Anda di halaman 1dari 41

LANDASAN TEORI

1. Ergonomi

1.1. Defenisi
1
Istilah “ergonomi” berasal dari bahasa latin yaitu ergon (kerja) dan nomos

(hukum alam) dan dapat didefenisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia

dalam lingkungan kerjanya ayng ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,

engineering, manajemen dan desain/ perancangan.. Ergonomi berkenaan pula

dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan, dan kenyamanan manusia di

tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi

tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling

berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan

manusianya. Ergonomi disebut juga sebagai “Human Factors”. Ergonomi juga

digunakan oleh berbagai macam ahli / profesional pada bidangnya misalnya : ahli

anatomi, arsitektur, perancangan produk industri, fisika, fisioterapi, terapi

pekerjaan, psikologi, dan teknik industri. (Defenisi diatas adalah berdasar pada

International Ergonomics Association). Selain itu ergonomi juga dapat diterapkan

untuk bidang fisiologi, psikologi, perancangan, analisis, sintesis, evaluasi proses

kerja dan produk bagi wiraswastawan, manajer, pemerintah, militer, dosen, dan

mahasiswa.

Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas rancang bangun

(desain) ataupun rancang ulang (re-desain). Hal ini dapat meliputi perangkat keras

1
Nurmianto, Eko. 2005. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya : Guna Widya.
seperti misalnya perkakas kerja (tools), bangku kerja (benches), platform, kursi,

pegangan alat kerja (workholders), sistem pengendali (controls), alat peraga

(display), jalan/ lorong (access ways), pintu (doors), jendela (windows), dan lain-

lain. Masih dalam kaitan dengan hal tersebut diatas adalah bahasan mengenai

rancang bangun lingkungan kerja (working environment), karena jika sistem

perangkat keras berubah maka akan berubah pula lingkungan kerjanya.

Ergonomi dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu

organisasi, misalnya : penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian

waktu kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain-lain. Ergonomi

dapat pula berfungsi sebagai desain perangkat lunak karena dengan semakin

banyaknya pekerjaan yang berkaitan erat dengan komputer. Penyampaian informasi

dalam suatu sistem komputer harus pula diusahakan sekompatibel mungkin sesuai

dengan kemampuan pemrosesan informasi oleh manusia.

Disamping itu ergonomi juga memberikan peranan penting dalam

meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja, misalnya : desain suatu

sistem kerja untuk mengurangi rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka dan otot

manusia, desain stasiun kerja untuk alat peraga visual (visual display unit station).

Hal itu adalah untuk mengurangi ketidaknyamanan visual dan postur kerja, desain

suatu perkakas kerja (handtools) untuk mengurangi kelelahan kerja, desain suatu

peletakan instrumen dan sistem pengendalian agar didapat optimasi dalam proses

transfer informasi dengan dihasilkannya suatu respon yang cepat dengan

meminimumkan resiko kesalahan, serta upaya didapatkan optimasi, efisiensi kerja

dan hilangnya resiko kesehatan akibat metoda kerja yang kurang tepat.
Penerapan faktor ergonomi lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah

untuk desain dan evaluasi produk. Produk-produk ini haruslah dapat dengan mudah

diterapkan (dimengerti dan digunakan) pada sejumlah populasi masyarakat tertentu

tanpa mengakibatkan bahaya/ resiko dalam penggunaannya.


2
Ergonomi dapat didefenisikan sebagai suatu disiplin yang mengkaji

keterbatasan, kelebihan, serta karakteristik manusia, dan memanfaatkan informasi

tersebut dalam merancang produk, mesin, fasilitas, lingkungan, dan bahkan sistem

kerja, dengan tujuan utama tercapainya kualitas kerja yang terbaik tanpa

mengabaikan aspek kesehatan, keselamatan, serta kenyamanan manusia

penggunanya. Mengacu pada defenisi ini, dapat dikatakan bahwa hampir semua

objek rancangan yang berhubungan (berinteraksi) dengan manusia memerlukan

ilmu ergonomi. Beberapa defenisi serta pengertian mengenai ergonomi dapat

dilihat pada poin-poin berikut ini.

- “Ergonomi merupakan kajian interaksi antara manusia dan mesin, serta faktor-

faktor yang memengaruhinya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kinerja

sistem secara keseluruhan” (Bridger, 2009).

- “Ergonomi merupakan suatu ilmu antardisiplin, yang mengkaji interaksi antara

manusia dan objek yang mereka gunakan” (Pulat, 1997).

- “Ergonomi merupakan aplikasi prinsip-prinsip ilmiah, metode, dan data yang

diperoleh dan beragam disiplin yang ditujukan dalam pengembangan suatu sistem

rekayasa, dimana manusia memiliki peran yang signifikan” (Kroemer et al., 2004).

2
Iridiastadi, Hardianto, Yassierli. 2014. Ergonomi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Hal. 4-7
- “Ergonomi merupakan suatu aktivitas multidisiplin yang diarahkan untuk

mengumpulkan informasi tentang kapasitas dan kemampuan manusia, dan

memanfaatkannya dalam merancang pekerjaan, produk, tempat kerja, dan peralatan

kerja” (Chengular et al., 2004)

- “Ergonomics (or human factors) is the scientific discipline concerned with the

understanding of interactions among humans and other elements of a sistem, and

the profession that applies theory, other principles, data, and methods to design in

order to optimize human well-being and overall sistem performance” (International

Ergonomics Association).

Dengan demikian, pada dasarnya ergonomi adalah ilmu yang mempelajari

berbagai aspek dan karakteristik manusia (kemampuan, kelebihan, keterbatasan,

dan lain-lain) yang relevan dalam konteks kerja, serta memanfaatkan informasi

yang diperoleh dalam upaya merancang produk, mesin, alat, lingkungan, serta sitem

kerja yang terbaik. Tujuan utama yang hendak dicapai adalah tercapainya sistem

kerja yang produktif dan kualitas kerja yang terbaik, disertai dengan kemudahan,

kenyamanan, dan efisiensi kerja, tanpa mengabaikan kesehatan dan keselamatan

kerja. Dalam perkembangannya, kata “kerja” dapat dikonotasikan sebagai semua

tempat dimana manusia melakukan berbagai aktivitas untuk mencapai tujuannya.

Perbaikan kerja, dalam konteks ergonomi, antara lain dapat dilakukan dengan cara

memperbaiki proses interaksi yang terjadi, merancang pekerjaan sehingga cocok

dengan karakteristik manusia penggunanya, memperbaiki lingkungan fisik kerja,

serta merancang lingkungan organisasi yang sesuai dengan kebutuhan psikologis

dan sosiologis manusia.


Tujuan penerapan ergonomi dapat pula dibuat dalam suatu hierarki

(kroemer et al., 2004), dengan tujuan yang paling rendah adalah sistem kerja yang

masih dapat diterima (tolerable) dalam batas-batas tertentu, asalkan sistem ini tidak

memiliki potensi bahaya terhadap kesehatan dan nyawa manusia. Tujuan yang lebih

tinggi adalah suatu keadaan ketika pekerja dapat menerima kondisi kerja yang ada

(acceptable), dengan mengingat keterbatasan yang bersifat teknis maupun

organisatoris. Pada tingkat yang paling tinggi, ergonomi bertujuan untuk

menciptakan kondisi kerja yang optimal, yaitu beban dan karakteristik pekerjaan

telah sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan individu pengguna sistem kerja.

Ergonomi merupakan suatu pendekatan yang bersifat multidisiplin.

Beberapa bidang ilmu yang terkait erat antara lain rekayasa, matematika dan

statistik, anatomi dan fisiologi, psikologi terapan, serta sosiologi. Ergonomi

diharapkan dapat membantu menyelesaikan sejumlah masalah di tempat kerja.

Ergonomi (ergonomics) berasal dari kata yunani yaitu ergo (Yunani lama,

yang berarti kerja) dan nomos (yang berarti hukum). Dalam hal ini pengertian yang

dipakai cukup luas termasuk faktor lingkungan kerja dan metode kerja. Ergonomi

adalah hubungan antara manusia dengan lingkungan kerjanya, yaitu keseluruhan

alat perkakas dan bahan yang dihadapi (task), organisasi atau metode kerjanya dan

lingkungan sekitar kerjanya (environment). Ergonomi dapat diartikan sebagai

hubungan/keterkaitan antara manusia dan lingkungan-nya secara sistematis

sehingga dapat tercipta sistem dan lingkungan kerja yang lebih sesuai dengan

manusia. Pada gilirannya akan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas kerja, serta

dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman, mapan dan nyaman. International
Labour Organization (ILO) mendefinisikan ergonomi sebagai berikut: Ergonomi

ialah penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai

penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum dengan tujuan

agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan.

Pendekatan ergonomi dalam perancangan stasiun dan/ atau fasilitas kerja di

industri telah menempatkan rancangan sistem kerja manusia-mesin yang awalnya

serba rasional-mekanistik menjadi tampak lebih manusiawi. Disini faktor yang

terkait dengan fisik (faal/fisiologi) maupun perilaku (psikologi) manusia baik

secara individu pada saat berinteraksi dengan mesin dalam sebuah rancangan sistim

manusia-mesin dan lingkungan kerja fisik akan dijadikan pertimbangan utama.

Persoalan perancangan tata cara kerja di lini aktivitas produksi nampaknya juga

akan terus terarah pada segala upaya untuk mengimplementasikan konsep “human-

centered engineered sistems” dalam perancangan teknologi produk maupun proses

dengan mengkaitkan faktor manusia didalamnya. Pendekatan ergonomi yang

dilakukan dalam perancangan sistem produksi di lantai produksi akan mampu

menghasilkan sebuah rancangan sistem manusia-mesin yang sesuai dengan

ekspektasi manusia pekerja atau tanpa menyebabkan beban kerja yang melebihi

ambang batas (fisik maupun psikologis) manusia untuk menahannya. Dalam hal ini

akan diaplikasikan segala macam informasi yang berkaitan dengan faktor manusia

(kekuatan, kelemahan/keterbatasan) dalam perancangan sistem kerja yang meliputi

perancangan produk (man-made objects), mesin & fasilitas kerja dan/atau

lingkungan kerja fisik yang lebih efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien

(ENASE). Rekayasa manusia (human engineering) yang dilakukan terhadap sistem


kerja tersebut diharapkan akan mampu (a) memperbaiki performans kerja manusia

seperti menambah kecepatan kerja, ketelitian, keselamatan, kenyamanan dan

mengurangi penggunaan enersi kerja yang berlebihan dan mengurangi kelelahan

(b) mengurangi waktu yang terbuang sia-sia untuk pelatihan dan meminimalkan

kerusakan fasilitas kerja karena human errors; dan (c) meningkatkan “functional

effectiveness” dan produktivitas kerja manusia dengan memperhatikan karakteristik

manusia dalam desain sistem kerja (Suyatno, 1985; Wignjosoebroto, 2001).

1.2. Sejarah
3
Istilah “ergonomi” mulai dicetuskan pada tahun 1949, akan tetapi aktivitas

yang berkenaan dengannya telah bermunculan puluhan tahun sebelumnya.

Beberapa kejadian penting diilustrasikan sebagai berikut :

C.T. Thackrah, England, 1831

Thackrah adaah seorang dokter dari Inggris/ England yang meneruskan

pekerjaan dari seorang Italia bernama Ramazzini, dalam serangkaian kegiatan yang

berhubungan dengan lingkungan kerja yag tidak nyaman yang dirasakan oleh para

operator di tempat kerjanya. Ia mengamati postur tubuh pada saat bekerja sebagai

bagian dari masalah kesehatan. Pada saat itu Thackrah mengamati seorang penjahit

yang bekerja dengan posisi dan dimensi kursi-meja yang kurang sesuai secara

antropometri, serta pencahayaan yang tidak ergonomis sehingga mengakibatkan

membungkuknya badan dan iritasi indera penglihatan. Disamping itu juga

mengamati para pekerja yang berada pada lingkungan kerja dengan temperatur

3
Op. Cit. Nurmianto, Eko. Hal -
tinggi, kurangnya ventilasi, jam kerja yang panjang, dan gerakan kerja yang

berulan-ulang (repetitive work).

F.W. Taylor, U.S.A., 1898

Frederick W. Taylor adalah seorang insinyur Amerika yang menerapkan

metoda ilmiah untuk menentukan cara yang terbaik dalam melakukan suatu

pekerjaan. Beberapa metodanya merupakan konsep ergonomi dan manajemen

modern.

F.B. Gilbreth, U.S.A., 1911

Gilbreth juga mengamati dan mengoptimasi metode kerja, dalam hal ini

lebih mendetail dalam Analisa Gerakan dibandingkan dengan Taylor. Dalam

bukunya Motion Study yang diterbitkan pada tahun 1911 ia menunjukkan

bagaimana postur membungkuk dapat diatasi dengan mendesain suatu sistem meja

yang dapat diatur naik-turun (adjustable).

Badan Penelitian untuk Kelelahan Industri (Industrial Fatigue Research Board),

England, 1918

Badan ini didirikan sebagai penyelesaian masalah yang terjadi di pabrik

amunisi pada Perang Dunia Pertama. Mereka menunjukkan bagaimana output

setiap harinya meningkat dengan jam kerja per harinya yang menurun. Disamping

itu mereka juga mengamati waktu siklus optimum untuk sistem kerja berulang

(repetitive work sistems) dan menyarankan adanya variasi dan rotasi pekerjaan.

E. Mayo dan Teman-temannya, U.S.A., 1933

Elton Mayo seorang warga negara Australia, memulai beberapa studi di

suatu Perusahaan Listrik yaitu Western Electric Company, Hawthorne, Chicago.


Tujuan studinya adalah untuk mengkuantifikasi pengaruh dari variabel fisik seperti

misalnya pencahayaan dan lamanya waktu istirahat terhadap faktor efisiensi dari

para operator kerja pada unit perakitan.

Perang Dunia Kedua, England dan U.S.A.

Masalah operasional yang terjadi pada peralatan militer yang berkembang

secara cepat (seperti misalnya pesawat terbang) harus melibatkan sejumlah

kelompok interdisiplin ilmu secara bersama-sama sehingga mempercepat

perkembangan ergonomi pesawat terbang.

Masalah yang ada pada saat itu adalah penempatan dan identifikasi untuk

pengendali pesawat terbang, efektivitas alat peraga (display), handel pembuka,

ketidak-nyamanan karena terlalu panas atau terlalu dingin, desain pakaian untuk

suasana kerja yang terlalu panas atau terlalu dingin dan pengaruhnya pada kinerja

operator.

Pembentukan Kelompok Ergonomi

Pembentukan Masyarakat Peneliti Ergonomi (The Ergonomics Research

Society) di England pada tahun 1949 melibatkan beberapa profesional yang telah

banyak berkecimpung dalam bidang ini. Hal ini menghasilkan jurnal (majalah

ilmiah) pertama dalam bidang ergonomi pada Nopember 1957. Perkumpulan

Ergonomi Internasional (The International Ergonomics Association) terbentuk

pada tahun 1957, dan The Human Factors Society di Amerika pada tahun yang

sama. Disamping itu patut diketahui pula bahwa konperensi Ergonomi Australia

yang pertama diselenggarakan pada tahun 1964, dan hal ini mencetuskan
terbentuknya Masyarakat Ergonomi Australia dan New Zealand (The Ergonomics

Society of Australia and New Zealand).

1.3. Dasar Keilmuan dari Ergonomi

Banyak penerapan ergonomi yang hanya berdasarkan sekedar “common

sense” (dianggap suatu hal yang sudah biasa terjadi), dan hal itu benar, jika

sekiranya suatu keuntungan yang besar bisa didapat hanya sekedar dengan

penerapan suatu prinsip yang sederhana. Hal ini biasanya merupakan kasus dimana

ergonomi belum dapat diterima sepenuhnya sebagai alat untuk proses desain, akan

tetapi masih banyak aspek ergonomi yang jauh dari kesadaran manusia.

Karakteristik fungsional dari manusia seperti kemampuan penginderaan, waktu

respon / tanggapan, daya ingat, posisi optimum, tangan dan kaki untuk efisiensi

kerja otot, dan lain-lain adalah merupakan suatu hal yang belum sepenuhnya

dipahami oleh masyarakat awam. Agar didapat suatu perancangan pekerjaan

maupun produk yang optimum daripada tergantung dan harus dengan “trial and

error” maka pendekatan ilmiah harus segera diadakan.

Ilmu-ilmu terapan yang banyak berhubungan dengan fungsi tubuh manusia

adalah anatomi dan fisiologi. Untuk menjadi ergonom diperlukan pengetahuan

dasar tentang fungsi dari sistem kerja kerangka otot. Yang berhubungan dengan hal

tersebut adalah Kinesiologi Biomekanika (aplikasi ilmu mekanika teknik untuk

analisis sistem kerangka otot-manusia). Ilmu-ilmu ini akan memberikan modal

dasar untuk mengatasi masalah postur dan pergerakan manusia di tempat dan ruang

kerjanya.
Disamping itu suatu hal yang vital pada penerapan ilmiah untuk ergonomi

adalah Antropometri (kalibrasi tubuh manusia). Dalam hal ini terjadi penggabungan

dan pemakaian data antropometri dengan ilmu-ilmu statistik yang menjadi

prasyarat utamanya.

1.4. Studi Tentang Sistem Kerja Secara Global

Dalam penerapan ergonomi, adalah penting untuk secara langsung

mengikutsertakan pembahasan tentang sistem secara menyeluruh agar tidak perlu

adanya studi lanjut maupun re-desain.

Sebagai contoh adalah dalam mendesain ruang kerja untuk pengemudi

kendaraan misalnya, hal-hal seperti berikut perlu dipertimbangkan :

a. Acces (getting in and out) – masalah utama desain interior alat transportasi.

b. Restraint – pemasangan sabuk pengaman pada alat transportasi

c. Visibility – untuk para pejalan kaki (pedestrian), lampu parkir, alat transportasi,

blind spots, dan lain-lain.

d. Seating – memberikan penyangga punggung (back support), penyangga lengan,

beban merata untuk distribusi berat tubuh pada tempat duduk, penyerap getaran,

mampu atur (adjustability), dan lain-lain.

e. Displays (instrument) – beberapa hal utama antara lain : visibility, lighting,

clarity.

f. Controls – mudah dijangkau, mudah diidentifikasi dan operasi, posisi dan

pergerakan yang standar.


g. Lingkungan – cukup ventilasi, hindari pengaruh panas langsung yang berlebihan,

hindari bentuk yang meruncing/ tajam (sharp contour) pada panel instrumen.

Kadang kala kita berhadapan dengan keterbatasan dalam penempatan

lingkup kinerja secara ergonomi, akan tetapi berbagai macam usaha hendaknya

selalu dilakukan dalam rangka penyesuaian sebaik mungkin dengan sistem kerja

yang ada.

1.6. Perkembangan Disiplin Ilmu Ergonomi


4
Penerapan ergonomi di tempat kerja umumnya dilakukan dengan upaya

evaluasi dan perbaikan pada aspek individu pekerja serta aktivitas yang

dilakukannya. Pendekatan ini bersifat mikro, dan usaha perbaikan sering

difokuskan pada perbaikan cara kerja, penggunaan alat bantu, evaluasi postur kerja,

serta perancangan ulang metode dan tempat kerja. Indikator yang sering digunakan

dapat berupa peningkatan produktivitas, biaya produksi, serta peningkatan kualitas

produk. Pendekatan ini umumnya bersifat reaktif, relatif lebih mudah untuk

diterapkan, dan tidak memerlukan keterlibatan banyak unit didalam suatu

organisasi. Namun, cara seperti ini terkadang kurang efektif dalam mendukung

tujuan organisasi secara keseluruhan.

Pendekatan lain yang tengah berkembang adalah analisis ergonomi pada

tingkatan yang lebih luas (makro). Pada tingkat makro, evaluasi lebih diarahkan

pada aspek-aspek seperti organisasi kerja, teamwork, pemilihan teknologi,

komunikasi, dan pemberian umpan balik. Melalui pendekatan ini, sejumlah

4
Op. Cit. Iridiastadi, Hardianto, Yassierli. Hal. 8-241
pertanyaan yang perlu dijawab antara lain: tingkat beban kerja yang optimal,

mekanisme komunikasi dan umpan balik, kesesuaian antara teknologi dan

karakteristik tim maupun organisasi, peran pekerja dalam melakukan perencanaan

dan kontrol, dan sebagainya. Pekerja cenderung lebih aktif berpartisipasi dalam

membantu tercapainya tujuan organisasi. Pada tingkat individu pekerja, tujuan ayng

ingin dicapai adalah peningkatan “quality of worklife”. Implementasi pendekatan

seperti ini menjadi relatif lebih kompleks, karena bersifat proaktif dan melibatkan

banyak faktor yang harus dipertimbangkan secara bersama-sama. Kontribusinya

dalam jangka panjang dapat sangat positif bagi organisasi, karena program

ergonomi diintegrasikan dengan strategi perbaikan proses bisnis organisasi

(misalnya Lean, atau Six-Sigma). Hendrick (2000) mengusulkan nama macro

ergonomics sebagai suatu pendekatan yang memanfaatkan konsep sosio-technical

sistem, yang dipercaya dapat lebih meningkatkan efektivitas penerapan ergonomi

di tempat kerja.

1.7. Bidang-Bidang Kajian Ergonomi

Cikal bakal ergonomi adalah pemanfaatan dari sejumlah ilmu dasar yang

mempelajari manusia, seperti anatomi, fisiologi, kedokteran, ortopedi, psikologi,

serta sosiologi. Ergonomi kemudian tumbuh dan berubah dengan pesat. Selain itu,

ergonomi dalam konteks perancangan banyak memanfaatkan ilmu-ilmu rekayasa.

Berikut adalah sebagian dari berbagai sub-disiplin ergonomi.

a. Antropometri, yaitu bidang yang mengkaji dimensi fisik tubuh manusia,

termasuk usia, tinggi berdiri, bobot, panjang jangkauan lengan, tinggi duduk, dan
lain sebagainya. Data antropometri banyak dimanfaatkan dalam perancangan

produk, peralatan, serta tempat kerja.

b. Biomekanika Kerja, yaitu suatu bidang yang memfokuskan pada proses

mekanika (gaya, momen, kecepatan, percepatan, serta tekanan) yang terjadi pada

tubuh manusia, terkait dengan aktivitas fisik yang dilakukan pekerja. Contoh

penerapan biomekanika adalah dalam penentuan bobot beban maksimal yang boleh

diangkat oleh seseorang, dengan meminimalkan risiko cedera pada tulang belakang,

atau dalam memahami bagaimana proses terpeleset/ terjatuh dapat terjadi.

c. Fisiologi Kerja, yaitu bidang kerja ergonomi yang mengkaji respons fungsi-

fungsi tubuh (misalnya sistem kardiovaskular), yang terjadi saat bekerja.

Aplikasinya dapat berupa penentuan besar beban kerja (energi yang dikeluarkan)

bila dibandingkan dengan kemampuan metabolik pekerja (misalnya kapasitas

aerobik maksimal), serta penentuan jadwal kerja-istirahat optimal yang

meminimalkan stress dan kelelahan.

d. Human information processing dan ergonomi kognitif, yaitu bidang ergonomi

yang mempelajari bagaimana manusia memproses informasi dari lingkungannya,

dimulai dari tahap mengindra adanya stimulus dan mempersiapkannya, sampai

dengan mengambil keputusan dan melakukan tindakan yang diperlukan. Bidang ini

mempelajari proses persepsi, mengingat, pemberian perhatian, serta pengambilan

keputusan. Bidang ini sangat bermanfaat, sebagai contoh, dalam memahami

bagaimana seorang operator mengartikan data yang diberikan oleh suatu display,

dalam menentukan moda yang terbaik (lisan, tulisan, atau berupa gambar), dalam
menyampaikan informasi kritis kepada pengguna, atau dalam menentukan besarnya

beban mental seorang operator.

e. Human-Computer Interaction (HCI), yaitu bidang ergonomi yang mengkaji dan

merancang interaksi antara pengguna dan sistem komputer, dengan salah satu

tujuannya antara lain meminimalkan kesalahan, meningkatkan kinerja sistem

operasi, serta meningkatkan kepuasan pengguna. Dalam penerapannya, pada

bidang ini dikaji rancangan perangkat keras maupun lunak seperti apa yang sesuai

dengan karakteristik (psikologis dan mental) dari para penggunanya.

f. Displays dan controls, yaitu bidang ergonomi yang memiliki fokus berupa kajian

atas rancangan display maupun kontrol yang cocok dengan karakteristik

penggunanya. Contoh aplikasiknya antara lain: penentuan jenis display (misalnya

analog versus digital), display untuk mesin-mesin industri, display dan kontrol pada

kabin pesawat, maupun ACT (Air Traffic Controler), dan lain-lain.

g. Lingkungan kerja, yaitu bidang yang mencoba memahami respons manusia

terhadap lingkungan fisik kerja, termasuk kebisingan, temperatur, pencahayaan,

getaran, dan lain sebagainya. Informasi yang diperoleh dari bidang kajian ini dapat

dimanfaatkan dalam menentukan, contohnya, penempatan lampu penerangan, lama

waktu istirahat, dampak rotasi kerja, serta efek penggunaan alat pelindung diri.

h. Ergonomi makro, berangkat dari konsep sosi-teknologi, bidang ini merupakan

suatu pendekatan sistem dalam mengkaji kesesuaian antara individu, organisasi,

teknologi, serta proses interaksi yang terjadi. Tujuannya adalah tercapainya tujuan

organisasi secara efektif dan berkelanjutan melalui evaluasi organisasi kerja.

Dengan demikian, perbaikan tidak difokuskan pada operator dan pekerjanya,


namun lebih pada perancangan sistem secara keseluruhan sebagai upaya yang

efisien dalam mencapai tujuan organisasi. Manfaat bidang ini antara lain berupa

perbaikan sistem kerja yang bersifat bottom-up, peningkatan quality of work life,

serta minimasi biaya yang terkait dengan implementasi teknologi baru.

1.8. Nilai Sosial Ergonomi


5
Ergonomi dapat berkontribusi pada kesejahteraan manusia dalam hal

keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan. Kejadian sehari-hari seperti kecelakaan

di tempat kerja, lalu lintas dan di rumah, serta bencana yang melibatkan derek,

pesawat terbang, dan stasiun tenaga nuklir seringkali dapat dikaitkan dengan

kesalahan manusia. Dari analisis kegagalan ini, nampaknya penyebabnya adalah

hubungan yang buruk dan tidak memadai antara operator dan tugas mereka.

Probabilitas kecelakaan dapat dikurangi dengan memperhitungkan kemampuan dan

keterbatasan manusia yang lebih baik ketika merancang pekerjaan dan lingkungan

kehidupan sehari-hari. Dalam desain sistem teknis yang kompleks seperti instalasi

proses, pesawat terbang dan pembangkit listrik (nuklir), ergonomi telah menjadi

salah satu faktor desain terpenting dalam mengurangi kesalahan operator.

Akhirnya, ergonomi dapat berkontribusi pada realisasi produk yang ramah

pengguna. Misalnya, banyak produk pelanggan (misal: perangkat input untuk

komputer) dipromosikan sebagai ergonomis, menunjukkan kenyamanan dan

kesenangan selama penggunaan produk.

5
Dul, Jan, Bernard Weerdmeester. 2008. Ergonomics for Beginners.
1.9. Nilai Ekonomi Ergonomi

Dengan defenisi, ergonomi dapat melayani tujuan sosial (kesejahteraan) dan

tujuan ekonomi (kinerja). Di tingkat masyarakat, ergonomi dapat berkontribusi

pada pengurangan biaya karena masalah kesehatan yang dapat dicegah seperti

gangguan muskuloskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan dengan

memperbaiki kondisi kerja. Biaya sosial termasuk biaya perawatan kesehatan untuk

pengobatan gangguan dan biaya yang berkaitan dengan hilangnya produktivitas

tenaga kerja karena ketidakhadiran di tempat kerja.

Di tingkat perusahaan, ergonomi dapat berkontribusi pada keunggulan

kompetitif perusahaan. Dengan proses produksi yang dirancang secara ergonomis,

perusahaan dapat meningkatkan kinerja manusia dalam hal produktivitas dan

kualitas, dan dapat mewujudkan pengurangan biaya yang penting. Selain itu,

dengan produk yang dirancang secara ergonomis, perusahaan dapat memberikan

manfaat bagi pelanggannya, yang melebihi produk pesaing.

2. Ergonomi Makro

2.1. Tujuan

Ergonomi makro merupakan pendekatan sistem sosioteknik secara top-

down dalam menganalisis, merancang, atau memperbaiki sistem kerja dan

organisasi kerja kemudian mengharmonisasikan perancangan tersebut kedalam

elemen-elemennya secara keseluruhan. Cakupan kajian ergonomi makro meliputi

struktur organisasi, tata kelola proses kerja, sistem komunikasi, kerjasama tim,

perancang partisipasi, hingga evaluasi teknologi dan alih teknologi.


Ergonomi makro mengupayakan adanya keseimbangan antara faktor-faktor

dalam sistem kerja dan organisasi kerja. Terjadinya perubahan dalam salah satu

elemen sistem kerja akan mempengaruhi elemen-elemen yang lain, sehingga jika

semua elemen yang ada tidak dirancang secara sistem maka akan terjadi

ketidaksesuaian. Ketidaksesuaian ini dapat menyebabkan masalah pada

keselamatan, produktivitas, efisiensi, dan kualitas. Tujuan yang ingin dicapai oleh

ergonomi makro adalah untuk mengoptimalkan rancangan sistem kerja dalam

kaitannya dengan sistem sosioteknik, dan kemudian membawa karakteristik hasil

rancangan tersebut ke level yang lebih bawahnya (mikro) sehingga tercipta sistem

kerja yang harmonis.

2.2. Sejarah

Munculnya istilah ergonomi makro tidak dapat dilepaskan dari hal W.

Hendrick yang pertama kali mencetuskannya pada 1984. Konsep ergonomi makro

muncul seiring dengan ketidakmampuan organisasi untuk berubah menyesuaikan

dengan kecepatan perubahan teknologi. Pertemuan tahunan Human Factors Society

di Amerika Serikat atau yang sekarang lebih dikenal dengan HFES (Human Factors

and Ergonomics Society) pada tahun 1980 sebenarnya telah mengidentifikasi

adanya kebutuhan akan pentingnya ergonomi makro. Dalam pertemuan tersebut

komite ini menemukan beberapa perkembangan dalam manajemen organisasi dan

teknologi yang perlu diantisipasi, diantaranya adalah sebagai berikut.


1. Kemunculan teknologi-teknologi baru yang secara mendasar akan mengubah

cara kerja, contohnya mikroelektronika, otomatisasi, dan perkembangan

komputer.

2. Peningkatan jumlah tenaga kerja kantoran (white collar) yang memiliki tingkat

pendidikan dan pengalaman yang lebih kompleks sehingga membutuhkan

organisasi yang lebih adaptif.

3. Adanya keinginan dari pekerja untuk dapat lebih berpartisipasi dalam

pengambilan keputusan terkait dengan pekerjaan yang dilakukannya, ingin

memiliki pekerjaan yang bermakna karena lebih partisipatif, serta ingin memiliki

hubungan sosial di lingkungan tempat kerja.

4. Kurang efektifnya intervensi ergonomi mikro (dengan pendekatan bottom-up)

untuk mencapai tujuan organisasi dalam mengurangi jumlah cedera dan

kecelakaan serta meningkatkan produktivitas.

5. Adanya tuntutan yang semakin tinggi pada produk dan tempat kerja untuk

memperhatikan aspek keselamatan dan rancangan yang ergonomis.

Perkembangan diatas kemudian direspons oleh para ahli ergonomi dengan

mengintegrasikan rancangan organisasi dan faktor manajemen dalam konteks

ergonomi, yang memunculkan subdisiplin ergonomi makro.

Dalam berbagai referensi, salah satu contoh klasik yang dimunculkan

menggambarkn pentingnya pendekatan sosioteknik adalah studi yang dilakukan

oleh Tavistock Institute of Human Relation di Inggris, yang kemudian dikenal

sebagai Tavistock Study. Studi ini dilakukan pada area tambang. Sebelum tahun

1950-an, pekerja tambang bekerja berkelompok dengan menggunakan alat kerja


secara manual. Setiap kelompok memiliki kontrol secara internal terhadap apa

yang mereka lakukan dan masing-masing pekerja melakukan pekerjaan beragam

dan saling bergantian (rotasi). Kepuasan kerja terutama yang berkaitan dengan

kebutuhan sosial saat bekerja terpenuhi.

Sesudah Perang Dunia ke-2, teknologi pertambangan mulai berubah.

Pekerja melakukan pekerjaan yang sangat spesifik dan rotasi pekerjaan tidak

memungkinkan. Peluang untuk interaksi sosial menjadi terbatas. Tanpa

disangka, teknologi yang diharapkan akan memacu efisiensi, malah

mengakibatkan semakin tingginya breakdown produksi dan absen kerja. Hal ini

karena rancangan sistem kerja tidak sesuai dengan karakteristik psikososial dan

budaya pekerja. Akhirnya, suatu sistem kombinasi diterapkan, kombinasi antara

teknologi baru dan karakteristik psikososial kerja (yang dulu dirasakan saat

sistem manual dilakukan) untuk meningkatkan variasi kerja dan kontrol pekerja

terhadap pekerjaanya. Akhirnya, sistem kombinasi ini mampu memberikan

produktivitas yang lebih baik dari dua sistem sebelumnya. Studi ini

menyimpulkan bahwa teknologi yang sama dengan rancangan organisasi yang

berbeda akan memberikan hasil yang berbeda.

Berbagai kasus yang serupa kemudian bermunculan. Dalam industri

manufaktur misalnya, ketika ergonomi (mikro) diaplikasikan, maka sistem kerja

yang dirancang akan berdasarkan pada dimensi tata letak dan beban kerja.

Pekerja pun diberikan istirahat yang cukup secara fisiologi. Namun, ketika

pengaturan kerja tidak memungkinkan adanya variasi kerja dan malah

menimbulkan kerja yang monoton (melakukan hal yang sama berulang-ulang),


kebutuhan keahlian yang rendah, dan adanya standardisasi kerja (sehingga tidak

dimungkinkan dilakukannya inovasi kerja) maka akan berdampak pada motivasi

kerja dan produktivitas. Ergonomi makro, akan menyoroti aspek organisasi kerja

terlebih dahulu, baru kemudian dilanjutkan pada aspek mikro.

2.3. Hubungan Ergonomi Mikro dengan Ergonomi Makro

Ergonomi mengoptimalkan interaksi manusia dengan komponen sistem

lainnya dalam suatu sistem kerja melalui lima lingkup kajian, yakni:

a. Manusia-mesin/ perangkat keras: hardware ergonomics

b. Manusia-lingkungan: environment ergonomics

c. Manusia-perangkat lunak: cognitive ergonomics

d. Manusia-pekerjaan: work design ergonomics

e. Manusia-organisasi: macro ergonomics

Empat fokus kajian pertama menekankan pada individu atau level subsistem

(ergomomi mikro) sedangkan fokus kajian kelima menekankan pada sistem kerja

keseluruhan (ergonomi makro). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ergonomi

makro merupakan bagian terpisah dan berbeda dengan ergonomi mikro dalam hal

penekanan pada fokus kajiannya. Dalam kaitannya dengan perancangan sistem

kerja, keterkaitan ergonomi makro, dan ergonomi mikro dapat digambarkan sebagai

berikut.

“Pendekatan ergonomi makro digunakan untuk menentukan karakteristik

perancangan sistem kerja secara keseluruhan, yang selanjutnya rancangan tersebut

dibawa ke dalam level ergonomi mikro. Penentuan karakteristik perancangan


sistem kerja secara keseluruhan akan menentukan karakteristik rancangan

pekerjaan dan hubungan manusia dengan subsistem lain pada lingkup kajian

ergonomi mikro. Hasil perancangan dengan ergonomi makro yang efektif akan

menggerakkan aspek-aspek rancangan ergonomi mikro sehingga terjadi kesesuaian

secara keseluruhan.”

Keilmuan ergonomi makro telah diterapkan dalam berbagai hal, walaupun

masih sangat terbatas, misalnya:

a. Aplikasi dalam mengurangi risiko cedera otot-rangka (Hendrik & Kleiner, 2002)

b. Aplikasi dalam manajemen hazard (Hendrik & Kleiner, 2002)

c. Aplikasi dalam pengembangan sistem training (Hendrik & Kleiner, 2001)

d. Aplikasi dalam perubahan organisasi (Hendrik & Kleiner, 2002)

e. Aplikasi dalam keselamatan penerbangan (Hendrik & Kleiner, 2002)

f. Aplikasi dalam keselamatan pasien (Hallock dkk, 2006)

g. Aplikasi dalam industri konstruksi (Haro & Kleiner, 2008)


6
Sistem transportasi dan manufaktur terdiri dari banyak orang pada level

yang berbeda, semuanya dalam berinteraksi satu sama lain dan dengan teknologi

yang berbeda dan semuanya memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda.

Untuk merancang sistem sosioteknik seperti itu dalam hal "teknologi antarmuka

manusia-organisasi" membutuhkan makro ekonomi, seperti yang didefinisikan oleh

Hendrick dan Kleiner (2000). Makroergonomi melampaui teknologi antarmuka

mikro-ekonomi tradisional yang menyangkut spesifikasi perangkat keras,

perangkat lunak, pekerjaan, dan lingkungan. Tentu saja, bahkan mendesain sikat

6
Kroemer, Karl, dkk. 2001. Ergonomics How to Design for Ease and Efficiency.
gigi atau peringatan melibatkan lebih dari sekadar mempertimbangkan ukuran

tangan atau ketajaman membaca seseorang; jadi memberi label tugas mikro atau

makro ekonomi bisa menjadi masalah penilaian. Desain sistem kerja melalui

pertimbangan variabel teknis, lingkungan, dan sosial yang relevan dan interaksinya

adalah tugas ergonomi yang umum; jika desain organisasi dan aspek manajemen -

dan bahkan implikasi ekonomi dan politik-regional - sangat terlibat. Tugasnya

memang dalam bidang ekonomi makro (Kleiner dan Drury 1999).

2.4. Metode-Metode

Secara umum, beberapa metode yang biasa digunakan dalam penelitian

ergonomi makro (Hendrik & Kleiner, 2001) adalah sebagai berikut.

1. Metode Field Study

Field Study merupakan teknik observasi secara sistematik atau naturalistik

dengan melakukan penelitian pada kondisi yang sebenarnya. Dalam tahapan

awal studi ergonomi makro, pendekatan ini digunakan untuk mengidentifikasi

karakteristik struktural organisasi yang dapat meningkatkan maupun

menghambat efektivitas fungsi organisasi dan untuk mengumpulkan data

tentang potensi-potensi modifikasi rancangan organisasi untuk perbaikan.

Metode ini juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyimpangan dan

variasi dalam suatu organisasi perusahaan. Biasanya, data diperoleh melalui

wawancara, kuesioner, pengukuran kinerja organisasi, dan keluhan pekerja atau

pelanggan. Keuntungan utama metode field study ini adalah hasil pengamatan
yang realistis. Kelemahan metode ini adalah proses observasi yang lama karena

harus menunggu suatu proses atau kejadian terjadi secara alami.

2. Metode Survei dengan Kuesioner

Survei kuesioner dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi dalam

berbagai aspek sistem kerja, seperti tugas, kondisi organisasi, isu lingkungan,

teknologi, dan karakteristik individual pekerja berdasarkan persepsi,

pengalaman, atau pengetahuan responden. Survei kuesioner ini juga

memungkinkan pengumpulan informasi dalam berbagai bentuk keluaran, seperti

kualitas kehidupan kerja (termasuk kepuasan kerja), tekanan fisik dan

psikologis, kesehatan fisik dan mental yang dialami pekerja, dan lain-lain.

Survei kuesioner ini dapat digunakan pada tahap diagnosis (mencari

permasalahan saat ini), tahap evaluasi (misalnya melihat efek perubahan suatu

intervensi), dan tahap monitoring (misalnya memonitor opini pekerja selama

impelementasi perubahan/ itervensi). Keuntungan utama dari metode survei

kuesioner ini adalah peneliti dapat memperoleh data dalam jumlah besar dengan

biaya yang relatif murah dan waktu yang relatif cepat.

3. Metode Wawancara

Metode wawancara didalam ergonomi makro digunakan untuk mengidentifikasi

akar masalah pada sistem kerja dan sistem organisasi secara utuh dan mendalam.

Pada umumnya, wawancara dimulai dengan mengarahkan partisipan pada

diskusi secara bertahap, kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan transisi dan

pertanyaan kunci yang lebih fokus. Metode wawancara memiliki beberapa


kelebihan dibandingkan dengan metode pengumpulan data secara kualitatif

lainnya, diantaranya pengumpulan data yang kaya dan sangat informatif dan

pewawancara dapat membangun hubungan dengan responden sehingga

responden dapat leluasa menggambarkan opini dan pengalamannya.

4. Metode Focus Group

Saat ini focus group menjadi salah satu metode utama yang digunakan untuk

memperoleh informasi berharga secara berkelompok. Dalam suatu focus group,

sekumpulan individu saling berbagi dan berinteraksi dalam menanggapi suatu

kasus atau masalah, misalnya berkaitan dengan suatu sistem kerja. Diskusi yang

berlangsung dapat diarahkan untuk menggali intervensi yang dapat dibangun

untuk perbaikan kondisi kerja, dan lebih lanjut memperbaiki fungsi organisasi

secara keseluruhan. Focus group juga dapat membantu dalam perancangan dan

implementasi intervensi atau perubahan yang diusulkan untuk memperbaiki

kondisi kerja pada grup yang lebih besar.

5. Ergonomi Partisipasi

Ergonomi partisipasi merupakan salah satu pendekatan dalam ergonomi makro

untuk mengimplementasikan teknologi pada sistem organisasi yang

membutuhkan keterlibatan pengguna akhir dalam sistem untuk peningkatan dan

implementasi teknologi. Ergonomi partisipasi adalah suatu filosofi baru dalam

perancangan, peningkatan, dan pengoperasian organisasi dengan melibatkan

karyawan. Ergonomi partisipasi menuntut adanya keterlibatan pekerja secara

aktif dalam melengkapi pengetahuan tentang ekonomi dan prosedur di tempat

kerja.
3. Ergonomi Meso

Ergonomi meso melingkupi hubungan antara individu dan organisasi.

4. Permodelan Sistem

3.1. Dunia Nyata dan Sistem


7
Dalam penerapan dunia nyata maka segala sesuatu pasti mengikuti suatu

aturan seperti air yang mengalir dari tempat yang tinggi (gunung) ke tempat

(dataran) yang lebih rendah. Sedangkan pada pemakaian suatu alat bantu yang

sangat penting ialah model abstrak yang perilaku esensialnya mencerminkan

perilaku dunia nyata (realita) yang diwakilinya. Model digunakan dalam banyak

cara untuk mendiskripsikan sistem untuk mendisain dan mengelola sistem sebagai

fungsi analisis. Analisis ini didefinisikan sebagai determinasi output model, dengan

menggunakan input dan struktur model yang telah diketahui. Dalam membangun

analisis simulasi maka dibangunlah sistem imitasi dalam simulasi.

3.1.1. Tujuan Imitasi pada Simulasi

Menurut pendefinisian pada berbagai kamus, kata simulasi diartikan

sebagai cara mereproduksi kondisi dari suatu keberadaan dengan menggunakan

model dalam rangka studi pengenalan atau pengujian atau pelatihan dan yang

sejenis lainnya. Simulasi dalam bentuk pengolahan data merupakan imitasi dari

proses dan input ril yang menghasilkan data output sebagai gambaran karakteristik

7
Khusnul Khotimah, Bail. 2015. Teori Simulasi dan Permodelan. Ponorogo : Wade Group.
Hal. 3-42
operasional dan keadaan pada sistem. Hubungan sistem ril dengan sistem imitasi

dalam simulasi disajikan pada Gambar 1.2. (Napitupulu, 2009).

Gambar 1.1 Sistem Ril dan Sistem Imitasi

Imitasi dalam simulasi menghasilkan model representasi dari suatu proses

atau operasi dan keadaan ril. Model sebagai imitasi disusun dalam bentuk yang

sesuai menyajikan sistem ril atas halhal tertentu yang perlu direpresentasikan

dengan maksud untuk menghadirkan tiruan dari kegiatan dan sistem ril. Sebagai

contoh, model sistem antrian sebagai imitasi dari sistem pelayanan disusun untuk

menggambarkan posisi dari pelanggan menunggu di depan stasiun pelayanan.

Tujuan imitasi sistem ril dengan menghadirkan elemen dan komponen tiruan adalah

untuk peniruan fungsi dan hubungan ril serta interaksi antar objek dan komponen

ril pada sistem tiruan. Komponenkomponen sistem tiruan hadir dalam bentuk fungsi

dan interaksi imitasi yang disajikan dalam bentuk rangkaian proses dalam aktivitas

dan operasi sistem yang disimulasi. Operasi tiruan yang berlangsung dengan

penggunaan data input tiruan diperlukan untuk menghasilkan output sebagai

gambaran dari hasil operasi dan keadaan pada sistem yang disimulasi.
3.1.2. Simulasi Penyelesaian Persoalan

Masalah tidak adanya metode yang sesuai dengan persoalan pada umumnya

berkaitan dengan bentuk persoalan yang unik dan rumit, yang tidak dapat

diselesaikan dengan menggunakan metode dan model-model baku yang ada.

Sebagai contoh adalah persoalan sistem antrian yang unik seperti disajikan pada

Gambar 1.2. Perumusan persoalan dengan penyesuaian terhadap metode yang

hendak digunakan biasanya terjadi atas kepentingan untuk memperoleh solusi

seadanya. Namun dengan upaya penyesuaian, solusi yang diperoleh dapat

menyimpang dari yang semestinya, di samping dapat memunculkan persoalan baru

jika penerapan solusi yang diperoleh tidak dapat memberikan hasil yang diharapkan

dan bahkan menimbulkan masalah pada penanganan persoalan. (Napitupulu, 2009).

Model Baku : M/M/1

a. Model Sistem Antrian


b. Model Solusi Grafis

Gambar 1.2. Gambaran Pemodelan Simulasi (Napitupulu, 2009)

3.1.3. Konsep Simulasi

Simulasi sebagai proses pengolahan data dengan penggunaan rangkaian

model-model simbolik pada pengoperasian sistem tiruan tidak mengharuskan dan

tidak mengajukan penggunaan formula atau fungsi-fungsi dan persamaan tertentu

sebagai model simbolik penyelesaian persoalan, tetapi sebaliknya simulasi yang

terdiri dari tahapantahapan dan langkah-langkah pengolahan data haruslah

dilengkapi dengan model-model simbolis yang sesuai memberikan hasil

pengoperasian sistem tiruan dalam bentuk data output yang berguna untuk

penyelesaian persoalan. Simulasi juga tidak terikat dengan penggunaan model-

model sistem acuan tetapi memerlukan pemodelan untuk menghasilkan model

sistem dan model operasi sistem yang sesuai dengan tujuan penelitian atau

penyelidikan.
Gambar 1.3 Model Konseptual Simulasi

Penyusunan model-model pada simulasi merupakan bentuk aplikasi dari

teori, prinsip, dan pendekatan sistem. Model sistem dan model-model simbolik dari

fungsi atau proses serta prosedur pengoperasian sistem tiruan haruslah disusun

sebagai perangkat lunak untuk penyelidikan dan analisis karakteristik sistem. Untuk

itu peniruan operasi sistem ril dilakukan atas elemen-elemen yang berkaitan dengan

aktivitas sistem yaitu masukan dan komponen- komponen sistem, hubungan dan

interaksi antar komponen sistem, aturan-aturan, disiplin dan ketentuan lainnya yang

berlaku dalam aktivitas sistem. Berdasarkan peniruan sistem dan aktivitas sistem ril

yang sesuai, hasil simulasi sistem dapat diterima dan berlaku syah sebagai data
output yang berguna menunjukkan karakteristik operasional sistem ril. Sesuai

dengan konsep simulasi sistem tersebut di atas, solusi untuk suatu persoalan dalam

bentuk keadaan yang kurang baik ataupun keadaan yang tidak optimal dapat

disusun dalam bentuk rancangan pengembangan sistem dan bentuk rancangan

perbaikan pengelolaan dan pengoperasian sistem. Solusi untuk mewujudkan

keadaan yang lebih baik dapat diperoleh berdasarkan hasil analisis dan pengujian

rancangan pengembangan dan perbaikan melalui simulasi sistem seperti disajikan

pada Gambar 1.3. Model konseptual simulasi pada gambar di atas menunjukkan

simulasi sebagai imitasi sistem melalui penyusunan model-model yang diperlukan

pada pengoperasian sistem maya sebagai tiruan yang sama ataupun sebagai imitasi

modifikasi dari suatu sistem ril untuk memperoleh karakteristik operasional sistem

sebagai bahan pertimbangan pada penentuan solusi atas persoalan sistem ril.

3.2. Tahapan Simulasi

Proses Tahapan dalam mengembangkan Model dan simulasi komputer

secara umum, sebagai berikut :

a. Memahami sistem yang akan disimulasikan jika pengembang model tidak tahu

atau belum mengetahui cara kerja sistem yang akan dimodel simulasikan maka

pengembang perlu meminta bantuan seorang ahli (pakar) dibidang sistem yang

bersangkutan. Data masukan, keluaran, variable dan parameter masih dalam bentuk

simbol – simbol verbal (kata – kata).

b. Mengembangkan Model matematika dari sistem apabila pengembang sudah

mengetahui cara kerja sistem yang bersangkutan, maka tahap berikutnya adalah
memformulasikan model matematika dari sistem. Model matematika bisa dalam

bentuk persamaan diferensial, persamaan aljabar linear, persamaan logika diskret

dan lain – lain disesuaikan dengan karakterisitik sistem dan tujuan pemodelan

c. Mengembangkan Model matematika untuk simulasi digunakan untuk

menyederhanakan model matematika yang sudah dihasilkan sebelumnya. Agar

lebih mudah dalam menyederhanakan Model matematika, maka dibuatlah suatu

Flow Chart untuk merinci tahapan yang harus dilewati untuk membuat program.

d. Membuat program (software) Beberapa flow chart dari tahapan sebelumnya

kemudian diimplementasikan lebih lanjut menjadi program (software) komputer.

e. Menguji, memverifikasi dan memvalidasi keluaran simulasi Simulasi pada

dasarnya adalah menirukan sistem nyata (realitas) sehingga tolak ukur baik

tidaknya simulasi adalah sejauh mana yang bersangkutan. Pengujian (testing)

dilakukan pada tingkat modul program, untuk menguji fungsi subsistem. Verifikasi

dilakukan untuk membuktikan bahwa hasil implementasi program komputer sudah

sesuai dengan rancangan model konsep dari sistem yang bersangkutan. Validasi

dilakukan dengan membandingkan hasil keluaran simulasi dengan data yang

diambil dari sistem nyata (realitas).

f. Mengeksekusi program simulasi untuk tujuan tertentu. Eksekusi (running)

program komputer bisa dilakukan secara waktu nyata (real time) atau waktu tidak

nyata (offline) tergantung dari tujuan simulasi. Secara umum ada 3 tujuan simulasi,

yaitu : untuk mempelajari perilaku (behavior) sistem, untuk pelatihan (training),

untuk hiburan/permainan (gaming).


Gambar 1.4. Tahapan Simulasi

3.3 Dasar-dasar Pemodelan Sistem

Sebuah sistem merupakan kombinasi dari beberapa komponen yang bekerja

bersama-sama. Konsep sistem yang digunakan berupa gejala-gejala abstrak dan

dinamis seperti yang dijumpai dalam “sistem” harus dapat di interprestasikan untuk

dapat menyatakan sistem fisik, biologi, ekonomi, dan sebagainya. Pemodelan

sistem adalah suatu langkah awal yang dilakukan untuk pembuatan suatu rekayasa

perangkat lunak dari sebuah sistem yang akan di simulasikan. Apabila formulasi
model dilakukan maka tahap selanjutnya akan dilakukan evaluasi model sistem

diantaranya adalah: ketelitian, ketersediaan taksiran atas variable, interpretasi, dan

validasi. Dalam hal ini formulasi model senantiasa dilakukan berdasarkan teori-

teori yang berlaku diwilayah dimana sistem berada. Beberapa tahapan yang biasa

dilakukan untuk melakukan formulasi model yaitu:

a. Dari sudut pandang sistem dan lingkungannya: sistem tertutup & sistem terbuka.

b. Dari sudut pandang tingkat kepastian sistem: sistem deterministik & sistem

probabilistik.

c. Dari sudut pandang kedinamisan sistem: sistem dinamis & sistem statis.

d. Dari sudut pandang kekontinuan sistem: sistem kontinu & sistem diskrit.

Perkembangan sistem kontrol dalam industri proses dewasa ini telah

melahirkan banyak penemuan–penemuan baru tentang masalah konsep dan prinsip

kerja dari berbagai sistem yang digunakan didalam industri itu sendiri untuk

melaksanakan proses produksinya.

a. Eksperimen langsung dan tidak langsung.

Eksperimen langsung dan tidak langsung merupakan suatu cara yang

digunakan untuk memperoleh gambaran dan informasi secara lengkap dari sistem

yang ingin disimulasikan. Bila diinginkan data yang benar-benar valid maka yang

lebih tepat adalah eksperimen langsung terhadap sistem realnya, karena jika kita

bereksperimen terhadap model sistem maka akan timbul kendala apabila model

tersebut tidak menggambarkan sistem realnya secara utuh.


b. Model Fisik dan model matematik

Model sistem dapat berwujud secara fisik maupun dalam bentuk formula

matematik. Pada umumnya model matematik selalu dapat memberikan hasil yang

menjanjikan, karena model matematik yang sempurna akan dapat memberikan

informasi dan pada akhirnya akan dapat menunjukkan kinerja dari sistem nyatanya

secara tepat.

c. Penyelesaian analitik dan dengan simulasi

Penyelesaian analitik dan dengan simulasi merupakan bagian tahapan

selanjutnya manakal model fisik maupun model matematik sistem selesai dibuat.

Jika model sistem cukup sederhana maka penyelesaian secara analisis mudah

dilakukan, namun bila model sistem cukup kompleks maka penyelesaian simulasi

dengan menggunakan computer akan lebih membantu. Simulasi computer adalah

suatu metode yang mana metode itu dengan sendirinya harus disesuaikan dengan

karakteristik sistem real yang di buat simulasinya. Banyaknya karakteristik sistem

yang ada di sekeliling kita akan memunculkan bermacam-macam simulasi,

diantaranya adalah:

a. Simulasi sistem dinamis : merupakan model simulasi yang dapat

merepresentasikan sistem yang berubah-ubah sepanjang waktu.

b. Simulasi sistem diskrit: merupakan sistem yang perubahan statenya terjadi pada

waktu-waktu diskrit.

c. Simulasi sistem kontinu: merupakan sistem yang perubahan statenya terjadi

secara kontinu.
d. Simulasi sistem probabilistik: merupakan sistem dengan kejadian yang

probabilistik.

Aspek-aspek yang mendasar bagi kajian simulasi suatu sistem adalah:

1. Aspek pemodelan sistem. Dilakukan untuk membuat representasi sistem dalam

bahasa/bentuk tertentu, sehingga dengan perwujudan representasi itu maka segala

bentuk analisis dan pembahasan atas sitem dapat dilakukan. Adapun tahapan utama

dalam melakukan pemodelan sistem adalah sebagai berikut:

a. Penetapan tujuan

b. Identifikasi masalah

c. Pengembangan model koseptual

d. Pengembangan Model matematis

e. Validasi

Solusi model Pemahaman atas segala bentuk komponen (entity) dan antribut

(antribute) beserta interaksi yang mewarnai sistem mutlak diperlukan karena

pemahaman ini merupakan modal dasar yang utama dalam pemodelan sistem. Atas

model matematis yang diperoleh, selanjutnnya dilakukan validasi sehingga akan

diperoleh model yang valid.

2. Aspek pemrograman computer. Dilakukan untuk menyelesaikan persoalan

model matematika sistem kedalam bentuk program computer, sehingga program

tersebut dapat menirukan perilaku sistem realnya.

3. Aspek percobaan (statistic). Dilakukan untuk mengolah data keluaran simulasi

agar dapat menunjukan keluaran yang benar dan tidak menyesatkan.


3.4. Pendekatan dalam Sistem Dinamik

Sistem dinamik adalah metodologi untuk memahami suatu masalah yang

kompleks. Metodologi ini dititikberatkan pada pengambilan kebijakan dan

bagaimana kebijakan tersebut menentukan tingkah laku masalah-masalah yang

dapat dimodelkan oleh sistem secara dinamik (Richardson dan Pugh 1986).

Permasalahan dalam sistem dinamik dilihat tidak disebabkan oleh pengaruh dari

luar namun dianggap disebabkan oleh struktur internal sistem. Tujuan metodologi

sistem dinamik berdasarkan filosofi kausal (sebab akibat) adalah mendapatkan

pemahaman yang mendalam tentang tata cara kerja suatu sistem (Asyiawati 2002;

Muhammad; et a!. 2001). Tahapan dalam pendekatan sistem dinamik adalah :

a. ldentifikasi dan definisi masalah

b. Konseptualisasi sistem

c. Formulasi model

d. Sirnulasi model

e. Verifikasi dan validasi model

f. Analisis kebijakan

g. Impiementasi kebijakan

Tahapan dalam pendekatan sistem dinamik diawali dan diakhiri dengan

pemahaman sistem dan permasalahannya sehingga membentuk suatu lingkaran

tertutup. Pemodelan merupakan alat bantu dalam pengambilan keputusan. Model

digambarkan sebagai suatu sistem yang dibatasi. Sistem yang dibatasi ini

merupakan sistem yang meliputi semua konsep dan variabel yang saling

berhubungan dengan permaslahan dinamik yang ditentukan. Permasalahan dalam


sistem dinamik dilihat tidak disebabkan oleh pengaruh dari luar, namun dianggap

disebabkan oleh struktur internal dari sistem. Tujuan metodologi sistem dinamik

berdasarkan filosofi kausal (sebab akibat) adalah mendapatkan pemahaman

mendalam tentang tata cara kerja suatu sistem (Asyiawati 2002). Proses pemodelan

terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut (Sterman 2000):

1. Perumusan masalah dan pemilihan batassan dunia nyata. Tahap ini meliputi

kegiatan pemilihan tema yang akan dikaji, penentuan variabel kunci, rencana waktu

untuk mempertimbangkan masa depan yang jadi pertimbangan serta seberapa jauh

kejadian masa lalu dari akar masalah tersebut dan selanjutnya mendefinisikan

masalah dinamisnya.

2. Formulasi hipotesis dinamis dengan menetapkan hipotesis berdasarkan pada teori

perilaku tergadap masalahnya dan membangun peta struktur kausal melalui

gambaran model mental pemodel dengan bantuan alat-alat seperti causal loop

diagram. Stock flow diagram, dan alat bantu lainnya. Model mental adalah asumsi

yang sangat dalam melekat, umum atau bahkan suatu gambaran dari bayangan atau

citra yang berpengaruh pada bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita

mengambil tindakan (Senge 1995).

3. Tahap formulasi model simulasi dengan membuat spesifikasi struktur, aturan

keputusan, estimasi parameter dan uji konsistensi dengan tujuan dan batasan yang

telah ditetapkan sebelumnya.

4. Pengujian meliputi pengujian melalui pembandingan dari model yang dijadikan

referensi, pengujian kehandalan (robustness) dan uji sensistivitas.


5. Evaluasi dan perancangan kebijakan berdasarkan skenario yang telah

diujicobakan dari hasil simulasi. Perancangan kebijakan mempertimbangkan

analisis dampak yang ditimbulkan, kehandalan model pada skenario yang berbeda

dengan tingkat ketidakpastian yang berbeda pula serta keterkaitan antar kebijakan

agar dapat bersinergi. Tahapan-tahapan pemodelan :

1. Mendefinisikan masalah dan tujuan model

2. Menentukan variabel tujuan

3. Memilih variabel control

4. Memilih parameter variabel kontrol

5. Menguji model yang dihasilkan

6. Melihat bagaimana model akan bekerja, memilih horizon waktu atau perilaku

dinamis dalam waktu

7. Jalankan model

8. Mengganti parameter dengan alasan ekstrim

9. Membandingkan hasil dengan data eksperimen

10. Perbaiki model berdasarkan parameter yang ada

3.5. Simulasi dalam Sistem Dinamik

Analisis model sistem dinamis menggunakan analisis model simulasi.

Simulasi sebagai teknik penunjang keputusan dalam pemodelan, misalnya

pemecahan masalah bisnis secara ekonomis dan tepat menghadapi perhitungan

rumit dan data yang banyak. Simulasi adalah aktivitas di mana pengkaji dapat

menarik kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem melalui penelaahan perilaku
model yang selaras, di mana hubungan sebab akibatnya sama dengan atau seperti

yang ada pada sistem sebenarnya (Eriyatno 1998). Simulasi juga dilakukan dengan

menggunakan bahasa program dalam beberapa software program komputer yang

dirancang untuk kebutuhan simulasi seperti Dynamo, AutoMod II, ProModel,

Simfactory II.5, Witness, XCELL+, -Powersim, Stella dan lain-lain. Perangkat

lunak dalam pemodelan sistem dinamik tersebut merupakan alat bantu yang dapat

memudahkan pemodel dalam menerjemahkan bahasa causal loop diagram ke

dalam stock flow diagram. Stock flow diagram harus dilengkapi dengan persamaan

matematika dan nilai awal untuk aktivitas simulasi. Stock flow diagram sebagai

konsep sentral dalam teori sistem dinamik. Stock adalah akumulasi atas

pengumpulan dan karakteristik keadaan sistem dan pembangkit informasi di mana

aksi keputusan didasarkan padanya. Stock digabungkan dengan rate atau flow

sebagai aliran informasi, sehingga stock menjadi sumber ketidakseimbangan

dinamis dalam sistem. Perangkat pemodelan sistem dinamis juga dilengkapi

berbagai kemudahan seperti tampilan yang mudah dimengerti sehingga

memudahkan pemodel bagi pemodel taupun pemakai yang tidak mengerti secara

teknis sekalipun. Stella yang dipakai dalam penelitian ini merupakan suatu

perangkat lunak yang dibuat atas dasar model sistem dinamis dalam melakukan

simulasi.

3.5.1. Pemodelan Sistem Dinamik

Pada pemodelan system dinamik menggunakan proses pemetaan masalah

yang berasal dari dunia nyata ke dalam dunia model maya (Borshchev dan
Filippov). Karakteristik unik yang dimiliki sebuah model yaitu sifat representatif

dari sistem nyata, mampu menggambarkan sistem nyata secara rinci (describle),

mampu menerangkan bentuk-bentuk interaksi dengan jelas (explainable), dan

mampu meramalkan kondisi-kondisi di masa datang secara realistis (predictable).

Menurut Forrester sistem dinamik digunakan untuk melihat sebuah struktur yang

mendasari situasi yang kompleks dan mengidentifikasi pola penyebab dari

perubahan perilaku yang terjadi. Pada metode sistem dinamik ini berkaitan dengan

berbagai sistem yang kompleks, dimana pola perilaku yang dibangkitkan oleh

sistem tersebut seiring dengan bertambahnya waktu. Sehingga persoalan yang dapat

dimodelkan dengan sistem dinamik adalah masalah yang bersifat dinamis atau

berubah terhadap waktu dan struktur yang fenomenanya mengandung paling sedikit

satu unsur umpan balik (feedback structure). Dalam sistem dinamik, dunia real atau

nyata dinyatakan dalam bentuk stock seperti material, ilmu pengetahuan, orang dan

uang. Bentuk lainnya adalah aliran antar stock dan informasi sebagai penentu nilai

dalam aliran. Gambaran mengenai sistem dinamik dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Pendekatan Sistem dengan Simulasi

Sistem Dinamik , (Borshchev dan Filippov, 2004)

Anda mungkin juga menyukai