Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Latar Belakang

Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam kaitannya


dengan pekerja mereka. Ergonomi berasal dari kata Yunani ergon yang artinya kerja
dan nomos yang berarti aturan dapat didefinisikan suatu cabang ilmu yang sistematis
untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan
keterbatasan. Manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat
hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik yaitu mencapai tujuan yang diinginkan
melalui pekerjaan dengan efektif, aman dan nyaman (Sutalaksana, 1979).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pusat dari ergonomi adalah
manusia. Tujuan dari ergonomic ialah usaha untuk mencegah cidera, meningkatkan
produktifitas, efisiensi, dan kenyamanan dibutuhkan penyesuaian antara lingkungan
kerja, pekerja, dan manusia yang terlibat dengan pekerja tersebut.
Ergonomi juga disebut suatu cabang ilmu yang sistematis dan memanfaatkan
informasi – informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk
merancang system kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada system itu
dengan baik yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui perkerjaan dengan
efektif, aman dan nyaman (Sutalakna 1979).
Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai dari penerapan ilmu ergonomi.
Tujuan-tujuan dari penerapan ergonomi adalah sebagai berikut:
 Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera
dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
 Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial
dan mengkoordinasi kerja secara tepat, guna meningkatkan jaminan sosial baik
selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.

4
5

 Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, dan


antropologis dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas
kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

Menurut Nurmianto (2008) masalah-masalah ergonomi dapat dikategorikan ke


dalam bermacam-macam grup yang berbeda, bergantung kepada wilayah spesifik dari
efek tubuh seperti :
1. Anthtropometric
Antropometri berhubungan dengan konflik dimensional antara ruang
geometri fungsional dengan tubuh manusia. Antropometri ini merupakan
pengukuran dari dimensi tubuh secara linear, termasuk berat dan volume. Jarak
jangkauan, tinggi mata saat duduk, dan lainnya. Masalah-masalah antropometri
merupakan manifestasi dari kekurang cocokannya antara dimensi ini dan desain
dari ruang kerja. Pemecahannya adalah memodifikasi desain dan menyesuaikan
kenyamanan.
2. Cognitive
Masalah kognitif muncul ketika informasi beban kerja yang berlebihan
dan infomasi beban kerja di bawah kebutuhan proses. Keduanya dalam jangka
waktu yang panjang maupun dalam jangka waktu pendek dapat menyebabkan
ketegangan. Pada sisi lain, fungsi ini tidak sepenuhnya berguna untuk
pemeliharaan tingkat optimum. Pemecahannya adalah untuk melengkapkan
fungsi manusia dengan fungsi mesin untuk meningkatkan performansi sebaik
pengembangan pekerjaan.
3. Musculoskeletal
Ketegangan otot dan sistem kerangka termasuk dalam kategori ini. Hal
tersebut dapat menyebabkan insiden kecil atau trauma efek kumulatif.
Pemecahan masalah ini terletak pada penyediaan bantuan performansi kerja
atau mendesain kembali pekerjaan untuk menjaga agar kebutuhannya sesuai
dengan batas kemampuan manusia.
6

4. Cardiovaskular
Masalah ini terletak pada ketegangan pada sistem sirkulasi, termasuk
jantung. Akibatnya adalah jantung memompakan lebih banyak darah ke otot
untuk memenuhi tingginya permintaan oksigen. Pemecahannya yaitu
mendesain kembali pekerjaan untuk melindungi pekerja dan melakukan rotasi
pekerjaan.
5. Psychomotor
Masalah ini terletak pada ketegangan pada sistem psychomotor yang
menegaskan kebutuhan pekerjaan untuk disesuaikan dengan kemampuan
manusia dan menyediakan bantuan performansi pekerjaan.
Sedangkan pendekatan dalam ergonomi adalah dengan aplikasi secara
sistematiss dari informasi-informasi tentang kemampuan manusia, keterbatasan-
keterbatasan, karakteristik, tingkah laku dan motivasi pada desain peralatan dan
prosedur kerja yang digunakan serta lingkungan dimana mereka berfungsi.
Karena manusia sebagai salah satu komponen dari sistem kerja dengan segala
aspek dan tingkah lakunya merupakan makhluk yang kompleks maka untuk
mengembangkan ergonomic diperlukan dukungan dari berbagai disiplin ilmu seperti
(Nurmianto, 1996):
1. Anatomi dan fisiologi : mempelajari struktur serta fungsi atau tat kerja dari
tubuh dalam keadaan normal.
2. Psikologi trepan : mempelajari tentang pengaruh kondisi kerja terhadap
tingkah laku manusia.
Akhirnya dapat disimpulkan beberapa pokok persoalan dari disiplin ilmu
ergonomi :
1. Mempelajari performance, seperti menambah kecepatan kerja, keselamatan
kerja dan mengurangi kelelahan.
2. Mengurangi waktu dan biaya pelatihan.
3. Memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia dengan mengurangi
tingkat ketrampilan yang diperlukan.
7

4. Mengurangi kerusakan peralatan yang disebabkan kesalahan manusia.


5. Memperbaiki kenyamanan manusia dalam bekerja.
Berkaitan dengan bidang penyelidikan yang dilakukan, ergonomi memiliki
peran yang cukup besar dalam menentukan keberhasilan sutu sistem kerja. Ergonomi
dikelompokkan atas empat bidang penyelidikan, yaitu (Sutalaksana, 1979):
1. Penyelidikan tentang Display. Display adalah suatu perangkat antara (interface)
yang menyajikan informasi tentang keadaan lingkungan dan
mengkomunikasikannya kepada manusia dalam bentuk angka-angka, tanda-
tanda, lambang dan sebagainya. Informasi ini dapat disajikan dalam bentuk
statis, misalnya peta suatu kota dan dapat pula dalam bentuk dinamis yang
menggambarkan perubahan variabel menurut waktu, misalnya speedometer.
2. Penyelidikan tentang Kekuatan Fisik Manusia. Dalam hal ini penyelidikan
dilakukan terhadap aktivitas-aktivitas manusia pada saat bekerja dan kemudian
dipelajari cara mengukur aktivitas-aktivitas tersebut. Penyelidikan ini juga
mempelajari perancangan obyek serta peralatan yang disesuaikan dengan
kemampuan fisik manusia pada saat melakukan aktivitasnya.
3. Penyelidikan tentang Ukuran Tempat Kerja. Penyelidikan ini bertujuan untuk
mendapatkan rancangan tempat kerja yang sesuai dengan dimensi tubuh
manusia agar diperoleh tempat kerja yang baik sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasan manusia.
4. Penyelidikan tentang Lingkungan Kerja. Penyelidikan ini meliputi kondisi
lingkungan fisik tempat kerja dan fasilitas, seperti pengaturan cahaya,
kebisingan suara, temperatur, getaran dan lain-lain yang dianggap
mempengaruhi tingkah laku manusia.
Berkenaan dengan bidang-bidang penyelidikan itu, maka terlibat sejumlah
disilplin dalam ergonomi, yaitu :
1. Anatomi dan fisiologi, struktur dan fungsi pada manusia.
2. Antropometri, ukuran-ukuran tubuh manusia.
3. Fisiologi psikologi, sistem syaraf dan otak.
8

4. Psikologi eksperimen, prilaku manusia.

Ergonomi bisa diklasifikasikan ke dalam disiplin-disiplin ilmu yang lebih


spesifik. Permasalahannya, pengklasifikasian ergonomi berbeda-beda antara satu
sumber dengan sumber lainnya sehingga sering membingungkan. Ada yang
mengklasifikasikannya berdasarkan objek kajian yang dipelajari (ergonomi fisik,
ergonomi kognitif), ada yang berdasarkan tempat pengaplikasiannya (ergonomi
industri, ergonomi perkantoran), ada yang berdasarkan luas lingkupnya (ergonomi
makro, ergonomi mikro), ada yang berdasarkan latar belakang pendidikan
(keselamatan dan kesehatan kerja, antropometri). Menurut Nurmianto (2008)
pengelompokkan bidang kajian ergonomi dibagi menjadi lima yaitu :
1. Faal Kerja, yaitu bidang kajian ergonomi yang meneliti energi manusia yang
dikeluarkan dalam suatu pekerjaan. Tujuan dan bidang kajian ini adalah untuk
perancangan sistem kerja yang dapat meminimasi konsumsi energi yang
dikeluarkan saat bekerja.
2. Antropometri, yaitu bidang kajian ergonomi yang berhubungan dengan
pengukuran dimensi tubuh manusia untuk digunakan dalam perancangan
peralatan dan fasilitas sehingga sesuai dengan pemakainya.
3. Biomekanika yaitu bidang kajian ergonomi yang berhubungan dengan
mekanisme tubuh dalam melakukan suatu pekerjaan, misalnya keterlibatan otot
manusia dalam bekerja dan sebagainya
4. Penginderaan, yaitu bidang kajian ergonomi yang erat kaitannya dengan
masalah penginderaan manusia, baik indera penglihatan, penciuman, perasa dan
sebagainya.
5. Psikologi kerja, yaitu bidang kajian ergonomi yang berkaitan dengan efek
psikologis dan suatu pekerjaan terhadap pekerjanya, misalnya terjadinya stres
dan lain sebagainya.
9

2.2 Kerja dengan tidak menggunakan prinsip ergonomi


Beberapa keluhan yang terjadi di tempat kerja dan biasa dialami oleh pekerja
adalah dikarenakan kelelahan fisik, yang biasa diakibatkan kerja yang berlebihan
dimana masih dapat dikompensasi dan diperbaiki performansnya seperti semula.
Kalau tidak terlalu berat kelelahan ini bisa hilang setelah istirahat dan tidur yang
cukup.
Karena intensitas kerja yang dilakukan dengan tidak dikungnya faktor
ergonomi baik dari alat kerja atau dari pengetahuan akan ergonomi, sehingga dengan
posisi yang salah maka akan menimbulkan kecelakaan kerja yang dialami oleh
pekerja.
Sikap kerja yang sering dilakukan oleh manusia dalam melakukan pekerjaan
antara lain berdiri, duduk, membungkuk, jongkok, berjalan, dan lain-lain. Sikap kerja
tersebut dilakukan tergantung dari kondisi dari sistem kerja yang ada. Jika kondisi
sistem kerjanya yang tidak sehat akan menyebabkan kecelakaan kerja, karena pekerja
melakukan pekerjaan yang tidak aman. Sikap kerja yang salah, canggung, dan diluar
kebiasaan akan menambah resiko cidera pada bagian sistem muskuloskeletal
(Bridger,1994).
1. Sikap Kerja Berdiri
Sikap kerja berdiri merupakan salah satu sikap kerja yang sering dilakukan
ketika melakukan sesuatu pekerjaan.Berat tubuh manusia akan ditopang oleh satu
ataupun kedua kaki ketika melakukan pos isi berdiri. Aliran beban berat tubuh
mengalir pada kedua kaki menuju tanah. Hal ini disebabkan oleh faktor gaya gravitasi
bumi.
Kestabilan tubuh ketika posisi berdiri dipengaruhi posisi kedua kaki. Kaki yang
sejajar lurus dengan jarak sesuai dengan tulang pinggul akan menjaga tubuh dari
tergelincir. Selain itu perlu menjaga kelurusan antara anggota bagian atas dengan
anggota bagian bawah.
Sikap kerja berdiri memiliki beberapa permasalahan sitem muskuloskeletal.
Nyeri punggung bagian bawah (lowbackpain) menjadi salah satu permasalahan posisi
10

sikap kerja berdiri dengan sikap punggung condong ke depan. Posisi berdiri yang
terlalu lama akan menyebabkan penggumpalan pembuluh darah vena, karena aliran
darah berlawanan dengan gaya gravitasi. Kejadian ini bila terjadi pada pergelangan
kaki dapat menyebabkan pembengkakkan.
2. Sikap Kerja Duduk
Penelitian yang dilakukan Bridger (1994) pada Eastman Kodak Company di
NewYork menunjukkan bahwa 35% dari beberapa pekerja yang mengunjungi klinik
mengeluhkan rasa sakit pada punggung bagian bawah. Ketika sikap kerja duduk
dilakukan,otot bagian paha semakin tertarik dan bertentangan dengan bagian pinggul.
Akibatnya tulang pelvis akan miring kebelakang dan tulang belakang bagian lumbar
L3/L4 akan mengendor. Mengendornya bagian lumbar menjadikan sisi depan
invertebrataldisk tertekan dan sekililingnya melebar atau merenggang. Kondisi ini
akan membuat rasa nyeri pada bagian punggung bagian bawah dan menyebar pada
kaki.

Gambar 2.1. Kondisi invertebratal disk bagian lumbar pada saat duduk
Ketegangan saat melakukan sikap kerja duduk seharusnya dapat dihindari
dengan melakukan perancangan tempat duduk. Hasil penelitian mengindikasikan
bahwa posisi duduk tanpa memakai sandaran menaikan tekanan pada invertebratal
disk sebanyak 1/3 hingga ½ lebih banyak dari pada posisi berdiri (Kroemer Dkk
2000:409). Sikap kerja duduk pada kursi memerlukan sandaran punggung untuk
11

menopang punggung. Sandaran yang baik adalah sandaran punggung yang bergerak
maju-mundur untuk melindungi bagian lumbar. Sandaran tersebut juga memiliki
tonjolan ke depan untuk menjaga ruang lumbar yang sedikit menekuk. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi tekanan pada bagian invertebratal disk.
3. Sikap Kereja Membungkuk
Salah satu sikap kerja yang tidak nyaman untuk diterapkan dalam pekerjaan
adalah membungkuk. Posisi ini tidak menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja.
Pekerja mengalami keluhan nyeri pada bagian punggung bagian bawah
(lowbackpain) bila dilakukan secara berulang dan periode yang cukup lama.

Gambar 2.2. Mekanisme rasa nyeri pada posisi


membungkuk (Sumber: Introduction to
Ergonomics, 1995)
Pada saa tmembungkuk tulang punggung bergerak kesisi depan tubuh. Otot
bagian perut dan sisi depan invertebratal disk pada bagian lumbar mengalami
penekanan. Pada bagian ligamen sisi belakang dari invertebratal disk justru
mengalami peregangan atau pelenturan. Kondisi ini akan menyebabkan rasa nyeri
pada punggung bagian bawah.
Sikap kerja membungkuk dapat menyebabkan “slippeddisks”, bila dibarengi
dengan pengangkatan beban berlebih. Prosesnya sama dengan sikap kerja
membungkuk, tetapi akibat tekanan yang berlebih menyebabkan ligamen pada sisi
12

belakang Lumbar rusak dan penekanan pembuluh syaraf. Kerusakan ini disebabkan
oleh keluarnya material pada invertebratal discs akibat desakan tulang belakang
bagian lumbar.
4. Pengangkatan Beban
Kegiatan ini menjadi penyumbang terbesar terjadinya kecelakaan kerja pada
bagian punggung. Pengangkatan beban yang melebihi kadar dari kekuatan manusia
menyebabkan penggunaan tenaga yang lebih besar pula atau overexertion. Dari
penelitian Kansal (1998) menunjukkan bahwa overexertion menjadi penyebab cidera
bagian punggung paling dominan. Persentasenya bekisar antara 64%-74%.

Gambar 2.3. Pengaruh Sikap Kerja yang Salah

Adapun pengangkatan beban akan berpengaruh pada tulang belakang bagian


lumbar. Pada wilayah ini terjadi penekanan pada bagian L5/SI (lempeng antara
lumbar ke-5 dan sacral ke–1). Penekanan pada daerah ini mempunyai batas tertentu
untuk menahan tekanan. Invertebrataldisc pada bagian L5/S1 lebih banyak menahan
tekanan dari pada tulang belakang. Bila pengangkatan yang dilakukan melebihi
kemampuan tubuh manusia, maka akan terjadi discherniation akibat lapisan
pembungkus pada invertebrataldisc pada bagian L5/S1 pecah
e5m. bawMa Beban
Terdapat perbedaan dalam menentukan beban normal yang dibawa oleh
manusia. Hal ini dipengaruhi oleh frekuensi dari pekerjaan yang dilakukan. Faktor
13

yang paling berpengaruh dari kegiatan membawa beban adalah jarak. Jarak yang
ditempuh semakin jauh akan menurunkan batasan beban yang dibawa.
6. Kegiatan Mendorong Beban
Hal yang penting menyangkut kegiatan mendorong beban adalah tinggi tangan
pendorong. Tinggi pegangan antara siku dan bahu selama mendorong beban
dianjurkan dalam kegiatan ini. Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan tenaga
maksimal untuk mendorong beban berat dan menghindari kecelakaan kerja bagian
tangan dan bahu.
7. Menarik Beban
Kegiatan ini biasanya tidak dianjurkan sebagai metode pemindahan beban,
karena beban sulit untuk dikendalikan dengan anggota tubuh.Beban dengan mudah
akan tergelincir keluar dan melukai pekerjanya. Kesulitan yang lain adalah
pengawasan beban yang dipindahkan serta perbedaan jalur yang dilintasi. Menarik
beban hanya dilakukan pada jarak yang pendek dan bila jarak yangditempuh lebih
jauh biasanya beban didorong ke depan.

2.3 Resiko Kecelakaan Kerja Pada Manual Material Handling


Kegiatan MMH yang meliputi pengangkatan, penurunan, mendorong, menarik
memiliki potensi untuk menimbulkan kecelakaan kerja. Kegiatan tersebut melibatkan
koordinasi sistem kendali tubuh seperti tangan, kaki, otak, otot, dan tulang belakang.
Bila koordinasi tubuh tidak terjalin dengan baik akan menimbulkan resiko kecelakaan
kerja pada bidang MMH. Membagi faktor yang menjadi penyebab terjadinya
kecelakaan kerja MMH menjadi dua faktor :
1. Faktor Fisik (Physical Factor)
Faktor ini bila dijabarkan terdiri dari suhu; kebisingan; bahan kimia; radiasi;
gangguan penglihatan; postur kerja; gangguan sendi (gerakan dan perpindahan
berulang); getaran mesin dan alat; alat angkut; permukaan lantai.
14

2. Faktor Psikososial (Psychosocial Factor)


Faktor ini terdiri dari karakteristik waktu kerja seperti shift kerja; peraturan
kerja; gaji yang tidak adil; rangkap kerja; stress kerja; konsekuensi kesalahan kerja;
istirahat yang pendek; dan terganggu saat kerja.
Kedua faktor diatas berpengaruh pada kecelakaan kerja pada bagian
muskuloskeletal. Untuk faktor Fisik (Physical Faktor) yang menjadi faktor beresiko
terhadap gangguan muskuloskeletal adalah postur/sikap kerja dan gangguan sendi
akibat pekerjaan yang berulang. Sedangkan diantara faktor Psikososial yang menjadi
penyebab utama adalah rendahnya pengawasan dalam aktivitas produksi dan
terbatasnya keleluasan para pekerja .Hal seperti dalam proses produksi,
pengoperasian mesin dan peraturan perusahaan masih longgar untuk dilanggar para
pekerja, terutama menyangkut keselamatan kerja. Hak pekerja dalam memperoleh
istirahat sebentar untuk mengendorkan saraf dan otot masih kurang.

2.4 Penanganan Resiko Kerja Manual Material Handling


Usaha terbaik dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja terutama pada
bagian muskuloskeletal adalah mengurangi dan menghilangkan pekerjaan yang
beresiko terhadap keselamatan kerja. Ini adalah prinsip dasar dalam usaha
peningkatan keselamatan dan keamanan kerja. Dibawah ini beberapa hal tindakan
untuk mengurangi resiko gangguan muskuloskeletal pada pekerjaan MMH:
1. Perancangan ulang pekerjaan
 Mekanisasi. Penggunaan sistem mekanis untuk menghilangkan pekerjaan yang
berulang. Jadi dengan penggunaan peralatan mekanis mampu menampung
pekerjaan yang banyak menjadi sedikit pekerjaan.
 Rotasi pekerjaan. Pekerja tidak hanya melakukan satu pekerjaan, namun
beberapa pekerjaan dapat dilakukan oleh pekerja tersebut. Tujuan dari langkah
ini adalah pemulihan ketegangan otot melalui beban kerja yang berbeda-beda.
15

 Perbanyakan dan pengayaan kerja. Sebuah pekerjaan sebisa mungkin tidak


dilakukan dengan monoton, melainkan dilakukan dengan beberapa variasi.
Tujuan dari langkah ini adalah menghindari beban berlebih pada satu bagian
otot dan tulang pada anggota tubuh.
 Kelompok kerja. Pekerjaan yang dilakukan beberapa orang mampu membagi
beban kerja pada otot secara merata. Hal ini disebabkan anggota kelompok
bebas melakukan pekerjaan yang dilakukan.
2. Perancangan tempat kerja
Prinsip yang dilaksanakan adalah perancangan kerja memperhatikan
kemampuan dan keterbatasan pekerja. Tempat kerja menyesuaikan dengan bentuk
dan ukuran pekerja agar aktivitas MMH dilakukan dengan leluasa. Kondisi
lingkungan seperti cahaya, suara, lantai dan lain-lain juga perlu perhatian untuk
menciptakan kondisi kerja yang nyaman.
3. Perancangan peralatan dan perlengkapan
Perancangan peralatan dan perlengkapan yang layak mampu mengurangi
penggunaan tenaga yang berlebihan dalam menyelesaikan pekerjan. Menyediakan
pekerja dengan alat bantu dapat mengurangi sikap kerja yang salah, sehingga
menurunkan ketegangan otot.
4. Pelatihan Kerja
Program ini perlu dilakukan terhadap pekerjaan, karena pekerja melakukan
pekerjaan sebagai kebiasaan. Pekerja harus mengetahui mengenai pekerjaan yang
berbahaya dan perlu mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan yang aman. Untuk
melakukan kegiatan manual material handling (MMH) dengan aman, maka dalam
melaksanakan pelatihan kerja MMH perlu memahami pedomannya. Alexander (1986)
mengungkapkan empat (4) prinsip yang dipegang selama melakukan MMH, yaitu :
 Berusaha untuk menjaga beban pengangkatan selalu dekat dengan tubuh
(mencegah momen pada tulang belakang).
 Berusaha untuk menjaga posisi pinggul dan bahu selalu dalam posisi segaris
16

(mencegah gerakan berputar pada tulang belakang).


 Menjaga keseimbangan tubuh agar tidak mudah jatuh.
 Berpikir dan merencanakan metode dalam aktivitas MMH yang sulit dan
berbahaya.

2.5 Nordic Body Map


Nordic Body Map adalah sistem pengukuran keluhan sakit pada tubuh yang dikenal
dengan musculoskeletal.Sebuah sistem muskuloskeletal (sistem gerak) adalah sistem
organ yang memberikan hewan (dan manusia) kemampuan untuk bergerak
menggunakan sistem otot dan rangka.Sistem muskuloskeletal menyediakan bentuk,
dukungan, stabilitas, dan gerakan tubuh.
 Kuesioner Nordic Body Map merupakan salah satu bentuk kuesioner checklist
ergonomi. Bentuk lain dari checklist ergonomi adalah checlist International
Labour Organizatin (ILO).
 Namun kuesioner Nordic Body Map adalah kuesioner yang paling sering
digunakan untuk mengetahui ketidaknyamanan pada para pekerja, dan
kuesioner ini paling sering digunakan karena sudah terstandarisasi dan
tersusun rapi (Kroemer, 1994).

Pengisian kuesioner Nordic Body Map ini bertujuan untuk mengetahui bagian
tubuh dari pekerja yang terasa sakit sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan pada
stasiun kerja.
Kuesioner ini menggunakan gambar tubuh manusia yang sudah dibagi menjadi 9
bagian utama, yaitu :
a) Leher
b) Bahu
c) Punggung bagian atas
d) Siku
17

e) Punggung bagian bawah


f) Pergelangan tangan/tangan
g) Pinggang/pantat
h) Lutut
i) Tumit/kaki

Kuisioner ini juga mampu menggambarkan persepsi pekerja apakah keluhan yang
dirasakan berhubungan dengan pekerjaan atau tidak. Pada pengisian kuisioner ini
sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan umum melingkupi usia, jenis kelamin, tinggi
tubuh bobot badan, tangan yang dominan, lama menangani pekerjaan dan lama jam
kerja perminggu. Kelengkapan pertanyaan tersebut akan bermanfaat mengetahi
kelompok kelompok keluhan yang dirasakan oleh pertanyaan tersebut. Berikut
gambar dan keluhan untuk kuisioner nordic body map:

Gambar 2.4 Gambar keluhan untuk Kuisioner nordic body map

Pejelasannya adalah sebagai berikut:

0. Sakit Kaku pada bagian Leher atas


1. Sakit Kaku pada bagian Leher bawah
2. Sakit dibahu kiri
3. Sakit dibahu kanan
4. Sakit lengan atas kiri
18

5. Sakit dipunggung
6. Sakit lengan atas kanan
7. Sakit pada pinggang
8. Sakit pada bokong
9. Sakit pada pantat
10.Sakit siku kiri
11. Sakit siku kanan
12. Sakit lengan bawah kiri
13. Sakit lengan bawah kanan
14. Sakit pada pergelangan tangan kiri
15. Sakit pada pergelangan tangan kanan
16. Sakit pada tangan kiri
17. Sakit pada tangan kanan
18. Sakit pada paha kiri
19. Sakit pada paha kanan
20. Sakit pada lutut kiri
21. Sakit pada lutut kanan
22. Sakit pada betis kiri
23. Sakit pada betis kanan
24. Sakit pada pergelangan kaki kiri
25. Sakit pada pergelangan kaki kanan
26. Sakit pada kaki kiri
27. Sakit pada kaki kanan

2.6 Ovako Work Posture Analysis System (OWAS)


OWAS merupakan metode analisis sikap kerja yang mendefinisikan pergerakan
bagian tubuh punggung, lengan, kaki, dan beban berat yang diangkat. Masing-masing
anggota tubuh tersebut diklasifikasikan menjadi sikap kerja.
19

Menurut Karhu (1981) berikut ini adalah klasifikasi sikap bagian tubuh yang
diamati untuk dianalisa dan dievaluasi:
A. Sikap punggung
1. Lurus
2. Membungkuk
3. Memutar atau miring kesamping
4. Membungkuk dan memutar atau membungkuk ke depan dan menyamping.

Gambar 2.5.Klasifikasi sikap kerja bagian punggung.

B. Sikap lengan
1. Kedua lengan berada di bawah bahu.
2. Satu lengan berada pada atau diatas bahu.
3. Kedua lengan pada atau diatas bahu.

Gambar 2.6 Klasifikasi sikap kerja bagian lengan

C. Sikap kaki
1. Duduk
2. Berdiri bertumpu pada kedua kaki lurus
3. Berdiri bertumpu pada satu kaki lurus
4. Berdiri bertumpu pada kedua kaki dengan lutut ditekuk
5. Berdiri bertumpu pada satu kaki dengan lutut ditekuk.
20

6. Berlutut pada satu atau kedua lutut


7. Berjalan.

Gambar 2.7.Klasifikasi sikap kerja bagian kaki.

D. Berat beban
1. Berat beban adalah kurang dari 10 Kg (W 10 Kg )
2. Berat beban adalah 10 Kg – 20 Kg (10 Kg W 20 Kg )
3. Berat beban adalah lebih besar dari 20 Kg (W 20 Kg )
21

Tabel 2.1 Penilaian analisa postur kerja menggunakan metode OWAS


1 2 3 4 5 6 7 LEGS

USE
BACK ARMS
OF
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

FORCE

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1

1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1

3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1

1 2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3

2 2 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 2 3 4

3 3 3 4 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4

1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 3 3 3 4 4 4 1 1 1 1 1 1

3 2 2 2 3 1 1 1 1 1 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3 1 1 1

3 2 2 3 1 1 1 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 1 1

1 2 3 3 2 2 3 2 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4

4 2 3 3 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4

3 4 4 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4

Sikap kerja yang diamati dikelompokkan dalam empat kategori sebagai berikut:
KATEGORI 1 : Pada sikap ini tidak masalah pada musculoskeletal, tidak perlu
perbaikan
KATEGORI 2 : Pada sikap ini berbahaya pada system musculoskeletal (sikap
kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang signifikan), perlu
perbaikan dimasa yang akan dating.
KATEGORI 3 : Pada sikap ini berbahaya bagi system muskuloskletal (sikap
kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang sangat signifikan),
perlu perbaikan segera mungkin.
KATEGORI 4 : Pada sikap ini berbahaya bagi system muskuloskletal (sikap
kerja mengakibatkan resiko yang jelas), perlu perbaikan langsung

Anda mungkin juga menyukai