Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KOLABORASI DALAM

KEPERAWATAN

Oleh:

LILIK FITRIANINGSIH

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PRODI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAMZAR
MAMBEN LOMBOK TIMUR
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
MAKALAH KOLABORASI DALAM KEPERAWATAN.
Kami meyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
guna penyempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, kurang dan lebihnya kami mohon
maaf. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Sakra , 11 februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang....................................................................................1

B. Tujuan.................................................................................................2

C. Landasan Hukum...............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian kolaborasi..........................................................................3

B. karakteristik kolaborasi.....................................................................4

C. Pihak-pihak yang teribat dalam kolaborasi.........................................4

D. Penerapan kolaborasi...........................................................................5

E. Manfaat kolaborasi.............................................................................6

F. Komponen kopetensi sebagai dasar kolaborasi..................................6

G. Kolaborasi di rumah sakit...................................................................9

H. Anggota tim interdisiplin.................................................................10

I. Perawat sebagai kolaborator...............................................................16

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................17

B. Saran.................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kolaborasi atau kerjasama antar profesi kesehatan adalah hal yang berpengaruh dalam
mengoptimalkan pelayanan kesehatan pada pasien (Liaw et al., 2014). Hubungan kolaborasi
dalam pelayanan kesehatan melibatkan sejumlah tenaga profesi kesehatan dan tentunya dalam
melakukan kolaborasi tersebut terdapat perbedaan pendapat antar tenaga kesehatan.
Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit merupakan bentuk pelayanan yang diberikan
kepada klien dari suatu tim pelayanan kesehatan. Tim pelayanan kesehatan yaitu sekelompok
professional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan keahlian berbeda. Tim akan
berjalan dengan baik bila setiap anggota tim memberikan kontribusi yang baik sesuai dengan
keyakinan profesi dan standar yang ditetapkan (Faizin & Winarsih, 2008).
Kolaborasi dalam hubungan kerja antara tenaga kesehatan merupakan memberikan
pelayanan kepada pasien atau klien dengan melakukan diskusi tentang diagnosa, meakukan
kerja sama dalam asuhan kesehatan, saling berkonsultasi atau komunikasi serta masing-masing
bertanggung jawab pada pekerjaannya. Apapun bentuk dan tempatnya kolaborasi meliputi
suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan perspektif kepada seluruh kolaborator
Daripada itu kemampuan kolaborasi secara interprofesi (interprofessional teamwork)
tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan harus dicari dan dilatih yang dapat dimulai dari tahap
perkuliahan sehingga mahasiswa mempunyai bekal pengetahuan dan pengalaman mengenai
cara berkolaborasi dengan profesi lain dalam tim yang baik sebelum terjun ke dunia kerja yang
sesungguhnya (Liston et al., 2013). Komunikasi dalam kolaborasi merupakan unsur penting
untuk meningkatkan kualitas perawatan dan keselamatan pasien, karena dapat melibatkan
tumpang tindih terjadinya konflik interprofessional dan juga keterlambatan pemeriksaan jika
terdapat salah komunikasi dalam kolaborasi tenaga kesehatan. Diketahui bahwa dalam
pelayanan kesehatan terjadi kesalahan (error) 70-80% disebabkan dari buruknya komunikasi
dan pemahaman dalam tim, maka dari itu kolaborasi yang baik dapat mengurangi jumlah kasus
patient safety di Rumah Sakit. (Rokhmah & Anggorowati, 2017).
Kesimpulan yang diterangkan Hardjana (2003) didalam jurnal yang ditulis oleh Rokhmah
& Anggorowati (2017) menyatakan bahwa komunikasi dapat efektif jika pesan diterima dan
dimengerti sesuai yang dimaksud oleh pengirim pesan, kemudian pesan ditindaklanjuti dengan
tindakan yang dilakukan oleh penerima pesan dan tidak adanya hambatan untuk hal itu.
Daripada itu, komunikasi yang efektif terjadi bila pendengar (penerima berita) menangkap dan

1
menginterpretasikan ide yang disampaikan dengan tepat seperti apa yang dimaksud oleh
pembicara /pngirim berita.
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Bosch & Mansell (2015) menjelaskan bahwa
adanya kolaborasi baik oleh tenaga kesehatan dapat meingkatkan kesembuhan pasien seperti
mengurangi reaksi obat, menurunkan angka sakit dan kematian serta dapat mengoptimalkan
dosis obat. Kolaborasi juga terbukti memberikan manfaat bagi seluruh pelayanan kesehatan,
diantaranya mengurangi ekstra kerja dan meningkatkan kualitas atau kepuasan kerja.
Karna hal inilah yang membuat penulis berinisiatif untuk membuat sebuah makalah yang
berjudul tentang kolaborasi dalam keperawatan dan bagaimana mengimplementasikannya saat
bekerja.
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan mahasiswa S1 keperawatan terkait


kolaborasi dalam keperawatan.
2. Tujuan Khusus

1) Mengetahui definisi kolaborasi.

2) Mengetahui karakteristik kolaborasi.

3) Mengetahui Pihak-pihak yang teribat dalam kolaborasi

4) Mengetahui Penerapan kolaborasi

5) Mengetahui Manfaat kolaborasi

6) Mengetahui Komponen kopetensi sebagai dasar kolaborasi

7) Mengetahui Kolaborasi di rumah sakit.

8) Mengetahui Anggota tim interdisiplin

9) Mengetahui Perawat sebagai kolaborator

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. kolaborasi dalam keperawatan


Beberapa definisi kolaborasi yang dikemukakan oleh para ahli, yaitu:

1. Siegler dan Whitney (2000), mengutip dari National Joint Practice Commision
(1997), mengatakan bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan sekian
ragam variasi dan kompleksnya kolaborasi dalam konteks perawatan kesehatan.
2. Shortridge, et al (1986) mendefinisikan kolaborasi sebagai hubungan timbal balik
dimana pemberi pelayanan memegang tanggung jawab paling besar untuk
perawatan pasien dalam kerangka kerja bidang respektif mereka. Praktik kolaboratif
menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien dengan
proses pembuatan keputusan bilateral yang didasarkan pada masing-masing
pendidikan dan kemampuan praktisi.
3. Jonathan (2004) mendefinisikan kolaborasi sebagai proses interaksi diantara
beberapa orang yang berkesinambungan.
4. Menurut Kamus Heritage Amerika (2000), kolaborasi adalah bekerja bersama
khususnya dalam usaha penggabungan pemikiran.
5. Gray (1989) menggambarkan bahwa kolaborasi sebagai suatu proses berpikir
dimana pihak yang terlibat memandang aspek-aspek perbedaan dari suatu masalah
serta menemukan solusi dari perbedaan tersebut dan keterbatasan pandangan
mereka terhadap apa yang dapat dilakukan.
6. American Medical Assosiation (AMA, 1994) mendefinisikan istilah kolaborasi
sebagai sebuah proses dimana dokter dan perawat merencanakan dan praktik
bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan
lingkup praktik mereka dengan berbagai nilai-nilai, saling mengakui dan
menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk merawat individu,
keluarga, dan masyarakat.
7. ANA (1992) menambahkan, kolaborasi hubungan kerja diantara tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayanan kepada pasien adalah dalam melakukan diskusi
tentang diagnosa, melakukan kerja sama dalam asuhan kesehatan, saling
berkonsultasi dengan masing-masing bertanggung jawab pada pekerjaannya.

3
8. Lidenke dan Sieckert (2005), kolaborasi merupakan proses kompleks yang
membutuhkan sharing pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi
tanggung jawab bersama untuk merawat pasien, dan kadangkala itu terjadi dalam
hubungan yang lama antara tenaga profesional kesehatan.
Dari definisi yang dikemukakan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kolaborasi adalah suatu proses interaksi yang kompleks dan beragam, yang
melibatkan beberapa orang untuk bekerja sama dengan menggabungkan pemikiran
secara berkesinambungan dalam menyikapi suatu hal dimana setiap pihak yang
terlibat saling ketergantungan didalamnya. Apapun bentuk dan tempatnya,
kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan
perspektif kepada seluruh kolaborator.

B. Karakeristik Kolaborasi

Menurut Carpenter (1990), kolaborasi mempunyai 8 karakteristik, yaitu:

1. Partisipasi tidak dibatasi dan tidak hirarkis.


2. Partisipan bertanggung jawab dalam memastikan pencapaian kesuksesan.
3. Adanya tujuan yang masuk akal.
4. Ada pendefinisian masalah.
5. Partisipan saling mendidik atau mengajar satu sama lain.
6. Adanya identifikasi dan pengujian terhadap berbagai pilihan.
7. Implementasi solusi dibagi kepada beberapa partisipan yang terlibat.
8. Partisipan selalu mengetahui perkembangan situasi.

C. Pihak - pihak yang Terlibat dalam Kolaborasi

Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok profesional yang


mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum, dan berbeda keahlian. Tim akan berfungsi
baik jika terjadi adanya kontribusi dari anggota tim dalam memberikan pelayanan
kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi pasien, perawat, dokter, fisioterapis,
pekerja sosial, ahli gizi, manager, dan apoteker. Oleh karena itu, tim kolaborasi
hendaknya memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab, dan saling
menghargai antar sesama anggota tim.

Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam
pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif.
Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien
4
sebagai pusat anggota tim. Perawat sebagai anggota membawa perspektif yang unik
dalam interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktik profesi kesehatan lain. Perawat berperan
sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati, dan mencegah
penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti pemberian
obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim lainnya
sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan.
Selain itu, keluarga serta orang-orang lain yang berpengaruh bagi pasien juga
termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam kolaborasi. Karena keluarga merupakan orang
terdekat dari pasien atau individu yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap
individu. Melalui keluarga tenaga kesehatan bisa mendapatkan data-data mengenai
pasien yang dapat mempermudah dalam mendiagnosis penyakit dan proses
penyembuhan pasien.

D. Penerapan Kolaborasi Pendidikan dan Praktik Antar Profesi


Kesehatan

Kurikulum pendidikan profesi-profesi kesehatan sering dicirikan sebagai


kurikulam yang terintegrasi. Kurikulum pendidikan terpadu ini sebaiknya tidak hanya
memadukan berbagai disiplin ilmu dari masing-masing profesi yang terkait dengan
pelayanan kesehatan perorangan (PKP) dan pelayanan kesehatan masyarakat (PKM).
Supaya PKP dan PKM berjalan dengan efektif dan efisien kurikulum pendidikan
sebaiknya juga memadukan protap (SOP) dari masing- masing profesi yang terkait
dengan pelaksanaan PKP dan PKM.

Integrasi ini dapat diwujudkan dalam pengalaman belajar di kampus dan di


tempat praktik. Pengalaman belajar di kampus seperti diskusi kelompok tutorial,
penyediaan materi, kuliah pakar, pengajaran dibantu komputer, lab kompetensi) dapat
menekankan peran dan kerja sama antar profesi tersebut. Untuk pengalaman belajar
ditempat praktik (rumah sakit, Puskesmas, praktik swasta, apotek, laboratorium, tempat-
tempat umum, pemukiman penduduk, sekolah, dan tempat kerja) pihak fakultas
sebaiknya menjalin kerja sama dengan pengelola-pengelola tempat praktik yang
memahami dan menerapkan kerja sam (seperti kimunikasi, koordinasi, dan kolaborasi)
antar profesi kesehatan. Modul-modul pendidikan di kampus yang bertemakan gejala
atau tanda dan penyakit bukan monopoli dari profesi kedokteran. Kerena tujuan barsama
dari semua profesi kesehatan dan non- kesehatan terkait adalah pengendalian penyakit.

5
Dengan diterapkannya sistem kolaborasi antar profesi kesehatan dalam kurikulum
pendidikan, diharapkan mahasiswa keperawatan setelah lulus tidak akan mengalami
kesulitan untuk menjalin kerja sama dengan profesi kesehatan lain. Dalam dunia praktik
diterapkannya sistem kolaborasi memungkinkan pelayanan kesehatan yang diberikan
menjadi lebih berkualitas.

E. Manfaat Kolaborasi

Manfaat yang didapatkan dengan diterapkannya kolaborasi antar profesi kesehatan, antara
lain:

1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan


keahlian unik profesional.
2. Memaksimalkan produktivitas serta efektifitas dan efisiensi sumber daya.

3. Meningkatkan profesionalisme, loyalitas, dan kepuasan kerja.

4. Meningkatkan kohesivitas antar tenaga kesehatan profesional.

5. Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan


profesional.

F. Komponen Kompetensi Sebagai Dasar Kolaborasi

Gambaran penting untuk kolaborasi mencakup, keterampilan komunikasi yang


efektif, saling menghargai, rasa percaya, memberi dan menerima umpan balik,
pengambilan keputusan, dan manajemen konflik (Blais, 2006).
1. Keterampilan Komunikasi Yang Efektif
Komunikasi sangat penting dalam meningkatkan kolaborasi karena
memfasilitasi berbagai pengertian individu (Kemenkes, 2012).
Chittiy, 2001 dalam Marquis (2010) mendefenisikan komunikasi adalah
sebagai pertukaran kompleks antara pikiran, gagasan, atau informasi, pada dua level
verbal dan nonverbal.
Komunikasi yang efektif adalah kemampuan dalam menyampaikan pesan dan
informasi dengan baik, menjadi pendengar yang baik dan keterampilan
menggunakan berbagai media. Thomas Leech, menyatakan bahwa untuk
membangun komunikasi yang efektif, harus menguasai empat keterampilan dasar
dalam komunikasi, yaitu: membaca, menulis, mendengar dan berbicara
(Nurhasanah, 2010).
Komunikasi yang efektif dalam kolaborasi penting untuk memecahkan

6
masalah komlpeks. Komuniksai efektif dapat terjadi hanya apabila kelompok yang
terlibat berkomitmen untuk saling memahami peran professionalnya dan saling
menghargai sebagai individu. Selain itu, mereka harus sensitif terhadap perbedaan
antara gaya komunikasi.Teori Norton mengenai gaya komunikator mendefinisikan
gaya sebagai cara seseorang berkomuniksai dan mencakup cara seseorang
berinteraksi. Tiga dari gaya komunikator ini (dominan, suka berdebat, dan penuh
perhatian) telah digunakan dalam studi keperawatan mengenai gaya kolaborasi
kerena gaya komunikator berhubungan dengan tingkat kolaborasi dan peningkatan
kualitas keperawatan. Menggunakan gaya komunikasi penuh perhatian dan
menghindari gaya suka berdebat dan gaya dominan membuat perbedaan yang
signifikan dalam kolaborasi perawat-dokter, hasil akhir pasien positif dan kepuasan
perawat (Blais, 2006).
2. Saling Menghargai dan Rasa Percaya
Saling menghargai terjadi saat dua orang atau lebih menunjukkan atau merasa
terhormat atau berharga terhadap satu sama lain. Dan rasa percaya terjadi saat
seseorang percaya terhadap tindakan orang lain. Saling menghargai maupun rasa
percaya menyiratkan suatu proses da n hasil yang dilakukan bersama. Sistem
perawatan kesehatan itu sendiri tidak selalu menciptakan lingkungan yang
meningkatkan rasa hormat atau rasa perc aya dari pemberi perawatan kesehatan
yang bervariasi (Blais, 2006).
Tanpa adanya saling menghargai maka ke rja sama tidak akan terjadi. Yang
dimaksud dengan pentingnya menghargai satu sama lain yaitu:
a. Dapat mengurangi perbedaan status professional.
b. Meningkatkan efisiensi da n efektifitas kerja.
c. Meningkatkan pembagian informasi diantara profesi.
d. Menerima konstribusi profesi lain.
e. Sebagai advokasi evaluasi kritis kritis penampilan kerja diantara anggota tim.
f. Mempermudah pengambilan keputusan bersama.
g. Meningkatkan tanggung jawab dan tanggung gugat dalam bekerja.
3. Memberi dan Menerima Umpan Balik
Salah satu yang dihadapi para professional adalah memberi dan menerima
umpan balik pada saat yang tepat, relevan, dan membantu untuk dan dari satu sama
lain, dan klien mereka. Umpan balik dapat dipengaruhi oleh persepsi, ruang
personal, peran, hubungan, harga diri, percaya diri, keyakinan, emosi, lingkungan,
dan waktu dari masing-masing orang. Umpan balik yang positif dicirikan dengan

7
gaya komunikasi yang hangat, perhatian, dan penuh penghargaan. Tinjauan
mengenai keterampilan komunikasi dasar, dan kesempatan untuk praktik
mendengarkan serta memberi dan menerima umpan balik dapat meningkatkan
kemampuan professional, agar dapat melakukan komunikasi dengan efektif.
Memberi dan menerima umpan balik, membantu individu mendapatkan kesadaran
sendiri, membantu tim kolaboratif untuk membangun pemahaman dan hubungan
kerja yang efektif.
4. Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan ditingkat tim mencakup pembagian tanggung
jawab untuk hasil. Jelasnya, unt uk menciptakan suatu solusi, tim tersebut harus
mengikuti tiap langka h proses pengambilan keputusan yang dimulai dengan
defenisi masalah yang jelas. Aspek penting dalam pengambilan keputusan adalah
tim, antardisiplin yang berfokus pada kebutuhan prioritas klien yang mengorganisasi
intervensi berdasarkan kebutuhan tersebut. Disiplin yang paling baik memenuhi
kebutuhan klien diberikan prioritas dalam perencanaan dan bertanggung jawab
memberikan intervensinya pada waktu yang tepat.
5. Manajemen Konflik
Konflik peran dapat terjadi, dalam situasi apa pun di tempat individu
bekerjasama. Konflik peran muncul sa at seseorang diharapkan melaksanakan peran
yang bertentanganatau tidak sesuai dengan harapan. Dalam konflik interpersonal,
orang yang berbeda memiliki harapan yang berbeda terhadap peran tertentu. Konflik
antarperan muncul saat harapan seseorang atau kelompok berbeda dari harapan
orang atau kelom pok lain. Tipe manapun dari konflik ini dapat mempengaruhi
kolaborasi antardisiplin.Untuk mengurangi konflik peran, an ggota tim dapat juga
melaksanakan konferensi antardisiplin, mengambil bagian dalam pendidikan
antardisiplin pada program dasar, dan yang paling penting menerima tanggung
jawab personal untuk kerja tim. Kegagalan professional untuk be rkolaborasi
bukanlah disengaja, tetapi lebih pada kurangnya keterampilan yang diperlukan.
Penelitian yang dilakukan Zuraidah, (2005) menunjukkan hasil penelitian
didapatkan faktor-faktor yang sangat berhubungan dengan kolaborasi perawat-
dokter. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain persepsi tentang
kolaborasi(B=0,351), komunikasi (B=0,247), saling pengertian antar profesi
(B=0,236) dan pendekatan professional (B=0,121). Hasil penelitian ini, disarankan
agar perawat diberi kesempatan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan
dalam melakukan komunikasi, melaksanakan hubungan saling pengertian antar

8
profesi serta mengembangkan pemahaman persepsi kolaborasi.
Proses Kolaboratif Proses kolaboratif dengan sifat interaksi antara perawat
dengan dokter menentukan kualitas praktik kolaborasi. ANA, 1998 dalam Siegler &
Whitney (2000) menjabarkan kolaborasi sebagai hubungan rekan yang sejati,
dimana masing-masing pihak menghargai kekuas aan pihak lain dengan mengenal
dan menerima lingkup kegiatan dan tanggung jawab masing-masing dan adanya
tujuan bersama. Sifat kolaborasi tersebut terdapat beberapa indikator yaitu kontrol
kekuasaan, lingkup praktik, kepentinga n bersama dan tujuan bersama.
a) Kontrol Kekuasaan
Kontrol kekuasaan dapat terbina apabila dokter dan perawat mendapat
kesempatan yang sama mendiskusikan pa sien tertentu. Kemitraan
terbentuk apabila interaksi yang diawali sama banyaknya dengan yang
diterima dimana terdapat beberapa kategori antara lain: menanyakan
informasi, memberikan informasi, menanyakan dan memberi pendapat,
memberi pengarahan atau perintah, pengambilan keputusa n, memberi
pendidikan, memberi dukungan/persetujuan, menyatakan tidak setuju,
orientasi dan humor.
b) Lingkungan Praktik
Menunjukkan kegiatan dan tanggung jawab masing-masing pihak.
Perawat dan dokter memiliki bidang praktik yang berbeda dengan
peraturan masing- masing tetapi tugas-tugas te rtentu dibina yang sama.
c) Kepentingan Bersama
Kepentingan bersama merupakan tingka t ketegasan masing-masing
(usaha untuk memuaskan kepentingan sendiri) da n faktor kerjasama (usaha
untuk memuaskan pihak lain).
d) Tujuan Bersama
Tujuan bersama pada proses ini bersif at lebih terorientasi pada pasien
dan dapat membantu menentukan bidang tanggung jawab yang berkaitan
dengan prognosis pasien.
G. Kolaborasi di Rumah Sakit

Kolaborasi merupakan hubungan kerja sama antara anggota tim dalam


memberikan asuhan kesehatan. Pada kolaborasi terdapat sikap saling
menghargai antar tenaga kesehatan dan saling memberikan informasi tentang
kondisi klien demi mencapai tujuan (Hoffart & Wood, 1996; Wlls, Jonson &
Sayler, 1998).
9
Hubungan kolaborasi di Rumah Sakit :

Semua tenaga Kesehatan berfokus pada pasien


Tim Kerja di Rumah Sakit :
 Tim satu disiplin ilmu:
- Tim Perawat
- Tim dokter
- Tim administrasi
- dll
 Tim multi disiplin :
- Tim operasi
- Tim nosokomial infeksi
- Dll

H. Anggota Tim interdisiplin


Tim pelayanan kesehatan interdisiplin merupakan sekolompok
profesional yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda
keahlian. Tim akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota
tim dalam memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan
meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi,
manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki
komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar
sesama anggota tim.
Pasien secara integral adalah anggota tim yang penting. Partisipasi
pasien dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu
rencana menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal
hanya dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim.
Perawat sebagai anggota membawa persfektif yang unik dalam
interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat
berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan
kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan
mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas
pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering
berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal
10
pemberian pengobatan.
Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja
dengan kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai
kolaborasi yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab,
komunikasi, otonomi dan koordinasi seperti skema di bawah ini.
Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk
memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.
Asertifitas penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka
dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-
benar didengar dan konsensus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung
suatu keputusan yang diperoleh dari hasil konsensus dan harus terlibat dalam
pelaksanaannya. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab
untuk membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang
relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian
anggota tim dalam batas kompetensinya. Kordinasi adalah efisiensi organisasi
yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin
orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi
profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada
pasien. Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan
profesional untuk masalah-masalah dalam team dari pada menyalahkan
seseorang atau atau menghindari tangung jawab. Hensen menyarankan konsep
dengan arti yang sama : mutualitas dimana dia mengartikan sebagai suatu
hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antara orang-orang ditandai
oleh keinginan maju untuk mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota.
Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa rasa
pecaya, kerjasama tidak akan ada, asertif menjadi ancaman, menghindar dari
tanggung jawab, terganggunya komunikasi . Otonomi akan ditekan dan
koordinasi tidak akan terjadi.
Dasar-dasar kompetensi koaborasi :

 Komunikasi

 Respek dan kepercayaan

 Memberikan dan menerima feed back

11
 Pengambilan keputusan

 Manajemen konflik

Komunikasi sangat dibutuhkan daam berkolaborasi karena kolaborasi


membutuhkan pemecahan masalah yang lebih kompleks, dibutuhkan
komunikasi efektif yang dapat dimengerti oleh semua anggota tim. Pada dasar
kompetensi yang lain, kualitas respek dapat dilihat lebih kearah honor dan harga
diri, sedangkan kepercayaan dapat dilihat pada mutu proses dan hasil. Respek
dan kepercayaan dapat disampaikan secara verbal maupu non verbal serta dapat
dilihat dan dirasakan dalam penerapannya sehari-hari.Feed back dipengaruhi
oleh persepsi seseorang, pola hubungan, harga diri, kepercayaan diri,
kepercayaan, emosi, lingkunganserta waktu, feed back juga dapat bersifat
negatif maupun positif. Dalam melakukan kolaborasi juga akan melakukan
manajemen konflik, konflik peran umumnya akan muncul dalam proses. Untuk
menurunkan konflik maka masing- masing anggota harus memahami peran dan
fungsinya, melakukan klarifikasi persepsi dan harapan, mengidentifikasi
kompetensi, mengidentifikasi tumpang tindih peran serta melakukan negosiasi
peran dan tanggung jawabnya.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerja sama team multidisipliner dapat
digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team :

- Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan


keahlian unik profesional.
- Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya

- Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas

- Meningkatnya kohesifitas antar profesional

- Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,

- Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan memahami


orang lain.
Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa kreiteria yaitu (1)
adanya rasa saling percaya dan menghormati, (2) saling memahami dan menerima
keilmuan masing-masing, (3) memiliki citra diri positif, (4) memiliki kematangan
profesional yang setara (yang timbul dari pendidikan dan pengalaman), (5)
mengakui sebagai mitra kerja bukan bawahan, dan (6) keinginan untuk bernegosiasi
(Hanson & Spross,1996.
12
Inti dari suatu hubungan kolaborasi adalah adanya perasaan saling tergantung
(interdependensi) untuk kerja sama dan bekerja sama. Bekerja bersama dalam suatu
kegiatan dapat memfasilitasi kolaborasi yang baik. Kerjasama mencerminkan
proses koordinasi pekerjaan agar tujuan auat target yang telah ditentukan dapat
dicapai. Selain itu, menggunakan catatan klien terintegrasi dapat merupakan suatu
alat untuk berkomunikasi anatar profesi secara formal tentang asuhan klien.

Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika :

 Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama

 Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya

 Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik

 Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang tergabung


dalam tim.
Model Praktek Kolaborasi :

 Interaksi Perawat-Dokter, dalam persetujuan pratek

 Kolaborasi Perawat – Dokter, dalam memberikan pelayanan

 Tim Interdisiplin atau komite

Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang


berdasar jika hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana
proses kolaborasi itu terjadi justru menjadi point penting yang harus disikapi.
Bagaimana masing- masing profesi memandang arti kolaborasi harus dipahami
oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang sama.
Kolaborasi dan model interdisiplin merupakan fondasi dalam
memberikan asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan hemat biaya.
Melalui pemanfaatan keahlian berbagai anggota tim untuk berkolaborasi, hasil
akhir asuhan kesehatan dapat dioptimalkan Hickey, Ouimette dan Venegoni,
1996)
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, ” apa
diagnosa pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya” pola pemikiran
seperti ini sudah terbentuk sejak awal proses pendidikannya. Sulit dijelaskan
secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi
kurikulum kedokteran terus berkembang. Mereka juga diperkenalkan dengan
13
lingkungan klinis dibina dalam masalah etika, pencatatan riwayat medis,
pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan pasien. mahasiswa kedokteran
pra-klinis sering terlibat langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien
melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan – pasien. Selama
periode tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para perawat, pekerja
sosial atau profesional kesehatan lain. Sebagai praktisi memang mereka
berbagi lingkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak dididik
untuk menanggapinya sebagai rekanan/sejawat/kolega. (Siegler dan Whitney,
2000)
Dilain pihak seorang perawat akan berfikir; apa masalah pasien ini?
Bagaimana pasien menanganinya?, bantuan apa yang dibutuhkannya? Dan apa
yang dapat diberikan kepada pasien?. Perawat dididik untuk mampu menilai
status kesehatan pasien, merencanakan intervensi, melaksanakan rencana,
mengevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para pendidik
menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan dasar
argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang
membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang
mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.
Sejak awal perawat dididik mengenal perannya dan berinteraksi dengan
pasien. Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian perawatan
dalam praktek rumah sakat dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para
pelajar bekerja diunit perawatan pasien bersama staf perawatan untuk belajar
merawat, menjalankan prosedur dan menginternalisasi peran.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan sharing
pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan menjadi tanggung jawab
bersama untuk merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang
lama antara tenaga profesional kesehatan. (Lindeke dan Sieckert, 2005).
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau
perawat klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan
dalam lingkup praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan
supervisi sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme
yang ditentukan oleh peraturan suatu negara dimana pelayanan diberikan.
Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan bersama sebagai kolega,
bekerja saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan
berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang

14
berkontribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
Berkaitan dengan issue kolaborasi dan soal menjalin kerja sama kemitraan
dengan dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari
vokasional menjadi profesional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari
perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter sangat kompleks. Tanggung
jawab hukum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan atau
kelalaian. Yaitu, malpraktik medis, dan malpraktik keperawatan. Perlu ada
kejelasan dari pemerintah maupun para pihak terkait mengenai tanggung jawab
hukum dari perawat, dokter maupun rumah sakit. Organisasi profesi perawat
juga harus berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat
mengantisipasi perubahan. (www. kompas.com.)
Pertemuan profesional dokter-perawat dalam situasi nyata lebih banyak
terjadi dalam lingkungan rumah sakit. Pihak manajemen rumah sakit dapat
menjadi fasilitator demi terjalinnyanya hubungan kolaborasi seperti dengan
menerapkan sistem atau kebijakan yang mengatur interaksi diantara berbagai
profesi kesehatan. Pencatatan terpadu data kesehatan pasien, ronde bersama, dan
pengembangan tingkat pendidikan perawat dapat juga dijadikan strategi untuk
mencapai tujuan tersebut.
Ronde bersama yang dimaksud adalah kegiatan visite bersama antara
dokter-perawat dan mahasiswa perawat maupun mahasiswa kedokteran, dengan
tujuan mengevaluasi pelayanan kesehatan yang telah dilakukan kepada pasien.
Dokter dan perawat saling bertukar informasi untuk mengatasi permasalahan
pasien secara efektif. Kegiatan ini juga merupakan sebagai satu upaya untuk
menanamkan sejak dini pentingnya kolaborasi bagi kemajuan proses
penyembuhan pasien. Kegiatan ronde bersama dapat ditindaklanjuti dengan
pertemuan berkala untuk membahas kasus-kasus tertentu sehingga terjadi
trasnfer pengetahuan diantara anggota tim.
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal
tersebut perlu ditunjang oleh sarana komunikasi yang dapat menyatukan data
kesehatan pasien secara komfrenhensif sehingga menjadi sumber informasi bagi
semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu
dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang memungkinkan komunikasi
dokter dan perawat terjadi secara efektif.
Pendidikan perawat perlu terus ditingkatkan untuk meminimalkan
kesenjangan profesional dengan dokter melalui pendidikan berkelanjutan.

15
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dapat dilakukan melalui pendidikan
formal sampai kejenjang spesialis atau minimal melalui pelatihan-pelatihan
yang dapat meningkatkan keahlian perawat.
I. Perawat sebagai Kolaborator
Sebagai seorang kolaborator, perawat melakukan kolaborasi dengan
klien, pper group serta tenaga kesehatan lain. Kolaborasi yang dilakukan dalam
praktek di lapangan sangat penting untuk memperbaiki. Agar perawat dapat
berperan secara optimal dalam hubungan kolaborasi tersebut, perawat perlu
menyadari akuntabilitasnya dalam pemberian asuhan keperawatan dan
meningkatkan otonominya dalam praktik keperawatan. Faktor pendidikan
merupakan unsur utama yang mempengaruhi kemampuan seorang profesional
untuk mengerti hakikat kolaborasi yang berkaitan dengan perannya masing-
masing, kontribusi spesifik setisp profesi, dan pentingnya kerja sama. Setiap
anggota tim harus menyadari sistem pemberian asuhan kesehatan yang berpusat
pada kebutuhan kesehatan klien, bukan pada kelompok pemberi asuhan
kesehatan. Kesadaran ini sangat dipengaruhi oleh pemahaman setiap anggota
terhadap nilai-nilai profesional.
Menurut Baggs dan Schmitt, 1988, ada atribut kritis dalam melakukan
kolaborasi, yaitu melakukan sharing perencanaan, pengambilan keputusan,
pemecahan masalah, membuat tujuan dan tanggung jawab, melakukan kerja
sama dan koordinasi dengan komunikasi terbuka.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
kolaborasi adalah suatu proses interaksi yang kompleks dan beragam, yang
melibatkan beberapa orang untuk bekerja sama dengan menggabungkan pemikiran
secara berkesinambungan dalam menyikapi suatu hal dimana setiap pihak yang
terlibat saling ketergantungan didalamnya. Apapun bentuk dan tempatnya,
kolaborasi meliputi suatu pertukaran pandangan atau ide yang memberikan
perspektif kepada seluruh kolaborator.

B. Saran
penulis menyadari bahwa kekurangan dalam makalah yang penulis buat di atas
merupakan kelemahan dari pada penulis, karena terbatasnya kemampuan penulis untuk
memperoleh data dan informasi karena terbatasnya pengetahuan penulis.
Jadi yang saya harapkan kritik dan saran yang membangun agar saya dapat membuat
makalah yang lebih baik lagi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Berger, J. Karen and Williams. 1999. Fundamental Of Nursing; Collaborating foer Optimal
Healt, Second Editions. Apleton and Ladge. Prenticehall. USA
Capernito L.J., Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, (Alih bahasa): Tim
Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran, EGC, Jakarata, 1998.
Chen A.M., Wismer B.A, Lew R, Kang S.H., Mink K., Moskowitz J.M., and Togerration
Involving Korean Americans of Preventive Medicine, 1997;13:6.
Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD,RN.,FAAN, alih bahasa Indraty Secillia,
2000. Kolaborasi Perawat-Dokter;Perawatan Orang Dewasa dan Lansia, EGC. Jakarta
Warelow P.J., and Psych A.f., Nurse-Doctor Relationships in Multidisciplinary Teams: Ideal or
Real, International Journal of Nursing Practice, 1996;2:117-23.
www. Nursingword. 1998.:Collaboration and Independent Practice: Ongoing Issue for Nursing.
Dikses pada tanggal 11 februari 2022.
www.Kompas.com/kompas-cetak/ 2001. Diskusi Era Baru: Perawat Ingin Jadi Mitra Dokter.
Diakses pada tanggal 11 februari 2022
www.pikiran-rakyat.com/cetak. 2002: Hak dan Kewajiban Rumah Sakit. Diakses pada tanggal
11 februari 2022

18

Anda mungkin juga menyukai