Dosen Pengampu :
Dr. Samsider Sitorus, SST, M.Kes
Disusun Oleh :
Kelompok 7A
Anggi Putri Rahdahani (P07524421004)
Dita Anlistaeni (P07524421009)
Putri Rahmasari (P07524421033)
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dengan bentuk dan isi yang sangat sederhana tujuannya adalah untuk memenuhi
salah satu tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Kasus Kompleks, Dengan Dosen
Pengampu Ibu Dr. Samsider Sitorus, SST, M.Kes. Semoga makalah ini dapat
menjadi referensi dan panduan bagi para pembaca.
Pada saat penulisan makalah ini, menurut kami masih panjang jalan yang
harus ditempuh untuk menyempurnakan baik teknik maupun materi penulisan,
untuk itu kritik dan saran dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk
menyempurnakan makalah ini. Saat menulis makalah ini, kami ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang sudah memberi saran dan kritiknya. Mudah-
mudahan Allah memberikan balasan kepada yang memberikan bantuan dan dapat
mengubah semua bantuan itu menjadi ibadah. Amin Ya Robbal Alamin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tenaga kesehatan merupakan tenaga profesional yang memiliki tingkat
keahlian dan pelayanan yang luas dalam mempertahankan dan meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan yang berfokus pada kesehatan pasien. Tenaga
kesehatan memiliki tuntutan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
bermutu di era seperti saat ini. Pelayanan bermutu adalah pelayanan pasien
secara terintegrasi, utuh dan berkesinambungan dalam tatanan pelyanan
rumah sakit. Kompleksitas permasalahan pasien dan manajemen pelayanan
yang melibatkan multi profesi berpotensi menimbulkan fragmentasi
pelayanan yang dapat berimplikasi pada masalah kesehatan pasien oleh
karenanya diperlukan kolaborasi interprofesional sebagai upaya mewujudkan
asuhan pasien yang yang sinergis dan mutual sehingga pasien mendapatkan
pelayanan yang utuh dan berkesinambungan.
Dalam kenyataanya pelayanan kesehatan seringkali ditemukan kejadian
tumpang tindih pada tindakan pelayanan antar profesi yang diakibatkan
karena kurangnya komunikasi antar tenaga kesehatan dalam kerjasama tim.
Kurangnya komunikasi maka akan membahayakan pasien dalam
memberikan pelayanan yang dapat menyebabkan pasien terjatuh dalam
keadaan berbahaya selain itu kurangnya komunikasi juga menyebabkan
terlambatnya dalam pemberian pengobatan dan diagnosis terhadap pasien
yang berpengaruh pada outcome pasien. Kurangnya kemampuan komunikasi
tersebut terjadi akibat tidak adanya pelatihan atau pendidikan penerapan
kolaborasi antar tenaga kesehatan. Untuk meningkatkan mutu pelayanan,
kemampuan inter kolaborasi perlu ditingkatkan salah satu strategi untuk
meningkatkan kemampuan kolaborasi antar tenaga kesehatan adalah melalui
proses pendidikan profesional. Pengetahuan mengenai peran masing-masing
profesi kesehatan sejak dari mahasiswa akan menjadikan mahasiswa tersebut
percaya diri dan mengetahui apa peran dan apa yang harus dilakukan saat
berkolaborasi antar profesi kesehatan dalam meningkatkan kualitas hidup
pasien.Kolaborasi adalah kata yang sering digunakan untuk menjelaskan
istilah hubungan kerjasama yang dilakukan dalam usaha penggabungan
pemikiran oleh pihak tertentu. Pihak yang terlibat dalam sebuah kolaborasi
memandang aspek-aspek perbedaan tersebut. Seiring dengan perkembangan
zaman, kebutuhan akan kolaborasi antara tenaga kesehatan secara profesional
terus berkembang. Masalah pasien yang kini semakin kompleks dan menyita
waktu membutuhkan penanganan yang lebih efektif. (Eirene, 2021)
1
2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian IPE?
2. Apa tujusn dari IPE?
3. Bagaimana anggota tim interdisipliner?
4. Bagaimana manfaat interprofesional education (ipe) dalam dunia
kesehatan?
5. Bagaimana kerjasama dalam IPE?
6. Apa saja peran bidan dalam memberikan asuhan dengan kebutuhan
yang kompleks sebagai bagian dari tim interdisiplin?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian IPE.
2. Untuk mengetahui tujuan IPE.
3. Untuk mengetahui anggota tim interdisipliner.
4. Untuk mengetahui manfaat IPE.
5. Untuk mengetahui kerjasama dalam IPE.
6. Untuk mengetahui peran bidan dalam memberikan asuhan dengan
kebutuhan yang kompleks sebagai bagian dari tim interdisiplin.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian IPE
B. Tujuan IPE
Tujuan pelaksanaan IPE antara lain :
a. Meningkatkan pemahaman interdisipliner dan meningkatkan kerjasama
b. Membina kerjasama yang kompeten
c. Membuat penggunaan sumberdaya yang efektif dan efisien;
d. Meningkatkan kualitas penanganan masalah kesehatan yang
komprehensif
3
D. Manfaat Interprofesional Education (IPE) Dalam Dunia Kesehatan
Manfaat sistem IPE dalam bidang kesehatan sangatlah besar. Chan, et al
(2010) mengatakan IPE membuat mahasiswa dari berbagai bidang kesehatan
untuk belajar bersama dengan, dari, dan tentang satu sama lain. IPE juga
membuat mahasiswa belajar mengenai hal-hal yang baru dan mengembangkan
keahlian, mengembangkan kemampuan interpersonal yang dibutuhkan,
mendapatkan pengalaman baru dengan tim yang mempunyai tujuan yang sama
dan belajar bagaimana bekerja dengan orang lain dan memberikan hasil kerja
yang maksimal. Selain itu, ketika sudah menjadi tenaga kesehatan, praktik
yang berkolaborasi antar bidang juga memberikan banyak manfaat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan WHO (2010), praktik yang
berkolaborasi akan meningkatkan akses masyarakat terhadap kesehatan,
meningkatkan koordinasi lintas bidang, meningkatkan derajat kesehatan pasien
dan meningkatkan angka keselamatan pasien. Di sisi lain, praktik berkolaborasi
antar bidang akan menurunkan angka pasien yang terkena komplikasi,
menurunkan jangka waktu rawat inap pasies, menurunkan angka malpraktik
dan menurunkan angka kematian penduduk.
Model ini berfungsi untuk mempersiapkan tenaga kesehatan yang
memiliki kemampuan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain dalam
sistem kesehatan yang kompleks (Becker dkk, 2014) sehingga strategi
pendidikan komunikasi melalui IPE antara perawat dengan dokter atau tenaga
kesehatan lainnya dapat membangun budaya komunikasi melalui IPE antara
perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya dapat membangun budaya
komunikasi dan kolaborasi yang efektif dalam memberikan pelayanan kepada
pasien, namun ada beberapa tantangan dalam pelaksanaannya. Tantangan
tentang pelaksanaan IPE menurut World Health Organization menyatakan
bahwa banyak sistem kesehatan di negara-negara di dunia yang sangat
terfragmentasi pada akhirnya tidak mampu menyelesaikan masalah kesehatan
dinegara itu sendiri. Hal ini kemudian disadari karena permasalahan kesehatan
sebenarnya menyangkut banyak aspek dalam kehidupan, dan untuk dapat
memecahkan satu persatu permasalahan tersebut atau untuk meningkatkan
kualitas kesehatan itu sendiri hal ini kemudian di sadari karena permasalahan
kesehatan sebenarnya menyangkut banyak aspek dalam kehidupan, dan untuk
dapat memecahkan satu persatu permasalahan tersebut atau untuk
meningkatkan kualitas kesehatan itu sendiri, tidak dapat dilakukan dengan
sistem uniprofesional kontribusi berbagai disiplin ilmu ternyata memberi
dampak positif dalam penyelesaian berbagai masalah kesehatan.
Kurt Lewin dalam Hidayat, 2008 mengungkapkan bahwa seseorang yang
akan berubah harus memiliki konsep tentang perubahan yang tercantum dalam
tahap proses perubahan agar perubahan tersebut menjadi terarah dan mencapai
tujuan yang ada tahapan tersebut meliputi unfreezing, moving dan refreezing.
Tahap pencairan (Unfreezing) merupakan tahap awal, pada kondisi ini mulai
muncul persepsi terhadap hal yang baru. Persepsi mencakup penerimaan
4
stimulus, pengorganisasian stimulus dan penerjemahan atau penafsiran
stimulus yang telah terorganisie yang akhirnya mempengaruhi pembentukan
sikap Walgito, 2004 mengungkapkan bahwa persepsi dipenagruhi oleh dua
faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal terdiri dari karakterisitik
individu pengalaman dan pengetahuan, sedangkan faktor eksternal yaitu
stimulus dan lingkungan sosial dapat diartikan sebagai kesiapan untuk bereaksi
terhadap suatu objek tertentu, apabila dihadapakan pada suatu stimulus yang
menghendaki adanya respon, sikap dosen yang positif terhadap IPE mendorong
untuk berperilaku mendukung sistem IPE, yang berikutnya merupakan tahap
bergerak (Moving) pada tahap ini sudah dimulai adanya suatu pergerakan ke
arah sesuatu yang baru. Tahap ini dapat terjadi apabila seseorang telah
memiliki kemampuan dalam memahami masalah serta mengetahui langkah-
langkah dalam menyelesaikan masalah atau hambatan dalam penerapan IPE,
akhirnya tahap pembekuan (Refreezing) yaitu ketika tercapai tingkat atau
tahapan yang baru proses pencapaian yang baru perlu dipertahankan dan selalu
terdapat upaya mempertahankan perubahan yang telah dicapai. Tahap ini
merupakan tahap terakhir dari perubahan yaitu proses penerimaan terhadap
model pembelajaran terintegrasi setelah dilakukan pergerakan dan merasakan
adanya manfaat dari pembelajaran IPE. (Eirene, 2021)
5
kesalahan atau kelalaian. Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik keperawatan
atau malpraktik bidan. Perlu ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak
terkait mengenai tanggung jawab hukum dari perawat, dokter, bidan, maupun
rumah sakit.
Pertemuan profesional antara bidan, dokter dan perawat dalam situasi
nyata lebih banyak terjadi dalam lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen
rumah sakit dapat menjadi fasilitator demi terjalinnya hubungan kolaborasi
seperti dengan menerapkan sistem atau kebijakan yang mengatur interaksi
diantara berbagai profesi kesehatan. Pencatatan terpadu data kesehatan pasien,
ronde bersama, dan pengembangan tingkat pendidikan bidan dapat juga
dijadikan strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
Ronde bersama yang dimaksud adalah kegiatan visite bersama antara
dokter, perawat dan bidan dan mahasiswa bidan maupun mahasiswa
kedokteran, dengan tujuan mengevaluasi pelayanan kesehatan yang telah
dilakukan kepada pasien. Dokter, perawat dan bidan saling bertukar informasi
untuk mengatasi permasalahan pasien secara efektif. Kegiatan ini juga
merupakan sebagai satu upaya untuk menanamkan sejak dini pentingnya
kolaborasi bagi kemajuan proses penyembuhan pasien. Kegiatan ronde bersana
dapat ditindak lajuti dengan pertemuan berkala untuk membahas kasus-kasus
tertentu sehingga terjadi transfer pengetahuan diantara anggota tim.
(Krisdayanti et al, 2022)
6
dengan :
1. Menjamin kelancaran jalan nafas, memperbaiki fungst system
respirasi
2. dan sirkulasi
3. Menghentikan perdarahan
4. Mengganti cairan tubuh yang hilang
5. Mengatasi nyeri dan kegelisahan
c. Ditempat kerja, menyiapkan Sarana dan prasarana di kamar bersalin, yaitu:
1. Pematauan dan Asuhan Promotif, Preventif dan Deteksi Dini
2. Penguatan kapasitas klien
3. Community Mobilization, Rujukan dan Kolaborasi
4. Menyiapkan radiant warmer/lampu pemanas untuk mencegah
kehilangan panas pada bayi
5. Menyiapkan alat resusitasi kit untuk ibu dan bayi
6. Menyiapkan alat pelindung diri
7. Menyiapkan obat-obatan emergensi
8. Pertolongan kegawatdaruratan
7
BAB III
PENUTUPAN
1. Kesimpulan
Menurut World Health Organization (2010), IPE didefenisikan proses
pembelajaran dimana dua atau lebih profesi belajar dengan, dari, dan
tentang satu sama lain untuk nmeningkatkan kolaborasi dan kualitas
outcome pelayanan kesehatan.
Tujuan pelaksanaan IPE antara lain : meningkatkan pemahaman
interdisipliner dan meningkatkan kerjasama, membina kerjasama yang
kompeten, membuat penggunaan sumberdaya yang efektif dan efisien, serta
meningkatkan kualitas penanganan masalah kesehatan yang komprehensif.
2. Saran
Dalam makalah ini terdapat penjelasan tentang “Bekerja Dalam Tim
Interdisiplin (IPE) Dalam Asuhan Kebidanan Pada Kasus Kompleks”
berharap agar mahasiswi dapat mengetahui dan mempelajarinya sesuai
dengan pembahasan yang ada dalam makalah ini.
8
DAFTAR PUSTAKA