Anda di halaman 1dari 33

PENGUKURAN BEBAN KERJA MENTAL DENGAN

MENGGUNAKAN METODE NATIONAL AERONAUTICS AND

SPACE ADMINISTRATION-TASK INDEX (NASA-TLX) DI PT

BINA CIPTA JAYA

Eki Rifat Sauqi 11*


Teknik Industri Universitas Serang Raya

Jl.Raya Cilegon No.Km. 5, Taman Drangong, Kec. Taktakan Kota Serang, Banten

*Email: ekirifats@gmail.com

Abstrak

Tingkat persaingan dalam dunia kerja yang semakin ketat dan seiring dengan semakin
pesatnya perkembangan teknologi, dunia kerja menuntut tersedianya tenaga kerja yang
menguasai pekerjaannya dengan baik, terampil, bertanggung jawab dan
professional.Pengukuran Beban kerja merupakan kemampuan tubuh pekerja dalam
menerima pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima
seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun psikologis
pekerja yang menerima beban kerja tersebut beban kerja mental dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu pengukuran secara objektif dapat dilakukan dengan beberapa anggota tubuh
antara lain denyut jantung, kedipan mata dan ketegangan otot. Pengukuran beban kerja
mental secara subjektif merupakan teknik pengukuran yang paling banyak digunakan
karena mempunyai tingkat validitas yang tinggi dan bersifat langsung dibandingkan
dengan pengukuran lain. Pengukuran beban kerja mental secara subjektif memiliki tujuan
yaitu untuk menentukan skala pengukuran terbaik berdasarkan perhitungan eksperimental,
menentukan perbedaan skala untuk jenis pekerjaan dan mengidentifikasi faktor beban kerja
yang berhubungan secara langsung dengan beban kerja mental. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui Bagaimana klasifikasi beban kerja mental operator di PT. Bina Cipta
Jaya? Dan Berapa skor beban kerja mental pada operator PT. Bina Cipta Jaya. Metode yang
digunakan yaitu National Aeronautics and Space Administration-Task Index (NASA-TLX).
Dari hasil diketahui Skor beban kerja Pada karyawan PT. Bina Cipta Jaya yang berjumlah
7 orang, rata-rata beban kerja mental yang dialami adalah tergolong tinggi dan sedang. Hal
ini dikarenakan aktifitas kerja yang kontiniu pada jam kerja, adanya pekerjaan
rangkap/ganda, berdasarkan pengolahan data pada beban kerja mental yang dialami oleh
karyawan rata-rata memiliki beban yang tinggi pada usaha karyawan dalam menyelesaikan
pekerjaannya.

Kata Kunci: Beban Kerja Mental, Pengukuran, dan Metode NASA-TLX

30
PENDAHULUAN

Tingkat persaingan dalam dunia kerja yang semakin ketat dan seiring dengan

semakin pesatnya perkembangan teknologi, dunia kerja menuntut tersedianya

tenaga kerja yang menguasai pekerjaannya dengan baik, terampil, bertanggung

jawab dan professional. Perusahaan adalah salah satu organisasi yang menaungi

orang-orang yang disebut karyawan yang menjalankan kegiatan produksi

perusahaan. Semua perusahaan pasti mempunyai tujuan yaitu mendapatkan

keuntungan dan nilai lebih bagi perusahaan, serta untuk meningkatkan

kesejahteraan pemilik perusahaan dan karyawan.

Pada dasarnya, aktivitas manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik (otot)

dan kerja mental (otak). Meskipun tidak dapat dipisahkan, namun masih dapat

dibedakan pekerjaan dengan dominasi fisik dan pekerjaan dengan dominasi

aktivitas mental. Aktivitas fisik dan mental ini menimbulkan konsekuensi, yaitu

munculnya beban kerja. Beban kerja merupakan kemampuan tubuh pekerja dalam

menerima pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang

diterima seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun

psikologis pekerja yang menerima beban kerja tersebut. (Linda, dkk. 2014). Jika

kemampuan pekerja lebih tinggi dari pada tuntutan pekerjaan, akan muncul

perasaan bosan. Sebaliknya, jika kemampuan pekerja lebih rendah dari pada

tuntutan pekerjaan, maka akan muncul kelelahan yang berlebih. Hal ini dapat terjadi

pada berbagai jenis pekerjaan tanpa terkecuali, seperti halnya seorang karyawan

perusahaan dalam menjalankan pekerjaannya.

31
KERANGKA TERORITIS

Ergonomi dapat didefinisikan sebagai ilmu, seni dan penerapan teknologi

untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan

baik dalam beraktifitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan

manusia baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara kualitas menjadi

lebih baik. Keilmuan ergonomi yang dapat diterapkan salah satunya adalah

psikologi kerja (Umyati, dkk. 2016)

Istilah ergonomi pertama kali digunakan di Inggris oleh Prof. Murrel pada

tahun 1949 sebagai judul bukunya. Ergonomi berasal dari kata Yunani yaitu bekerja

(Ergos) dan hukum alam (Nomos), bermakna sebagai: ilmu yang meneliti tentang

perkaitan antara orang dengan lingkungan kerjanya. (The scientific study of the

relationship between man and his working environment). Sasaran dari ergonomis

sudah jelas, yaitu bahwa agar tenaga kerja dapat mencapai prestasi kerja yang tinggi

(efektif) tetapi dalam suasana yang tentram, aman dan nyaman (Sukania, 2013)

Ergonomi didefinisikan suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan

informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk

merancang suatu sistem sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu

dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan

efektif, nyaman, aman, sehat, dan efisien (ENASE). Postur kerja terjadi karena

tuntutan pekerjaan dan rancangan area kerja. Postur menyebabkan kebutuhan usaha

otot untuk melakukan pekerjaan dan sebarapa cepat otot mengalami fatigue. Postur

cukup penting ketika pekerjaan berat dan atau berulang terjadi atau

32
mempertahankan postur statis. Postur kerja penting untuk mencegah cedera

(Sutalaksana, dkk, 1979 dalam Simanjuntak dan Situmorang, 2010)

Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu “Ergon” dan “Nomos“ dapat

didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan

kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering,

managemen dan desain atau perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan

optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat

kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang

ergonomi dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi

dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya.

Ergonomi disebut juga sebagai “Human Factor”. Ergonomi juga digunakan oleh

berbagai macam ahli atau professional pada bidangnya masing-masing, misalnya

seperti: ahli anatomi, arsitektur, perancangan produk ergonomi, fisika, fisioterapi,

terapi pekerjaan, psikologi dan teknik ergonomi. (Kristanto dan Manopo, 2010)

Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis, untuk memanfaatkan

informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk

merancang sistem kerja yaitu suatu sistem hubungan manusia-mesin yang

dipertimbangkan sebagai sistem integral, perancangan suatu peralatan dan fasilitas

kerja dan interaksi manusia secara lebih baik.sehingga orang dapat hidup dan

bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui

pekerjaan itu dengan efektif, aman dan nyaman. (Sukania, 2013).

Ergonomi merupakan pertemuan dari berbagai lapangan ilmu seperti

antropologi, biomekanika, faal kerja, higene perusahaan dan kesehatan kerja,

33
perancangan kerja, riset terpakai dan cybernetika, namun kekhususan utamanya

adalah perencanaan dari cara bekerja yang lebih baik meliputi tata kerja dan

peralatannya. Dalam hal ini, diperlukan kerjasama diantara peneliti dan teknisi serta

ahli tentang pemakaian alat-alat dengan pengukuran, pencatatan dan pengujiannya.

Perbaikan kondisi-kondisi kerja buruk dan tanpa perencanaan biasanya mahal,

maka usaha sebaiknya dimulai dari perencanaan oleh suatu tim ergonomi yang

memungkinkan proses, mesinmesin dan hasil produksi yang memenuhi

persyaratan. Ergonomi dapat diterapkan pada semua tingkatan dari lokal sampai

kepada nasional. (Andrijanto, 2014)

Ergonomi adalah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pemahaman interaksi

antara manusia dan elemen lain dari sistem, profesi yang menerapkan teori, prinsip,

data dan metode dalam merancang untuk mengoptimalkan kesejahteraan manusia

dan kinerja sistem secara keseluruhan. Secara hakiki ergonomi berhubungan

dengan segala aktivitas manusia yang dilakukan untuk menunjukkan kinerja yang

terbaik dan mengurangi kelelahan manusia (operator) dalam bekerja. Kelelahan

kerja dilakukan dengan analisa subyektifitas dan beban kerja. Analisa dilakukan

agar pemborosan waktu dapat dihindarkan dan produktivitas kerja meningkatkan.

Produktivitas meningkat dengan memperhatikan sistem kerja, sistem kerja yang

lebih baik dari sistem kerja yang telah ada merupakan salah satu tujuan yang ingin

dicapai dalam suatu industri (Wignjosoebroto, 2008 dalam Andriani dan Dewiyana

2015)

34
Ergonomi adalah disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam

kaitannya dengan pekerjaan. Penerapan ergonomi telah berkembang dari waktu ke

waktu, akan tetapi berbagai masalah baru juga muncul. Ergonomi telah diterapkan

di berbagai bidang untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, kesehatan, dan

keselamatan kerja. Perbaikan terus-menerus dalam hal kualitas produk dan

produktivitas hanya dapat dicapai dengan cara analisis sistematik dan optimasi

semua proses produksi. Proses perbaikan adalah sejumlah tindakan yang dilakukan

untuk mengidentifikasi, menganalisis dan memperbaiki proses yang telah ada

dalam suatu organisasi untuk membuat sasaran dan tujuan baru, tindakan ini sering

mengikuti metode atau pendekatan khusus untuk mencapai hasil yang optimal.

Proses produksi yang baik dan tempat kerja yang didesain seceara ergonomis

memberikan dasar bagi produk manufaktur secara konsiten berkualitas tinggi dan

produktivitas tinggi (Kumru dan Kihcogullari, 2007)

Kualitas produk dan produktivitas dapat ditingkatkan melalui intervensi

ergonomi, yang dikenal dengan Quality Improvement Through Ergonomics

(QUITE) (Vayvay, 2008). Intervensi ergonomi termasuk pencegahan terhadap

risiko kesehatan dan keselamatan kerja, peningkatan faktor lingkungan,

produktivitas dan kualitas melalui pengurangan kesalahan dan ketidaknyamanan.

Karakteristik kerja yang disebut faktor risiko ergonomi termasuk: (Sudarmojo, dkk.

2016).

1. Task yaitu interaksi antara pekerja dengan alat dan cara kerja yang meliputi

postur, gaya, kecepatan/percepatan, repetisi, durasi, waktu pemulihan, vibarasi

segmental.

35
2. Organisasi meliputi tim kerja, penggiliran kerja, pengaturan jam kerja dan jam

istirahat.

3. Lingkungan yaitu interaksi antara pekerja dan lingkungan kerja meliputi:

kalimat (panas/dingin), vibrasi seluruh tubuh, penerangan, bising, dan aspek

antropometri.

Beban Kerja

Beban kerja merupakan kemampuan tubuh pekerja dalam menerima

pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima

seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik maupun psikologis

pekerja yang menerima beban kerja tersebut. Beban kerja dapat berupa beban kerja

fisik dan beban kerja psikologis. Lingkungan kerja merupakan kondisi-kondisi fisik

(seperti tata ruang kantor yang nyaman, lingkungan yang bersih, pertukaran udara

yang baik, warna, penerangan yang cukup maupun musik yang merdu), dan kondisi

psikologis yang ada dalam organisasi (seperti suasana kerja pegawai, kesejahteraan

pegawai, hubungan antar sesama pegawai, hubungan antar pegawai dengan

pimpinan, serta tempat ibadah), (Kartono, 2004 dalam Linda, dkk. 2014)

Menurut Meshkati (1988) dalam Widyanti, dkk (2010) Beban kerja dapat

didefinisikan sebagai perbedaan antara kemampuan pekerja dengan tuntutan

pekerjaan. Jika kemampuan pekerja lebih tinggi daripada tuntutan pekerjaan, akan

muncul perasaan bosan. Sebaliknya, jika kemampuan pekerja lebih rendah daripada

tuntutan pekerjaan, maka akan muncul kelelahan yang berlebih.

Beban kerja dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara kemampuan

pekerja dengan tuntutan pekerjaan (Meshkati, 1988). Jika kemampuan pekerja lebih

36
tinggi daripada tuntutan pekerjaan, akan muncul perasaan bosan. Sebaliknya, jika

kemampuan pekerja lebih rendah dari pada tuntutan pekerjaan, maka akan muncul

kelelahan yang berlebih. Perhitungan Beban kerja setidaknya dapat dilihat dari 3

aspek, yakni fisik, mental, dan penggunaan waktu. Aspek fisik meliputi perhitungan

beban kerja berdasarkan kriteria-kriteria fisik manusia. Aspek mental merupakan

perhitungan beban kerja dengan mempertimbangkan aspek mental (psikologis).

Sedangkan pemanfaatan waktu lebih mempertimbangkan pada aspek penggunaan

waktu untuk bekerja. (Marizki, dkk. 2014)

Menurut Menpan (1997) dalam Linda, dkk. (2014) pengertian beban kerja

adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit

organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Menurut

Permendagri No. 12/2008, beban kerja adalah besaran pekerjaan yang harus dipikul

oleh suatu jabatan atau unit organisasi dan merupakan hasil kali antara volume kerja

dan norma waktu. Dengan demikian pengertian beban kerja adalah sebuah proses

yang dilakukan oleh seseorang dalam menyelesaikan tugas-tugas suatu pekerjaan

atau kelompok jabatan yang dilaksanakan dalam keadaan normal dalam suatu

jangka waktu tertentu.

Menurut Tayyari & Smith (1997) dalam Hima, dkk. (2011), Beban kerja atau

kapasitas kerja fisik berhubungan dengan kapasitas maksimum dari sistem fisiologi

dalam menghasilkan energi untuk kerja otot. Untuk orang normal, beban kerja

berhubungan langsung dengan sistem kerja jantung dalam menyediakan oksigen

untuk kerja otot dan untuk membuang limbah metabolisme. Pengujian sederhana

untuk mengetahui beban kerja tetap yang diterima manusia adalah dengan

37
menggunakan treadmill atau ergocycle. Untuk subjek yang tidak terlatih, beban

kerja yang didapatkan dari ergocycle sekitar 3-5%. Sedangkan jika menggunakan

treadmill mungkin kurang dari angka tersebut.

Analisis beban kerja banyak digunakan dalam penentuan kebutuhan pekerja

(man power planning), analisis ergonomic, analisis Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3) hingga ke perencanaan penggajian. Perhitungan beban kerja setidaknya

dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: (Mutia, 2014)

1. Fisik, Aspek fisik meliputi perhitungan beban kerja berdasarkan kriteria-

kriteria fisik manusia.

2. Mental, Aspek mental merupakan perhitungan beban kerja dengan

mempertimbangkan aspek mental (psikologis).

3. Penggunaan waktu, Sedangkan pemanfaatan waktu lebih mempertimbangkan

pada aspek penggunaan waktu untuk bekerja.

Menurut tawarka, pengukuran beban kerja dapat digunakan untuk beberapa hal

berikut, yaitu: (Mutia, 2014)

1. Evaluasi dan perancangan tata cara kerja

2. Keselamatan kerja

3. Pengaturan jadwal istirahat

4. Spesifikasi jabatan dan seleksi personil

5. Evaluasi jabatan

Evaluasi tekanan dari faktor lingkungan

38
Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja

Menurut Tarwaka, faktor yang mempengaruhi beban kerja adalah sebagai

berikut: (Aisyah,2014)

1. Faktor Eksternal

Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh

pekerja. Aspek beban kerja eksternal sering disebut sebagai stresor. Yang

termasuk beban kerja eksternal adalah:

a. Tugas-tugas (tasks). Tugas ada yang bersifat fisik seperti, tata ruang kerja,

stasiun kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja dan alat bantu

kerja. Tugas juga ada yang bersifat mental seperti, kompleksitas pekerjaan

dan tanggung jawab terhadap pekerjaan.

b. Organisasi kerja. Organisasi kerja yang mempengaruhi beban kerja

misalnya, lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, sistem

pengupahan, kerja malam, musik kerja, tugas dan wewenang.

c. Lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi beban

kerja adalah yang termasuk dalam beban tambahan akibat lingkungan

kerja. Misalnya saja lingkungan kerja fisik (penerangan, kebisingan,

getaran mekanis), lingkungan kerja kimiawi (debu, gas pencemar udara),

lingkungan kerja biologis (bakteri, virus dan parasit) dan lingkungan kerja

psikologis (penempatan tenaga kerja).

39
2. Faktor Internal

Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu

sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tersebut

dikenal dengan strain. Secara ringkas faktor internal meliputi:

a. Faktor somatis, yaitu jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi

kesehatan, status gizi.

b. Faktor psikis, yaitu motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan,

kepuasaan, dan lain-lain.

Pengukuran Beban Kerja Mental

Beban kerja mental adalah beban kerja yang merupakan selisih antara

tuntutan beban kerja dari suatu tugas dengan kapasitas maksimum beban mental

seseorang dalam kondisi termotivasi. Pengukuran beban kerja mental dapat

dilakukan dengan pengukuran objektif dan pengukuran subjektif. (Marizki, dkk.

2014)

Pengukuran beban kerja mental dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

pengukuran secara objektif dapat dilakukan dengan beberapa anggota tubuh

antara lain denyut jantung, kedipan mata dan ketegangan otot. Pengukuran beban

kerja mental secara subjektif merupakan teknik pengukuran yang paling banyak

digunakan karena mempunyai tingkat validitas yang tinggi dan bersifat langsung

dibandingkan dengan pengukuran lain. Pengukuran beban kerja mental secara

subjektif memiliki tujuan yaitu untuk menentukan skala pengukuran terbaik

berdasarkan perhitungan eksperimental, menentukan perbedaan skala untuk jenis

pekerjaan dan mengidentifikasi faktor beban kerja yang berhubungan secara

40
langsung dengan beban kerja mental (Pheasant S.,1991 dalam Simanjuntak dan

Situmorang, 2010).

Kerja mental adalah kondisi kerja dimana informasi yang masih harus

diproses di dalam otak (Widyanti, 2010). Kerja mental meliputi kerja otak dalam

pengertian sempit dan pemrosesan informasi. Kerja otak dalam pengertian sempit

adalah proses berfikir yang memerlukan kreatifitas, misalnya membuat mesin,

membuat rencana produksi, mempelajari file dan menulis laporan. Beban kerja

mental yaitu selisih antara tuntutan beban kerja dari suatu tugas dengan kapasitas

maksimum beban mental seseorang dalam kondisi termotivasi. Aspek psikologis

dalam suatu pekerjaan berubah setiap saat.

Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan aspek psikologis dapat berasal

dari dalam diri sendiri (internal) atau dari luar diri sendiri seperti pekerjaan dan

lingkungan (eksternal). Baik faktor internal maupun eksternal sulit dilihat dari

kasat mata sehingga dalam pengamatan hanya dilihat dari hasil pekerjaan atau

faktor yang dapat diukursecara obyektif ataupun dari tingkah laku dan penuturan

pekerja yang dapat diidentifikasi. Seiring dengan berjalannya waktu, kemampuan

seseorang dapat saja berubah sebagai akibat dari praktek terhadap pekerjaan

(kemampuan meningkat), kelelahan yang ditimbulkan (kemampuan menurun),

dan kebosanan terhadap pekerjaan dan kondisi (kemampuan menurun).

Kemampuan seseorang akan berbeda dengan orang lain karena perbedaan

dukungan fisik dan mental, perbedaan latihan, dan perbedaan pekerjaan. Menurut

Grandjean beban mental dalam pekerjaan menyangkut beberapa hal, yaitu:

(Mutia,2014)

41
1. Keharusan untuk menjaga tingkat kewaspadaan yang tinggi selama periode

tertentu

2. Kebutuhan untuk mengambil keputusan

3. Kejadian menurunnya konsentrasi akibat kemonotonan

4. Kurangnya kontak dengan manusia lain.

Metode penentuan beban kerja psikologis/mental dapat dibedakan sebagai

berikut:

1. Metode Pengukuran Objektif

Beban kerja mental dapat diukur dengan pendekatan fisologis (karena

terkuantifikasi dengan dengan kriteria obyektif, maka disebut metode obyektif).

Kelelahan mental pada seorang pekerja terjadi akibat adanya reaksi fungsionil dari

tubuh dan pusat kesadaran. Pendekatan yang bisa dilakukan antara lain: (Widyanti,

dkk. 2010)

a. Pengukuran selang waktu kedipan mata (eye blink rate) Durasi kedipan

mata dapat menunjukkan tingkat beban kerja yang dialami oleh seseorang.

Orang yang mengalami kerja berat dan lelah biasanya durasi kedipan

matanya akan lama, sedangkan untuk orang yang bekerja ringan (tidak

terbebani mental maupun psikisnya), durasi kedipan matanya relatif cepat.

b. Flicker test Alat ini dapat menunjukkan perbedaan performansi mata

manusia, melalui perbedaan nilai flicker dari tiap individu. Perbedaan nilai

flicker ini umumnya sangat dipengaruhi oleh berat/ringannya pekerjaan,

khususnya yang berhubungan dengan kerja mata.

42
c. Pengukuran kadar asam saliva Memasang alat khusus untuk mengetahui

beban kerja yang diterima pekerjayang melibatkan mulut, terutama

dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar liur utama yang terletak diluar rongga

mulut.

d. Pengukuran variabilitas denyut jantung digunakan untuk mengukur beban

kerja dinamis seseorang sebagai manifestasi gerakan otot. Metode ini

biasanya dikombinasikan dengan perekaman gambar video, untuk kegiatan

motion study.

2. Pengukuran beban kerja mental secara subjektif (Subjective Workload

Measurement).

Pengukuran beban kerja mental secara subjektif yaitu pengukuran beban kerja

di mana sumber data yang diolah adalah data yang bersifat kualitatif. Pengukuran

ini merupakan salah satu pendekatan psikologi dengan cara membuat skala

psikometri untuk mengukur beban kerja mental. Cara membuat skala tersebut dapat

dilakukan baik secara langsung (terjadi secara spontan) maupun tidak langsung

(berasal dari respon eksperimen). Metode pengukuran yang digunakan adalah

dengan memilih faktor-faktor beban kerja mental yang berpengaruh dan

memberikan rating subjektif. Metode pengukuran beban kerja secara subjektif

merupakan pengukuran beban kerja mental berdasarkan persepsi subyektif

operator/pekerja.Pengukuran beban kerja psikologis secara subjektif dapat

dilakukan dengan beberapa metode, antara lain:

43
1. The National Aeronautical and Space Administration Task Load Index

(NASA TLX) (Umyati, dkk. 2016)

National Aeronautics and Space Administration–Task Load Index (NASA-

TLX) adalah salah satu metode pengukuran beban kerja mental yang sering

digunakan, yang merupakan suatu prosedur penilaian multidimensional yang

memberikan kuantifikasi beban kerja yang berdasarkan pada rata-rata bobot rating

yang didasarkan pada 6 sub skala yaitu:

a. Kebutuhan Mental atau Mental Demand (MD): pekerjaan dengan tipe

memikir, memutuskan, menghitung, mengingat, melihat, mencari, dan lain-

lain. Disimbolkan dengan pertanyaan, apakah pekerjaan tersebut mudah atau

sulit, sederhana atau kompleks, pekerjaan tersebut pasti atau penuh toleransi.

b. Kebutuhan Fisik atau Physical Demand (PD): Pekerjaan dalam hal fisik

(mendorong, menarik, mengangkat, membelokkan, memutar, dan lain-lain),

apakah pekerjaan tersebut ringan atau berat, lambat atau cepat, cukup istirahat

atau tidak.

c. Kebutuhan Waktu atau Temporal Demand (TD): Ada tidaknya tekanan waktu

dalam pekerjaan. Apakah waktu yang tersedia sedikit, cukup, banyak.

d. Performansi atau Own Performance (OP): Seberapa besar tingkat kesuksesan

pekerjaan dalam menyelesaikan tujuan pekerjaan.

e. Usaha atau Effort (EF): Seberapa besar usaha yang dikeluarkan (secara

mental dan fisik) untuk menyelesaikan pekerjaan.

Stress atau Frustation Level (FR): Seberapa tidak amannya, stres-nya dan

termotivasinya pekerjaan dalam menyelesaikan pekerjaan.

44
Dalam pengukuran beban kerja mental dengan menggunakan metode NASA

TLX langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:

1. Pembobotan Pada proses ini responden diminta untuk melingkari salah satu

dari dua indikator yang dirasakan lebih dominan menimbulkan beban kerja

mental terhadap pekerjaan tersebut.

Tabel 4.1 Kartu Dari Metode NASA-TLX


Kebutuhan Waktu atau Kebutuhan Fisik atau Performansi atau Tingkat

Tingkat Frustasi Performansi Frustasi

Kebutuhan Waktu atau Tingkat Usaha atau Tingkat Usaha atau

Tingkat Usaha Performansi Kebutuhan Fisik

Kebutuhan Mental atau Performansi atau Tingkat Frustasi atau

Tingkat Usaha Kebutuhan Mental Tingkat Usaha

Kebutuhan Mental atau Performansi atau Tingkat Frustasi atau

Kebutuhan Fisik Kebutuhan Waktu Tingkat Usaha

Kebutuhan Waktu atau Kebutuhan Fisik atau Kebutuhan Fisik atau

Kebutuhan Fisik Kebutuhan Waktu Tingkat Frustasi

(Sumber: Muliyadi dan Diniati, 2016)

2. Pemberian Rating Untuk mendapatkan skor beban mental NASA TLX,

bobot rating untuk setiap indikator dikalikan kemudian dijumlahkan dan

dibagi 15 (jumlah perbandingan berpasangan).

∑(Bobot ×Rating)
Skor= ( .........................................................(1)
15

(Sumber: Umiyati, dkk. 2016)

45
Tabel 4.2 Klasifikasi Beban Kerja
Skor Beban Kerja Klasifikasi Beban Kerja
0-20 Sangat Rendah
21-40 Rendah
41-60 Sedang
61-80 Tinggi
81-100 Sangat Tinggi
(Sumber: Umyati, dkk. 2016)

Menurut Hancock dan dan Meskhati (1988) dalam Poerwanto dan Gunawan (2015)

menjelaskan langkah-langkah dalam pengukuran beban kerja mental dengan

menggunakan metode NASA-TLX:

Tabel 4.3 Indikator Beban Kerja Mental


Skala Rating Keterangan
Seberapa besar aktivitas mental dan
perceptual yang dibutuhkan untuk melihat,
Mental Demand Rendah, mengingat dan mencari. Apakah pekerjaan
(MD) Tinggi tersebut mudah atau sulit, sederhana atau
kompleks, pekerjaan tersebut pasti atau
penuh toleransi
Seberapa besar aktifitas fisik yang dituntut
oleh pekerjaan ini (missal: mendorong,
Physical Demand Rendah,
menarik, mengontrol putaran, dll), apakah
(PD) Tinggi
pekerjaan tersebut berat atau ringan, lambat
atau cukup, cukup istirahat atau tidak.
Jumlah tekanan yang berkaitan dengan
waktu yang dirasakan selama elemen
Temporal Demand Rendah,
pekerjaan berlangsung. Apakah pekerjaan
(TD) Tinggi
perlahan atau santai atau cepat dan
melelahkan.

46
Seberapa keras kerja mental dan fisik yang
Rendah,
Effort (EF) dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
Tinggi
tersebut.
Seberapa berhasil anda dalam memenuhi
Tidak tujuan pekerjaan yang telah ditetapkan oleh
Performance
Tepat, anda. Seberapa puas anda terhadap
(OP)
Sempurna performansi kerja dalam memenuhi target
tersebut.
Seberapa tidak aman, stress (tekanan), dan
termotivasinya pekerja, dibandingkan
Frustation Level Rendah,
dengan perasaan aman, puas, nyaman dan
(FR) Tinggi
kepuasan diri yang dirasakan selama
menyelesaikan pekerjaan.
(Sumber: Poerwanto dan Gunawan, 2015)

2. Subjective Workload Assessment Technique (SWAT) (Simanjuntak dan

Situmorang, 2010)

Metode Subjective Workload Assesment Technique (SWAT) pertama kali

dikembangkan oleh Gary Reid dari Divisi Human Engineering pada Armstrong

Laboratory, Ohio USA digunakan analisis beban kerja yang dihadapi oleh

seseorang yang harus melakukan aktivitas baik yang merupakan beban kerja fisik

maupun mental yang bermacam-macam dan muncul akibat meningkatnya

kebutuhan akan pengukuran subjektif yang dapat digunakan dalam lingkungan

yang sebenarnya (real world environment). Dalam penerapannya SWAT akan

memberkan penskalaan subjektif yang sederhana dan mudah dilakukan untuk

mengkuantitatifkan beban kerja dari aktivitas yang harus dilakukan oleh pekerja.

SWAT akan menggambarkan sistem kerja sebagai model multi dimensional dari

beban kerja, yang terdiri atas tiga dimensi atau faktor yaitu beban waktu (time load),

47
beban mental (mental effort load), dan beban psikologis (psychological stress load).

Masing-masing terdiri dari 2 tingkatan yaitu rendah, sedang dan tinggi

(Sritomo,2007). Yang dimaksud dengan dimensi secara definisi adalah sebagai

berikut: (Widyanti, dkk. 2010)

a. Time Load: adalah yang menunjukkan jumlah waktu yang tersedia dalam

perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas. Beban waktu rendah, beban

waktu sedang, beban waktu tinggi

b. Mental Effort Load: adalah menduga atau memperkirakan seberapa banyak

usaha mental dalam perencanaan.

Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian merupakan tahap-tahap penelitian yang harus dilakukan

sebelum melakukan pemecahan masalah yang sedang dibahas. Tahapan ini

bertujuan agar penelitian dapat dilakukan dengan terarah dan memudahkan

menganalisis permasalahan yang ada. Metode penelitian tersebut adalah sebagai

berikut:

48
Mulai

Studi Pendahuluan Observasi Lapangan

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Batasan Masalah

Pengumpulan Data
Pengumpulan Data
1. Data Responden
1. Data Responden
2. Kuisioner Pengukuran
2. Kuisoner Beban Kerja
Pengukuran BebanMental
Kerja dengan NASA
TLX Mental dengan NASA TLX

Pengolahan Data
1. Perhitungan Skor Beban Kerja Mental
- perhitungan rating
- perhitungan bobot

Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 4.1 Diagram Alir Penelitian

Sumber: Pengolahan data (2019)

49
4.2.1 Deskripsi Metodologi Penelitian

Berikut ini merupakan deskripsi penelitian umum:

1. Mulai

Mulai adalah memulai penelitian beban kerja mental dengan menggunakan

metode NASA-TLX.

2. Studi Pendahuluan dan Observasi Lapangan

Studi pendahuluan adalah studi yang dilakukan untuk memperoleh

informasi tentang penelitian yang akan dilakukan. Studi pendahuluan

biasanya bersumber pada jurnal, buku dan berbagai referensi lainnya. Studi

pendahuluan dalam penelitian ini membahas beban kerja mental. Disamping

itu, peneliti juga melakukan observasi lapangan untuk mengetahui

permasalahan apa saja yang ada dalam penelitian yang akan dilakukan.

Observasi lapangan dilakukan di PT. Bina Cipta Jaya

3. Rumusan Masalah

Selanjutnya, mengidentifikasi msalah apa saja yang ada pada perusahaan.

Peneliti menentukan rumusan masalah yang akan diteliti.

4. Tujuan Penelitian

Tujuan masalah, ditentukan berdasarkan masalah pada perusahaan yang

telah ditentukan pada perumusan masalah, yaitu mengenai pengukuran

beban kerja mental dengan metode NASA-TLX.

5. Batasan Masalah

Menentukan batasan masalah agar pada penelitian ini topik pembahasan

tidak melebar dan fokus pada permasalahan yang akan diteliti.

50
6. Pengumpulan Data

Pada tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data dari hasil penelitian

yang digunakan untuk mendukung dan memecahkan permasalahan.

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan pengukuran langsung

terhadap data kuisioner pengukuran beban kerja mental dengan NASA

TLX, data masing-masing karyawan PT. Bina Cipta Jaya

7. Pengolahan Data

Setelah melakukan penelitian dan pengumpulan data, data yang didapat

harus diolah. Pengolahan data yang dilakukan antara lain yaitu perhitungan

skor beban kerja mental.

8. Analisa dan Pembahasan

Hasil pengumpulan dan pengolahan data kemudian akan dilakukan analisa

dan pembahasan sesuai dengan hasil perhitungan beban kerja mental pada

masing-masing karyawan.

9. Kesimpulan dan Saran

Pada tahap ini peneliti menentukan kesimpulan dari penelitian yang

diharapkan mampu menjawab tujuan penelitian dengan berdasarkan dari

hasil pengolahan data dan analisa data. Saran dapat ditujukan pada

Perusahaan tempat berlangsungnya Kerja Praktek, pada mahasiswa yang

akan melanjutkan penelitian di perusahaan yang sejenis, juga dapat

diberikan pada lainnya yang masih mempunyai keterkaitan dengan

pemanfatan laporan Kerja Praktek.

51
10. Selesai

Selesai adalah akhir dari penelitian.

HASIL PENELITIAN

Pengumpulan Data

Berikut ini merupakan pengumpulan data pada penelitian beban kerja mental pada

karyawan PT. Bina Cipta Jaya.

4.3.1 Data Karyawan

Berikut ini merupakan data responden karyawan PT Bina Cipta Jaya.

Tabel 4.4 Data Karyawan


No Nama
1 Al Imron
2 Haerul
3 Rohmat
4 Mian
5 Mastuhi
6 Sella Adhistya
7 Sanwani
Sumber: PT. Bina Cipta Jaya (2021)

4.4 Pengolahan Data

4.4.1 Perhitungan Beban Kerja Mental

Pada penelitian ni, terdapat 6 indikator penilaian beban kerja mental yaitu,

mental demand (MD), physical demand (PD), Temporal demand (TD), effort (EF),

Perfomance (OP), Frustation level (FR). Penjelasan pada masing-masing indikator

dapat dilihat pada tabel 3.

Langkah pertama yang dilakukan untuk menghitung beban kerja mental

adalah pembobotan. Pada tahap ini, responden diminta untuk menentukan salah

satu dari dua indikator yang dirasa lebih dominan menimbulkan beban kerja mental

52
dalam melakukan aktivitas kerja. pada pembobotan ini, terdapat 15 pasang

indikator. Berikut ini adalah pembobotan yang dilakukan oleh Al Imron.

PD/MD TD/PD TD/FR

TD/MD OP/PD TD/EF

OP/MD FR/PD OP/FR

FR/MD EF/PD OP/EF

EF/OP TD/OP EF/FR

Perbandingan indikator diatas, dihitung dengan tally untuk dinilai pada

masing-masing indikator. Indikator Berikut ini merupakan hasil pembobotan

berdasarkan pilihan responden yang sesuai dengan pasangan indikator yang ada.

Tabel 4.5 Pembobotan Beban Kerja Mental


Kategori Tally Nilai
MD I 1
PD III 3
TD II 2
OP IIII 4
EF IIII 4
FR I 1
Jumlah 15 15
Sumber: Pengumpulan Data (2021)

Langkah selanjutnya yaitu dilakukan peratingan. Dalam peratingan ini,

respoden diminta untuk memberikan tingkatan beban kerja mental yang dirasakan.

Tingkatan ini dilakukan dari skala 0 hingga 100. Dimana skala 0 menyatakan low,

sedangkan skala 100 menyatakan high. Berikut ini adalah hasil peratingan yang

dilakukan oleh Al Imron.

53
Tabel 4.6 Peratingan Beban Kerja Mental
Kategori Rating
MD 80
PD 80
TD 50
OP 80
EF 75
FR 55
Sumber: Pengumpulan Data (2021)

Tahap selanjutnya merupakan tahapan akhir untuk memperoleh skor beban

kerja mental yang dirasakan oleh Al Imron. Untuk itu dilakukan perkalian nilai

rating sesuai dengan tabel no 6 dan bobot sesuai dengan tabel no 5 yang telah

diperoleh dari tahap sebelumnya. Selanjutnya, total nilai dibagi dengan jumlah

bobot. Berikut ini merupakan hasil perhitungan skor beban kerja mental pada Al

Imron.

Tabel 4.7 Perhitungan Beban Kerja Mental


Kategori Rating Bobot Nilai
MD 80 1 80
PD 75 3 225
TD 50 2 100
OP 80 4 320
EF 75 4 300
FR 55 1 55
Sumber: Pengumpulan Data (2021)

Seuai rumus 1 untuk Karyawan Al Imron:

∑𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑀𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙 1.080


Skor beban kerja mental = ∑𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 𝑀𝑒𝑛𝑡𝑎𝑙 = = 72
15

Dengan demikian, berdasarkan tabel diatas, diperoleh beban kerja mental

pada Al Imron dengan menggunakan metode NASA-TLX sebesar 72. Berdasarkan

tabel no 2 mengenai klasifikasi beban kerja berdasarkan NASA-TLX, maka skor

54
beban kerja yang dialami Al Imron tergolong dalam kategori tinggi karena berada

pada rentang nilai 61-80.

4.4.2 Data beban kerja Karyawan

Untuk beban kerja operator lainnya dapat dihitung dengan cara yang sama.

Data beban faktor Nasa-TLX didapatkan pada kuesioner masing-masing karyawan

dengan menghitung jumlah masing-masing dari 6 indikator yang ada. Hasil

rekapitulasi perhitungan sebagai berikut:

Tabel 4.8 Hasil Pembobotan Pada Masing-Masing Karyawan


Beban Faktor Nasa-TLX
No Nama
MD PD TD OP EF FR Total
1 Al Imron 1 3 2 4 4 1 15
2 Haerul 3 1 4 1 3 3 15
3 Rohmat 2 2 2 4 3 2 15
4 Mian 2 4 2 1 5 1 15
5 Mastuhi 3 3 4 2 1 2 15
6 Sella Adhistya 3 2 2 3 4 1 15
7 Sanwani 1 4 3 2 4 1 15
Sumber: Pengumpulan Data (2021)

Langkah selanjutnya yaitu melakukan perhitungan pada 6 indikator masing-

masing operator dengan mengalikan nilai rating dan bobot. Setelah itu, Skor beban

kerja mental didapatkan sesuai dengan rumus 1.

Keterangan:
MD+PD+TD+OP+EF+FR
Total = ....................................................(2)
15

Tabel 4.9 Hasil Pembobotan dan Peratingan Pada Masing-Masing Karyawan


Deskripsi
No Nama Skor Beban Kerja
MD PD TD OP EF FR Total
1 Al Imron 80 225 100 320 300 55 1.080 72
2 Haerul 240 80 200 80 225 165 990 66
3 Rohmat 160 160 200 320 225 110 1175 78,33
4 Mian 160 320 160 50 80 375 1145 76,33

55
5 Mastuhi 240 240 320 100 160 75 1135 75,66
6 Sella Adhistya 150 100 160 150 240 75 875 58,33
7 Sanwani 75 200 240 100 160 80 855 57
Sumber: Pengumpulan Data (2021)

Sesui dengan rumus 2 adalah sebagai berikut.

Total skor Al Imron = MD+PD+TD+OP+FR+EF

= 80+225+100+320+300+55

= 1080

∑Karyawan 1
Skor Beban Kerja = 15

1080
= 15

= 72

Tabel 4.10 Klasifikasi Beban Kerja Karyawan


No Nama Skor Beban Kerja Mental Klasifikasi Beban Kerja
1 Al Imron 72 Tinggi
2 Haerul 66 Tinggi
3 Rohmat 78,33 Tinggi
4 Mian 76,33 Tinggi
5 Mastuhi 75,66 Tinggi
6 Sella Adhistya 58,33 Sedang
7 Sanwani 57 Sedang
Sumber: Pengumpulan Data (2021)

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Pada Al Imron memiliki skor beban kerja mental 72 dengan klasifikasi beban kerja

yang tinggi. Dari tabel 9 dapat dilihat rating paling tinggi yaitu indikator

Performance (OP) menunjukkan seberapa besar dalam memenuhi tujuan pekerjaan

yang sudah ditetapkan. Berdasarkan hasil yang didapat dapat disimpulkan bahwa

Al Imron mengalami usaha yang kerasa untuk melakukan pekerjaan.

56
Pada Haerul yang memiliki skor beban kerja mental 66 dengan klasifikasi

beban kerja yang sangat tinggi. Dari tabel 9 dapat dilihat rating paling tinggi yaitu

indikator Mental Demand (MD) menunjukkan seberapa besar gabungan dari usaha

mental dan perceptual yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Berdasarkan hasil yang didapat dapat disimpulkan bahwa Haerul mengalami usaha

yang keras untuk melakukan pekerjaan. Rohmat memiliki skor beban kerja mental

78,33 dengan klasifikasi beban kerja yang sangat tinggi. Dari tabel 9 dapat dilihat

rating paling tinggi yaitu indikator Performance (OP) menunjukkan seberapa besar

gabungan performansi yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Berdasarkan hasil yang didapat dapat disimpulkan bahwa Rohmat mengalami usaha

yang keras untuk melakukan pekerjaan.

Pada Mian memiliki skor beban kerja mental 76,33 dengan klasifikasi beban

kerja yang tinggi. Dari tabel 9 dapat dilihat rating paling tinggi yaitu indikator

Frustation Level (EF) menunjukkan seberapa besar gabungan dari usaha tidak aman

dan stres yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Berdasarkan hasil

yang didapat dapat disimpulkan bahwa Mian mengalami usaha yang kerasa untuk

melakukan pekerjaan. Pada Mastuhi memiliki skor beban kerja mental 75,66

dengan klasifikasi beban kerja yang tinggi. Dari tabel 9 dapat dilihat rating paling

tinggi yaitu indikator Temporal Demand (TD) menunjukan menunjukkan seberapa

besar jumlah tekanan yang dirasakan dalam melakukan pekerjaan. Berdasarkan

hasil yang didapat, dapat disimpulkan bahwa Mastuhi merasa aktivitas fisik yang

dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan berat.

57
Pada Sella memiliki skor beban kerja mental 58,33 dengan klasifikasi beban

kerja yang sangat tinggi. Dari tabel 9 dapat dilihat rating paling tinggi yaitu

indikator Effort (EF). EF menunjukkan seberapa besar gabungan dari usaha mental

dan fisik yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Berdasarkan hasil

yang didapat dapat disimpulkan bahwa Sella mengalami usaha yang kerasa untuk

melakukan pekerjaan. Pada Sanwani memiliki skor beban kerja mental 57 dengan

klasifikasi beban kerja yang sangat tinggi. Dari tabel 9 dapat dilihat rating paling

tinggi yaitu indikator Temporal Demand (TD) menunjukkan seberapa besar tekanan

yang dialami dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Berdasarkan hasil yang didapat

dapat disimpulkan bahwa Sanwani mengalami usaha yang keras untuk melakukan

pekerjaan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa dan uraian hasil perhitungan beban kerja pada

karyawan di PT Bina Cipta Jaya maka kesimpulanya yaitu:

1. Klasifikasi beban kerja mental pada Al Imron tinggi pada indikator OP.

Klasifiksi beban kerja mental pada Haerul sangat tinggi pada indikator MD.

Klasifiksi beban kerja mental pada Rohmat sangat tinggi pada indikator OP.

Klasifikasi beban kerja mental pada Mian tinggi pada indikator FR. Klasifikasi

beban kerja mental pada Mastuhi tinggi pada indikator TD. Klasifikasi beban

kerja mental pada Sella tinggi pada indikator EF. Klasifikasi beban kerja

mental pada Sanwani tinggi pada indikator TD.

2. Skor beban kerja Pada karyawan PT. Bina Cipta Jaya yang berjumlah 7 orang,

rata-rata beban kerja mental yang dialami adalah tergolong tinggi dan sedang.

58
Hal ini dikarenakan aktifitas kerja yang kontiniu pada jam kerja, adanya

pekerjaan rangkap/ganda, berdasarkan pengolahan data pada beban kerja

mental yang dialami oleh karyawan rata-rata memiliki beban yang tinggi pada

usaha karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya. Tuntutan pekerjaan yang

telah ditetapkan oleh perusahaan menyebabkan karyawan PT. Bina Cipta Jaya

harus bekerja secara optimal untuk meningkatkan kepuasan pelanggan serta

untuk mencapai tujuan dari pekerjaan tersebut. Karyawan PT. Bina Cipta Jaya

juga harus berkonsetrasi penuh dalam melakukan pekerjaannya, serta selalu

menggunakan Alat pelindung diri (APD) dan memperhatikan Standard

Operating Procedure (SOP) karena jika tidak, karyawan PT. Bina Cipta Jaya

akan mengalami hal yang bisa merugikan bagi diri sendiri maupun bagi

perusahaan. Hal tersebut merupakan pemicu dari beban kerja yang dialami

oleh karyawan PT. Bina Cipta Jaya.

5.2 Saran
Berikut ini merupakan saran dari penelitian:

1. Untuk penelitian selanjutnya mencari apa saja penyebab yang dapat memicu

beban kerja dari sisi lain seperti dari sisi ergonomis posisi duduk,

lingkungan kerja, tingkat kelelahannya.

2. Sebaiknya perusahaan menambahkan aktivitas untuk menurunkan beban

kerja seperti kegiatan outbound sehingga bisa menghilangkan tingkat

kebosanan, jenuh, stress dan memperbanyak reward untuk karyawan

khususnya yang berprestasi agar lebih termotivasi dalam bekerja.

59
DAFTAR PUSTAKA

Hart G.Sandra, 2006, Development of Nasa Tlx : Result of Empirical and

Theoretical Research, San Jose State University, California Nasa Task Load

Index (TLX)

Suhanto, 1999, Analisis Beban Kerja Psikis Dengan Metode SWAT dan Usulan

Perbaikan Program Kegiatan Taruna Akademik TNI Angkatan udara,

thesis, ITB: Bandung

Simanjuntak, R. A., & Situmorang, D. A. (2010). Analisis Pengaruh Shift Kerja

terhadap Beban Kerja Mental dengan Metode Subjective Workload

Assessment Technique (SWAT). Jurnal Teknologi, 3(1), 53-60.

Susetyo, J., Simanjuntak, R. A., & Wibisono, R.C. (2012). Pengaruh Beban Kerja

Mental Dengan Menggunakan Metode NASA TASK LOAD INDEX (TLX)

Terhadap Stres Kerja. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains &

Teknologi (SNAST) Periode III, 75-82.

Widyanti, A., Johnson, A., & Waard, D. d. (2010). Pengukuran Beban Kerja Mental

Dalam Searching Task Dengan Metode Rating Scale Mental Effort

(RSME). J@TI UNDIP, V(1), 1-6

Hidayat, T. F., Pujangkoro, S., Anizar. (2013). Pengukuran Beban Kerja Perawat

Menggunakan Metode NASA-TLX di Rumah Sakit XYZ. e-Jurnal Teknik

Industri FT USU. Volume 2 (No. 1), 42-47.

60
Hendrawan B (2013). Pengukuran Dan Analisis Beban Kerja Pegawai Bandara

Hang Nadim, Jurusan Manajemen Bisnis Politeknik Negeri Batam ,

Parkway street, Batam Centre, Batam 29461, Indonesia

Mariawati, Ade Sri. (2013). Penilaian Beba Kerja Psikologis Operator Stasiun

Kerja Menggunakan Metode NASA-TLX: Universitas Sultan Agung

Tirtayasa.

Dhania D. R (2010). Pengaruh Stres kerja, Beban Kerja Terhadap Kepuasan

kerja(Studi Pada Medical Representative Di Kota Kudus), Universitas

Muria Kudus.

Napitupulu, N. (2009). Gambaran Penerapan Ergonomi dalam Penggunaan

Komputer pada Pekerja di PT. X. Skripsi. Universitas Indonesia.

Permata Sari, RI. (2017). Pengukuran Beban Kerja Karyawan Menggunakan

Metode NASA-TLX di PT Tranka Kabel. Sosio E-Kons. Volume 9 (No. 3),

223 – 231.

Fithri P, Anisa W F (2017). Pengukuran Beban Kerja Psikologis Dan Fisiologis

Pekerja Di Industri Tekstil, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik,

Unibversitas Andalas, Kampus Unand Limau Manis, Kecamatan Pauh,

Padang, 25163, Indonesia

Ramadhania N, Parwati N (2015). Pengukuran Beban Kerja Psikologis Karyawan

Call Center Menggunakan metode NASA-TLX Pada PT XYZ, Teknik

Industri, Fakultas Sains Dan Teknologi, Universitas AL-azhar Indonesia,

Komplek Masjid Agung Al-azhar, Jalan Sisingamangaraja, Jakarta Selatan

61
Puspitasari, D. (2009). Penerapan Metode Fuzzy Analytical Hierarchy Process

dalam Penentuan Kriteria Penilaian Performa Vendor. Skripsi. Universitas

Indonesia.

Putri, U. L. dan Handayani. N. U. (2017). Analisis Beban Kerja Mental dengan

Metode NASA TLX pada Departemen Logistik PT ABC. Industrial

Engineering Online Journal. Volume 6 (No. 2), 1-10.

Rahayu, N. S. (2014). Analisis Perbaikan Kondisi Lingkungan Kerja Terhadap

Beban Kerja Mental. Jurnal Teknik Industri. Volume 15 (No. 1), 80-87.

Susanti, S., Pawennari, A., Afiah, I. N., Dahlan, M., & Rauf, N. (2017).

Analisis Pengukuran Beban Kerja Mental Perawat Unit Gawat Darurat dengan

Metode NASA-Task Load Index. Prosiding SNTI dan SATELIT, B324-328.

62

Anda mungkin juga menyukai