Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM

ERGONOMI
“ PERANCANGAN PRODUK ”

Oleh :
Kennedi Permata Putra 0516040059
Khairina Audita R 0516040078
Moh Dimas Permana S 0516040067
Kelompok : / K3-5C

PROGRAM STUDI
TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
Tahun 2018
1 BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam suatu proses perancangan/desain suatu produk, ergonomi
merupakan faktor penting agar pengguna dari produk tersebut merasa nyaman
dan aman. Selain hal tersebut, dengan perancangan/desain produk yang bagus
maka fungsi dan kegunaan dari produk tersebut akan menjadi lebih optimal
ketika digunakan. Faktor yang harus diperhatikan ketika perancangan produk
diantaranya adalah kualitas bahan yang akan digunakan, spesifikasi bahan,
sasaran produk dan juga dimensi/ukuran dari produk tersebut.
Dimensi/ukuran dari produk tersebut harus sesuai dengan ukuran user secara
umum. Oleh karena itu untuk mengetahui dan menentukan dimensi/ukuran
produk dapat dilakukan perancangan dengan menggunakan data ukuran
anthropometri tubuh pada manusia.
Dewasa ini kepuasan konsumen pada suatu produk menjadi
pertimbangan para perancang produk, terutama dari masalah kesehatan yang
mungkin muncul karena kesalahan perancangan produk. Salah satunya terjadi
pada Bangku yang menyatu dengan meja, yang biasa digunakan oleh
mahasiswa-mahasiswi perkuliahan di Indonesia. Kesalahan perancangan
dapat berakibat pengguna menjadi mengalami keram otot di beberapa bagian
tubuh tertentu, badan terasa sakit dan pegal-pegal dan jika digunakan dalam
jangka waktu yang lama dan terus-menerus dapat menyebabkan perubahan
pada tulang.
Pada laporan perancangan produk ini akan membahas dan redesign
produk kursi meja agar lebih nyaman dan ergonomis dengan memperhatikan
aspek-aspek tertentu dengan menggunakan pengukuran dimensi tubuh sesuai
dengan kebutuhan.

1.2 Rumusan Masalah


Perumusan masalah dalam praktikum Perancangan produkini antara lain :
1. Bagaimana merancang Kursi Meja yang disesuaikan dengan prinsip
ergonomi?
2. Bagaimana mengaplikasikan data-data ergonomi pada praktikum
sebelumnya?
3. Bagaimana membuat gambar sketsa produk atau fasilitas kerja rancangan?
1.3 Tujuan
1. Merancang Kursi Mejayang disesuaikan dengan prinsip ergonomi.
2. Mengaplikasikan data-data ergonomi pada praktikum sebelumnya.
3. Membuat gambar sketsa produk atau fasilitas kerja rancangan
2 BAB 2
DASAR TEORI
2.1 Penggunaan Data Ergonomi
Ergonomi secara singkat diartikan aturan atau hukum dalam bekerja.
Secara umum ergonomi didefinisikan suatu cabang ilmu yang statis untuk
memanfaatkan informasi – informasi mengenal sifat, kemampuan dan
keterbatasan manusia dalam merancang suatu sistem kerja sehingga orang
dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan
yang diinginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, sehat, nyaman, dan
efisien. Tidak hanya hubungan dengan alat, ergonomi juga mencakup
pengkajian interaksi antara manusia dengan unsur – unsur sistem kerja lain,
yaitu bahan dan lingkungan, bahkan juga metode dan organisasi.
(Sutalaksana, 2006)
Ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang
mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan. Disiplin ergonomi
secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia
dalam berinteraksi dengan teknologi dari produk – produk buatannya.
Disiplin ini berangkat dari kenyataan bahwa manusia memiliki batas – batas
kemampuan baik jangka pendek maupun jangka panjang pada saat
berhadapan dengan keadaan lingkungan sistem kerjanya yang berupa
pernagkat keras (hardware) seperti mesin, peralatan kerja, dll dan perangkat
lunak (software) seperti metode kerja, sistem, prosedur, dll. Dengan
demikian terlihat jelas bahwa ergonomi adala suatu keilmuan yang multi
disiplin, karena disini akan mempelajari pengetahuan – pengetahuan dari
ilmu kehayatan (kedokteran, biologi), ilmu kejiwaan (psychology) dan
kemasyarakatan (sosiologi). (Sritomo, 1995)
Dalam perkembangan selanjutnya, ergonomi dikelompokkan
menjadi empat bidang penyelidikan yaitu:
a. Penyelidikan tentang tampilan (display)
Tampilan (Display) adalah suatu perangkat antara (interface) yang
menyajikan informasi tentang keadaan lingkungan, dan
mengkomunikasikannya pada manusia dalam bentuk tanda – tanda,
angka, lambang dan sebagainya.
b. Penyelidikan tentang kekuatan fisik manusia
Dalam hal ini diselidiki tentang aktivitas – aktivitas manusia ketika
bekerja, dan kemudian dipelajari cara mengukur aktivitas – aktivitas
tersebut.
c. Penyelidikan tentang ukuran tempat kerja
Penyelidikan ini bertujuan untuk mendapatkan rancangan tempat kerja
yang sesuai dengan ukuran (dimensi) tubuh manusia, agar diperoleh
tempat kerja yang baik, yang sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan
manusia.
d. Penyelidikan tentang lingkungan kerja
Penyelidikan ini meliputi kondisi lingkungan fisik tempat kerja dan
fasilitas kerja seperti pengaturan cahaya, kebisingan suara, temperature,
getaran dll. Yang dianggap mempengaruhi tingkah laku manusia.
(Sutalaksana, 2006)
Secara ideal perancangan stasiun kerja haruslah disesuaikan peranan
dan fungsi pokok dari komponen – komponen sistem kerja yang terlibat yaitu
manusia, mesin / peralatan dan lingkungan fisik kerja. Peranan manusia
dalam hal ini akan didasarkan pada kemampuan dan keterbatasan terutama
yang berkaitan dengan aspek pengamatan, kognitif, fisik maupun
psikologinya. Demikian juga peranan atau fungsi mesin atau peralatan yang
seharusnya menunjang manusia (operator) dalam melaksanakan tugas yang
ditentukan. Mesin atau peralatan kerja juga berfungsi menambah
kemampuan manusia, tidak menimbulkan stress tambahan akibat beban
kerja dan membantu melaksanakan kerja – kerja tertentu yang dibutuhkan
tetapi berada diatas kapasitas atau kemampuan yang dimiliki manusia.
Selanjutnya mengenai peranan dan fungsi dari lingkungan kerja fisik kerja
akan berkaitan dengan usaha untuk menciptakan kondisi – kondisi kerja yang
akan menjamin manusia dan mesin agar dapat berfungsi pada kapasitas
maksimalnya. Dalam kaitannya dengan lingkungan fisik kerja seringkali
dijumpai bahwa perencana sistem kerja justru lebih memperhatikan mesin
atau peralatan yang harus lebih dilindungi daripada melihat kepentingan
manusia – pekerjanya.
Berkaitan dengan perancangan areal / stasiun kerja dalam industri,
maka ada beberapa aspek ergonomis yang harus dipertimbangkan sebagai
berikut :
a. Sikap dan posisi kerja
Tidak peduli apakah pekerja haus berdiri, duduk atau dalam sikap atau
posisi kerja yang lain, pertimbangan – pertimbangan ergonomis yang
berkaitan dengan sikap atau posisi kerja akan sangat penting. Beberapa
jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang–
kadang cenderung untuk tidak mengenakkan. Kondisi kerja tersebut
memaksa pekerja selalu berada pada sikap atau posisi kerja yang “aneh”
dan kadang – kadang juga harus berlangsung dalam jangka waktu yag
lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, membuat
banyak kesalahan atau menderita cacat tubuh. Untuk menghindari sikap
dan posisi kerja yang kurang nyaman ini pertimbangan – pertimbangan
ergonomis antara lain :
1. Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi
membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu
lama. Untuk mengatasi problema ini maka stasiun kerja harus
dirancang terutama dengan data anthropometri agar operator dapat
menjaga sikap dan posisi kerja tetap tegak dan normal. Ketentuan ini
terutama sekali dtekankan bilamana pekerjaan – pekerjaan harus
dilaksanakan dengan posisi berdiri.
2. Operator tidak seharusnya menggunakanjarak jangkauan maksimum
yang bisa dilakukan. Pengaturan posisi kerja dalam hal ini dilakukan
dalam jangkauan normal (konsep / prinsip ekonomi gerakan).
Disamping pengaturan ini bisa memberikan sikap atau posisi nyaman
juga akan mempengaruhi aspek – aspek ekonomi gerakan. Untuk hal
tertentu operator harus mampu dan cukup leluasa mengatur tubuhnya
agar memperoleh sikap dan posisi kerja yang lebih mengenakkan.
(Sritomo, 1995)
Antropometri pada dasarnya akan menyangkut ukuran fisik
atau fungsi dari tubuh manusia termasuk disini adalah ukuran linier,
berat, volum, ruang gerak, dan lain – lain. Persyaratan ergonomis
mensyaratkan supaya peralatan dan fasilitas kerja sesuai dengan orang
yang mengunakannya, khususnya menyangkut dimensi ukuran tubuh.
Dalam memperhatikan dimensi ruang kerja perlu
diperhatikan antara lain jarak jangkau yang bisa dilakukan oleh
operator, batasan – batasan ruang yang enak cukup memberikan
keleluasaan gerak operator dan kebutuhan area minimum yang harus
dipenuhi untuk kegiatan – kegiatan tertentu.
b. Kondisi Lingkungan kerja
Operator diharapkan mampu beradaptasi dengan situasi dan
kondisi lingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperature,
kelembapan, getaran, kebisingan dan lain – lain. Adanya lingkungan fisik
kerja yang bising, panas atau atmosfir yang tercemar akan memberikan
dampak negative terhadap performa maupun moral dan motivasi operator.
c. Efisiensi ekonomi gerakan dan pengaturan fasilitas kerja
Perancangan sistem kerja haruslah mempertimbangkan
prosedur– prosedur untuk mengkombinasikan gerakan – gerakan kerja
sehingga dapat memperbaiki efisiensi dan mengurangi kelelahan kerja.
Pertimbangan mengenai prinsip ekonomi gerakan diberikan selama tahap
perancangan sistem kerja dari suatu industri, karena hal ini akan
memudahkan modifikasi yang diperlukan terhadap IhardwareI, prosedur
kerja dan lain – lain.
Beberapa ketentuan pokok yang berkaitan dengan prinsip –
prinsip ekonomi gerakan yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan
sistem kerja adalah :
1. Organisasi fasilitas kerja sehingga operator mudah akan mengetahui
lokasi penempatan material (bahan baku, produk akhir, atau scrap),
peralatan kerja, mekanisme control, display, dan lain –lain.
2. Membuat rancangan fasilitas kerja (mesin, meja kerja, kursi dan lain –
lain) dengan dimensi yang sesuai dengan anthropometri pekerja dengan
range 5 persentil sampai 95 persentil. Biasanya untuk merancang
lokasi jarak jangkauan persentil terpendek (5 persentil), sedangkan
untuk lokasi kerja yang membutuhkan clearance akan dipergunakan
data terbesar (95 persentil).
3. Mengatur pengiriman material maupun peralatan secara teratur ke
stasiun – stasiun kerja yang membutuhkan. Disini operator tidak
seharusnya membuang waktu dan energi untuk mengambil material
atau peralatan kerja yang dibutuhkan
4. Buat rancangan kegiatan kerja sedemikian rupa sehingga akan terjadi
keseimbangan kerja antara tangan kiri dan tangan kanan. Diharapkan
operator dapat memulai dan mengakhiri gerakan kedua tangannya
secara serentak dan menghindari jangan sampai kedua tangan
menganggur pada saat yang bersamaan.
5. Atur tata letak fasilitas pabrik sesuai dengan aliran proses produksi.
Caranya adalah dengan mengatur letak mesin atau fasilitas kerja sesuai
dengan aliran proses yang ada. Hal ini berguna untuk meminimalkan
jarak perpindahan material selama proses produksi berlangsung.
6. Energi kerja yang dikonsumsikanpada saat seseorang melakukan
kegiatan merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan. Dengan
adanya perancangan kerja seharusnya dapat menghemat energi yang
harus dikonsumsikan. Aplikasi prinsip-prinsip ekonomi gerakan dalam
tahap perancangan dan pengembangan sistem kerja secara umum akan
dapat meminimalakan energi yang harus di konsumsikan dan dapat
meningkatkan efisiensi sehingga bisa meningkatkan output yang
dihasilkan.
2.2 Aplikasi Data Antropometri dalam Perancangan
Data antropometri untuk berbagai ukuran anggota tubuh baik yang
diukur dalam posisi tetap (structural body dimension) ataupun posisi
bergerak dinamis sesuai dengan fungsi yang bisa dikerjakan oleh anggota
tubuh tersebut (functional body dimension) dan dikelompokan berdasarkan
nilai persentil dari populasi tertentu akan sangat bermanfaat untuk
menentukan ukuran-ukuran yang harus diakomodasikan pada saat
perancangan sebuah produk, fasilitas kerja maupun stasiun kerja. Persoalan
yang paling mendasar dalam mengaplikasikan data antropometri dalam
proses perancangan adalah bagaimana bisa menemukan dimensi ukuran yang
paling tepat untuk rancangan yang ingin dibuat agar bisa mengakomodasikan
mayoritas dan potensial populasi yang akan menggunakan/mengoperasikan
hasil rancangan tersebut. Dalam hal ini ada dua dimensi rancangan yang akan
dijadikan dasar menentukan minimum dan/atau maksimum ukuran yang
umum ingin ditetapkan, yaitu :
a) Dimensi jarak ruangan (clearance dimensions), yaitu dimensi yang
diperlukan untuk menentukan minimum ruang (space) yang diperlukan
orang untuk dengan leluasa melaksanakan aktivitas dalam sebuah stasiun
kerja baik pada saat mengoperasikan maupun harus melakukan
perawatan dari fasilitas kerja (mesin dan peralatan) yang ada. Jarak
ruangan (clearance) dalam hal ini dirancang dengan menetapkan dimensi
ukuran tubuh yang terbesar (upper percentile) dari populasi pemakai
yang diharapkan. Sebagai contoh pada saat kita merancang ukuran lebar
jalan keluar-masuk (personal aisle) ke sebuah areal kerja, maka disini
dimensi ukuran lebar jalan akan ditentukan berdasarkan data
antropometri (lebar badan) dengan persentil terbesar (95th atau 97.5th
percentile) dari populasi.
b) Dimensi jarak jangkauan (reach dimension), yaitu dimensi yang
diperlukan untuk menentukan maksimum ukuran yang harus ditetapkan
agar mayoritas populasi akan mampu menjangkau dan mengoperasikan
peralatan kerja (tombol kendali, keyboard, dan sebagainya) secara mudah
dan tidak memerlukan usaha (effort) yang terlalu memaksa. Disini jarak
jangkauan akan ditetapkan berdasarkan ukuran tubuh terkecil (lower
percentile) dari populasi pemakai yang diharapkan dan biasanya
memakai ukuran 2.5th atau 5th percentile.
Berdasarkan dua dimensi rancangan tersebut diatas dan untuk
mengaplikasikan data antropometri agar bisa menghasilkan rancangan
produk, fasilitas maupun stasiun kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh dari
populasi pemakai terbesarnya (fitting the task to the man); maka ada tiga
filosofi dasar perancangan yang bisa dipilih sesuai dengan tuntutan
kebutuhannya (Tayyari dan Smith, 1997 ) yaitu (a) Rancangan untuk ukuran
rata-rata (design for average), yang banyak dijumpai dalam perancangan
produk/fasilitas yang dipakai untuk umum (public facilities) seperti kursi
kereta api, bus dan fasilitas umum lainnya yang akan dipakai oleh orang
banyak (problem utama jarang sekali dijumpai orang yang memiliki dimensi
ukuran rata-rata, sehingga rancangan yang dibuat tidak akan bisa sesuai
dengan ukuran mayoritas populasi yang ada); (b) Rancangan untuk ukuran
ekstrim (design for extreem), yang ditujukan untuk mengakomodasikan
mereka yang memiliki ukuran yang terkecil atau yang terbesar (dipilih salah
satu) dengan oritentasi mayoritas populasi akan bisa terakomodasi oleh
rancangan yang dibuat; dan (c) Rancangan untuk ukuran yang bergerak dari
satu ekstrim ke ekstrim ukuran yang lain (design for range), yang
diaplikasikan untuk memberikan fleksibilitas ukuran (karena ukuran mampu
diubah-ubah) sehingga mampu digunakan oleh mereka yang memiliki
ukuran tubuh terkecil maupun yang terbesar (biasanya akan memakai ukuran
dari range percentile 5th dan 95th ).
Selanjutnya untuk mengaplikasikan data antropometri dalam
proses perancangan ada beberapa langkah dan sistematika prosedur yang
harus ditempuh yang dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Tentukan terlebih
dahulu mayoritas (potensi) dari populasi yang diharapkan akan
memakai/mengoperasikan produk/fasilitas rancangan yang akan dibuat
(seperti yang dilakukan dalam langkah penetapan target & segmentasi
pasar), (b) Tentukan proporsi dari populasi (percentile) yang harus diikuti,
seperti 90th, 95th , 97.5th ataukah 99th percentile?, (c) Tentukan bagian-
bagian tubuh dan dimensinya yang akan terkait dengan rancangan yang
dibuat, (d) Tentukan prinsip ukuran yang harus diikuti apakah rancangan
tersebut untuk ukuran ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel (range),
ataukah menggunakan ukuran rata-rata, dan (e) Aplikasikan data
antropometri yang sesuai dan tersedia, bilamana diperlukan tambahkan
dengan “allowance” untuk mengantisipasi panjang dan lebar tempat tidur
yang akan diterapkan dan sebagainya.
2.3 Aspek – Aspek Ergonomi dalam Perancangan Stasiun Kerja
Kegiatan manufacturing bisa didefinisikan sebagai suatu unit atau
kelompok kerja yang berkaitan dengan berbagai macam proses kerja untuk
merubah bahan baku menjadi produk akhir yang dikehendaki. Didalam suatu
stasiun kerja harus dilakukan pengaturan kerja komponen-komponen yang
terlibat didalam sistem produksi yaitu menyangkut material (bahan baku,
produk jadi, dan scrap), mesin/peralatan kerja, perkakas pembantu, dan
fasilitas penunjang (utilitas), lingkungan fisik kerja dan manusia pelaksana
kerja (operator), dengan pendekatan ergonomi diharapkan sistem produksi
bisa dirancang untuk melaksanakan kegiatan kerja tertentu dengan didukung
keserasian hubungan antara manusia dengan sistem kerja yang
dikendalikannya.
Menurut (Wignjosoebroto, 2003), ada beberapa aspek yang harus
diperhatikan dalam perancangan stasiun kerja, yaitu:
1. Aspek yang menyangkut perbaikan-perbaikan metode atau cara kerja
dengan menekankan prinsip-prinsip ekonomi gerakan
2. Data-data mengenai dimensi tubuh manusia yang berguna untuk mencari
hubungan keserasian antara produk dan manusia yang memakainya
3. Pengaturan tata letak fasilitas kerja yang perlu dalam melakukan suatu
kegiatan. Hal ini bertujuan untuk mencari gerakan-gerakan kerja yang
efisien
4. Pengukuran energi yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan aktivitas
tertentu
5. Keselamatan dan kesehatan kerja pada stasiun tersebut
Antropometri merupakan bidang ilmu yang berhubungan dengan
dimensi tubuh manusia. Dimensi-dimensi ini dibagi menjadi kelompok
statistika dan ukuran persentil. Jika seratus orang berdiri berjajar dari yang
terkecil sampai terbesar dalam suatu urutan, hal ini akan dapat
diklasifikasikan dari 1 percentile sampai 100 percentile (Liliana, 2007).
Antropometri menurut Stevenson (1989) dan Nurmianto (2008)
adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteritik
fisik ukuran tubuh manusia, bentuk, dan kekuatan serta penerapan dari data
tersebut untuk penanganan masalah desain. Untuk perencanaan stasiun kerja
data antropometri akan bermanfaat baik didalam memilih fasilitas-fasilitas
kerja yang sesuai dimensinya dengan ukuran tubuh operator, maupun didalam
merencanakan dimensi ruang kerja itu sendiri. Antropometri dibagi menjadi
dua jenis yaitu :
1. Antropometri Statis (Structural Body Dimensions)
Pengukuran manusia pada posisi diam atau yang dibakukan. Disebut juga
pengukuran dimensi struktur tubuh dimana tubuh diukur dalam berbagai
posisi standart dan tidak bergerak (tetap tegak sempurna). Pengukuran
antropometri statis menjadi penting karena pengukuran ini menjadi dasar
dalam perancangan produk dan lingkungan kerja yang digunakan.
2. Antropometri Dinamis (Functional Body Dimensions)
Merupakan pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan
bergerak atau memperhatikangerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat
pekerja tersebut melaksanakan kegiatannya. Selanjutnya untuk
memperjelas mengenai data Antropometri yang tepat diaplikasikan dalam
berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja, diperlukan
pengambilan ukuran dimensi anggota tubuh
Terdapat dua pilihan dalam merancang sistem kerja berdasarkan data
antropometri, yaitu:
a. Sesuai dengan tubuh pekerja yang bersangkutan (perancangan individual),
yang terbaik secara ergonomi
b. Sesuai dengan populasi pemakai/pekerja
Perancangan untuk populasi sendiri memiliki tiga pilihan yaitu:
1. Design for extreme individuals
2. Design for adjustable range
3. Design for average
Pada tiga tipe perancangan di atas, konsep persentil banyak digunakan
untuk memudahkan dalam merancang. Konsep persentil dalam perancangan
adalah penggunaan data-data ke 0,05; 0,5; atau 0,95 dari sebaran data
antropometri yang telah diurutkan, yang ditujukan untuk memberi aspek
keamanan dan kenyamanan bagi manusia di dalam alat atau sistem kerja yang
dirancang. Persentil pada dasarnya menyatakan persentase manusia dalam
suatu populasi yang memiliki dimensi tubuh yang sama atau lebih kecil dari
nilai tersebut.
Tabel 2.1Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi
Normal
Percentile Calculation
1st X – 2,325 σx
2,5th X – 1,960 σx
5th X – 1,645 σx
10th X – 1,280 σx
50th X
90th X + 1,280 σx
95th X + 1,645 σx
97,5th X + 1,960 σx
99th X + 2,325 σx
(Sumber data : Stevenson,1989 ; Nurmianto,1991)

2.4 Prinsip Perancangan Produk


Perancangan stasiun kerja dalam industri haruslah
mempertimbangkan banyak aspek yang berasal dari berbagai disiplin atau
spesialisasi keahlian yang ada. Hal ini secara skematis dapat digambarkan
sebagai berikut :

Gambar 2.1Disiplin dan keahlian yang terkait dengan perancangan


stasiun kerja.
(Sumber : Sritomo Wignjosoebroto, 2001)
Dalam perancangan stasiun kerja, aspek awal yang harus
diperhatikan adalah yang menyangkut perbaikan-perbaikan metode atau cara
kerja dengan menekankan pada prinsip-prinsip ekonomi gerakan dengan
tujuan pokoknya adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Aspek kedua yang menjadi pertimbangan adalah kebutuhan akan data yang
menyangkut dimensi tubuh manusia (anthropometric data). Data antropometri
ini terutama sekali akan menunjang didalam proses perancangan produk
dengan tujuan untuk mencari keserasian hubungan antara produk dan manusia
yang memakainya. Aspek ketiga yang perlu dipertimbangkan berikutnya
adalah berkaitan dengan pengaturan tata letak fasilitas kerja yang diperlukan
dalam suatu kegiatan. Pengaturan fasilitas kerja pada prinsipnya bertujuan
untuk mencari gerakan-gerakan kerja yang efisien seperti halnya dengan
pengaturan gerakan material handling.
Pertimbangannya selanjutnya adalah menyangkut pengukuran energi
(energy cost) yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan aktivitas tertentu.
Beban kerja baik beban statis maupun dinamis akan diukur berdasarkan
parameter-parameter fisiologis seperti volume oksigen yang dikonsumsikan,
detak jantung, dan lain-lain. Data fisiologis ini akan memiliki implikasi
didalam perancangan stasiun kerja disamping juga bermanfaat dalam hal
penjadwalan kerja (penyusunan waktu istirahat), mengurangi stress akibat
beban kerja yang terlalu berlebihan, dan lain-lain. Aktifitas pengukuran enersi
berkaitan erat dengan disiplin physiology atau biomechanic.
Aspek kelima dalam perancangan stasiun kerja akan berhubungan
dengan masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Persyaratan UU
keselamatan dan kesehatan kerja mengharuskan areal kerja bebas dari
kondisi-kondisi yang memiliki potensi bahaya. Perancangan lingkungan fisik
kerja seperti pengaturan temperatur, pencahayaan, kebisingan, getaran, dan
lain-lain merupakan titik sentral perhatian dari aspek kelima ini. Selanjutnya
ketiga aspek yang terakhir yaitu hubungan dan perilaku manusia, pengukuran
waktu kerja dan maintanability akan berkepentingan dengan memperbaiki
motivasi dan performans kerja.
2.4.1 Prinsip Perancangan Produk Bagi Individu dengan Ukuran yang
Ekstrim
Disini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2
sasaran produk, yaitu :
1. Bisa untuk memenuhi ukuran tubuh manusia yang ekstrim dalam
arti terlalu besar atau terlalu kecil dibandingkan ukuran rata – rata.
2. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain
(mayoritas dari populasi yang ada).
Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran
yang diaplikasikan ditetapkan dengan cara:
1. Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu
rancangan produk umumnya didasarkan pada nilai percentile yang
terbesar yaitu 90th, 95th atau 99th percentile.
2. Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil
berdasarkan nilai percentile yang paling rendah 1th, 5th atau 10th
percentile.
2.4.2 Prinsip Perancangan Produk yang Bisa Dioperasikan Diantara
Rentang Ukuran Tertentu
Disini rancangan bisa dirubah-rubah ukurannya sehingga
cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki
berbagai macam ukuran tubuh. Dalam kaitannya untuk mendapatkan
rancangan yang fleksibel semacam inimaka data anthropometri yang
umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai 5-th s/d 95-th
percentile.
2.4.3 Prinsip Perancangan Produk dengan Ukuran Rata – Rata
Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-
rata ukuran manusia, disini produk dirancang dan dibuat untuk mereka
yang berukuran sekitar rata-rata. Berkaitan denga aplikasi data
anthropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk
ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa saran / rekomendasi yang
bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah seperti berikut:
1. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang
mana nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan
tersebut.
2. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan
tersebut; dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus
menggunakan data structural body dimension ataukah functional
body dimension.
3. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi
diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan
produk tersebut.
4. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti.
5. Pilih prosentase populasi yang harus diikuti; 90-th, 99-th ataukah
nilai percentile yang lain yang dikehendaki.
Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan
selanjutnya pilih / tetapkan nilai ukurannya dari tabel data
anthropometri yang sesuai. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan
faktor kelonggaran (allowance) bila diperukan.
2.5 Tahapan Proses dalam Perancangan Produk
Produk adalah sebuah “artefak”, sesuatu yang merupakan
kreativitas budi-daya manusia (man-made object) yang dapat dilihat,
didengar, dirasakan serta diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan fungsional
tertentu, yang dihasilkan melalui sebuah proses panjang. Produk ini bisa
berupa benda fisik maupun non-fisik (jasa), bisa dalam bentuk yang kompleks
seperti mesin maupun fasilitas kerja yang lain, dan bisa pula merupakan
barang-barang konsumtif sederhana untuk keperluan sehari-hari. Untuk bisa
menghasilkan produk khususnya produk industri yang memiliki nilai
komersial tinggi, maka diperlukan serangkaian kegiatan berupa perencanaan,
perancangan dan pengembangan produk yaitu mulai dari tahap menggali ide
atau gagasan tentang fungsi-fungsi yang dibutuhkan; dilanjutkan dengan
tahapan pengembangan konsep, perancangan sistem dan detail, pembuatan
prototipe, evaluasi dan pengujian (baik uji kelayakan teknis maupun
kelayakan komersial), dan berakhir dengan tahap pendistribusiannya (Ulrich,
2000: hal. 2–18). Didalam proses perancangan maupun pengembangannya,
pengertian tentang produk tidaklah bisa dipandang hanya dari karakteristik
fisik, attributes ataupun ingredients semata (yang akan menghasilkan fungsi
kerja produk); melainkan harus juga dilihat, dipikirkan dan dirancang-
kembangkan komponen-komponen yang lain berupa packagings dan support
services component yang akan membentuk sebuah rancangan produk yang
lengkap dan terintegrasi (Hisrich, 1991: hal. 5-6 dan Wignjosoebroto, 1997:
hal. 2-11). Sebuah produk yang dirancang untuk memberikan aspek teknis-
fungsional yang memiliki nilai tambah tinggi, bisa jadi akan kedodoran pada
saat sampai ke tahap komersialisasi karena tidak dikemas (packaging) secara
baik dan dipikirkan langkah-langkah purna jual-nya.
Perancangan produk pada dasarnya merupakan sebuah langkah
strategis untuk bisa menghasilkan produk-produk industri yang secara
komersial harus mampu dicapai guna menghasilkan laju pengembalian modal
(rate of investment). Hal ini perlu disadari benar, karena permasalahan yang
dihadapi oleh industri bukan sekedar mengembangkan ide, kreativitas
maupun inovasi produk tetapi juga harus mampu menjaga aliran uang (cash
flow) dari apa-apa yang dihasilkan melalui proses nilai tambah dalam
aktivitas produksinya. Ukuran sukses sebuah rancangan produk tidak hanya
dilihat dari aspek teknis semata, melainkan juga harus memenuhi kriteria
sukses dalam hal nilai tambah ekonomis-nya. Analisa dan evaluasi yang
didasarkan pada metode pendekatan tekno-ekonomis tentu saja sangat
diperlukan untuk memberikan semacam jaminan agar sebuah rancangan
produk mampu memenuhi harapan konsumen dan sekaligus juga produsen.
Analisa dan evaluasi teknis diarahkan terutama dalam hal meningkatkan
derajat kualitas dan reliabilitas performans dari produk guna menghasilkan
fungsi-fungsi (spesifikasi teknis) yang diharapkan; sedangkan analisa dan
evaluasi ekonomis melalui langkah value analysis/engineering, sebagai misal
akan menghasilkan langkah-langkah efisiensi biaya (costs reduction
program) guna menghasilkan produk yang bernilai komersial dan berdaya-
saing kuat.
Aktivitas perancangan produk secara umum (generic) akan diawali
dengan tahapan identifikasi dan formulasi (mission statement) tentang segala
potensi teknologi, baik berupa teknologi produk maupun teknologi proses,
yang dimiliki serta target pasar yang ingin dipuaskan (Ulrich, 2000: hal. 14-
23). Selanjutnya diperlukan penyusunan sebuah konsep produk bisa berupa
produk baru maupun produk lama yang akan dimodifikasikan menjadi sebuah
produk “baru” yang mencoba mewujudkan ide ataupun gagasan yang masih
bersifat abstraktif menjadi sebuah rancangan (system & detail design) yang
mampu memberikan gambaran lebih jelas mengenai bentuk maupun
penampilan yang diinginkan untuk memenuhi kebutuhan pasar (demand pull)
atau dilatar-belakangi oleh dorongan inovasi teknologi (market push). Dalam
hal ini ada dua macam (sifat) rancangan yang harus dikerjakan secara
terintegrasi didalam, yaitu berupa rancangan teknik/rekayasa (engineering
design) dan rancangan industrial (industrial design). Rancangan
teknik/rekayasa (engineering design) dari sebuah produk akan terkait dengan
semua analisis dan evaluasi yang terutama menyangkut teknologi produk
seperti pemilihan serta perhitungan kekuatan material, bentuk, dimensi
geometris, toleransi, dan standard kualitas yang harus dicapai. Semua analisa
perhitungan yang dilakukan tersebut akan sangat menentukan derajat kualitas
dan reliabilitas produk guna memenuhi tuntutan fungsi dan spesifikasi teknis
(core component) yang diharapkan. Disisi lain rancangan industrial
(industrial design) akan sangat berpengaruh secara signifikan didalam
memberikan “sense of attractiveness”, estetika keindahan, serta berbagai
macam pertimbangan yang terkait dengan teknologi proses guna
menghasilkan efisiensi ongkos produksi yang berdaya saing tinggi.
Rancangan industrial dari sebuah produk terutama sekali akan difokuskan
pada komponen kemasan (packaging component) seperti kualitas &
reliabilitas, model/style, harga produk, pembungkus/kemasan (packaging),
merk dagang (brand name); dan komponen pelayanan penunjang (supporting
services component) seperti pelayanan purna jual (after sales services),
warranty, ketersediaan suku cadang, perbaikan & perawatan, dan sebagainya.
Disisi lain rancangan industrial juga akan memberikan sentuhan-sentuhan
ergonomis yang berkaitan dengan keselamatan, keamanan, kenyamanan dan
kelaikan operasional dari sebuah produk.
2.6 Dimensi Tubuh yang Digunakan
Dalam kaitannya dengan perancangan produk, fasilitas kerja
maupun stasiun kerja (work station); maka data antropometri yang paling
tepat untuk diimplementasikan adalah data yang diukur secara langsung
terhadap populasi manusia yang nantinya akan mengoperasikan hasil
rancangan tersebut. Karakteristik jenis pekerjaan jelas akan memberikan
perbedaan-perbedaan dalam data antropometri yang harus diakomodasikan
dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja (Sritomo, 2000).
Beberapa tipikal pekerjaan Dimensi tubuh yang digunakan adalah
antropometri tubuh dan antropometri tangan serta antropometri kaki. Data
antropometri untuk berbagai ukuran anggota tubuh baik yang diukur dalam
posisi tetap (structural body dimension) ataupun posisi bergerak dinamis
sesuai dengan fungsi yang bisa dikerjakan oleh anggota tubuh tersebut
(functional body dimension) dan dikelompokan berdasarkan nilai persentil
dari populasi tertentu akan sangat bermanfaat untuk menentukan ukuran-
ukuran yang harus diakomodasikan pada saat perancangan sebuah produk,
fasilitas kerja maupun stasiun kerja. Persoalan yang paling mendasar dalam
mengaplikasikan data antropometri dalam proses perancangan adalah
bagaimana bisa menemukan dimensi ukuran yang paling tepat untuk
rancangan yang ingin dibuat agar bisa mengakomodasikan mayoritas dan
potensial populasi yang akan menggunakan/mengoperasikan hasil rancangan
tersebut. Dalam hal ini ada dua dimensi rancangan yang akan dijadikan dasar
menentukan minimum dan/atau maksimum ukuran yang umum ingin
ditetapkan, yaitu :
1. Dimensi jarak ruangan (clearance dimensions), yaitu dimensi yang
diperlukan untuk menentukan minimum ruang (space) yang diperlukan
orang untuk dengan leluasa melaksanakan aktivitas dalam sebuah stasiun
kerja baik pada saat mengoperasikan maupun harus melakukan perawatan
dari fasilitas kerja (mesin dan peralatan) yang ada. Jarak ruangan
(clearance) dalam hal ini dirancang dengan menetapkan dimensi ukuran
tubuh yang terbesar (upper percentile) dari populasi pemakai yang
diharapkan. Sebagai contoh pada saat kita merancang ukuran lebar jalan
keluar-masuk (personal aisle) ke sebuah areal kerja, maka disini dimensi
ukuran lebar jalan akan ditentukan berdasarkan data antropometri (lebar
badan) dengan persentil terbesar (95th atau 97.5th percentile) dari populasi.
2. Dimensi jarak jangkauan (reach dimension), yaitu dimensi yangdiperlukan
untuk menentukan maksimum ukuran yang harus ditetapkan agar
mayoritas populasi akan mampu menjangkau dan mengoperasikan
peralatan kerja (tombol kendali, keyboard, dan sebagainya) secara mudah
dan tidak memerlukan usaha (effort) yang terlalu memaksa. Disini jarak
jangkauan akan ditetapkan berdasarkan ukuran tubuh terkecil (lower
percentile) dari populasi pemakai yang diharapkan dan biasanya memakai
ukuran 2.5th atau 5th percentil (Sritomo, 2000)
Berdasarkan dua dimensi rancangan tersebut diatas dan untuk
mengaplikasikan data antropometri agar bisa menghasilkan rancangan
produk, fasilitas maupun stasiun kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh dari
populasi pemakai terbesarnya (fitting the task to the man); maka ada tiga
filosofi dasar perancangan yang bisa dipilih sesuai dengan tuntutan
kebutuhannya (Tayyari dan Smith, 1997), yaitu
a. Rancangan untuk ukuran rata-rata (design for average), yang banyak
dijumpai dalam perancangan produk/fasilitas yang dipakai untuk umum
(public facilities) seperti kursi kereta api, bus dan fasilitas umum lainnya
yang akan dipakai oleh orang banyak (problem utama jarang sekali
dijumpai orang yang memiliki dimensi ukuran rata-rata, sehingga
rancangan yang dibuat tidak akan bisa sesuai dengan ukuran mayoritas
populasi yang ada);
b. Rancangan untuk ukuran ekstrim (design for extreem), yang ditujukan
untuk mengakomodasikan mereka yang memiliki ukuran yang terkecil atau
yang terbesar (dipilih salah satu) dengan oritentasi mayoritas populasi akan
bisa terakomodasi oleh rancangan yang dibuat; dan
c. Rancangan untuk ukuran yang bergerak dari satu ekstrim ke ekstrim
ukuran yang lain (design for range), yang diaplikasikan untuk memberikan
fleksibilitas ukuran (karena ukuran mampu diubah-ubah) sehingga mampu
digunakan oleh mereka yang memiliki ukuran tubuh terkecil maupun yang
terbesar (biasanya akan memakai ukuran dari range percentil 5th dan 95th.
2.7 Faktor Allowance
Faktor allowance adalah faktor kelonggaran yang artinya nilai
percentile yang diambil dijumlahkan dengan ukuran faktor kelonggaran yang
telah ditentukan dan digunakan untuk pendesainan suatu produk. Misalnya
ketika kita mendesain tinggi pintu, yang menjadi faktor allowance atau
faktor kelonggaran adalah tinggi sepatu yang dipakai oleh orang yang
menggunakan pintu tersebut.Pada pendesaian tempat tidur bertingkat ini,
yang mejadi faktor allowance atau faktor kelonggaran adalah lebar dan
panjang tempat tidur.
2.8 Nordic Body Map
Nordic Body Map adalah sistem pengukuran keluhan sakit pada
tubuh yang dikenal dengan musculoskeletal. Sebuah sistem muskuloskeletal
(sistem gerak) adalah sistem organ yang memberikan hewan (dan manusia)
kemampuan untuk bergerak menggunakan sistem otot dan rangka. Sistem
muskuloskeletal menyediakan bentuk, dukungan, stabilitas, dan gerakan
tubuh.
Sistem rangka adalah suatu sistem organ yang memberikan dukungan
fisik pada makhluk hidup. Sistem rangka umumnya dibagi menjadi tiga tipe:
eksternal, internal, dan basis cairan (rangka hidrostatik), walaupun sistem
rangka hidrostatik dapat pula dikelompokkan secara terpisah dari dua jenis
lainnya karena tidak adanya struktur penunjang. Rangka manusia dibentuk
dari tulang tunggal atau gabungan (seperti tengkorak) yang ditunjang oleh
struktur lain seperti ligamen, tendon, otot, dan organ lainnya. Rata-rata
manusia dewasa memiliki 206 tulang, walaupun jumlah ini dapat bervariasi
antara individu.
Hal ini terdiri dari tulang tubuh (kerangka), otot, tulang rawan,
tendon, ligamen, sendi, dan jaringan ikat lainnya yang mendukung dan
mengikat jaringan dan organ bersama-sama. Fungsi utama sistem
muskuloskeletal termasuk mendukung tubuh, sehingga gerak, dan
melindungi organ-organ vital. Bagian kerangka sistem berfungsi sebagai
sistem penyimpanan utama untuk kalsium dan fosfor dan berisi komponen-
komponen penting dari sistem hematopoietik.
Sistem ini menjelaskan bagaimana tulang terhubung ke tulang lain
dan serat otot melalui jaringan ikat seperti tendon dan ligamen. Tulang
memberikan stabilitas ke tubuh dalam analogi batang besi dalam konstruksi
beton. Otot menjaga tulang di tempat dan juga memainkan peran dalam
gerakan tulang. Untuk memungkinkan gerak, tulang yang berbeda
dihubungkan oleh sendi. Cartilage mencegah tulang berakhir dari
menggosok langsung pada satu sama lain. Otot kontrak (bergerombol) untuk
memindahkan tulang melekat pada sendi. Namun demikian, penyakit dan
gangguan yang dapat merugikan fungsi dan efektivitas keseluruhan sistem.
Penyakit ini bisa sulit untuk mendiagnosis karena hubungan dekat sistem
muskuloskeletal ke sistem internal lainnya.
Sistem muskuloskeletal mengacu pada sistem yang memiliki otot
melekat pada sistem kerangka internal dan diperlukan bagi manusia untuk
pindah ke posisi yang lebih menguntungkan. Masalah yang kompleks dan
cedera yang melibatkan sistem muskuloskeletal biasanya ditangani oleh
physiatrist (spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi) atau ahli bedah
ortopedi.
The Skeletal System melayani banyak fungsi penting,. Memberikan
bentuk dan bentuk bagi tubuh kita selain untuk mendukung, melindungi,
memungkinkan gerakan tubuh, memproduksi darah bagi tubuh, dan
menyimpan mineral. Jumlah tulang dalam sistem kerangka manusia adalah
topik yang kontroversial. Manusia dilahirkan dengan lebih dari 300 tulang,
namun, banyak tulang sekering bersama antara kelahiran dan kematangan.
Akibatnya sebuah kerangka dewasa rata-rata terdiri dari 206 tulang. Jumlah
tulang bervariasi sesuai dengan metode yang digunakan untuk menurunkan
menghitung. Sementara sebagian orang menganggap struktur tertentu
menjadi tulang tunggal dengan beberapa bagian, orang lain mungkin
melihatnya sebagai satu bagian dengan beberapa tulang.
Ada lima klasifikasi umum tulang. Ini adalah tulang panjang, tulang
pendek, tulang datar, tulang tidak teratur, dan tulang sesamoid. Kerangka
manusia terdiri dari kedua tulang menyatu dan individu yang didukung oleh
ligamen, tendon, otot dan tulang rawan. Ini adalah struktur yang kompleks
dengan dua divisi yang berbeda. Ini adalah kerangka aksial dan kerangka
apendikular.
The Skeletal Sistem berfungsi sebagai kerangka kerja untuk jaringan
dan organ untuk menempel. Sistem ini bertindak sebagai struktur pelindung
untuk organ-organ vital. Contoh utama dari hal ini adalah otak dilindungi
oleh tengkorak dan paru-paru yang dilindungi oleh tulang rusuk.
Terletak di tulang panjang adalah dua perbedaan dari sumsum tulang
(kuning dan merah). Sumsum kuning memiliki jaringan ikat lemak dan
ditemukan dalam rongga sumsum. Selama kelaparan, tubuh menggunakan
lemak dalam sumsum kuning untuk energi. Sumsum merah beberapa tulang
adalah situs penting untuk produksi sel darah, sekitar 2,6 juta sel darah merah
per detik untuk menggantikan sel-sel yang ada yang telah hancur oleh hati.
Di sini semua eritrosit, trombosit, dan kebanyakan bentuk leukosit pada
orang dewasa. Dari sumsum merah, eritrosit, trombosit, dan leukosit
bermigrasi ke darah untuk melakukan tugas-tugas khusus mereka.
Fungsi lain dari tulang adalah penyimpanan mineral tertentu.
Kalsium dan fosfor adalah salah satu mineral utama yang disimpan.
Pentingnya penyimpanan ini "perangkat" membantu mengatur
keseimbangan mineral dalam aliran darah. Ketika fluktuasi mineral yang
tinggi, mineral ini disimpan dalam tulang, ketika itu rendah maka akan
ditarik dari tulang.
Contoh Dari Nordic Body Map adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2Contoh Tabel Nodic Body Map
3 BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Flow Chart Praktikum

Flowchart penyelesaian praktikum Perancangan Produk

Mulai

Identifikasi masalah

Penetapan tujuan praktikum


TAHAP IDENTIFIKASI
AWAL

Studi literatur Studi lapangan

Pengumpulan data Penentuan Objek

Data Primer
* Menentukan objek,
pengukuran,pencata
tan data
Penentuan dimensi
Data Sekunder utama dan data ergonomi
*Alat-alat yang
digunakan

TAHAP PENGUMPULAN
DATA
Penentuan prinsip
perancangan

Menggambar desain
rancangan

Analisa data TAHAP PENGOLAHAN


DATA

Kesimpulan dan Saran

Selesai TAHAP ANALISA DAN


KESIMPULAN

Gambar 3.1Diagram Flow ChartPelaksanaan Praktikum


Sumber : Data Penulis, 2015
3.2 Peralatan
1. Data ergonomi (Anthropometri)
2. Gambar sketsa desain.
3. Auto Cad, Corel Draw, Vissio atau program graphic lainnya

3.3 Prosedur Pelaksanaan Praktikum


1. Menentukan objek yang ingin dibidik, baik berupa perancangan dan
perbaikan produk atau fasilitas kerja.
a) Objek boleh berupa produk jadi yang telah ada atau fasilitas kerja yang
telah ada.
b) Objek merupakan suatu produk atau fasilitas kerja yang tidak
ergonomis. Hal ini bisa diketahui dengan survey pendahuluan dengan
bantuan kuisioner ataupun Nordic body map.
c) Mencari data dimensi yang berhubungan dengan produk tersebut,
misalnya : tinggi awal, lebar awal dll.
2. Menentukan data ergonomi dan dimensi utama yang digunakan dalam
perancangan.
a) Menentukan dimensi tubuh mana yang menjadi fokus perhatian.
b) Menentukan data yang akan digunakan dalam perancangan, dengan
asumsi populasi yang dipakai adalah populasi kelas praktikan.
c) Memperhatikan juga faktor allowance.
3. Menentukan prinsip perancangan.
a) Memilih satu diantara tiga prinsip perancangan yang telah ada, yaitu:
 Perancangan dengan ukuran ekstrim,
 Perancangan yang bisa dioperasikan antara rentang ukuran tertentu,
atau
 Perancangan dengan ukuran rata-rata.
b) Memilih data-data mana saja yang dipakai.
4. Menggambar desain rancangan (before and after) dalam ukuran dimensi
skala. Penggambaran bisa menggunakan program AutoCAD, Visio, Corel
Draw dll.
a) Menggambar produk awal (jika melakukan perbaikan/redesign)
dengan dimensi yang terskala.
b) Menggambar produk akhir rancangan, beserta dimensinya.
BAB IV
PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

4.1 Analisa Data


1. Rekap Data Hasil Kuesioner Rencana Re-Design Meja kursi belajar
2. Sumber Variabilitas diambil Berdasarkan Jenis Kelamin. Secara umum dapat
dilihat bahwa dimensi tubuh pria lebih besar dari pada dimensi tubuh wanita.
Hal ini dapat dilihat dari pengambilan data sebelumnya yang telah dilakukan
pada praktikum Anthropometri.
3. Hasil Pendataan Kuesioner Rencana Re-design Meja kursi belajar berdasarkan
kuisioner penilaian pengguna pada Meja kursi belajar yang telah disebar di
mahasiswa kelas K3-5C 2016 agar diperoleh data untuk di re-design. Berikut
adalah data hasil kuisioner yang telah disebarkan kepada mahasiswa kelas K3-
5C 2016 dengan total 24 mahasiswa.

Tabel 4.1 Data Hasil Kuisioner Rencana Re-Design Meja Kursi


Belajar
No JENIS KELUHAN Keluhan Prosentase (%)
Ya Tidak Ya Tidak
0 Sakit/kaku di leher atas 16 8 66.6 33.4
1 Sakit/kaku di leher bawah 12 12 50 50
5 Sakit di punggung 15 9 62.5 37.5
6 Sakit pada lengan atas kanan 7 17 29.1 70.9
7 Sakit pada pinggang 11 13 50.6 49.4
8 Sakit pada pantat (Buttock) 13 11 54 46
9 Sakit pada pantat (Bottom) 19 5 79 21
10 Sakit pada siku kiri 2 22 8.3 91.7
11 Sakit pada siku kanan 5 19 21 79
12 Sakit pada lengan bawah kiri 3 21 12.5 87.5
13 Sakit pada lengan bawah
5 19 21 79
kanan
14 Sakit pada pergelangan
1 23 4.2 95.8
tangan kiri
15 Sakit pada pergelangan
2 22 8.3 91.7
tangan kanan
16 Sakit pada tangan kiri 3 21 12.5 87.5
17 Sakit pada tangan kanan 4 20 16.6 83.4
18 Sakit pada paha kiri 9 15 37.5 62.5
19 Sakit pada paha kanan 9 15 37.5 62.5
20 Sakit pada lutut kiri 1 23 4.2 95.8
21 Sakit pada lutut kanan 3 21 12.5 87.5
24 Sakit pada pergelangan kaki
4 20 16.6 83.4
kiri
25 Sakit pada pergelangan kaki
5 19 21 79
kanan
26 Sakit pada kaki kiri 3 21 12.5 87.5
27 Sakit pada kaki kanan 3 21 12.5 87.5
28 Rata-rata 6.73 17.26 28.28 71.72

Sumber : Kuisioner pendataan pada mahasiswa kelas k3-5C 2016

4.2 Data Anthropometri yang Digunakan


Setelah mengetahui dimensi tubuh utama yang digunakan untuk perancangan
meja, kursi serta mesin jahit ergonomis, tahap selanjutnya yaitu melakukan rekap
data anthropometri tubuh sesuai dengan dimensi tubuh yang akan digunakan seperti
yang terlihat pada tabel berikut.
Data anthropometri yang digunakan pada perancangan produk ini adalah :
Tabel 4.2 Data anthropometri yang digunakan
Kode Keterangan
Dimensi
D15 Lebar bahu
D8 Tinggi bahu posisi duduk
D9 Tinggi siku posisi duduk
D16 Lebar panggul
D12 Jarak dari lipat lutut ke pantat
D13 Tinggi Lutut
D14 Dimensi Lipat Betis
D15 Dimensi Lebar Bahu

4.3 Objek yang Akan Dirancang Ulang


Objek yang akan dirancang ulang pada praktikum kali ini oleh
kelompok kami adalah meja kursi belajar. Berikut adalah dimensi dari mesin
meja kursi belajar yang akan dirancang ulang dan dapat dilihat pada Gambar
4.1.

(a) Dimensi Meja Kursi Belajar

Gambar 4.1 Dimensi dari Meja Kursi belajar yang Akan Didesain Ulang

Tabel 4.3 Data Re-desain Produk


4.4 Dimensi Utama yang Digunakan dalam Perancangan
a. Tinggi Meja :
90 % 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑚 Dimensi tubuh tinggi siku duduk(d9) + tinggi lutut
(d13)
X = d9 + d13
= 29.239 cm + 52.873 cm
= 82.112 cm
= 82 cm
b. Tinggi Pijakan kaki :
10 % 𝑃𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 + 1/3 Tinggi Lutut (𝑑13)
1
= 𝑥 44.544 𝑐𝑚
3
= 14.848 𝑐𝑚
≈ 15 𝑐𝑚

c. Tinggi Kursi :
90 % 𝑙𝑎𝑘𝑖 𝑙𝑎𝑘𝑖 Dimensi ditambah tinggi lutut (d13) + Allowance

X = Xd13 + Allowance
= 52.897 cm + 2 cm
= 54.897 cm
SD = 4,6 / 100 x 54.897 cm
= 2.52
90 % laki-laki = (54.897 +1.28) x 2.52
= 58.12 cm
= 59 cm

d. Panjang Tempat Duduk :


5 % 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 Dimensi lipat betis (d14) + allowance
= 47.135 𝑐𝑚 + 2 𝑐𝑚
= 49.135𝑐𝑚
≈ 49 𝑐𝑚

e. Lebar Tempat Duduk :


90 % 𝐿𝑎𝑘𝑖 𝑙𝑎𝑘𝑖 Dimensi lebar panggul (d16) + allowance
= 43.731 𝑐𝑚 + 2 𝑐𝑚
= 45.135𝑐𝑚
≈ 45 𝑐𝑚

f. Lebar Sandaran :
90 % 𝑙𝑎𝑘𝑖 𝑙𝑎𝑘𝑖 Dimensi lebar bahu (d15) + Allowance
= 48.98 𝑐𝑚 + 2 cm = 50.98 𝑐𝑚
≈ 51 𝑐𝑚

4.5 Prinsip Perancangan


Prinsip perancangan yang kami gunakan untuk meja kursi belajar
adalah prinsip perancangan produk dengan menggunakan data Antropometri
mahasiswa dikelas K3-5C 2016. Populasi penelitian terdiri dari 16 laki laki
dan 11 perempuan. Data tersebut didapatkan dari proses pengukuran bagian
tubuh dari populasi. Dari data tersebut kemudian diolah, dicari nilai SD nya
lalu dicari nilai persentilnya. Kemudian kami mencari ukuran dari benda agar
di rancang agar lebih ergonomis. Ukuran tesebut didapat dari nilai persentil
ukuran tubuh yang terpengaruh dari bagian tersebut. Kami juga
menambahkan allowance (busa) untuk beberapa bagian seperti pada tinggi
dudukan kursi kami menambahkan aloowance sebesar 2 cm.
4.6 Objek Setelah Dirancang Ulang

Berikut adalah hasil rancangan ulang pada meja, kursi dan mesin jahit
dapat dilihat pada Gambar 4.2 :

Gambar 4.2

Gambar 4.2 Dimensi dari Meja Kursi Belajar yang telah Didesain Ulang
4.7 Analisa
Pada praktikum kali ini kami merancang meja kursi belajar. Kami
memilih produk ini dikarenakan meja kursi merupakan faktor penting sebagai
kenyamanan dalam proses pembelajaran yang cenderung digunakan dalam
waktu yang lama dan setelah kami mengumpulkan data dari kuisioner yang
diisi oleh mahasiswa pengguna meja kursi belajar tersebut mengatakan
mengalami sakit pada punggung, pinggang, kaki, leher dan sebagainya pada
saat melakukan proses pembelajaran cukup lama. Setelah kami telusuri
ternyata penyebabnya adalah desain meja kursi belajar yang kurang
ergonomis.
Setelah kami merancang ulang produk tersebut, produk ini sudah lebih
ergonomis sesuai dengan data Anthropometri kelas k3-5C 2016. Akan tetapi
jika produk yang telah kami rancang ulang tidak sesuai dengan pengguna,
maka pengguna yang akan menyesuaikan dengan produk yang kami rancang.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
a. Praktikum kali ini menggunakan prinsip perancangan produk dengan
menggunakan data dari mahasiswa kelas K3-5C 2016.
b. Ukuran meja kursi belajar yang saat ini digunakan perlu di lakukan
pengukuran ulang atau redesain karena ukuran meja kursi belajar kurang
ergonomis. Hal itu juga bisa di lihat dari kuisioner yang telah diisi oleh
mahasiswa pada saat melakukan proses pembelajaran menggunakan meja
kursi belajar.
c. Pada praktikum kali ini menggunakan antropometri tubuh, tangan dan juga
kaki.
5.2 Saran
Saran yang didapat dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
a. Sebaiknya pengukuran meja kursi belajar diukur dengan menyurvei
beberapa meja kursi belajar yang ada.
b. Saat pengambilan data sampel pengukuran harus dilakukan dengan cermat
dan teliti agar data yang diperoleh sesuai.
c. Untuk menghindari efek sampingnya sebaiknya pengguna melakukan
prosedur penggunaan meja kursi belajar dengan baik, benar, dan efisien
DAFTAR PUSTAKA

 Hisrich, 1991 dalam Wignjosoebroto, Sritomo. 2000. Evaluasi Ergonomis pada


Perancangan Produk. Surabaya: ITS
 Khalil, 1972 dalam Wignjosoebroto, Sritomo. 2000. Evaluasi Ergonomis pada
Perancangan Produk. Surabaya: ITS
 Liliana, Y.P dkk (2007), Pertimbangan Antropometri Pada Pendisainan,
Yogyakarta.
 Nurmianto, Eko (1996), Ergonomi, Konsep dasar dan Aplikasinya, PT Guna
Widya Jakarta
 Nurmianto, Eko. “Ergonomi : Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi Kedua” Guna
Widya, Surabaya, Indonesia, 2008
 Sanders dan McCormick, 1992 dalam Wignjosoebroto, Sritomo. 2000. Evaluasi
Ergonomis pada Perancangan Produk. Surabaya: ITS
 Sutalaksana, Iftikar Z. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Bandung. ITB
 Ulrich, 2000 dalam Wignjosoebroto, Sritomo. 2000. Evaluasi Ergonomis pada
Perancangan Produk. Surabaya: ITS
 Wells, 1976 dalam Wignjosoebroto, Sritomo. 2000. Evaluasi Ergonomis pada
Perancangan Produk. Surabaya: ITS
 Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu. Surabaya:
Prima Printing.
 Wignjosoebroto, Sritomo. 2000. Evaluasi Ergonomis pada Perancangan Produk.
Surabaya: ITS
 Wignjosoebroto, Sritomo (2003), Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, PT Guna
Widya Jakarta.
 Wignjosoebroto, Sritomo (2006), Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, PT Guna
Widya Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai