pekerjaan (Turn Over)
diidentifikasi sebagai sesuatu kerugian akibat kurangnya keterlibatan dan atau
kepuasan kerja staf, adanya ambiguitas peran, konflik peran, komunikasi perawat
pelaksana dan perawat manajer yang buruk, stresor kerja, masalah dengan
manajemen, dan burnout, (Hunt and Hartman 2018)
Frith & Montgomery, 2006 dalam Jennifer Jordan 2019, Shared
Governance dapat diaplikasikan dalam berbagai cara, untuk perawat yang kurang
akses dalam proses pengambilan keputusan bersama dan yang terlibat dalam
pengambil keputusan. Namun, perawat yang terlibat dalam proses pengambilan
keputusan bersama ditemukan Shared Governance telah menunjukkan tingkat
kepuasan kerja yang lebih besar dan komitmen terhadap organisasi mereka. Rumah
sakit yang melibatkan perawat kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses formal
yang mempengaruhi pengaturan kerja perawat, mendorong lingkungan kerja yang
lebih sehat, berfungsi untuk memberdayakan perawat secara struktural.
Perawat Manajer memainkan peran yang sangat penting dalam penerapan
Shared Governance di tingkat unit. Mereka bertanggung jawab untuk menegakkan
standar praktik dan perawatan di unit. Bersamaan dengan perawatan langsung oleh
perawat pelaksana, perawat manajer untuk meningkatkan kualitas perawatan pasien
dan lingkungan praktik perawat dengan menggunakan model pengambilan
keputusan bersama,(Keane and Walden, 2016).
Shared Governance lebih dari sekadar penciptaan struktur kerja, melainkan
melibatkan perubahan sikap dan perilaku perawat pelaksana tentang hak-hak mereka
dan tanggung jawab sebagai profesional untuk mengatur praktik mereka. Perawat
pelaksana memiliki hak dan tanggung jawab profesional untuk membuat keputusan

14
tentang praktik keperawatan, meskipun model medis tradisional, birokratis, dan
hierarkis yang diterapkan sudah jalan sebelumnya. Di luar sistem dan perawat
pelaksana, perawat Manajer juga ditantang untuk memahami bagaimana memimpin
dan mengelola secara efektif bersama lingkungan kerja mereka. Gaya
kepemimpinan manajer perawat memainkan peran yang signifikan dalam
keberhasilan atau kegagalan pelayanan bersama, (Keane and Walden, 2016).

2.5 Implementasi Teori Shared Governance dalam Manajemen Keperawatan


Pelaksanaan fungsi shared governance dibeberapa ruang rawat inap belum
optimal. Kepala ruangan sebagai manajer lini bertanggungjawab dalam sebuah
ruangan. Kepala ruangan mampu menerapkan fungsi-fungsi manajemennya sebagai
kepala ruangan khususnya fungsi shared governance. Kepala ruangan sebagai
ujung tombak untuk tercapainya tujuan pelayanan keperawatan di Rumah Sakit.
Kepala ruangan harus mempunyai kemampuan melakukan supervisi untuk
mengelola asuhan keperawatan. Supervisi yang dilakukan kepala ruangan berperan
untuk mempertahankan segala kegiatan yang telah dijadwalkan dapat dilaksanakan
sesuai standar. Perawat perlu terlibat dalam kegiatan pelayanan keperawatan
sebagai mitra kerja yang memiliki ide (Nurdiani et al., 2018). Sistem manajemen
mutu merupakan suatu tatanan yang menjamin tercapainya tujuan dan sasaran mutu
yang direncanakan termasuk didalam pelayanan keperawatan. Salah satu masalah
yang sering terjadi dipelayanan keperawatan adalah rendahnya implementasi sistem
manajemen mutu pelayanan keperawatan (Pratiwi et al., 2016).

Penelitian tentang The Functions of Management as Mechanisms for


Fostering Interpersonal Trust penelitian yang dilakukan oleh Mike Schraeder
Dennis R. Self Troydi University Mark H. Jordan University of North Georgia Ron
Portis Troy University pada tahun 2014 dengan hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa kepercayaan antar pribadi, antar pengawas dan karyawan dapat dipupuk
melalui kegiatan yang terkait dengan empat fungsi manajemen. Berdasarkan hasil
pengalaman Nurdiani dalam penelitian yang berjudul Implementasi Fungsi
Pengorganisasian dan Supervisi oleh Kepala Ruangan di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Cinta Kasih Ciputat Study Phenomenology tahun 2018 didapatkan hasil
bahwa kepala ruang dibeberapa ruang rawat inap belum optimal melaksanakan

15
fungsi manajemennya khususnya fungsi pengorganisasian dan supervisi. Kepala
ruang mengatakan 90% staf belum pernah dilakukan audit asuhan keperawatan dan
80% staf belum pernah dilakukan supervisi keperawatan . Perawat dan Bidan yang
belum mengetahui struktur dan organisasi keperawatan terdapat 90%, belum
mengetahui uraian tugas dan tanggungjawab 60% dan belum mengetahui metode
asuhan keperawatan yang diterapkan dalam memberikan pelayanan terdapat 62,5%
staf Perawat dan Bidan.

Kepemimpinan kepala ruangan memiliki peran penting didalam implementasi


sistem manajemen mutu di ruangan karena kepala ruangan mempunyai tanggung
jawab dalam mengelola, merencanakan, dan mengendalikan kinerja stafnya dalam
manajemen keperawatan. Untuk mengatasi masalah dalam implementasi sistem
shared governance, dapat diatasi dengan kepemimpian mutu kepala ruangan yang
berorientasi pada mutu pelayanan (Pratiwi et al., 2016). Menurut Kopelman dalam
(Nursalam 2014), faktor penentu organisasi yakni kepemimpinan dan sistem
imbalan berpengaruh pada kinerja individu atau organisasi melalui motivasi, sedang
faktor penentu organisasi, yakni pendidikan berpengaruh pada kinerja individu atau
organisasi melalui variabel pengetahuan, keterampilan atau kemampuan.
Kemampuan dibangun oleh pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja.

2.6 Penerapan Teori Shared Governance pada Kasus Manajemen Keperawatan


Sebuah Rumah sakit yang terletak ditengah kota semarang memiliki
pelayanan rawat inap. Perawat S adalah kepala ruang Flamboyan di RSUD
Ungaran. Ruang Flamboyan adalah ruang Kelas III khusus penyakit dalam. RSUD
Ungaran merupakan RS Tipe C. Ruang Flamboyan berisi 30 tempat tidur, BOR
ruang Flamboyan pada Bulan November 2020 sebesar 84%. Jumlah perawat di
ruangan ini sebanyak 24 orang dengan latar belakang pendidikan S1-Ners 15 orang
dan DIII keperawatan sebanyak 9 orang, selain tenaga keperawatan juga terdapat
tenaga non keperawatan yaitu 1 orang bagian administrasi dan 1 orang pekarya.
Model asuhan keperawatan professional yang diterapkan oleh Ruang Flamboyan
yaitu Moduler. Supervisi ruangan dijadwalkan dilakukan 2 kali dalam satu bulan
dan dilakukan oleh Perawat S. Pada tanggal 25 November 2020 Ruang Flamboyan
mendapat pasien K dengan penyakit Systemic Lupus erythematosus (SLE) atau

16
sering disebut Lupus. Sampai saat ini perawat di ruang Flamboyan belum pernah
menangani pasien dengan penyakit lupus, mereka sedikit mengetahui tentang
penyakit lupus. Maka apakah yang akan dilakukan Perawat S sebagai Kepala ruang
Flamboyan agar asuhan keperawatan yang diterapkan pada pasien K tepat dan
optima?
Pembahasan:
Perawat S sebagai kepala ruang Flamboyan yang menerapkan model shared
governance menanyakan pendapat seluruh perawat di ruang Flamboyan renacana
apa yang akan dilakukan untuk memfasilitasi seluruh perawat agar dapat mendapat
persepsi yang sama dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien K. Sebanyak
11 perawat di ruang Flamboyan menyatakan Perawat S harus segera memimpin
dilakukan ronde keperawatan terkait kasus penyakit pasien K, 13 perawat lainnya
menyarankan untuk melakukan komunikasi dengan tim lain bahwa ini kasus langka
dan harus dilkukan perencanaan dalam pemberian intervensi. Perawat S
menyerahkan keputusan pada seluruh perawat di ruang Flamboyan, sehingga pada
tanggal 26 November dilakukan ronde keperawatan kasus pasien K tentang penyakit
lupus dan intervensi keperawatan yang tepat untuk kasus ini. Diskusi dalam ronde
keperawatan berjalan aktif, karena masing-masing perawat telah melakukan kajian
di hari sebelumnya terkait penyakit tersebut, sehingga disepakati beberapa intervensi
yang dapat mengoptimalkan kondisi pasien K. Model sistem asuhan keperawatan
yang diterapkan tersebut yaitu model Shared governance memfasilitas
pengembangan staff yang memiliki pengetahuan tentang managemen untuk aktif
ikut dalam proses pengambilan keputusan dalam berpikir untuk memecahkan
masalahtersebut dan menjalankan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan,
sehingga staff merasa menjadi bagian dalam organisasi (Keane and Walden, 2016).
Menanggapi proses perencanaan atau rode kepeerawatan tersebut yaitu,
setelah dilakukan ronde keperawatan. Perawat S dan perwakilan perawat ruang
Flamboyan melakukan diskusi lanjutan dengan tim kesehatan lain seperti (gizi,
apoteker, dan dokter) untuk membahas intervensi yang tepat untuk pasien K. Setelah
terjadi kesepakatan dari semua tim kesehattan, Perawt S meminta perwakilan
perawat yang ikut dalam diskusi untuk menyampaikan hasil intervensi dengan tim
kesehatan lain kepada seluruh perawat yang ada di Ruang Flamboyan sehingga, ada

17
system evaluasi hasil dari seluruh perawat yang akan melakukan asuhan
keperawatan pada pasien K. Sejalan dengan perkembangan dan perubahan
pelayanan kesehatan, maka model sistem asuhan keperawatan harus berubah
mengarah pada suatu praktik keperawatan yang sesuai dengan prinsip pada model
shared governance bahwa manajer keperawatan melaksanakan model autonomi
pada staff perawat dalam membuat keputusan asuhan keperawatn pada pasien dan
memiliki kemampuan untuk mendorong pemberdayaan, otonomi, kepuasan kerja
sehingga perawat merasa puas dalam melakukan asuhan, dan dapat memberikan
asuhan keperawatan secara professional (Keane and Walden, 2016).

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Shared governance adalah kemitraan para pimpinan staf dalam pengambilan
keputusan bersama dengan mengedepankan prinsip-prinsipnya kemitraan, keadilan,
akuntabilitas, dan kepemilikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, keselamatan

18
dan peningkatan kinerja. Kolaborasi yang buruk dan komunikasi yang tidak efektif antar
penyedia layanan dapat merusak sistem pelayanan dalam suatu unit. Shared governance
dalam keperawatan adalah model praktik profesional yang mempromosikan
pemberdayaan keperawatan dan pengambilan keputusan bersama dengan membuat staf
perawat bertanggung jawab atas keputusan yang mempengaruhi kebijakan, prosedur dan
proses titik asuhan. Manfaat dari penerapan shared governance dalam keperawatan
diantaranya adalah : mempromosikan praktik keperawatan berbasis bukti, memberikan
kerangka kerja untuk keperawatan yang berpusat pada pasien, meningkatkan kepuasan
kerja, mendorong pertumbuhan profesional, memperkuat hubungan intraprofesional.
Berbicara mengenai sebuah organisasi, maka dalam proses pelaksanaannya akan
menghasilkan kondisi yang efektif dan kurang efektif. Untuk menentukan cara yang
tepat dalam menerapkan shared governance harus melihat masalah yang muncul yang
harus ditangani serta fasilitas sarana prasarana yang tersedia untuk menangani masalah
tersebut. Teori shared governance dalam manajemen keperawatan dapat dilihat dalam
kepemimpinan keperawatan (nursing leaders), teori ini mengembangkan MPKP sebagai
suatu visi keperawatan. Unit manager perawat mempunyai peran yang sangat penting
dalam memberdayakan tim/staf untuk membuat keputusan bersama yang mengarah
kepada perbaikan baik dalam hal praktik keperawatan profesional maupun kepuasan
staf.

3.2 Saran
Makalah ini disusun sebagai tugas kelompok Program Studi Magister
Keperawatan mata kuliah Teori Keperawatan. Dalam pembuatan makalah ini
menggunakan beberapa referensi, baik artikel mupun buku. Diharapkan makalah ini
dapat berguna untuk para mahasiswa perawat untuk lebih mengetahui tentang teori
Shared Governance, dimana teori ini sangat membantu perawat dalam aplikasi
manajemen dan administrasi keparawatan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alrwaihi, S., Kehyayan, V. and Johnson, J. M. (2017) ‘Interdisciplinary shared


governance: A literature review’, Journal of Nursing Education and Practice,
8(4), p. 43. doi: 10.5430/jnep.v8n4p43
Atashzadeh-Shoorideh, F. et al. (2019) ‘Factors predisposing to shared governance: A
qualitative study’, BMC Nursing. BMC Nursing, 18(1), pp. 1–8. doi:
10.1186/s12912-019-0334-2.

20
Bieber, P. and Joachim, H. (2016) ‘What Would Florence Do? Nurses as Patient
Advocates’, Nurse Leader, 14(1), pp. 62–66. doi: 10.1016/j.mnl.2015.09.011..
Cox Sullivan, S., Norris, M. R., Brown, L. M., & Scott, K. J. (2017). Nurse manager
perspective of staff participation in unit level shared governance. Journal of
Nursing Management, 25(8), 624–631. https://doi.org/10.1111/jonm.12500
Coyle, A. L., & Craven, H. L. (2019). Strengthening a Healthy Work Environment
Through Shared Governance. MUSC Health.

Dang, Deborah, Judith Rohde, and Jeannette Suflita. 2017. Johns Hopkins Nursing
Profesional Practice Model. United State: Dustin Sullvan.

Guanci, B. G. (2018). The nurse manager ’ s role in a Sharen Governance Culture.


Wolters Kluwer Health, 46–50.
Hennessy, C., & Kane, K. M. (2016). Reinvigorating a Model of Shared Governance
( SG ) in a Community Hospital. Nyack Hospital Nyack, New York, 30(3), 2016.

Hunt, Pamela, and Denise Hartman. 2018. “Www.Nursingmanagement.Com 20 April


2018 • Nursing Management Copyright © 2018 Wolters Kluwer Health, Inc. All
Rights Reserved.” Nursing Management, no. June: 26–33.
https://journals.lww.com/nursingmanagement/fulltext/2018/06000/Meeting_the_m
easurements_of_inpatient_staffing.8.aspx#pdf-link

Jennifer Jordan. 2019. “Perceptions Of Shared Governance And Structural


Empowerment Among Nurses Working In Magnet® Hospitals.

” Joseph, M. Lindell, and Richard J. Bogue. 2016. “A Theory-Based Approach to


Nursing Shared Governance.” Nursing Outlook 64(4):339–51. doi:
10.1016/j.outlook.2016.01.004.

Kanninen, T. H., Häggman-Laitila, A., Tervo-Heikkinen, T., & Kvist, T. (2019).


Nursing shared governance at hospitals – it’s Finnish future? Leadership in Health
Services, 32(4), 558–568. https://doi.org/10.1108/LHS-10-2018-0051

Keane, Anna E, and Management Walden. 2016. “Abstract The Relationship Between
Nurse Manager Leadership Style and Enculturation of Shared Governance.”

May, F. O., & Buchan, J. (2019). Shared governance : A literature review Shared
governance : a literature review. International Journal of Nursing Studies,
36(August 2018), 282–300. https://doi.org/10.1016/S0020-7489(99)00023-1

Mueller, Adele. 2016. “A Phenomenological Study of the Shared Governance


Experience for Nurses Working in the Pharmaceutical Industry Dissertation
Manuscript Submitted to Northcentral University Graduate Faculty of the School
of Business and Technology Management in Partial Ful.” (April).

21
Nurdiani, M. D., Dedi, B., & Susilo, W. H. (2018). Implementasi Fungsi
Pengorganisasian dan Supervisi Oleh Kepala Ruangan di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Cinta Kasih Ciputat Study Phenomenology. Juperdo, 7(2), 82–91.
Olender, L., Capitulo, K., & Nelson, J. (2020). The Impact of Interprofessional Shared
Governance and a Caring Professional Practice Model on Staff’s Self-report of
Caring, Workplace Engagement, and Workplace Empowerment over Time.
Journal of Nursing Administration, 50(1), 52–58.
https://doi.org/10.1097/NNA.0000000000000839
O’May, Fiona, and James Buchan. 1999. “Shared Governance: A Literature Review.”
International Journal of Nursing Studies 36 (4): 281–300.
https://doi.org/10.1016/S0020-7489(99)00023-1
Ott, Joyce, and Carl Ross. 2014. “The Journey toward Shared Governance: The Lived
Experience of Nurse Managers and Staff Nurses.” Journal of Nursing
Management 22 (6): 761–68. https://doi.org/10.1111/jonm.12032

O’Grady, Porter and Tim. 2019. “Principles for Sustaining Shared/Professional


Governance in Nursing.” Nursing Management 50(1):36–41. doi:
10.1097/01.NUMA.0000550448.17375.28.

Pauley, Tara, and Matt Kendall. 2018. “A Problem Shared Experienced by Midwives as
Highlighted.”

Pratiwi, A., Hidayat, A. A., & Agustin, R. (2016). Melalui Kepemimpinan Mutu Kepala
Ruangan (Implementation of Quality Management System of Nursing Care
Through Quality Leadership of Nurse Unit Manager) * Departemen of Nursing
, Faculty of Health Science , Muhammadiyah University of Surabaya Jl .
Sutore. Ners, 11(Azwar), 1–6. e-
journal.unair.ac.id/index.php/JNERS/article/download/1450/pdf_6
Swihart, D. and Hess, R. G. (2014) Shared Governence: A Practical Approach to
Transforming Interprofessional Healthcare Third Edition. HCPro A division of
BLR
Raso, B. R. and President, V. (2019) ‘A key to engagement: Professional governance’,
Nursing Management (Springhouse), 50(1), p. 5. doi:
10.1097/01.numa.0000550453.91825.d1.
Wilson, Evette. 2013. “Associate in Science in Technical Nursing University of South
Carolina Bachelor of Science in Nursing University of South Carolina Master
of Science in Nursing University of Phoenix A Doctoral Project Submitted in
Partial Fulfillment of T,” no. May.

22
23

Anda mungkin juga menyukai