Anda di halaman 1dari 3

K3 DAN ERGONOMY

K3 dan ergonomi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dua-duanya sama-sama
membahas tentang kerja dan dua-duanya sama-sama membahas keselamatan dan kesehatan. Lalu
apa bedanya ergonomi dan K3? Hubungan antara ergonomi dan K3 ini memang sering cukup
membingungkan bahkan ada suatu riset yang sengaja meneliti hal ini dengan judul ‘The relation
between OSH and ergonomics: a ‘mother-daughter’ or ‘sister-sister’ relation?’ oleh Hermans V,
dan Peteghem J.

Istilah K3 mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita, K3 adalah keselamatan dan kesehatan
kerja atau dalam Bahasa Inggris disebut Occupational Safety and Health (OSH). Namun istilah
ergonomi masih jarang didengar di telinga masyarakat umum dan masih dianggap istilah baru
walaupun sebenarnya sudah ada sejak lama. Kata ergonomi lebih banyak dikenal masyarakat
umum di iklan-iklan produk-produk yang ergonomis seperti sepeda motor dan keyboard
komputer yang ergonomis. Bahkan di kalangan terdidik pun istilah ergonomi masih jarang
dikenal. Dahulu mayoritas orang-orang yang mengetahui istilah ini menyebut ilmu ini sebagai
“ilmu kursi”, mungkin karena terlalu banyaknya penelitian ergonomi di Indonesia yang
menggunakan kursi antropometri atau merancang kursi yang ergonomis. Sungguh sangat
disayangkan karena pemahaman seperti ini terlalu sempit. Berita baiknya akhir-akhir ini sudah
ada kemajuan mengenai pemahaman ergonomi di khalayak umum yang mulai memahami bahwa
ergonomi berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja, namun berita buruknya, mayoritas
orang bahkan termasuk praktisi kesehatan dan engineer baru mehamami ergonomi hanya sebagai
ilmu yang membahas beban fisik kerja sehingga muncul kesan ergonomi hanya berkaitan dengan
postur kerja, biomekanika dan yang paling sering disebut-sebut adalah musculoskeletal disorder
(MSD).

Apa sih sebenarnya ergonomi itu?

Ergonomi merupakan disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan
pekerjaannya (Wignjosoebroto, 2003). Jadi ergonomi secara singkat adalah Ilmu tentang kerja
yakni merancang bagaimana agar seseorang bisa bekerja dengan baik. Indikator suatu kerja
dikatakan baik adalah jika tercapai keselamatan kerja, kesehatan kerja, produktivitas kerja,
kualitas kerja, dan kepuasan kerja.

Secara detil, ergonomi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan dan
elemen-elemen lain dalam suatu sistem dan pekerjaan yang mengaplikasikan teori, prinsip, data
dan metode untuk merancang suatu sistem yang optimal, dilihat dari sisi manusia dan kinerjanya.
Ergonomi memberikan sumbangan untuk rancangan dan evaluasi tugas, pekerjaan, produk,
lingkungan dan sistem kerja, agar dapat digunakan secara harmonis sesuai dengan kebutuhan,
kemampuan dan keterbatasan manusia (international ergonomic assosiation, 2002). Sumber lain
mengatakan ergonomi adalah ilmu untuk menggali dan mengaplikasikan informasi-informasi
mengenai perilaku manusia, kemampuan, keterbatasan dan karakteristik manusia lainnya untuk
merancang peralatan, mesin, sistem, pekerjaan dan lingkungan untuk meningkatkan
produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan efektifitas pekerjaan manusia (Chapanis, 1985).
Karena orientasi utamanya adalah manusia maka ergonomi biasa juga disebut human
engineering, human factors, dan human centered design (HCD). Seluruh definisi ergonomi di
atas sering diringkas menjadi suatu prinsip atau semboyan ergonomi yakni „fit the job to the
man‟ atau ada juga yang „fit the task to the worker‟.
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa ergonomi mengedepankan bagaimana agar suatu
pekerjaan dapat dilakukan dengan efektif, aman / selamat, nyaman, sehat. Disini dapat diambil
kesimpulan bahwa K3 (selamat dan sehat) adalah bagian dari tujuan ergonomi walaupun selain
keselamatan kerja dan kesehatan kerja ergonomi juga berbicara mengenai efektifias kerja,
produktivitas kerja, kualitas kerja, dan kepuasan kerja.

Apakah benar K3 dicapai dengan ergonomi?

Untuk mencapai keselamatan dan kesehatan kerja (K3) maka pekerja harus dilindungi dari
kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja. Upaya yang dapat dilakukan untuk
meminimalisasir kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja adalah dengan merancang suatu
sistem kerja (job / task) (alat kerja, elemen kerja, prosedur kerja, lingkungan kerja, bahkan
organisasi kerja dsb) yang disesuaikan (fit) dengan kondisi manusia (man) seperti perilaku,
kemampuan, keterbatasan, kapasitas, dan karakteristik manusia. Sebagai contoh :

1. Dimensi ukuran mesin disesuaikan dengan misalnya ukuran orang Asia untuk
menghindari postur kerja yang tidak sesuai (menyesuaikan dengan antropometri tubuh
orang Asia)
2. Spesifikasi desain alat kerja diganti misalnya yang tadinya menggunakan tangga diganti
menjadi lift (menyesuaikan dengan tubuh manusia sehingga lebih mudah dalam
membawa beban)
3. Penambahan lampu warna atau suara tertentu untuk kondisi-kondisi tertentu misalnya
darurat (menyesuaikan dengan karakteristik manusia yang secara alami lebih banyak
perhatian / atensi jika terdapat display)
4. Mengganti bahan atau material dengan yang tidak berbahaya / mempunyai tingkat bahaya
lebih rendah (menyesuaikan dengan keterbatasan tubuh manusia yang sangat sensitif atau
reaktif terhadap material tertentu)
5. Mengganti proses kerja yang terlalu berbahaya, misalnya mengganti proses mesin yang
terlalu banyak mengeluarkan kebisingan dan panas (menyesuaikan dengan keterbatasan
manusia yang mempunyai kapasitas paparan kebisingan dan panas)
6. Mengurung proses misalnya karena melibatkan bahan berbahaya, temperatur tinggi dsb
(menyesuaikan dengan tubuh manusia yang rentan terhadap kondisi-kondisi tersebut)
7. Menggunakan metode kerja yang basah untuk menekan debu (menyesuaikan dengan
tubuh manusia agar debu tidak berterbangan dan mudah terhirup)
8. Pengadaan prosedur darurat dan training (menyesuaikan dengan kebutuhan manusia yang
secara alami akan panik dan kebingungan dalam keadaan darurat)
9. Rotasi kerja misal shift (menyesuaikan dengan kapasitas manusia yang tidak mungkin
harus selamanya kerja malam karena secara natural fisik manusia digunakan untuk
aktivitas di siang hari)
10. Housekeeping misalnya perawatan agar tempat kerja selalu terhindar dari genangan air
atau basah (menyesuaikan dengan tubuh manusia yang rentan terhadap aliran listrik atau
mudahnya terpeleset)
11. Penggunaan masker (menyesuaikan dengan keterbatasan manusia yang mempunyai
kapasitas paparan debu)
12. Penggunaan earplug (menyesuaikan dengan keterbatasan manusia yang mempunyai
kapasitas paparan kebisingan)
13. Penggunaan kacamata pelindung (menyesuaikan dengan keterbatasan manusia dimana
organ mata sangat sensitif)

Contoh-contoh di atas membuktikan bahwa segala upaya untuk mencapai K3 dilakukan dengan
upaya menyesuaikan dengan kemampuan, kapasitas, keterbatasan dan karakteristik manusia
(fitting the job to the man) dan proses penyesuaian (fitting) inilah dibutuhkan disiplin ilmu
ergonomi dalam perancangan suatu sistem kerja atau elemen kerja.. Proses penyesuaian (fitting)
ini dilakukan untuk mengurangi resiko (hazards) dengan cara engineering control (contoh nomor
1-6), administrative / work practice control (contoh nomor 7-10), atau alat pelindung diri / APD
(contoh nomor 11-13) sehingga kecelakaan atau penyakit akibat kerja dapat diminimalisasi dan
keselamatan dan kesehatan kerja akan tercapai atau meningkat.

Hal di atas sesuai dengan ungkapan yang mengatakan “Without ergonomic, safety management
is not enough”. Jadi kesimpulannya untuk mecapai K3 maka sistem kerja atau elemen kerja yang
ergonomis harus dirancang. Lebih dari ini, seperti yang telah disebutkan, selain untuk K3,
ergonomi juga merancang bagaimana sistem kerja menjadi produktif atau efektif dengan cara
mengurangi resiko-resiko eror atau kesalahan kerja dan mengefisienkan proses kerja (misal Poka
Yoke). Namun perlu diakui bahwa inti utama dari semua indikator kerja yang baik itu adalah
keselamatan kerja, karena setelah keselamatan kerja tercapai maka barulah kesehatan kerja,
produktivitas kerja, kepuasan kerja dan seterusnya dapat tercapai pula.

Jadi sekali lagi untuk mencapai atau meningkatkan K3 diperlukan ergonomi dalam merancang
sistem kerja atau elemen kerja dan semua usaha untuk mencapai K3 bisa dibilang merupakan
upaya ergonomi, jadi tidak betul jika ergonomi didefinisikan hanya mencakup beban fisik, postur
kerja dan MSD karena masih banyak lingkup lainnya dalam K3 seperti lingkungan (kebisingan,
temperatur, B3 dsb), kognisi, organisasi, dan semua hal yang berhubungan dan ada di dalam
sistem kerja (alat kerja, elemen kerja, prosedur kerja, lingkungan kerja, bahkan organisasi kerja
dsb).

Jadi mungkin secara sederhana hubungan ergonomi dan K3 bisa dinyatakan: ‘ergonomi adalah
azas atau prinsip dari K3’. Hal ini senada dengan judul buku karangan Bennett Silalahi yang
berjudul ‘Ergonomi: Sebagai Azas Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja’. Ergonomi
adalah suatu ilmu, proses, metode untuk mencapai suatu kondisi tertentu, dan kondisi tertentu itu
adalah K3.

Anda mungkin juga menyukai