Anda di halaman 1dari 9

Bab II

Landasan teori

2.1 Proses Pengambilan keputusan

Dalam kasus ini, human error layak di sebut juga sebagai human induced error, karena interaksi antara
manusia dan sitem kerja tidak dirancang secara optimal, yang berkontribusi pada terjadinya kegagalan
system. Human Information Processing (HIP) adalah satu bidang penting ergonomic yang secara khusus
mengkaji rangkaian proses kerja mental yang kompleks yang dilakukan manusia ketika berinteraksi
dengan suatu system kerja.

Kajian HIP banyak dimanfaatkan sebagai basis dalam prancangan produk-produk konsumen, seperti
tombo control pada oven microwave, ponsel, mesin-mesin ATM, serta sebaai fitur pada bagian produk
elektronika lainnya.

2.2 Model HIP

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami interaksi manusia dan mesin dengan
cara memodekan bagaimana otak memperoses informasi. Setidaknya terdapat 3 tahapan besar dalam
memproses informasi, yaitu :

a. Memahami informasi apa yang diberikan oleh lingkungan


b. Memproses informasi tersebut pada tingkatan yang lebih tinggi
c. Memberikan respons atas indormasi tersebut.

Secara konseptual gambar 2.1 menggambarkan rangkaian tahapan proses yang berjalan secara seril,
diawali oleh proses sensasi atas stimulasi fisik yang dating dari lingkungan. Stimulasi fisik ini
membangkitkan aktivitas saraf, yang bisa maupun tidak bisa diproses lebih lanjut. Proses selanjutnya
bersifat kognotif, proses ini mencakup persepsi dan pengambilan keputusan, yang dibantu oleh proses
penyimpanan informasi ( memahami apa yang terjadi) merupakan gabungan antara proses top-down,
dimana stimulasi dirasakan oleh indra kita, serta proses bottom-up dimana ingatan jangka panjang
pengetahuan dan pengalaman) embantu member arti atas stimulus yang diperoleh.

Akhir dari model HIP ini adalah proses eksekusi atas keputusan yang dipilih. Efektivitas proses tersebut
dibatasi oleh attention resources, yang meunjukan kapasitas berbagai proses mental yang dapat
dilakukan bersamaan. Terakhir, respons yang dipilih dan dilakukan oleh manusia menghasilkan masukan
( feefback), yang bersama sama dengan stimulus dari lingkungan dirasakan kembali oleh indra dan
bermanfaat dalam menentukan apakah tujuan aktivitas yang dilakukan telah tercapai.

Model HIP yang dijelaskan disini menganggap bahwa terdapat otak kotak yang membagi rangkaian kerja
mental kedalam fungsi fungsi yang bersifat unik serta memiliki batas yang membedakan antara satu
tahap pemerosesan informasi dan tahap lainnya.kerja mental merupakan rangkaian aktivitas kompleks
yang berlangsung sangat cepat dan sukar untuk dibedakan secara tegas. Penjelasan mengenai berbagai
komponen model HIP diatas akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengindraan

Mengacu pada model ini, stimulus ( suatu fenomena fisik) yang terjadi disekitar kita dapat dirasakan
keberadaanya oleh berbagai indra yang kita miliki. Melalui indra kita, stimulus ini pada intensitas
tertentu dapat membangkitkan sejumah aktivitas saraf yang bila diperlukan dapat diperoses lebih jauh
menjadi informasi yang bernilai. Pengindraan dapat bersifat visual, suara atau kinestetik. System saraf
pusat secara otomatis membantu menyimpan stimulus pada sensory store ( system penyimpanan
berkapasitas besar yang mencatat informasi dari indra secara akurat ( Atkinson dan shirffrin,1968).
Suatu stimulus yang tersimpan pada sensory store tidak bertahan lama, kuran lebih satu detik setelah
stimulus menghilang untuk penyimpanan yang bersifat visual, atau lebih dari itu ( dua hingga tiga detik
setelah stimulus menghilang) untuk stimulus yang bersifat suara kinestetik.

Dalam konteks ergonomic, salah satu cirri dari rancangan system manusia-mesin yang baik adalah
memiliki karakteristik fisik yang mampu memberikan stimulus yang tepet bagi indra kita. Semua
dilakukan agar stimulus yang dihasilkan akan memiliki kemampuan untuk dikenali oleh indra kita.

2. Perhatian

Pada model HIP di atas, attention digambarkan sebagai suatu komponen yang terletak pada posisi paling
atas, menunjukan kumpuan sumber daya yang bersifat terbatas. Dengan demikian, terdapat
kosekuensinya dimana perhatian yang diberikan pada siatu tahap pemrosesan informasi dapat
mengurangi jumlah perhatian pada tahap lainnya. Implikasinya adalah efektivitas pada salah satu tahap
akan berkurang atau bahkan performansi dari beberapa tahap dapat menurun secara bersamaan. Pada
umumnya manusia tidak bisa memperoses tahapan pada saat bersamaan.

Contohnya saat berkendara, seorang akan merasakan adanya getaran dari berbagai sumber (dari dalam
dan luar kendaraan) maupun objek visual yang terlihat oleh mata.

Berikut adalah yang dipercaya yang mempengaruhi proses penerimaan informasi dari lingkungan :

a. Selience menunjukan seberapa kuat suatu stimulus dalam menarik perhatian seseorang
( melalui karakter fisik)
b. Expectancy menunjukan kecendrungan manusia dalam mengarahkan perhatian pada suatu yang
akan terjadi.
c. Value menunjukan kencendrunganseberapa penting informasi terait dengan stimulus tertentu
atau sebaliknya seberapa besar resiko (cost) yang ditimbulkan jika informasi tersebut tidak
diperoleh.
d. Effort merupakan besarnya upaya yang secara sadar harus dilakukan untuk memperhatikan
suatu stimulus tertentu.

Dalam desain, proses pengindraan dapat pula terbantu jika suatu stimulus bisa dengan mudah
dibedakan dengan stimulus lain di lingkungan. Pembedaan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan warna, bentuk, frekuensi serta fisik lainnya. Pengindraan visiual dapat dilakukan
dengan baik jika visual search diminimalkan. Manusia memiliki kecendrungan untuk pengamatan
dalam jarak dekat dibandingkan jarak yang telah jauh dan cenderung meghindari pergerakan kepala
untuk memilih sumber informasi.

3. Penyimpanan informasi ( memory)


Pada model HIP, informasi disimpan pada 2 wilayah yang berbeda, yaitu Working memory dan Long
time memory (LTM). Working memory digunakan dalam membantu proses pengambilan keputusan,
sedangkan LTM digunakan untuk tempat penyimpanan informasi yang banyak dimanfaatkan saat
persepsi berlangsung. LTM berinteraksi dengan WM biamana diperlukan saat proses pengambilan
keputusan berlangsung. Secara teoretik, informasi pada WM dapat hilang dan tidak digunakan lebih
lanjut atau disimpan pada LTM (melalui suatu mekanisme terterntu) untuk digunakan dimasa yang akan
dating.
Penelitian klasik mengenai WM dijelaskan melalu model memory yang diajukan oleh Atkinson dan
shiffrin (1968). Pada model ini, WM disebut short-time memory (STM). Model ini mendominasi
penelitian mengenai memory selama bertahun- tahun. Namun, sekarang pengaruhnya mulai berkurang
karena kurang mampu membedakan antara short-term memoru dan long-term memory secara tegas
( Baddeley, 1955b, Mc- namara,1996). Berikut adalah model memory milik Atkinson dan shiffrin.

a. Short-Term Memory

Berikut adalah table perbedaan antara sensory store dan short-term :

Memory pada STM bersifat rapuh, dapat terlupa sebelum digunakan( tapi tidak serapuh memory di
sensory store)

Dan akan menghilang dalam 30s( kecuali jika diulang-ulang). Cirri lain dari STM( menurut Atkinson dan
shiriffin) adalah clear cut limits. Seorang akan merasakan ketegangan tatkala mencoba mengingat daftar
item dalam STM.

Stimuli yang diperoses di STM diubah menjadi informasi dalam bentuk kode. Pengodean yang di simpan
pada STm dapat berbentuk akustik, visual atau semantic. Informasi yang disimpan berdasarkan bunyi
adalah mekanisme penyimanan dalam bentuk akustik. Penyimpanan dalam bentuk objek, merupakan
bentuk penyimpanan visual. Dan simantik memanfaatkan arti atau makna suatu objek.

George miller (1956) melakukan penelitian dan dituliskan pada artikel “ the megical numberseven plus
or minus two : some limits on our capacity for processing information”. Dalam artikel ini menjelaskan
mengenai chunk. Dimana chunk adalah merupakan sekelompok stimulus yang memiliki keterikatan dan
berasosiasi dengan informasi yang tersimpan pada LTM. Chunking dengan demikian dapat digunakan
sebagai strategi intuk mengingat informasi dalam jumlah banyak.
b. Working memory
Alan baddeley (2001, 200b, 200c, 2001a, 2001b) mengembangkan penjelasan utuh tentang interpretasi
multikomponen dari short term memory (STM) yang disebut working memory (WM), yaitu system yang
terdiri atas empat komponen yaitu phonological loop, visuastial sketch pad, central executive dan
episodic buffer.
Phonological loop menyimpan suara dalam jumlah yang terbatas dari jejak ingatan (memory trace) akan
rusak dalam waktu dua detik, kecuali bila diulang. Visuospatil sketch pad menyimpan informasi special
dan visual, yaitu informasu yang berkaitan dengan dimensi, ruang atau kedalaman. Central executive
mengintergrasikan informasi-informasiyang berasal dariphonological loop dan visuospatial sketch pad
dan sangat berperan dalam atensi dan perencanaan pengontrolan prilaku. Central executive bertidak
sebagai supervisor atau scheduler, namun sulit untuk dikaji melalui system riset. Episodic buffer
menyediakan tempat penyimpanan sementara informasi dari phonological loop, visuospatial sketch pad,
central executive yang dapat dikupulkan dan dikombinasikan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperlambat hilangnya informasi pada WM, antara lain
adalah penggunaan stimulus tambahan yang memperkuat informasi pada WM.

c. Long-term memory

tempat penyimpanan informasi yang bersifat lebih permanen dan dapat menampung jauh lebih banyak
informasi disebut long time memory (LTM). Prroses penyimpanan informasi (coding) pada LTM terjadi
melaluiproses belajar dan pelatihan. Pengtahuanyang disimpan pada LTM terjadi melalui berbentuk
procedural maupun deklaratif. Episodic memory dan sementic memory tidak dapat dibedakan secara
tegas. Episodic memory lebih ditekankan pada kapan, dimana dan bagaimana suatu peristiwa
berlangsung sedangkan sementic memory meliputi pengetahuantanpa rujukan bagaimana informasi
diperoleh. Setiap informasi yang tersimpen pada LTM akan disusun sedemikian rupa sehingga memiliki
arti yang luas dan memiliki keterkaitan antara satu informasi dengan informasi lainnya.

Salah satu konsep penting dalam pengorganisasian informasi pada LTM dan kaitannya dengan kerja
adalah model mental. Model ini menggambarkan pemahaman atau pemikiran suatu objek. Melalui
pembentukan model mental uang benar, seorang dapat menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi
saat indicator temperature mesin terus menerus bergerak naik dan dapat menjelaskan apa dampak yang
akan terjadi jika feenomena ini berjalan berkelanjutan. Kegagalan pada pengoperasian suatu system
dapat disebabkan oleh ketidak sesuaian antara model mental yang dimiliki oleh operator dan cara kerja
system yang sesungguhnya.aspekini menjadi sangat penting dan dapat dimanfaatkan dalam merancang
suatu system kerja yang baik.

Pengambilan informasi dari LTM dilakukan melalui mekanisme recognition dan recall. Recognition
adalah kemampuan stimulus yang dimunculkan kembai dan recall adaah sebaliknya. Mekanisme recall
akan lebih baik jika konteks saat retrieval task ( mengingat kembali) sesuai konteks saat encoding
( proses mengubah stimulus menjadi kode yang akan disimpan dalam memory). Secara umum bila
materi yang akan di recall untuk mengurangi context cues yang lemah. Bila materi belu dipelajari dengan
baik, contact cues akan membantu memicu memori. Singkatnya konteks atas suatu menjadi penting dan
bermanfaat dalam membantu proses penggalian dari LTM.
d. Memory improvement
Ada sejumlah metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan memori, antara lain
dengan memanfaatkan :
A. Visual imagery : kemampuan memori ditingkatkandengan cara merujuk pada representasi
mental dan obek atau tindakan yang secara fisik yang sesungguhnya tidak ada.
B. Method of loci merupakan method dengan cara mengaitkan item yang akan dipelajari dengan
lokasi disik
C. Organization : metode yang memanfaatkan pemberian aturan dan pola pada suatu objek yang
tengah kita pelajari.
D. External emory aids : pengunaan alat bantu yang bersifatmeningkatkan kempamuan mengingat
informasi.
E. Practice makes perfect yang berarti semakin banyak latihan, semakin banyak yang kita ingat.
F. Multimodal approach sejumlah saran yang di ajukan untuk metode ini melakukan pengulangan,
memfokuskan pada detail, dan member penekan lebih pada aspek simantik(makna) dan aspek
emosional.
G. Metamemory adalah pengetahuan dan kesadaran tentang memori yang dimiliki ole diri sendiri.

4. Persepsi
Proses persepsi merupakan suatu tahapan dimana citra dari suatu stimulus yang tersimpan pada
sensory store kemudian diperoses lebih jauh menjadi informasi yang memiliki arti, pada proses ini
terjadi pencarian dan penentuan sifat sifat dasar suatu stimulusyang diterima cocok dengan pol, model
mental, serta konsep yang tekah dipelajari dan disimpen sebelumnya.
Pengidentifikasian susunan kompleks dari stimuli pengincran disebut pattern recognition. Ketika
melakukan pattern recognition mentah dan membandingkan dengan informasi dalam memory.
Pemerosesan informasi dapat dikelompoka menjadi tingkat (bridger,2009). Pada tingkat yang paling
rendah, suatu stimulus dapat diartikan apa adanya, sekedar atau tidak aa. Pada tingkat ini. Proses
persepsi akan menentukan ada atau tidaknya suatu stimulus (deteksi). Teori dasaryang terkait dengan
ini adalah SDT, suatu konsep yang memodelkan secara kuantitatif kemampuan manusia dalam
mengenali karakter fisik diatas suatu stimulus. persepsi dapat terjadi pada eberapa tingkatan dan
semakin tinggi tingkatan. Persepsi yang teribat, semakin ama pua waktu yang dibutuhkan untuk
memperoses suatu informasi. Secara konseptua, implikasinya adalah seorang yang diharapkan untuk
dapat merespons dengan cepat, usahakan agar dtimulus dirancangkan untu dapat merespon dengan
cepat, uasahakan agar dapat diperoses pada tingkat yang paling rendah, dengan stimulus sesederhana
mungkin.
Proes persepsi dipengaruhi oleh sejumlah factor penting. Factor individual antara lain berupa
pengalaman, motivasi, kepribadin, pengalaman, motivasi, kepribadian, kelelahan, harapan, pelatihan
yang diperoleh, dan sebagainya.

5. Pengambilan Keputusan dan Pengambilan Tindakan

Berbeda dari proses persepsi, proses kognitif dilakukan secara sadar dan mengandalkan kinerja working
memory, sepeerti saat mengulang informasi, memanipulasi fkta, menganalisis data, melakukan
perencanaan, serta mengevaluasi hasil. Perbedaan antara proses persepsi dan kognitif tidak perlu
diperdebatkan karena tidak ada batas yang membedakan keduanya secra tegas ( wickens dan hollands,
2000).

Bila perseolan yang dihadapi dlah sesuatu yang abstrak sehingga muncul perseolan yang dihadapi adalah
suatu yang abstrak sehingga muncul kesulitan, maka harus dilakukan operasi terhadapnya. Beberapa
operasi yang dilakukan bisa menggunakan symbol,daftar, matriks, hierarchical tree diagram, grafik,
ataupun visual imagery. Menurut penelitian Schwartz, metode representasi sangat berkaitan dengan
frekwensi solusi. Artinya, metode yang akan dipilih didasarkan pada tingginya frekuensi solusi yang
dihasilkan oleh metode bersangkutan.

Kepakaran akan memepengaruhi bagaimana cara seseorang menyelesaikan masalah pada area tertentu
(Erickson dan lehman, 1996). Perbedaan seorang expert dari orang awam erat kaitanyya dengan
memory, dasar pengetahuan, representasi, kemiripan structural, elaborasi situasi wal, kecepatan da
effisiensi, serta kemampuan metakognisi.

Expert juga akan mereorganisasikan material yang akan diingat kembali (di recall) membentuk
meaningful chunk dengan cara mengelompokkan material yang memiliki hubungan. Seorang yang
dianggap pakar akan melakukan pengulangan (rehearsal) dengan suatu cara tertentu dan sangat
terampil delam merekontruksi bagian informasi yang hilang dari material yang diingat.

Proses pengambilan keputusan merupakan suatu tahapan pemerosesan informasi yang bersifat keritis,
karena sering kali berakibat pada sukses atau tidaknya suatu tindakan. Human error yang dapat
mengakibatkan kerugian harta benda maupun jiwa sering kali dikaitkan dengan kesalahan operator
dalam mengambil keputusan.

Proses pengambilan keputusan juga sering kali dilakukan dalam waktu yang cenderung terbatas.
Tekanan waktu dapat mendororng operator untuk mengambil keputusan yang salah. Kurt Lewin
mengatakan perilaku manusia adalah hasil interaksi atara kepribadian dari lingkungan. Dengan kata lain,
tindakan yang diambilnya dengan seseorang bergantung pada interaksi keputusan yang diambilnya
dengan lingkungan.

6. Umpan Balik

Manfaat umpan balik ini adalah untuk memastikan bahwa tujuan system dapat tercapai melalui
perbaikan atas deviasi proses pencapaian tujuan tersebut.

C. Bebean Kerja Mental

a. Pengentian dasar

beban kerja mental tidaklah secara mudah dapat didefinisikan, demikian pula halnya dengan bagaimana
mengukur kerja mental. Hal ini peting karena pemahaman atas beban mental dapat memicu
perdebatan. Sebagai contoh , wickens(1980) menunjukan suatu kasus para pilot yang tergabung pada
airline pilots associations bersikeras bahwa pesawat sekelas DC-9 atau Boeing 737 membutuhkan
keberadaan 3 pilot untuk mengoprasikan pesawat. Sebaliknya, perusahaan penerbangan menyatakan
bahwa dua orang pilot saja dianggap sudah memadai. Kerja mental tidak direncakan dengan baik dapat
menyebabkan terjadinya sejumah efek buruk , seperti perasaan lelh, kebosanan, serta berkurangnya
kehati hatian dan kesadaran dalam melakukan suatu pekerjaan. Pada akhirnya, semua ini akan
berdampak turunnya kinerja , yang dapat sekedar berupa bertambahnya wktu untuk mengerjakan suatu
ktivitas, sampai dengan kegagalan suatu system yang bersifat fatal.

D. Pengukuran Beban Mental

Salah satu pendekatan dalam mengevaluasi beban kerja mental adalah dengan memanfaatkan filosofi
bahwa beban mental merupakan besarnya tuntuan pekerjaan ( yang bersifat mental) dibandingkan
dengan kekmampuan otak kita melakukan berbagai proses dan aktivitas mental. Kemampuan ini bersifat
terbatas, namun dapat dialokasikan untuk menangani beberapa proses mental sekaligus dan dapat
memiliki cadangan bila belum digunakan semuanya. Dengan demikian, asumsinya adalah sebagian dari
keseluruhan sumber daya mental telah digunakan oleh aktivitas pokok dan sisa cadangan yang tersediaa
dapat digunakan untuk aktivitas tambahan.

Aktivitas tambahan pada teknik ini dapat mencakup tap finger, dimana operator diminta untuk
mengetukkan jarinya dengan frekuensi yang sama selama melakukan aktivitas pokok. Variabilitas
ketukan jari mengingikasikan intensitas beban kerja mental. Cara lain adalah dengan meminta operator
menilai berapa lama waktu telah berselang pada saat melakukan kegiatan pokok. Pendekatan lain dalam
mengevaluasi tingkat beban kerja mental seorang operator adalah dengan menganalisa indicator-
indiktor fisiologis. Pendekatan disiologis lainnya dapat pula didasarkan atas perubahan resistensi
elektronik pada permukaan kulit tangan, pergelangan tangan, kaki serta muka. Teknik-teknik di atas ini
jauh lebih rumit untuk dilakukan dan secara fisik cenderung mengganggu pekerjaan yang tengah
dilakukan ole seorang operator. Namun, bersifat lebih objektif dan sukar untuk dimanipulasi secara
sengaja oleh pekerja yang tengah kita amati.

Metode terakhir dalam mengevaluasi beban kerja adalah yang bersifat subjectif, dimana pekerja diminta
untuk memberikan pendapatnya atas pekerjaan yang tengah dilakukan. Nation aeronotics and space
administration tas lood index (NASA TLC) merupakan salah satu metode subjektif yang banyak
digunakan. Pada metode ini pekerja diminta untuk menilai ( 0-100) pada enam aspek pekerjaan.
Gambar 2. Contoh formulir NASA TLX

Table 2. keterangan mengenai formulir NASA TLX

Metode lain yang juga bersifat subjektif antara lain adalah subjective workload assessment technique
(SWAT). Suatu metode yang mirip dengan NASA TLX dan dapat digunakan untuk menguantifikasi beban
kerja mental mental. Teknik swat terdiri dari 3 dimensi yaitu waktu, usaha mental dan stress dan untuk
setiap dimensi terdapat 3 tingkatan yang berbeda. Sebagaimana NASA TLX, metode SWAT mengukur
secara global apa yang dirasakan pekerja. Kerja mental dapat pula dievalusi dengan pendekatan
subjectif –fisiologis yang memanfaatkan nilai critical flicker fusion (CFF). Pada prinsipnya, CFF merupakan
tehnik dimana frekuensinya suatu stimulus (kedipan cahaya) diubah ubah (naik atau turun) sedemikia
rupa sehingga pada frekuensi tertenyi stimulus tersebut ajan terlihat kontinu. Perubahan nilaiCFF
dipercaya memiliki hubungan dengan peningkatan tingkat intensitas kerja mental.

Skala borg juga salah satu metode pengukuran beban kerja mental secara subjectife dengan cara
menanyakan beban kerja yang dirasakan pekerja secara langsung dan memintanya memberikan angka
tertentu dalam sekala borg.

Metode MRQ ( Multiple Resources Questionnaire) diusulkan oleh Boles etal (2007). Dan dianggap lebih
mencerminkan proses kognitif yang terjadi pada seorang operator. Teknik lain adalah penggunaan
sekala rating cooper-harper yang secara khusus digunakan dalam mengevaluasi handling pesawat
terbang penelitian hill et al (1992) mengevaluasi beberapa metode subjek dalam menilai beban mental
dan mengusulkan NASA TLX serta overall workload (OW) sebagai metode yang cenderung stabil dengan
keandalan yang cukup baik. Dalam praktiknya, penggunaan metode yang bersifat subjective ini relative
lebih mudah dgunakan , namun juga sensitif dengan prosedur pengumpulan data (bergantung pada
respondance, peneliti, suasana tempat pengumpulan data, dan lain-lain). Dengan demikian, penggunaan
dua atau lebih metode secara bersamaan lebih disarankan untuk memastikan bahwa data yang
diperoleh tidaklah bias.

Anda mungkin juga menyukai