Anda di halaman 1dari 69

1

PENDAHULUAN

Ergonomi merupakan ilmu yang penerapannya berusaha untuk


menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan
tujuan tercapainya produktivitas dan efisiensi dengan setinggi-tingginya melalui
pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya. Ada beberapa manfaat jika
ilmu ergonomi secara tepat dapat dilakukan di perusahaaan, adalah
meningkatkan unjuk kerja, seperti : menambah kecepatan kerja, ketepatan,
keselamatan kerja, mengurangi energi serta kelelahan yang berlebihan,
mengurangi waktu, biaya pelatihan dan pendidikan, mengoptimalkan
pendayagunaan sumber daya manusia melalui peningkatan keterampilan yang
diperlukan, mengurangi waktu yang terbuang sia – sia dan meminimalkan
kerusakan peralatan yang disebabkan kesalahan manusia, meningkatkan
kenyamanan karyawan dalam bekerja.

Pendekatan ergonomi di tempat kerja bertujuan diantaranya : meningkatkan


keselamatan kerja dan produktivitas tenaga kerja dengan mendesain tugas,
peralatan, dan tempat kerja yang sesuai dengan pekerjaan sehingga dapat
mengurangi gangguan kesehatan, kecelakaan dan kegiatan produksi jadi lebih
efisien, memberikan kenyamanan dan daya tarik, memaksimalkan kepercayaan
untuk mencapai peningkatan produktivitas, mengatur kerja agar tenaga kerja
dapat melakukan pekerjaan dengan rasa aman, selamat, efisien, dan produktif
serta terhindar dari bahaya yang mungkin akan timbul di tempat kerja.

A. Pengertian Ergonomi

Ergonomi berasal dari bahasa yunani, yaitu Ergon (kerja) dan Nomos
(peraturan, hukum), yang secara keseluruhan ergonomi berarti hukum atau
aturan yang berkaitan dengan kerja. (Suma’mur. 1998). Selain itu ergonomi juga
merupakan ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan
dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan tujuan tercapainya
produktivitas dan efisiensi dengan setinggi – tingginya melalui pemanfaatan
faktor manusia seoptimal – optimalnya.
Di antara kedua subyek (yaitu pekerjaan dan manusia), manusia sangat
terbatas dalam melakukan proses interaksi dengan pekerjaannya. Keterbatasan
tersebut dapat berupa keterbatasan fisik, mental, maupun sosial. Keterbatasan
fisik misalnya pada kemampuannya dalam mengangkat barang, atau panjang
lengannya untuk menjangkau kemudi. Keterbatasan mental misalnya pada
kemampuannya untuk melawan nalurinya untuk tidur ketika harus bekerja pada
malam hari. Keterbatasan sosial terlihat pada kemampuannya beradaptasi bila
dipekerjakan ditempat yang terpencil atau terisolasi seperti di luar angkasa.
Berdasarkan beberapa contoh sederhana di atas, dapat disimpulkan bahwa
pekerjannyalah yang harus disesuaikan dengan kemampuan manusia. Namun
demikian, dalam kehidupan sehari-hari tidak semua pekerjaan dapat disesuaikan

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 1


2

dengan kemampuan manusia, sehingga sedikit banyak manusia juga harus


beradaptasi dengan pekerjaannya.
Pada konsep yang pertama penekanan terletak pada bagaimana pekerjaan
disesuaikan dengan kemampuan manusia, sedangkan pada konsep yang kedua
bagaimana manusia melakukan interaksi dengan pekerjaanya. Istilah ergonomi
lebih cocok untuk pendekatan konsep pertama, sedangkan untuk pendekatan
konsep kedua dipakai istilah faktor manusia (human factor). Istilah ergonomi
lebih banyak dipakai di beberapa negara Eropa, Australia, dan Jepang,
sedangkan faktor manusia lebih banyak digunakan di beberapa negara Amerika
dan Inggris. Pengertian ergonomi dapat dilihat dalam definisi dari International
Labour Organization (ILO) yang diterjemahkan sebagai berikut : Ergonomi ialah
penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai
penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimum, dengan
tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan.

B. Tujuan Ergonomi

Dalam definisi ergonomi menurut ILO di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
ergonomi secara umum adalah efisiensi dan kesejahteraan yang berkaitan erat
dengan produktivitas dan kepuasan kerja. Dalam dua dekade terakhir ini,
banyak perubahan dalam pekerjaan. Jumlah pekerja yang bekerja secara bergilir
setiap malam bertambah banyak, sistem manusia-mesin semakin lama semakin
menjemukan, dan stres mental dan fisik pada pekerja semakin banyak.
Beberapa masalah yang dulu diabaikan kini menjadi topik yang banyak
dibicarakan. Dulu hanya gangguan pendengaran tuli perseptif yang diperhatikan,
sekarang kebisingan deru mobil, desir mesin penyejuk dan getaran kipas angin
pendingin komputer sudah menjadi perhatian. Secara ringkas dapat dikatakan
bahwa terjadi pergeseran tujuan ergonomi dari tujuan produksi ke tujuan
kemanusiaan. Pada suatu titik akan tercapai keseimbangan karena kedua tujuan
tersebut pada akhirnya sama yaitu kualitas hidup manusia. Beban kerja
disesuaikan demi efisiensi manusia. Upaya untuk mencapai efisiensi tidak boleh
menimbulkan stres, Upaya untuk mencapai efisiensi juga dilakukan pada mesin,
alat, dan instalasi, namun tidak melupakan faktor keselamatan manusia yang
mengendalikannya. Tempat kerja juga menjadi perhatian, agar posisi tubuh
dapat disesuaikan secara tepat, juga meneliti kekuatan cahaya, mengatur
penyejuk udara, meredam kebisingan dan lain-lain adalah bertujuan
tersesuaikannya dengan kebutuhan fisik manusia. Pada akhirnya ergonomi
bertujuan meningkatkan kualitas hidup manusia di tempat kerja.

C. Manfaat Ergonomi

Ada beberapa manfaat jika ilmu ergonomi secara tepat dapat dilakukan di
perusahaaan, adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan unjuk kerja, seperti : menambah kecepatan kerja, ketepatan,


keselamatan kerja, mengurangi energi serta kelelahan yang berlebihan.
2. Mengurangi waktu, biaya pelatihan dan pendidikan.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 2


3

3. Mengoptimalkan pendayagunaan sumber daya manusia melalui peningkatan


keterampilan yang diperlukan.
4. Mengurangi waktu yang terbuang sia – sia dan meminimalkan kerusakan
peralatan yang disebabkan kesalahan manusia.
5. Meningkatkan kenyamanan karyawan dalam bekerja.

D. Komponen Ergonomi

Penelitian perilaku manusia ketika melakukan interaksi dengan pekerjaannya


pada akhirnya mempunyai tujuan agar tidak terjadi dampak yang mengganggu
kesehatan fisik, mental, dan sosial. Kemampuan seorang dokter dalam
mendeteksi adanya gangguan akibat masalah ergonomi tentu tidak diragukan,
namun ketika hendak melakukan upaya pencegahan, dia harus berhadapan
dengan mesin, peralatan, ataupun tatanan organisasi, maka kemampuannya
akan sangat terbatas. Sehingga masalah ergonomi harus dipecahkan secara
multi disipliner. Komponen ergonomi terdiri atas beberapa disiplin yang terkait
dengan proses interaksi pekerjaan-manusia, atau mesin-manusia.
Penyelesaian masalah ergonomi yang menyakut faktor manusia,
memerlukan pemahaman disiplin ilmu : Anatomi, dan Fisiologi. Upaya
penyelesaian faktor pekerjaan atau organisasi memerlukan pemahaman disiplin
ilmu Psychologi, Sosiologi, dan Antropologi. Perbaikan lingkungan kerja
memerlukan disiplin ilmu : Rekayasa, Fisika, dan Kimia. Secara skematis,
komponen ergonomi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

KOMPONEN ERGONOMI

Disiplin Ilmu Bidang Kajian Contoh


Anatomi Antropometri Dimensi tubuh manusia
Biomekanik Penerapan gaya
Fisiologi Fisiologi Kerja Pemakaian energi
Fisiologi Lingkungan Efek lingkungan fisik
Psikologi Psikologi Ketrampilan Proses informasi dan
pengambilan keputusan
Psikologi Jabatan Pelatihan, upaya dan ciri
perorangan
Rekayasa dan Rekayasa industry Desain ruang kerja
Ilmu Fisika Rekayasa sistem Keselamatan di tempat kerja

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 3


4

ANTROPOMETRI
Antropometri (ukuran dimensi tubuh manusia) berasal dari bahasa
yunani, yaitu Antropos yang berarti Manusia, dan Metricos yang berarti
Pengukuran. Secara sederhana antropometri adalah ilmu yang mempelajari
tentang pengukuran tubuh manusia. Antropometri adalah cabang dari ergonomi
yang berhubungan dengan pengukuran tubuh (Pheasant, 1999). Sedangkan
menurut Suma’mur tahun 1986, antropometri yaitu ilmu tentang ukuran tubuh,
baik dalam keadaan statis maupun dinamis. Manusia pada dasarnya memiliki
bentuk, ukuran (tinggi, lebar, dst) berat dan lain – lain yang berbeda satu dengan
yang lainnya. Antropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan –
pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia. Data
antropometri yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain
dalam hal :
 Perancangan areal kerja (Work station, interior mobil, dll)
 Perancangan peralatan kerja seperti mesin, eqipment, perkakas (tools)
dan sebagainya
 Perancangan produk – produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja, dll
 Perancangan lingkungan fisik

Dengan demikian data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran,


dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan
manusia yang akan mengoperasikan/menggunakan produk tersebut. Dalam
kaitan ini maka perancang produk harus mampu mengakomodasikan dimensi
tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangan
tersebut. Secara umum sekurang – kurangnya 90% : 95% dari populasi yang
menjadi target dalam kelompok pemakai suatu produk haruslah mampu
menggunakannya dengan selayaknya. Rancangan produk yang dapat diatur
secara fleksibel jelas memberikan kemungkinan lebih besar bahwa produk
tersebut akan mampu dioperasikan oleh setiap orang meskipun ukuran tubuh
mereka akan berbeda – beda. Pada dasarnya peralatan kerja yang dibuat
dengan mengambil referensi dimensi tubuh tertentu jarang sekali bisa
mengakomodasikan seluruh range tubuh dari populasi yang akan memakainya.
Kemampuan penyesuaian (adjustability) suatu produk merupakan suatu
prasyarat yang amat penting dalam proses perancangannya; terutama untuk
produk – produk yang berorientasi ekspor.

A. Data Antropometri dan Cara Pengukurannya

Manusia pada umumnya akan berbeda – beda dalam hal bentuk dan
dimensi ukuran tubuhnya. Disini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi
ukuran tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seseorang perancang
produk harus memperhatika faktor – faktor tersebut yang antara lain adalah :
1. Umur, dari suatu penelitian yang dilakukan oleh A. F Roche dan G. H
Davila (1972) di USA memperoleh kesimpulan bahwa laki – laki akan

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 4


5

tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21.2 tahun,


sedangkan wanita 17.3 tahun ; meskipun ada sekitar 10% yang masih
terus bertambah tinggi sampai usia 23.5 tahun (laki – laki) dan 21.1 tahun
(wanita). Seterlah itu, tidak lagi akan terjadi pertumbuhan bahkan justru
akan cenderung berubah menjadi penurunan ataupun penyusutan yang
dimulai sekitar umur 40 tahun
2. Jenis Kelamin (sex), Dimensi tubuh laki – laki pada umumnya lebih besar
dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh
tertentu seperti pinggul, dsb
3. Suku/Bangsa (ethnic), setiap suku bangsa ataupun kelompok ethnic akan
memiliki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainnya.
4. Posisi Tubuh (posture), sikap (posture atau posisi tubuh akan
berpengaruh terhadap ukuran tubuh oleh sebab itu posisi tubuh standar
harus diterapkan untuk survei pengukuran.

Data antropometri jelas diperlukan supaya rancangan suatu produk bisa


sesuai dengan orang yang akan mengoperasikannya. Permasalahan yang akan
timbul adalah ukuran ukuran siapakan yang nantinya akan dipilh sebagai acuan
untuk mewakili populasi yang ada? Mengingat ukuran individu yang berbeda –
beda satu dengan populasi yang menjadi target sasaran produk tesebut.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya problem adanya variasi ukuran
sebenarnya akan lebih mudah diatasi bilamana kita mampu merancang produk
yang memiliki fleksibilitas dan sifat “mampu sesuai” (adjustable) dengan suatu
rentang ukuran tertentu.

a.
N(X, X) 95%

2,5% 2,5%

b.
1,96 X 1,96 X

2,5-th percentile X 97,5-th


percentile

Gambar : Distribusi Normal dengan Data Antropometri 95-th Percentile

Untuk penetapan data antropometri ini, pemakaian distribusi normal akan


umum diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat formulasikan
berdasarkan harga rata – rata (mean, X ) dan simpangan standarnya (standa
deviation, X) dari data yang ada. Dari nilai yang ada maka “percentiles” dapat
ditetapkan sesuai dengan tabel probabilitas distribusi normal. Dengan percentile,
maka yang dimaksud disini adalah suatu nilai yang menunjukan persentase
tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau dibawah nilai tersebut.
Sebagai contoh 95-th percentile akan menunjukan 95% populasi akan berada
pada atau dibawah ukuran tersebut; sedangkan 5-th percentile akan menunjukan

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 5


6

5% populasi akan berada pada atau dibawah ukuran itu. Dalam antropometri
ukuran 95-th akan menggambarkan ukuran manusia yang “terbesar” dan 5-th
percentile sebaliknya akan menunjukan ukuran “terkecil”. Pemakaian nilai – nilai
percentile yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data antopometri dapat
dijelaskan dalam tabel sebagai berikut :

Percentile Perhitungan
1-st  - 2.325 X
2.5-th  - 1.96 X
5-th  - 1.645 X
10-th  - 1.28 X
50-th 
90-th  + 1.28 X
95-th  + 1.645 X
97.5-th  + 1.96 X
99-th  + 2.325 X

Tabel : Macam Percentile dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Normal

B. Perhitungan Data Antropometri Dengan Menggunakan Rumus


Persentil Statistik

Perhitungan data antropometri dalam menentukan persentil dapat


dilakukan dengan menggunakan rumus dari statistik, Adapun langkah – langkah
dalam menentukan nilai persentil dalam statistik adalah sebagai berikut yaitu
Langkah yang pertama menentukan nilai yang terkecil sampai nilai yang terbesar
dari suatu distribusi kelompok. Nilai tersebut digunakan untuk menentukan nilai
range, adapun rumus dalam menentukan nilai range adalah :

R = Dmax – Dmin

Dimana : R = Nilai range


Dmax = Data terbesar
Dmin = Data terkecil

Langkah yang kedua yaitu menentukan kelas interval atau biasa disingkat
dengan sebutan kelas, adapun rumus dalam menentukan kelas adalah sebagai
berikut:

K = 1 + 3,3 Log N

Dimana : K = Kelas
N = Jumlah data

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 6


7

Langkah yang ketiga yaitu menentukan nilai interval, adapun rumus dalam
menentukan nilai interval adalah sebagai berikut:

R
I
K

Langkah yang terakhir yaitu menghitung nilai persentil. Adapun dalam


menentukan nilai persentil yang harus dilakukan terlebih dahulu yaitu
menentukan letak dari nilai LCB, adapun rumus dalam menentukan letak
persentil adalah sebagai berikut:

Pi 
ixN 
100

Dimana : Pi = Letak persentil


i = nilai persentil ke-n
N = Jumlah data

Setelah diketahui letak dari persentil, maka langkah selanjut menghitung nilai dari
persenti, adapun rumus dari nilai persentil adalah sebagai berikut:

  ixN  
  100   F 1 
P  LCB  I    
 fi 
 
 

Dimana : P = Nilai persentil


LCB = Lower Class Boundary
F 1
= Nilai komulatif frekuensi sebelum LCB
fi = Nilai frekuensi

Dalam menentukan banyaknya kelas (K) dilakukan secara trial and error.
Diusahakan agar setiap tidak ada yang mempunyai frekuensi nol (0)

Limit kelas (Class Limit)


 Untuk batas bawah (Lower Class Limit) / LCL diambil dari data terkecil
suatu interval kelas tersebut
 Untuk batas atas (Upper Class Limit) / UCL diambil dari data terbesar
suatu interval kelas tersebut

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 7


8

Batas Atas (Class Boundary)


 Untuk batas kelas bawah (Lower Class Boundary) / LCB, (LCB = LCL
– ½ skala terkecil)
 Untuk batas kelas atas (Upper Class Boundary) / UCB
(UCB = UCL – ½ skala terkecil)

Titik tengah kelas


 CM = (LCL + UCL) / 2

Dilanjutkan dengan membuat tabel distribusi frekuensi, dan untuk


mempermudah dalam mencari ukuran tendensi sentral sama dengan data
diskrit tetapi Xi pada data kontiniu diganti dengan titik tengah kelas (CM)

C. Aplikasi Data Antropometri Dalam Perancangan Produk / Fasilitas


Kerja

Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam


anggota tubuh manusia dalam percentiler tertentu akan sangat besar manfaatnya
pada saan perancangan produk ataupun fasilitaas kerja akan dibuat. Agar
rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia
yang akan mengoperasikannya, maka prinsip – prinsip apa yang harus diambil di
dalam aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu
seperti diuraikan berikut ini :
1. Prinsip Perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim
Disini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi dua sasaran produk,
yaitu : Bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi
ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata –
ratanya. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain
(mayoritas dari populasi yang ada) Agar bisa memenuhi kebutuhan pokok
tersebut maka ukuran yang diaplikasikan ditetapkan dengan cara :
 Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan
produk umumnya didasarkan pada nilai percentile yang terbesar
seperti 95-th percentile
 Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan
nilai percentile yang paling rendah (5-th) dari distribusi data
antropometri yang ada
Secara umum aplikasi data antropometri untuk perancangan produk ataupun
fasilitas kerja akan menetapkan nilai 5-th percentile untuk dimensi maksimum
dan 95-th untuk dimensi minimumnya

2. Prinsip Perancangan Produk Yang Bisa Dioprasikan Diantara Rentang


Ukuran Tertentu
Disini rancangan bisa dirubah – rubah ukurannya sehingga cukup pleksibel
dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh.
Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacam ini

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 8


9

maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang nilai
5-th s/d 95-th percentile

3. Prinsip Perancangan Produk Dengan Ukuran Rata – Rata


Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata – rata ukuran
manusia. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali
mereka yang berbeda dalam ukuran rata – rata. Berkaitan dengan aplikasi
data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk
ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa rekomendasi yang bisa diberikan
sesuai dengan langkah – langkah sebagai berikut :
 Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana
nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut
 Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam perancangan tersebut
 Tentuka populasi terbesar yang harus di antisipasi, diakomodasikan dan
menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut
 Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan
tersebut untuk individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel,
ataukah ukuran rata – rata
 Pilihlah persentase populasi yang harus diikuti ; 5%, 50% 95%
 Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya
tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai
Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data antropometri untuk bisa
diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk atau pun fasilitas kerja,
maka gambar berikut akan memberika informasi tentang berbagai macam
anggota tubuh yang perlu diukur

D. Ukuran Peralatan Kerja

(1). Meja

Tinggi permukaan meja yang sesuai dapat mengurangi tekanan pada


tulang belakang, otot leher dan otot bahu, serta meningkatkan kenyamanan pada
waktu bekerja. Tinggi meja yang dapat diatur ketinggiannya sangat dianjurkan
untuk jenis pekerjaannya. Tinggi meja berukuran 51 – 66 cm dari lantai, dan meja
harus memiliki ruangan yang kosong dibawahnya untuk memberikan ruang
pergerakan yang leluasa pada kedua tungkai saat bekerja pada posisi duduk.
Pada posisi kerja berdiri maupun duduk menetap, tinggi meja harus disesuaikan
dengan sifat pekerjaannya, utnuk jenis pekerjaan ringan tinggi optimum area
kerja adalah 5 – 10 cm di bawah siku. Pada pekerjaan yang lebih membutuhkan
ketelitian, tinggi meja 10 – 20 cm lebih tinggi dari tinggi siku. Pada jenis
pekerjaan yang membutuhkan penekanan dengtan tangan, tinggi area kerja
adalah 10 – 20 cm lebih rendah dari tinggi siku.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 9


10

(2). Kursi Kerja

Kursi merupakan bagian integral dari desain tempat kerja dimana yang
fungsi utama kursi adalah harus dapat memberikan suport dan stabilitas bagi
orang yang mendudukinya. Desain kursi yang baik atau buruk akan berpengaruh
terhadap postur, sirkulasi, aktivitas kerja ototyang membutuhkan untuk
mempertahankan postuir dan berpengaruh terhadap ketegangan dari struktur
tulang belakang. Tepi bagian depan dudukan kursi, tidak boleh menekan bagian
belakang betis karena dapat mengurangi sandaran penunjang pinggang yang
menyebabkan sikap tubuh membungkuk.
Tinggi dudukan kursi harus dapat disesuaikan dan memudahkan pekerja
meletakkan telapak kakidiatas lantai, jika telapak kaki tidak menyentuh lantai
karena ketinggian dudukan kursi, maka papan penyanggah tapak kaki harus
disesuaikan.

(3). Posisi Kerja Sambil Berdiri

Pada posisi beridiri dengan pekerjaan ringan, tinggi optimum area kerja
adalah 5 – 10 cmdi bawah siku. Agar tinggi optimum ini dapat diterapakn, maka
perlu diukur tinggi siku yaitu jarak vertikal dari lantai ke siku dengan keadaan
lengan bawah mendatar dan lengan atas vertikal. Tinggi siku pada laki – laki
misalnya 100 cm dan pada wanita misalnya 95 cm, maka tinggi meja kerja bagi
laki – laki adalah antara 90 – 95 cm, sedangkan untuk wanita antara 85 – 90 cm.
Tinggi meja ini selanjutnya harus disesuaikan dengan sifat pekerjaannya yaitu
pada pekerjaan – pekerjaan yang lebih membutuhkan ketelitian, tinggi mejanya
adalah 10 – 20 cm lebih tinggi dari tinggi siku. Pada pekerjaan – pekerjaan yang
memerlukan penekanan dengan tangan, maka tinggi mejanya adalah 10 – 20 cm
lebih rendah dari siku.

(4). Posisi Kerja Sambil Duduk

Pekerjaan akan lebih baik jika dilakukan sambil duduk. Ada beberapa
keuntungan apabila kita bekerja sambil duduk, yaitu : kurangnya kelelahan pada
kaki, terhindarnya sikap – sikap yang tidak alamiah, berkurangnya pemakaian
energi, kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah.
Selain itu, terdapat pula kerugian – kerugian akibat bekerja sambil duduk, yaitu :
melembeknya otot – otot [erut, melengkungnya punggung, serta tidak baik bagi
alat – alat dalam khususnya pencernaan jika posisi dilakukan secara terus
menerus. Sikap duduk paling baik yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap
badan dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lordosa pada
pinggang dan sedikit mungkin kifosa pada punggung. Sikap demikian dapat
dicapai dengan kursi dan sandaran punggung yang tepat.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 10


11

(5). Anatomi dan Fungsi Tulang Belakang

Pada dasarnya tulang tubuh manusia tidak dapat sepenuhnya memberikan


perlindungan, namun dalam banyak hal tulang manusia mempunyai banyak
fungsi dalam pembantu pergerakkan. Untuk mempermudah pergerakan antara
dua tulang atau lebih dihubungkan oleh sendi, yang didalam persendian tersebut
terdapat ligametum yang memperkuat ikatan persendian serta dapat membatasi
pergerakan sendi. Ada pun tulang punggung tubuh manusia di bagi dalam 3
bagia, yaitu :

1. Cervical (leher) : terdiri dari 7 buah vertebrae.


2. Thoracal (dada) : terdiri dari 12 buah columna vertebrae.
3. Lumbal (pinggang) : terdiri dari 5 buah columna vertebrae.
4. Secrum (panggul) : terdiri dari 5 -6 buah columna vertebrae.

Tulang punggung terdiri dari susunan beberapa discus verteralis yang


tersusun sedemikian rupa yang distukan satu sama lainnya oleh bantuan
ligament, otot, dan sendi. Diantara masing – masing discus terdapat dalam
keadaan berdiri, dan bias dilihat dari sisi sebelah kiri tulang punggung yang
berbentuk seperti huruf S.

E. Variabel Antropometri

Salah satu kumpulan variabel antropometri yang banyak dikenal di


Indonesia mengacu pada variabel yang terdapat di buku Nurmianto (1996)
dengan total 60 variabel antropometri meliputi:

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 11


12

(1) Variabel Antropometri pada Posisi Duduk Samping

(2) Variabel Antropometri pada Posisi Duduk Menghadap ke Depan

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 12


13

(3). Variabel Antropometri pada Posisi Berdiri

(4) Variabel Antropometri Tangan

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 13


14

(5) Variabel Antropometri Kaki

(6). Variabel Antropometri Kepala

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 14


15

DAFTAR BACAAN :

1. Nurmianto, Eko, 1996, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya Edisi


Pertama, Jurusan Teknik Industri ITS, PT. Candimas Metropole, Jakarta.
2. Pemanfaatan Citra Dua Dimensi pada Perancangan Sistem Pengukuran
Antropometri Secara Digital oleh Dito J. (Teknik Industri UGM).

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 15


16

Fisiologi kerja
Fisiologi Kerja adalah merupakan suatu studi tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja dan kelelahan selama otot bekerja. Fisiologi Kerja adalah
ilmu yang mempelajari fungsi atau faal tubuh manusia pada saat bekerja dan
merupakan dasar berkembangnya ergonomi. Dengan diketahuinya fisiologi kerja
diharapkan mampu meringankan beban kerja seorang pekerja dan meningkatkan
produktivitas kerja.

A. Kerja Fisik

Kerja fisik atau physical work adalah kerja yang memerlukan energi fisik otot
manusia sebagai sumber tenaga atau power. Kerja fisik sering disebut sebagai
“Manual Operation” di mana performansi kerja sepenuhnya akan tergantung
pada manusia, baik yang berfungsi sebagai sumber tenaga (power) ataupun
pengendali kerja (control). Dalam hal kerja fisik ini, konsumsi energi (energy
consumption) merupakan faktor utama dan tolak ukur sebagai penentu berat
atau ringannya kerja fisik tersebut.
Aktivitas otot yang akan mengubah fungsi-fungsi faal dalah tubuh adalah
sebagai berikut.
Denyut jangtung.
Tekanan darah.
Keluaran atau output jantung (liter darah/menit).
Komposisi kimia dalam darah dan tubuh.
Temperatur tubuh.
Laju penguapan.
Ventilasi paru-paru (liter darah/menit).
Konsumsi oksigen (O2) oleh otot.
Kerja fisik akan mengeluarkan energi yang berhubungan erat dengan
konsumsi energi. Setiap kegiatan yang berlangsung pada diri manusia
membutuhkan energi. Untuk melakukan semua kegiatan manusia diperlukan
supplay energi. Energi terbentuk karena adanya proses metabolisme dalam otot,
yaitu berupa serangkaian proses kimia yang mengubah bahan makanan menjadi
dua bentuk energi. Kedua bentuk energi tersebut adalah energi mekanis dan
energi panas. Konsumsi energi pada waktu kerja biasanya ditentukan dengan
cara tidak langsung, yaitu dengan 2 cara sebagai berikut.

1. Pengukuran Kecepatan Denyut Jantung


Derajat beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah kalori yang
dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah otot yang terlibat pada
pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan lebih berat jika
hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relatif terhadap sejumlah besar otot.
Penlitian yang dilakukan oleh Astrand (1977) dan Christensen (1991)
menemukan bahwa pengeluaran energi dari tingkat denyut jantung dan
menemukan adanya hubungan langsung antara keduanya. Tingkat pulsa dan

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 16


17

denyut jantung per menit dapat digunakan untuk menghitung pengeluaran energi
(Retno Megawati, 2003). Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa kecepatan
denyut jantung dan pernapasan dipengaruhi oleh tekanan fisiologis, tekanan oleh
lingkungan, atau tekanan akibat kerja keras, di mana ketiga faktor tersebut
memberikan pengaruh yang sama besar. Pengukuran berdasarkan kriteria
fisiologis ini bisa digunakan apabila faktor-faktor yang berpengaruh tersebut
dapat diabaikan atau situasi kegiatan dalam keadaan normal.
Pengukuran denyut jantung dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain :
1. Merasakan denyut jantung yang ada pada arteri radial pada
pergelangan tangan.
2. Mendengarkan denyut jantung dengan stetoskop.
3. Menggunakan ECG (Electrocardiograph), yaitu mengukur signal elektrik
yang diukur dari otot jantung pada permukaan kulit dada.
Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting didalam
peningkatan cardio output dari istirahat samapi kerja maksimum (Rodahl, 1989),
didefinikan sebagai Heart Rate Reserve (HR Reserve). HR Reserve tersebut
diekspresikan dalam presentase yang dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.

Denyut nadi kerja – Denyut nadi istirahat


% HR Reserve = -------------------------------------------------------------------------------- 100
Denyut nadi maksimum – Denyut nadi istirahat

Lebih lanjut, penentuan klasifikasi beban kerja berdasarkan peningkatan denyut


nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban
kardiovaskuler (cardiovasiculair atau %CVL) yang dihitung berdasarkan rumus di
bawah ini (Manuaba dan Vanwonterghem, (1996).

Denyut nadi kerja – Denyut nadi istirahat


% CVL = --------------------------------------------------------------------- x 100
Denyut nadi maksimum – Denyut nadi istirahat

Di mana denyut nadi maskimum adalah 220 dikurangi usia untuk laki-laki dan
200 dikurangi usia untuk wanita. Dari perhitungan %CVL tersebut, kemudian
akan dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 17


18

Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung secara umum
adalah regresi kuadratis dengan persamaan sebagai berikut.

Y = 1.80411 – 0.0229038 + 4.70733 X 10 -4 X -2

Di mana,
Y : Energi (kilokalori/kkal per menit).
X : kecepatan denyut jantung (denyut per menit).

Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi,


maka konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu dapat dituliskan dalam
bentuk energi, maka konsumsi energi untuk kegiatan kerja tertentu dapat
dituliskan dalam bentuk sebagai berikut.

KE = Et – Ei

Di mana,
KE : Konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu (kkal / menit).
Et : Pengeluaran energi pada saat waku kerja tertentu (kkal / menit).
Ei : Pengeluaran energi pada saat waktu istirahat (kkal / menit).

Jika denyut jantung dipantau selama istirahat, maka waktu pemulihan untuk
beristirahat meningkat sejalan dengan beban kerja. Dalam keadaan yang
ekstrim, pekerja tidak mempunyai waktu istirahat yang cukup sehingga
mengalami kelelahan yang kronis. Formulasi untuk menentukan waktu istirahat
(Time Rest) sebagai kompensasi dari pekerjaan fisik adalah sebagai berikut.

T (K - S)
TR = ---------------------
K - 1.5

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 18


19

Di mana,
TR = Waktu istirahat yang dibutuhkan (menit).
T = Total waktu kerja (menit).
S = Pengeluaran energi cadangan yang direkomendasikan (kkal / menit),
biasanya 4 atau 5 kkal / menit.
K= konsumsi energi selama pekerjaan berlangsung (kkal/mnt).

Sedangkan rumus untuk mengukur waktu kerja (Time Work) sendiri adalah
sebagai berikut.

25
Tw = ------------------ menit
K–5

Di mana,
TK = Waktu kerja (menit).
K= konsumsi energi selama pekerjaan berlangsung (kkal/mnt).

2. Pengukuran Konsumsi Oksigen (O2)


Besarnya pengeluaran energi sebagai akibat kerja fisik sangat berkaitan
dengan konsumsi energi. Satuan pengukuran konsumsi energi adalah kilokalori
(kkal). 1 kkal sama dengan jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan
tempertaur 1 liter air dari 14,5°C menjadi 15,5°C. Energi yang dikonsumsikan
seringkali bisa diukur secara langsung yaitu melalui konsumsi oksigen (O 2) yang
dihisap. Volume oksigen yang dibutuhkan saat bekerja dapat dipakai sebagai
dasar menentukan jumlah kalori yang diperlukan selama kerja, 1 liter oksigen
sama dengan 4,7–5 Kkal (McCormick).Pendapat lain mengatakan, 1 liter oksigen
dikonsumsi oleh tubuh, maka tubuh akan mendapatkan 4,8 KKal energi yang
merupakan nilai kalori suatu oksigen (Nurmianto). Volume oksigen yang
digunakan tersebut dihitung dengan cara mengukur volume udara ekspirasi dan
kemudian kadar oksigennya ditentukan dengan teknik sampling. Dengan
mengetahui temperatur dan tekanan udaranya, maka volume oksigen yang
digunakan dapat dihitung.
Proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh manusia merupakan
fase yang penting sebagai penghasil energi yang diperlukan untuk kerja fisik.
Proses metabolisme ini bisa dianalogikan dengan proses pembakaran yang kita
jumpai dalam mesin motor bakar (combustion engine). Lewat proses
metabolisme akan dihasilkan panas dan energi yang diperlukan untuk kerja
mekanis lewat sistem otot manusia. Di sini zat-zat makanan akan bersenyawa

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 19


20

dengan oksigen (O2) yang dihirup, terbakar dan menimbulkan panas serta energi
mekanik.
Proses metabolisme
Proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh manusia merupakan fase yang
penting sebagai penghasil energi yang diperlukan untuk kerja fisik. Proses
metabolisme ini bisa dianalogikan dengan proses pembakaran yang kita
jumpaibdalam mesin motor bakar (combustion engine). Lewat proses metabolis
akan dihasilkan panas dan energi yang diperlukan untuk kerja mekanis lewat
sistem otot manusia. Di sini zat-zat makanan akan bersenyawa dengan oksigen
(O2) yang dihirup, terbakar dan menimbulkan panas serta energi mekanik.
Pengukuran konsumsi oksigen
Besarnya pengeluaran energi sebagai akibat kerja fisik sangat berkaitan
dengan konsumsi energi. Satuan pengukuran konsumsi energi adalah kilo kalori
(KKal). 1 KKal adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan
tempertaur 1 liter air dari 14,5o C menjadi 15,5o C. Energi yang dikonsumsikan
seringkali bisa diukur secara langsung yaitu melalui konsumsi oksigen (O2) yang
dihisap. Menurut Mc. Cormick, volume oksigen yang dibutuhkan bekerja dapat
dipakai sebagai dasar menentukan jumlah kalori yang diperlukan selama kerja
atas dasar persamaan berikut ini :
1 liter oksigen = 4,7 – 5 Kkal
Sedangkan menurut Nurmianto (2000), jika 1 liter oksigen dikonsumsi oleh
tubuh, maka tubuh akan mendapatkan 4,8 KKal energi. Faktor inilah yang
merupakan nilai kalori suatu oksigen. Volume oksigen yang digunakan tersebut
dihitung dengan cara mengukur volume udara ekspirasi dan kemudian kadar
oksigennya ditentukan dengan teknik sampling. Dengan mengetahui temperatur
dan tekanan udaranya, maka volume oksigen yang digunakan dapat dihitung.
Pengukuran denyut jantung
Derajat beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah kalori yang
dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada jumlah otot yang terlibat pada
pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan lebih berat jika
hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relatif terhadap sejumlah besar otot.
Astrand dan Christensen meneliti pengeluaran energi dari tingkat denyut
jantung dan menemukan adanya hubungan langsung antara keduanya. Tingkat
pulsa dan denyut jantung per menit dapat digunakan untuk menghitung
pengeluaran energi. [Retno Megawati, 2003]
Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa kecepatan denyut jantung dan
pernapasan dipengaruhi oleh tekanan fisiologis, tekanan oleh lingkungan atau
tekanan akibat kerja keras, di mana ketiga faktor tersebut memberikan pengaruh
yang sama besar. Pengukuran berdasarkan kriteria fisiologis ini bisa digunakan
apabila faktor-faktor yang berpengaruh tersebut dapat diabaikan atau situasi
kegiatan dalam keadaan normal.
Tahap pertama adalah menyetarakan besaran kecepatan denyut jantung ke
dalam bentuk energi. Untuk merumuskan hubungan antara Energy expenditure
kecepatan denyut jantung dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan antara
energi expenditure dengan kecepatan denyut jantung dengan analisa regresi.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 20


21

Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung secara umum
adalah regresi kuadratis dengan persamaan sebagai berikut :
Di mana : Y = Energi (Kilokalori/menit)
X = Kecepatan denyut jantung (denyut per menit)
Lalu ditentukan besarnya konsumsi energi yang ada dengan rumus
matematis :
KE = Et – Ei
Dimana :
KE = Konsumsi energi untuk kegiatan tertentu (Kkal/mnt)
Et = Pengeluaran energi pada waktu kerja tertentu (Kkal/mnt)
Ei = Pengeluaran energi pada waktu istirahat (Kkal/mnt) [Martyaningsih,2003]
Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting di dalam
peningkatan cardiac output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan
yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum tersebut
oleh Rodahl (1989) didefinisikan sebagai Heart Rate Reserve (HR Reserve). HR
Reserve tersebut diekspresikan dalam presentase yang dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
% HR Reserve = (denyut nadi kerja- denyut nadi istirahat)/(denyut nadi
maks-denyut nadi istirahat)*100%
Lebih lanjut, Manuaba & Vanwonteerghem (1996) menentukan klasifikasi
beban kerja berdasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan
dengan denyut nadi maksimum karena beban kerja kardiovaskuler
(cardiovasculair load = %CVL) yang dihitung dengan rumus sebagai berikut
%CVL=100x(denyut nadi kerja-denyut nadi istirahat)/(denyut nadi mak-
denyut nadi istirahat)
Dimana :
Denyut nadi istirahat = rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai
Denyut nadi kerja = rerata denyut nadi selama bekerja
Denyut nadi maksimum = (220 – umur) untuk laki-laki dan(200 – umur) untuk
wanita.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 21


22

Laju metabolisme tubuh dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut.


 Usia : Kecepatan metabolisme memang berkurang sejalan
dengan bertambahnya usia.
 Jenis Kelamin : Wanita memiliki metabolisme yang lebih rendah
daripada pria. Rata-rata pria memiliki proporsi tulang, organ, dan otot
yang lebih besar dibandingkan wanita. Jadi tak heran jika metabolisme
pria pun lebih besar.
 Komposisi : Tubuh Orang dengan berat badan normal dan
memiliki banyak otot mempunyai metabolisme yang lebih tinggi
dibandingkan orang gemuk yang memiliki banyak lemak.
 Iklim : Orang yang hidup di daerah tropis memiliki metabolisme
10% lebih rendah dibandingkan orang yang hidup di daerah sub tropis.
 Gizi : Keadaan gizi buruk yang berkepanjangan akan mengurangi
metabolisme 10-20%.
 Tidur : Saat tidur, metabolisme akan 5% lebih rendah
dibandingkan saat bangun.
 Demam : Karena panas dapat mempercepat suatu reaksi kimia,
apabila tubuh sedang demam, maka kecepatan metabolisme akan
meningkat. Salah satu tujuan dari meningkatnya metabolisme adalah
untuk mempercepat perbaikan sel-sel yang rusak dan mempercepat
proses penyembuhan.
 Hormon dan Obat-obatan : Ada hormon dan obat-obatan yang
bekerja untuk mempercepat metabolisme, namun ada juga yang bekerja
memperlambat metabolisme.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 22


23

 Aktivitas Fisik : Semakin banyak dan semakin berat aktivitas


seseorang, maka akan semakin tinggi pula metabolismenya.

Kerja Mental

Kerja mental merupakan kerja yang melibatkan proses berpikir dari otak kita.
Pekerjaan ini mengakibatkan kelelahan mental bila intensitas kerja ini relatif
tinggi. Hal ini bukan diakibatkan oleh aktifitas fisik secara langsung, melainkan
akibat kerja otak kita.
Beban kerja mental merupakan perbedaan antara tuntutan kerja mental
dengan kemampuan mental yang dimiliki oleh pekerja yang bersangkutan.
Beban kerja yang timbul dari aktivitas mental di lingkungan kerja antara lain
disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.
 Keharusan untuk tetap dalam kondisi kewaspadaan tinggi dalam
waktulama
 Kebutuhan untuk mengambil keputusan yang melibatkan
tanggung jawabbesar
 Menurunnya konsentrasi akibat aktivitas yang monoton
 Kurangnya kontak dengan orang lain, terutama untuk tempat kerja
yang terisolasi dengan orang lain.
Beban kerja mental dapat diukur dengan pendekatan fisologis, karena
terkuantifikasi dengan dengan kriteria obyektif, maka disebut metode obyektif.
Kelelahan mental pada seorang pekerja terjadi akibat adanya reaksi fungsional
dari tubuh dan pusat kesadaran. Pendekatan yang bisa dilakukan antara lain
sebagai berikut.
 Pengukuran variabilitas denyut jantung.
 Pengukuran selang waktu kedipan mata (eye blink rate).
 Flicker Test.
 Pengukuran kadar asam saliva

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 23


24

Biomekanika dan Perancangan Kerja


Penelitian aspek biomekanika akan sangat berkaitan dengan postur kerja,
beban kerja dan proses perancangan peralatan kerja misalnya pembuatan alat
bantu gerak yang dapat digunakan untuk meringankan penderita cacat maupun
peralatan kerja lainnya. Peralatan yang digunakan secara langsung sehubungan
dengan fisik manusia perlu rancangan agar sesuai dengan keadaan biomekanika
seseorang. Penggunaan kekuatan otot yang berlebihan untuk menggunakan
atau menggerakan peralatan dapat mengakibatkan cedera. Penerapan
biomekanika menghindari hal tersebut, dan mengupayakan agar dengan
pengeluaran energi yang minimum namun dapat dicapai hasil yang optimal.

Biomekanika Kerja Tubuh

Dalam analisis biomekanika, tubuh manusia dipandang sebagai sistem


yang terdiri dari link (penghubung) dan joint (sambungan), tiap link mewakili
segmen-segmen tubuh tertentu dan tiap joint menggambarkan sendi yang ada.

Menurut Chaffin dan Anderson tubuh manusia terdiri dari enam link, yaitu:
1. Link lengan bawah yang dibatasi oleh joint telapak tangan dan
siku.
2. Link lengan atas yang dibatasi oleh joint siku dan bahu.
3. Link punggung yang dibatasi oleh joint bahu dan pinggul.
4. Link paha yang dibatasi oleh joint pinggul dan lutut.
5. Link betis yang dibatasi oleh joint lutut dan mata kaki.
6. Link kaki yang dibatasi oleh joint mata kaki dan telapak kaki.

Gambar tubuh sebagai sistem enam link dan joint (Chaffin, 1991)

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 24


25

Seperti yang disebutkan di atas bahwa manusia dapat disamakan


dengan segmen benda jamak maka panjang setiap link dapat diukur berdasarkan
persentase tertentu dari tinggi badan, sedangkan beratnya berdasarkan
persentase dari berat badan. Penentuan letak pusat massa tiap link didasarkan
pada persentase standar yang ada. Panjang setiap link tiap segmen berotasi di
sekitar sambungan dan mekanika terjadi mengikuti hukum newton. Prinsip-
prinsip ini digunakan untuk menyatakan gaya mekanik pada tubuh dan gaya otot
yang diperlukan untuk mengimbangi gaya-gaya yang terjadi.
Secara umum pokok bahasan dari biomekanika adalah untuk
mempelajari interaksi fisik antara pekerja dengan mesin, material dan peralatan
dengan tujuan untuk meminimumkan keluhan pada sistem kerangka otot agar
produktivitas kerja dapat meningkat. Menghindari keluhan pada sistem kerangka
otot dapat ditanggulangi dengan perancangan sistem kerja seperti alat kerja atau
postur kerja yang ergonomis seperti yang telah disebutkan di atas atau
melakukan pengendalian administratif (pemilihan personel yang tepat, pelatihan
tentang teknik-teknik penanganan material). Misalnya pada gerakan jalan yang
terpenting adalah keseimbangan. Gerakan ini akan memperlihatkan bagaimana
kedua kaki saling menyeimbangkan berat tubuh dalam pergerakan berpindah.
Untuk pengguna alat bantu pada kaki gerak terlihat bagaimana alat bantu
tersebut menyeimbangkan pasien dalam berjalan sehingga alat tersebut nyaman
dipakai.

Biomekanika dan Manual Material Handling

Titik berat bahasan biomekanika adalah pada fisik manusia khususnya


pada saat manusia melakukan kegiatan penanganan material secara manual
(Manual Material Handling / MMH) yang biasanya tanpa menggunakan alat bantu
apapun. Contoh MMH adalah pengangkatan dan pemindahan secara manual,
atau pekerjaan lain yang dominan menggunakan otot tubuh. Pekerjaan
penanganan material secara manual (Manual Material Handling) yang terdiri dari
mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik dan membawa merupakan
sumber utama komplain karyawan di industri (Ayoub & Dempsey, 1999).
Meskipun kemajuan teknologi telah banyak membantu aktivitas manusia, namun
tetap saja ada beberapa pekerjaan manual seperti MMH yang tidak dapat
dihilangkan dengan pertimbangan biaya maupun kemudahan. Pekerjaan ini
membutuhkan usaha fisik sedang hingga besar dalam durasi waktu kerja
tertentu. Usaha fisik ini banyak mengakibatkan kecelakaan kerja ataupun low
back pain, yang menjadi isu besar di negara-negara industri belakangan ini.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 25


26

Aktivitas MMH yang tidak tepat dapat menimbulkan kerugian bahkan


kecelakaan kerja. Akibat yang ditimbulkan dari aktivitas MMH yang tidak benar
salah satunya adalah keluhan muskoloskeletal. Keluhan muskoloskeletal adalah
keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai
dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima
beban statis secara berulang dalam jangka waktu yang lama akan dapat
menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon.
Keluhan inilah yang biasanya disebut sebagai muskoloskeletal disorder (MSDs)
atau cedera pada sistem muskuloskeletal (Grandjean, 1993).

Khusus saat melakukan MMH jenis pengangkatan, organ tubuh yang


mendapatkan pengaruh paling besar adalah pada bagian tulang belakang,
biomekanika pun membahas mengenai struktur tulang belakang pada tubuh
manusia. Pengangkatan manual yang dilakukan oleh operator akan membuat
struktur tulang belakang mengalami tekanan yang berlebihan, meskipun
pengangkatan manual tersebut dilakukan tidak terlalu sering atau dengan kata
lain frekuensinya jarang. Namun demikian, hal tersebut tetap saja memberikan
pengaruh buruk terhadap struktur tulang belakang.

Tingginya tingkat cidera atau kecelakaan kerja selain merugikan secara


langsung yaitu sakit yang diderita oleh pekerja, kecelakaan tersebut juga akan
berdampak buruk terhadap kinerja perusahaan yaitu berupa penurunan
produktivitas perusahaan, baik melalui beban biaya pengobatan yang cukup
tinggi dan juga ketidakhadiran pekerja serta penurunan dalam kualitas kerja.

Contoh dari penerapan ilmu biomekanika selain MMH adalah untuk


menjelaskan efek getaran dan dampak yang timbul akibat kerja, menyelidiki
karakteristik kolom tulang belakang, menguji penggunaan alat prosthetic, dll.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 26


27

Manual material handling (MMH)

Meskipun telah banyak mesin yang digunakan pada berbagai industri untuk
mengerjakan tugas pemindahan, namun jarang terjadi otomasi sempurna di
dalam industri. Disamping pula adanya pertimbangan ekonomis seperti tingginya
harga mesin otomasi atau juga situasi praktis yang hanya memerlukan peralatan
sederhana. Sebagai konsekuensinya adalah melakukan kegiatan manual di
berbagai tempat kerja. Bentuk kegiatan manual yang dominan dalam industri
adalah Manual material handling (MMH).
Definisi Manual material handling (MMH) adalah suatu kegiatan transportasi
yang dilakukan oleh satu pekerja atau lebih dengan melakukan kegiatan
pengangkatan, penurunan, mendorong, menarik, mengangkut, dan
memindahkan barang (Suhadri, 2008).
Selama ini pengertian MMH hanya sebatas pada kegiatan mengangkat dan
menurunkan yang melihat aspek kekuatan vertikal. Padahal kegiatan MMH tidak
terbatas pada kegiatan tersebut diatas, masih ada kegiatan menarik dan
mendorong di dalam kegiatan MMH. Kegiatan MMH yang sering dilakukan oleh
pekerja di dalam industri antara lain :
1. Kegiatan pengangkatan benda (LiftingTask)
2. Kegiatan pengantaran benda (Caryying Task)
3. Kegiatan mendorong benda (Pushing Task)
4. Kegiatan menarik benda (Pulling Task)
Berbeda dengan pendapat di atas menurut Occupational Safety and Health
Administration (OSHA) mengklasifikasikan kegiatan manual material handling
menjadi lima yaitu :
1. Mengangkat/Menurunkan (Lifting/Lowering)
Mengangkat adalah kegiatan memindahkan barang ke tempat yang lebih
tinggi yang masih dapat dijangkau oleh tangan. Kegiatan lainnya adalah
menurunkan barang.

2. Mendorong/Menarik (Push/Pull)
Kegiatan mendorong adalah kegiatan menekan berlawanan arah tubuh
dengan usaha yang bertujuan untuk memindahkan obyek. Kegiatan menarik
kebalikan dengan it
3. Memutar (Twisting)
Kegiatan memutar merupakan kegiatan MMH yang merupakan gerakan
memutar tubuh bagian atas ke satu atau dua sisi, sementara tubuh bagian
bawah berada dalam posisi tetap. Kegiatan memutar ini dapat dilakukan dalam
keadaan tubuh yang diam.

4. Membawa (Carrying)
Kegiatan membawa merupakan kegiatan memegang atau mengambil barang
dan memindahkannya. Berat benda menjadi berat total pekerja.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 27


28

5. Menahan (Holding)
Memegang obyek saat tubuh berada dalam posisi diam (statis)

Pemilihan manusia sebagai tenaga kerja dalam melakukan kegiatan


penanganan material bukanlah tanpa sebab. Penanganan material secara
manual memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut :
1. Fleksibel dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan
pemindahan beban pada ruang terbatas dan pekerjaan yang tidak beraturan.
2. Untuk beban ringan akan lebih murah bila dibandingkan menggunakan
mesin.
3. Tidak semua material dapat dipindahkan dengan alat.
Manual material handling (MMH) merupakan sumber utama terjadinya cedera
punggung. MMH meliputi mengangkat, menurunkan, membawa, mendorong dan
menarik barang. Sementara itu faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya
nyeri punggung (back injury), adalah arah beban yang akan diangkat dan
frekuensi aktivitas pemindahan. Risiko-risiko nyeri tersebut banyak dijumpai pada
beberapa industri, antara lain: industri berat, pertambangan, konstruksi /
bangunan, pertanian, rumah sakit dan lain-lain. Beberapa perimeter yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Beban yang harus diangkat
2. Perbandingan antara berat badan dan orangnya
3. Jarak horisontal dari beban terhadap orangnya
4. Ukuran beban yang akan diangkat (beban yang berdimensi besar akan
mempunyai jarak center of gravity (CG) yang lebih jauh dari tubuh, dan bisa
mengganggu jarak pandangannya)

Faktor Risiko Manual material handling (MMH)

Semua aktivitas manual handling melibatkan faktor-faktor sebagai berikut:


1. Karakteristik Pekerja
Karakteristik pekerja masing-masing berbeda dan mempengaruhi jenis dan
jumlah pekerjaan yang dapat dilakukan. Karakteristik pekerja terdiri dari:
a) Fisik, yang meliputi ukuran pekerja secara umum seperti usia, jenis
kelamin, antropometri, dan postur tubuh.
b) Kemampuan sensorik, ukuran kemampuan sensorik pekerja yang
meliputi penglihatan, pendengaran, kinestetik, sistem keseimbangan dan
proprioceptive.
c) Motorik, ukuran kemampuan motorik/gerak pekerja yang meliputi
kekuatan, ketahanan, jangkauan, dan karakter kinematis.
d) Psikomotorik, mengukur kemampuan pekerja menghadapi proses
mental dan gerak seperti memproses informasi, waktu respon, dan koordinasi
e) Personal, ukuran nilai dan kepuasan pekerja dengan melihat tingkah
laku, penerimaan Risiko, persepsi kebutuhan ekonomi, dll
f) Training/pelatihan, ukuran kemampuan pendidikan pekerja dalam
training formal atau keterampilan dalam menangani instruksi MMH.
g) Status kesehatan

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 28


29

h) Aktivitas dalam waktu luang

2. Karakteritik Material
Karakteristikmaterial atau bahan, meliputi:
a) Beban, ukuran berat benda, usaha yang dibutuhkan untuk mengangkat,
maupun momen inersia benda.
b) Dimensi, atau ukuran benda seperti lebar, panjang, tebal, dan bentuk
benda baik itu kotak, silinder, dll.
c) Distribusi beban, ukuran letak unit CG dengan reaksi pekerja untuk
membawa dengan satu atau dua tangan.
d) Kopling, cara membawa benda oleh pekerja berkaitan dengan tekstur,
permukaan, atau letak.
e) Stabilitas beban, ukuran konsistensi lokasi CG

3. Karakteristik Tugas/Pekerjaan
Karakeristik tugas ini meliputi kondisi pekerjaan manual material handling
yang akan dilakukan. Terdiri dari :
a) Geometri tempat kerja, termasuk didalamnya jarak pergerakan, langkah
yang harus ditempuh, dll.
b) Frekuensi, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan
termasuk frekuensi pekerjaan yang dilakukan.
c) Kompleksitas pekerjaan, termasuk didalamnya ketepatan penempatan,
tujuan aktivitas maupun komponen pendukungnya.
d) Lingkungan kerja, seperti suhu, pencahayaan, kebisingan, getaran, bau
bauan, juga daya tarik kaki.

4. Sikap Kerja
Penanganan manual material handling juga melibatkan metode kerja atau
sikap dalam menyelesaikanbpekerjaan/tugas. Pengamatan meliputi pada :
a) Individu, merupakan ukuran metode operasional, seperti kecepatan,
ketepatan, cara/postur saat memindahkan.
b) Organisasi, berkaitan dengan organisasi kerja seperti luas bangunan
pabrik, keberadaan tenaga medis, maupun utilitas kerjasama tim.
c) Administrasi, seperti sistem insentif untuk keselamatan kerja,
kompensasi, rotasi kerja maupun pengendalian dan pelatihan keselamatan.
Aktivitas manual material handling banyak digunakan karena memiliki
fleksibilitas yang tinggi, murah dan mudah diaplikasikan. Akan tetapi berdasar
data diatas dapat diambil kesimpulan bahwa aktivitas manual material handling
juga diikuti dengan Risiko apabila diterapkan pada kondisi lingkungan kerja yang
kurang memadai, alat yang kurang mendukung, dan sikap kerja yang salah.
Penelitian yang dilakukan NIOSH (NIOSH, 1981) memperlihatkan sebuah
statistik yang menyatakan bahwa dua -pertiga dari kecelakaan akibat tekanan
berlebihan, berkaitan dengan aktivitas menaikkan barang (lifting loads activity).
Faktor Risiko diasosiasikan dengan jumlah tugas yang dapat menyebabkan
cedera musculoskeletal. Faktor Risiko digunakan untuk menganalisa tugas
manual (manual task ). Manual task atau manual material handling memiliki

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 29


30

interaksi yang kompleks antara pekerja dan lingkungan kerja. Faktor Risiko
kemudian dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu :
1. Tekanan langsung kepada tubuh.
Hal ini meliputi faktor seperti tingkat tekanan pada muscular, postur/sikap
kerja, pengulangan pekerjaan, getaran peralatan dan lama waktu kerja.
2. Kontribusi faktor Risiko yang secara langsung mempengaruhi tuntutan
kerja
Hal ini meliputi layout area kerja, penggunaan alat, penangan beban. Jika
komponen ini di desain ulang pengaruh dari tekanan dapat dikurangi.
3. Memodifikasi faktor Risiko dapat memberi masukan pada perubahan
sikap kerja sehingga akibat dari faktor Risiko dapat dikurangi.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 30


31

FISIOLOGI LINGKUNGAN

A. Pencahayaan

Pencahayaan (Illumination), merupakan bagian dari ergonomi yang


sangat penting. Cahaya sendiri merupakan radiasi elektromagnetik pada panjang
gelombang tertentu dimana manusia dapat melihatnya dan diterima oleh mata
sebagai warna. Jadi yang terpengaruh oleh pencahayaan yang baik atau buruk
adalah mata sebagai indera penglihatan manusia yang terdiri dari bagian-bagian
optik yang bekerja berdasar cahaya.

Sumber cahaya sendiri ada dua jenis yakni cahaya alami dan cahaya
buatan. Cahaya matahari merupakan sumber utama cahaya alami. Sedangkan
cahaya buatan dibagi menjadi dua jenis. Jenis pertama adalah incandescent light
(cahaya pijar), contohnya adalah lampu tradisional. Jenis kedua adalah
fluorescent tube, contohnya adalah lampu listrik. Terdapat perbedaan antara tiga
sumber cahaya yakni cahaya matahari, incandescent light, dan fluorescent tube.
Dalam hal jumlah radiasi yang dihasilkan, cahaya matahari menghasilkan radiasi
sama dengan spektrum gelombang yang terlihat, incandescent light
menghasilkan lebih banyak radiasi, fluorescent tube menghasilkan radiasi tidak
sama rata dengan spektrum. Selain itu karena komposisi spektrum yang
berbeda-beda dari masing-masing sumber cahaya maka warna yang ditimbulkan
dari masing-masing sumber cahaya bisa berbeda.

Waktu pencahayaan juga memiliki pengaruh. Saat sumber menghasilkan


cahaya dengan laju rendah, 10 – 20 kali per detik, maka akan menghasilkan
cahaya berkelap-kelip. Jika laju dinaikkan maka kelap-kelip cahaya semakin
berkurang dan kemunculan cahaya semakin stabil.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pencahayaan di lingkungan


kerja adalah tingkat/jumlah cahaya (biasa dalam lux), arah cahaya, dan glare
(tingkat kesilauan) terdiri dari disabiliy glare (glare yang mengurangi penglihatan)
dan discomfort glare (glare yang menyakitkan mata sekaligus mengurangi
penglihatan).

B. Panas Lingkungan

Panas lingkungan (Thermal environment), juga merupakan bagian dalam


ergonomi. Suhu dan ruangan yang cocok dan nyaman sangat penting agar kita
merasa nyaman terutama saat bekerja atau beraktivitas. Suhu atau temperatur
yang cocok dan nyaman adalah berkisar antara 20-22ºC pada saat musim dingin
dan 20-24ºC pada saat musim panas. Di Indonesia sendiri yang hanya memiliki
dua musim, suhu yang cocok atau nyaman bisa dikatakan hampir sama dengan
suhu yang telah disebutkan. Jika suhunya lebih tinggi dari suhu tersebut maka
kita bisa menjadi cepat lelah dan mengantuk, sedangkan suhu yang lebih rendah
bisa menyebabkan kegelisahan dan berkurangnya perhatian.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 31


32

Tingkat respek dan toleransi manusia terhadap thermal environment


tergantung pada beberapa faktor yakni kondisi fisik, umur, jenis kelamin, lemak
dalam tubuh, dan konsumsi alkohol.

Ketidaknyamanan menyangkut thermal environment dapat menimbulkan


stress. Terdapat dua macam stress. Pertama heat stress (akibat suhu yang
tinggi) dan cold stress (akibat suhu yang rendah). Heat stress dapat
menimbulkan efek fisik diantaranya efek terhadap sistem kardiovaskular,
keluarnya keringat, penyakit akibat panas (heat illnes) diantaranya heat rash
(timbul bintik), heat cramps (kejang), heat exhaustion (kelelahan) dan heat
stroke. Sedangkan cold stress dapat menimbulkan efek fisik diantaranya
vasoconstriction, menggigil, luka akibat cold stress seperti frostbite (radang
dingin) dan dive reflex (pelemahan denyut jantung akibat dingin dan pernapasan
terhenti).

Karena suhu atau temperatur sangat berpengaruh terutama terhadap


performa saat bekerja atau beraktivitas maka suhu atau temperatur tempat atau
ruang harus diperhatikan, dijaga, dan dibuat supaya nyaman tergantung faktor-
faktor dan kondisi tempat atau ruangan tersebut.

C. Warna

Warna adalah spektrum tertentu yang terdapat di dalam suatu cahaya


sempurna (berwarna putih). Identitas suatu warna ditentukan panjang gelombang
cahaya tersebut. Sebagai contoh warna biru memiliki panjang gelombang 460
nanometer.

Panjang gelombang warna yang masih bisa ditangkap mata manusia


berkisar antara 380-740 nanometer dengan pembagian warna sebagai berikut :

Dalam peralatan optis, warna bisa pula berarti interpretasi otak terhadap
campuran tiga warna primer cahaya: merah, hijau, biru yang digabungkan dalam
komposisi tertentu. Misalnya pencampuran 100% merah, 0% hijau, dan 100%
biru akan menghasilkan interpretasi warna magenta.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 32


33

Dalam seni rupa, warna bisa berarti pantulan tertentu dari cahaya yang
dipengaruhi oleh pigmen yang terdapat di permukaan benda. Misalnya
pencampuran pigmen magenta dan cyan dengan proporsi tepat dan disinari
cahaya putih sempurna akan menghasilkan sensasi mirip warna merah.

Di dalam ilmu warna, hitam dianggap sebagai ketidakhadiran seluruh


jenis gelombang warna. Sementara putih dianggap sebagai representasi
kehadiran seluruh gelombang warna dengan proporsi seimbang. Secara ilmiah,
keduanya bukanlah warna, meskipun bisa dihadirkan dalam bentuk pigmen.

Nilai warna, ditentukan oleh tingkat kecerahan maupun kesuraman


warna. Nilai ini dipengaruhi oleh penambahan putih ataupun hitam. Di dalam
sistem RGB, nilai ini ditentukan oleh penambahan komponen merah, biru, dan
hijau dalam komposisi yang tepat sama walaupun tidak harus penuh seratus
persen.

Secara umum warna dikelompokkan menjadi empat kelompok:

 Warna netral, adalah warna-warna yang tidak lagi memiliki kemurnian


warna atau dengan kata lain bukan merupakan warna primer maupun
sekunder. Warna ini merupakan campuran ketiga komponen warna
sekaligus, tetapi tidak dalam komposisi tepat sama.
 Warna kontras, adalah warna yang berkesan berlawanan satu dengan
lainnya. Warna kontras bisa didapatkan dari warna yang berseberangan
(memotong titik tengah segitiga) terdiri atas warna primer dan warna
sekunder. Tetapi tidak menutup kemungkinan pula membentuk kontras
warna dengan menolah nilai ataupun kemurnian warna. Contoh warna
kontras adalah merah dengan hijau, kuning dengan ungu dan biru dengan
jingga.
 Warna panas, adalah kelompok warna dalam rentang setengah lingkaran
di dalam lingkaran warna mulai dari merah hingga kuning. Warna ini
menjadi simbol, riang, semangat, marah dsb. Warna panas mengesankan
jarak yang dekat.
 Warna dingin, adalah kelompok warna dalam rentang setengah lingkaran
di dalam lingkaran warna mulai dari hijau hingga ungu. Warna ini menjadi
simbol kelembutan, sejuk, nyaman dsb. Warna sejuk mengesankan jarak
yang jauh.

Permainan warna banyak diterapkan di dalam kehidupan terutama dalam


desain baik desain produk, interior, fashion dan sebagainya. Permainan warna
dalam desain memberi dampak psikologis bagi pengamat dan pemakainya,
misalnya warna merah memberi kesan merangsang, kuning memberi kesan luas
dan terang, hijau atau biru memberi suasana sejuk dan segar, gelap memberi
kesan sempit, permainan warna-warna terang memberi kesan luas.

Selain itu warna dapat mempengaruhi penerangan kantor, warna juga


dapat mempengaruhi perasaan kita serta warna dapat juga mempercantik kantor.
Kualitas warna dapat mempengaruhi emosi dan dapat pula menimbulkan
perasaan senang maupun tidak senang. Penggunaan warna yang tepat pada
dinding ruangan dan alat-alat dapat memberikan kesan gembira, ketenangan

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 33


34

bekerja juga mencegah kesilauan yang ditimbulkan oleh cahaya yang berlebihan.

Warna tidak hanya mempercantik tempat kerja tetapi juga memperbaiki kondisi-
kondisi didalam dimana pekerjaan itu dilakukan. Karena itu keuntungan
penggunaan warna yang tepat adalah tidak hanya bersifat keindahan dan
psikologis, tetapi juga bersifat ekonomis. (Moekijat 2002).

Keuntungan penggunaan warna yang baik adalah:

 Memungkinkan tempat kerja menjadi tampak menyenangkan dan menarik


pemandangan.
 Mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap produktivitas pekerja.

(Moekijat 2002)
`
Masih berkaitan dengan penggunaan warna, para ahli warna
membuktikan bahwa warna dapat membantu proses penyembuhan. Beberapa
kebudayaan kuno, termasuk orang-orang Mesir dan Cina, mempraktekan
chromotherapy, atau penggunaan warna untuk penyembuhan.
Chromotherapy merupakan terapi suportif yang dapat mendukung terapi
utama. Menurut praktisi chromoterapy, penyebab dari beberapa penyakit dapat
diketahui dari pengurangan warna-warna tertentu dari sistem dalam tubuh
manusia.
Chromoterapy, kadang-kadang disebut terapi warna atau colorology,
merupakan metode obat alternatif dan masih digunakan sampai saat ini. Seorang
dokter (praktisi terapi) yang terlatih dalam chromoterapy dapat menggunakan
warna dan cahaya untuk menyeimbangkan energi dalam tubuh seseorang yang
mengalami kekurangan baik fisik, emosi, spiritual, maupun mental. Terapi cahaya
terbukti dapat meringankan penyakit depresi yang tinggi.
Persepsi arti warna merupakan hal yang subyektif. Ada beberapa efek
atau arti warna yang memiliki makna universal, misalnya warna merah dikenal
hangat dan dianggap membangkitkan emosi mulai dari perasaan hangat dan
nyaman sampai perasaan marah dan permusuhan.
Setiap warna memiliki makna dan arti tertentu. Katakanlah warna merah
berarti 'bahaya' dan warna biru melambangkan 'kebebasan hidup'. Namun fungsi
warna tidak hanya sampai di situ. Menurut penelitian, otak juga bereaksi pada
jenis warna. Warna memberikan efek bawah sadar yang tidak disadari oleh
banyak orang. Ilmu psikologi berusaha mencari tahu dampak warna bagi alam
bawah sadar manusia.
Berikut arti dan sifat-sifat universal enam warna utama dalam spektrum
warna yang dapat dilihat manusia ditambah warna putih dan hitam ditinjau dari
berbagai aspek seperti aesthetic, psychological, physiological, associative, dan
symbolic, terutama dilihat dari aspek psikologi atau kognitif :

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 34


35

Penelitian terbaru dari jurnal 'Science' (Ravi Mehta & Juliet Zhu,
University of British Columbia, Canada) mengungkap, seseorang patut waspada
terhadap warna tertentu. Warna merah dan biru diduga dapat menyulut reaksi
otak yang signifikan dari warna lain dan berbeda-beda. Warna merah bisa
meningkatkan konsentrasi otak pada hal-hal detail, sedangkan warna biru
memicu kreativitas. Hal itu tergantung dari aktivitas yang dikerjakan individu
tersebut. Contohnya, para pelajar mampu mengingat lebih banyak huruf ketika
objek tulisan berada pada layar berwarna merah. Warna merah itu ibaratnya
bagai susunan batu-bata. Pelajar yang melihat tulisan pada layar merah secara
praktis otak mereka akan lebih tersusun. Logikanya, otak mereka akan lebih
tersusun layaknya bangunan rumah yang tersusun dari tumpukan batu-bata. Lain
halnya dengan warna biru. Individu yang melihat warna biru diyakini
meningkatkan energi kreatifitas.

Penelitan terhadap dampak warna juga dilakukan dalam lingkup


periklanan. Individu yang melihat iklan dengan latar berwarna merah akan lebih
waspada. Mereka akan terkonsentrasi pada hal-hal yang perlu dihindari.
Sementara, individu yang melihat warna biru akan lebih tertarik menyikapi
kreatifitas iklan tersebut. Mereka akan melihat sisi kreatif iklan yang menawarkan

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 35


36

wisata, dibanding memuji lensa kamera apa yang dipakai untuk membuat iklan
tersebut. Sejak lama kita memahami, merah berarti menghindari bahaya. Warna
merah dapat membuat seseorang mengerjakan tugas yang memerlukan tingkat
ketelitian tinggi. Merah membantu seseorang dalam mengingat, mengoreksi
bacaan, membaca peringatan bahaya. Sementara, orang-orang yang terasosiasi
warna biru mencerminkan kebebasan, kedamaian, dan mengeksplorasi
kreatifitas. Biru dapat memicu motivasi dalam diri seseorang. Kebanyakan
penelitian warna dilakukan terhadap warna merah. Contohnya, seragam
olahraga paling cocok menggunakan warna merah karena memancarkan aura
mengintimidasi, bahkan individu / tim olahraga yang menggunakan kostum
merah lebih dominan dalam olahraga dan lebih sering menang (NewScientist,
2009). Merah juga merupakan warna yang menjadi simbol hari Kasih Sayang,
atau Valentine. Para pria menganggap perempuan terlihat lebih sensual jika
mengenakan busana merah, dibanding warna lainnya.

Theo Gimbel, dari Sekolah Terapi Warna Inggris dan psikolog A.S. Martin
C.V. telah malakukan percobaan terhadap beberapa orang. Konsep teorinya,
semua warna memberikan getaran yang berbeda dan mempunyai pengaruh baik
atau buruk terhadap tubuh manusia, juga dapat dipakai untuk mengubah
perasaan hati seseorang.

Berdasarkan penelitian, apabila sesorang memasuki ruangan bercat biru,


tekanan darahnya turun sedikit, detak jantung dan tarikan nafasnya lemah.
Sebaliknya dalam ruangan yang berdominasi warna merah, tekanan darahnya
naik, detak jantung dan tarikan nafasnya-pun meningkat.

Maka dari itu warna biru digunakan untuk penyembuhan penyakit sulit
tidur, tekanan darah tinggi atau kelainan kulit. Warna merah untuk
menyembuhkan kurang darah dan mengatasi kebotakan, sementara kuning
untuk menyembuhkan sembelit dan rematik. Selain itu warna dapat membantu
program diet. Warna merah misalnya amat membantu menurunkan berat badan,
karena itu sebaiknya program diet menyertakan makanan yang berwarna merah
sebanyak mungkin, seperti radis, bit dan sayuran berwarna merah lainya.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 36


37

EVALUASI FAKTOR RISIKO ERGONOMI


DI TEMPAT KERJA

A. Faktor Risiko Ergonomi

Menurut OSHA ( Occupational Safety and Health Administration ), faktor


risiko ergonomi adalah kondisi pekerjaan, proses atau operasi yang berkontribusi
terhadap risiko yang berkembang pada MSD ( Musculoskeletal Disorders )atau
CTD ( Cumulative Trauma Disorders ). Faktor risiko ergonomi diinterpretasikan
sebagai salah satu dari faktor lainnya.
Otot merupakan permasalahan yang menjadi penyebab utama dalam
melakukan pekerjaan statis, karena membutuhkan lebih dari 12 Jam waktu kerja
dari pada lamanya waktu kontraksi semula untuk sembuh total dari kelelahan
otot. Selain itu meningkatnya aktivitas kebutuhan otot yang tidak dapat
dipertahankan dapat mengurangi 20 % tenaga yang dilakukan lebih dari
beberapa detik tanpa kelelahan yang berarti. Sehingga dibutuhkan waktu yang
cukup untuk kesembuhan. Menurut Putz Anderson ( 1988 )
Adanya faktor risiko tidak dapat memprediksikan sepenuhnya bahwa seseorang
akan menderita masalah kesehatan sebagai akibat dari paparan faktor risiko
tersebut. Namun tidak semua faktor resiko dapat muncul ditempat kerja,
meskipun ditempat kerja merupakan salah satu dari beberapa faktor tersebut
yang cukup untuk mengakibatkannya.
Ada beberapa faktor risiko ergonomi yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Menggunakan beban yang berlebihan.
2. Pengulangan gerakan yang berlebihan.
3. Posisi yang tidak mendukung untuk melakukan pekerjaan yang melebihi
batas maksimum tubuh.
4. Posisi statis, dapat menghambat aliran darah dan kerusakan otot.
5. Sedikitnya waktu istirahat, sehingga kurangnya waktu pemulihan jaringan
otot.
6. Desain tempat kerja yang tidak memadai.
7. Pencahayaan yang merupakan faktor utama yang mempengaruhi
kenyamanan pekerja dalam melakukan pekerjaannya.

Menurut beberapa ahli seperti Pheasant (1991), Oborne (1995), Bernad


(1997) dan Riihimiki (1998) mengemukakan bahwa faktor risiko ergonomi dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah faktor fisik, faktor
individu, dan faktor lingkungan.

(1). Faktor Fisik


Faktor fisik yang meliputi gerakan seperti pada saat bekerja, postur kerja
janggal, postur statis, dan penggunaan beban atau tenaga yang besar. Setiap
postur dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan kelelahan jika postur janggal
tersebut dipertahankan dalam periode waktu yang relatif lama. Menurut
Amstrong at al (1993), faktor fisik tempat kerja dapat dipengaruhi oleh tata letak

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 37


38

yang kurang tepat di tempat kerja, desain peralatan, dan bentuk, ukuran serta
berat dari objek kerja.

(2). Faktor Individu


Faktor individu dapat berupa umur, lama kerja, jenis kelamin, kekuatan otot,
dan riwayat penyakit serta cidera tulang akibat kecelakaan kerja yang dianggap
sebagai sebagai faktor risiko ergonomi (Phesant, 1991)

1. Usia
Umur memiliki pengertian yaitu waktu hidup seseorang dalam hitungan
tahun. Usia tenaga kerja digolongkan menjadi 3 bagian usia, yaitu usia muda
(< 24 tahun), usia prima (25 – 44 tahun) dan usia tua (> 45 tahun) menurut
WHO (1999 : 33). Umur seseorang khususnya para pekerja sangat
berpengaruh pada kinerja yang dilakukan, biasanya pekerja usia muda sering
dikatakan lebih produktif karena fisiknya dianggap masih kuat, tetapi usia
muda juga dapat menyebabkan kecelakan akibat kecerobohan dan
kurangnya pengelaman dalam bekerja.

2. Masa Kerja
Masa kerja merupakan waktu yang dihabiskan seseorang untuk melakukan
aktivitas disuatu tempat tertentu dimana saja bekerja terhitung sejak mulai
kerja. Menurut Suma’ mur (1996) ”Pekerja dengan masa kerja 1 – 3 tahun
merupakan pekerja dengan tahun peralihan dari pekerja baru menjadi
pekerja lama, artinya mereka telah bekerja lama dengan masa kerja tersebut
telah merasa berpengalaman dan ingin mengerjakan segala sesuatunya
cepat, tepat waktu dan tergesa – gesa serta melupakan keselamatan dirinya
sendiri. Sedangkan pekerja dengan masa kerjanya lebih lama semakin
memahami pekerjaan dan kondisi lingkungan kerja sehingga kualitas dan
kuantitas mereka dapat bertambah”. (Suma’ mur, 1996)

(3). Faktor Lingkungan


Faktor lingkungan kerja harus memberikan ruang gerak secukupnya bagi
tubuh dan anggota – anggota badan sehingga dapat bergerak leluasa dan
efisien. Penempatan tempat duduk dan peralatan kerja dapat diatur sedemikian
rupa sehingga memungkinkan proses kerja dapat berjalan efisien dan efektif.
Iklim tempat kerja seharusnya juga diatur supaya nyaman, sesuai dengan jenis/
sifat pekerjaan menurut Kepmenkes RI no. 261/ MENKES/ SK/ II/ 1998 yaitu
suhu 18 – 30 °C dengan kelembaban 65 – 95 %. Sedangkan untuk pemakaian
Air Conditioning (AC) sedapat mungkin diusahakan agar perbedaan temperatur
dengan udara luar tidak melebihi 4 -5 °C dan dianjurkan untuk menggunakan
ventilasi alamiah, kecuali dalam hal yang tidak memungkinkan.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 38


39

Ada beberapa faktor risiko yang timbul di tempat kerja, diantaranya :

(a). Gerakan yang berulang


Pekerjaan yang pelaksanaannya memerlukan suatu jenis gerakan yang
sering diulang, maka cenderung akan menyebabkan pekerja mengalami cedera
kumulatif pada organ tubuh. Jenis gerakan berulang – ulang yang paling umum
dilingkungan industri adalah pada bagian pengemasan. Walaupun dibanyak jenis
pekerjaan, gerakan berulang – ulang memang sulit dikurangi, namun gerakan
tersebut perlu diperbaiki jika akhirnya menyebabkan pekerja mengalami masalah
kesehatan.

(b). Sikap tubuh yang kaku dan tetap


Jika sendi sendi tubuh terpaku dalam sikap tubuh yang kaku dalam jangka
waktu yang lama, kemungkinan terjadinya masalah kesehatan akan meningkat.
Setiap sendi memiliki sikap alamiah yang disebut dengan posisi netral, misalnya
posisi netral dari pergelangan tangan dalam posisi lurus, jika seseorang bekerja
dalam jangka waktu lama dengan posisi pergelangan tangan menyimpang, maka
akan terdapat resiko tinggi untuk mengalami cedera pada bagian pergelangan
tangan tersebut. Jadi, posisi pergelanagn tangan yang netral harus tetap
dilakukan sebisa mungkin pada saat melakukan pekerjaan.

(c). Tekanan – tekanan mekanis


Titik – titik penekanan yang terjadi di permukaan kulit, tertama di daerah dimana
terdapat otot, syaraf atau lintasan pembuluh darah, dapat menimbulkan cedera
kumulatif pada organ tubuh. Contoh titik penekanan yang paling umum adalah
tertekannya pergelangan tangan pada tepi meja yang tajam pada saat
mengemas.

F. Penyakit yang Timbul Akibat Tidak Ergonomis

Banyak pekerja yang membutuhkan tenaga kerja fisik, seperti pada


pekerjaan yang dilakukan secara manual yang mengakibatkan pekerja menjadi
rentan terhadap gangguan otot tulang belakang (muskuloskeletal). Penyebab
utamanya adalah kesalahan ergonomi yang berkaitan dengan gerakan berulang,
mengangkat dan mendorong, penggunaan alat kerja manual, pergerakan sendi
dan bahu, siku atua tangan yang melebihi batas kemampuan perputarannya.
Adapun penyakit yang dapat ditimbulkan adalah Cumulative Trauma Disorders
(CTDs) atau disebut juga Repetive Strain Injury (RSI). CTDs adalah gangguan
muskuloskeletal dan sistem syraf yang disebabkan oleh gerakan yang berulang,
latihan yang terlalu keras, tekanan mekanik atau pajanan yang terus menerus
dalam periode tertentu. Penyakit kerja yang paling sering berhubungan dengan
CTDs adalah gangguan tendon (Dan Mc Leod; 75), seperti :

1. Carpal Tunnel Syndrome (CTS)


Adalah cedera akibat gerakan berulang, terjadi pada sarung tendon, Sering
disebut juga tendinitis ganglion. Gejala awalnya adalah mati rasa, rasa

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 39


40

panas, atau terbakar pada jari tangan. Gejala lebih lanjut yang dapat
dirasakan meliputi rasa sakit, tekanan pada otot, kering pada telapak tangan,
dan rasa kaku. Hal ini dapat disebabkan dari pekerjaan yang dilakukan
dengan posisi mengangkat dan menjangkau yang berlebihan. CTS dapat
terjadi di daerah pergelangan tangan, siku dan bahu.

2. Dequervain’s Syndrome
Inflamasi tendon dan sarung tendon dapat merusak bagian lain dari tangan
dan struktur tubuh lainnya. Paparan dalam waktu yang lama dapat berakibat
kerusakan permanen pada tendon dan sarung tendon. Gejala dari penyakit
ini adalah terjadinya pembengkakan dan rasa sakit pada ibu jari.

3. Raynaud’s Syndrome (white finger)


Muncul pada saat pembuluh darah tangan rusak sebagai akibat dari terpapar
berulang – ulang. Penyakit ini menyerang pembuluh darah dan syaraf yang
terdapat pada tangan dan kaki.

4. Low Back Pain


Sakit pinggang merupakan perasaan nyeri, pegal linu, atau tidak enak
Pada daerah lumbal serta sacrum. Sindrom LBP adalah suatu sindroma
klinis yang ditandai dengan gejala utama rasa nyeri atau perasaan lain
yang tidak nyaman serta tidak enak di daerah sekitar tulang punggung
bagian bawah dan sekitarnya.

G. Postur Tubuh

Postur tubuh merupakan posisi relatif bagian badan tertentu pada saat
bekerja yang ditentukan oleh ukuran tubuh dan ukuran perlatan atau objek
lainnya yang digunakan saat bekerja. Pada saat bekerja perlu diperhatikan posisi
tubuh dalam keadaan keseimbangan agar dapat bekerja dengan nyaman dan
tahan lama. Jenis keseimbangan manusia pada saat melakukan aktifitas
pekerjaannya dibedakan menjadi 2, yaitu : keseimbangan statis ( dilakukan pada
saat kondisi tubuh dalam keadaan stabil ), keseimbangan dinamis ( dilakukan
pada saat kondisi tubuh dalam keadaan tidak stabil ).
Postur kerja adalah posisi tubuh pekerja pada saat melakukan aktivitas kerja
yang biasanya terkait dengan desain area kerja dan persyaratan kegiatan kerja
(Pulat, 1992). Postur kerja mencerminkan hubungan antara dimensi tubuh
pekerja dan dimensi alat pada tempat kerjanya (Pheasant, 1986). Bridger, 1995
menjelaskan bahwa tujuan utama dilakukannya penelitian mengenai postur
adalah untuk mengembangkan prinsip-prinsip untuk mendesain lingkungan kerja
agar tingkat postural stress pada pekerja rendah. Penggunaan desain lingkungan
kerja tersebut diharapkan dapat mengurangi tingkat insiden fatigue (kelelahan)
dan ketidaknyamanan di tempat kerja.
Pertimbangan-pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja
dapat membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja, baik itu

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 40


41

postur kerja berdiri, duduk, angkat maupun angkut. Beberapa jenis pekerjaan
akan memerlukan postur kerja tertentu yang terkadang tidak menyenangkan.
Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada postur kerja yang
tidak alami dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan
mengakibatkan pekerja cepat lelah, adanya keluhan sakit pada bagian tubuh,
cacat produk bahkan cacat tubuh.
Postur yang tidak seimbang dan berlangsung lama akan mengakibatkan
stress pada bagian tubuh tertentu atau sering disebut juga postural stress. Hal ini
dapat disebabkan karena keterbatasan tubuh manusia untuk melawan beban
dalam waktu yang lama dan dapat terjadi berbagai akibat yang merugikan tubuh
seperti rasa nyeri, pegal – pegal di seluruh tubuh. Untuk mempertahankan posisi
tertentu, seseorang harus melakukan usaha melawan gaya yang berasal dari
luar tubuh, yaitu dengan mengkontraksikan otot. Gaya tersebut merupakan gaya
gravitasi bumi dan gaya dari obyek yang diangkat, dalam hal ini terjadi interaksi
antara gaya beban dan gaya yang berasal dari otot sehingga dicapai keadaan
yang seimbang. (suma’mur, 1989)

(1). Postur Normal

Postur normal (Sikap kerja alamiah) atau disebut juga postur netral yaitu
postur dalam proses kerja yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak
terjadi pergeseran atau tekanan pada bagian penting tubuh seperti organ tubuh,
syaraf, tendon, otot dan tulang. Sehingga keadaan menjadi relaks dan tidak
menyebabkan keluhan sistem musculosceletal dan sistem tubuh yang lainnya.
(Baird dalam Merulalia, 2010).

(2). Postur Janggal

Postur janggal adalah deviasi (pergeseran) dari gerakan tubuh/anggota gerak


yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan aktivitas dari postur/posisi normal
secara berulang-ulang dan dalam waktu yang relatif lama. Gerakan postur
janggal ini adalah salah satu faktor untuk terjadinya gangguan, penyakit, atau
cidera pada sistem muskuloskeletal (Humantech, 1995). Menurut Weiner (1992),
postur tubuh yang tidak seimbang dan berlangsung lama dalam jangka waktu
yang lama akan mengakibatkan stres pada bagian tubuh tertentu, yang disebut
dengan postural stress akibat dari postur tubuh yang jelek.

a Postur Janggal Pada Leher


1. Menunduk ≥ 20°
Leher yang menunduk ke depan sama atau ledih dari 20° terhadap garis
vertikal.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 41


42

2. Miring
Setiap kemiringan leher ke samping di hitung sebagai postur janggal.

2.

3. Tengadah
Setiap postur tengadah ke belakang di hitung sebagai postur janggal.

3.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 42


43

4. Terputar
Setiap postur leher yang memutar di hitung sebagai postur janggal

4.

Dari postur janggal diatas dapat kita lihat juga gaya, waktu, dan berapa kali
pekerja melakukan postur janggal dalam beberapa menit.

Gaya : ” Berat ”. Setiap beban berat bermakna yang di kenakan


kepala, misalnya helmet atau pelindung muka ( face
shieled ) terbuat dari logam. Kacamata keselamatan
kerja ( safety glasess ) tidak di pandang sebagai beban
berat bermakna.

Lama : ” ≥ 10 detik ”. Setiap postur janggal yang di pertahankan


lebih lama dari 10 detik.

Frekuensi : ” ≥ 2x / mnt ”. Seluruh postur janggal yang jumlah nya sama


atau lebih dari dua kali per menit. Frekuensi gerakan
berulang demikian tadi berlangsung lebih lama dari 50%
waktu siklus tugas.

b. Postur Janggal Pada Bahu

1. Mengangkat ≥ 45°
Sudut yang di bentuk oleh lengan atas dan garis vertikal sama atau lebih dari
45°. Karena badan tidak selalu dalam postur vertikal, maka tidak di jadikan
pedoman pembuatan sudut ini.

5.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 43


44

2. Lengan di belakang
Postur ini di tandai oleh siku yang melintasi garis vertikal punggung.

1.

6.

Dari postur janggal diatas dapat kita lihat juga gaya, waktu, dan berapa kali
pekerja melakukan postur janggal dalam beberapa menit.

Gaya : ” ≥ 45 kg ( 10 lb ) ”
Misalnya :
4. Mengangkat tas seberat 5,4 kg ( 12 lb ) dari permukaan
lantai
5. Memukul paku dengan palu agar paku bergerak maju
6. Menggunakan obeng dengan gaya putar sama atau lebih
dari 4,5 kg ( 10 lb ).

Lama : ” ≥ 10 detik ”. Setiap postur janggal bahu yang di pertahankan


sama atau lebih dari 10 detik.

Frekuensi : ” ≥ 2x / mnt ”. Merupakan penjumlahan semua postur janggal


yang masing masingnya terjadi lebih dari 2 kali per menit.
Frekuensi gerakan demikian terjadi berlangsung lebih lama
dari 50% waktu siklus tugas.

c. Postur Janggal Pada Pinggang


1. ” ≥ 20° ”
Sudut yang di bentuk oleh sumbu badan dan garis vertikal sama atau lebih
besar dari 20 derajat.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 44


45

7.

2. Terputar
Setiap putaran pinggang di catat sebagai postur janggal.

8.

3. Miring
Setiap deviasi bidang median badan dari garis vertikal di catat sebagai
posturs janggal pinggang ( Humantech, 1995 )

9.

Dari postur janggal diatas dapat kita lihat juga gaya, waktu, dan berapa kali
pekerja melakukan postur janggal dalam beberapa menit.

Gaya : ” ≥ 9 kg ( 20 lb ) ”. Merujuk kepada pedoman NIOSH tahun


1991 tentang Lifting Model untuk berat beban dari barang
yang di angkat dengan tangan oleh para pekerja.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 45


46

Lama : ” ≥ 10 detik ”. Setiap postur janggal yang di pertahankan sama


atau lebih lama dari 10 detik.

Frekuensi : ” ≥2x / mnt ”. Dalam 1 menit terjadi postur janggal lebih dari 2
kali. Postur janggal yang terjadi bisa satu macam atau lebih
dalam satu menitnya. Frekuensi gerakan berulang yang
demikian tadi harus terjadi 50% waktu siklus tugas.

d. Postur Jangggal Pada Tangan dan Pergelangan Tangan

1. Jepit jari
yaitu merupakan penggunaan tenaga penjepit suatu objek dengan jari – jari
tanpa ibu jari menyentuh jari telunjuk.

10.

2. Tekanan jari
merupakan penggunaan tekanan dengan jari satu atau lebih kepada
permukaan suatu objek.

Gambar 11.

3. Deviasi radial
yaitu posisi tangan yang miring ke arah ibu jari

12.

4. Deviasi ulnar
yaitu posisi tangan yang miring ke arah jari kelingking.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 46


47

13.

5. Fleksi ≥ 45º
yaitu posisi tangan yang menekuk kearah telapak yang diukur dari sudut
yang terbentuk oleh poros tangan dan poros lengan bawah.

14.

6. Ekstensi ≥ 45°
yaitu posisi tangan yang menekuk ke arah punggung tanagn (ekstensi),
diukur dari sudut yang terbentuk oleh poros tangan dan poros lengan bawah
yang besarnya sama atau lebih dari 45 derajat.

15.

a. Gaya pada tangan dan pergelangan tangan

1. Jepit jari ≥ 0,9 kg (2 lb)


Bila tenaga yang digunakan untuk menjepit dengan jari yang sama atau lebih
besar dari 0,9 kg (2lb). Dan bila tidak ada pengukuran gaya 0,9 kg adalah
kurang lebih besarnya tenaga yang dibutuhkan untuk menulis dengan sebuah
pinsil.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 47


48

2. Genggaman ≥ 4,5 kg (10 lb)


Postur tangan yang menggenggam barang, dengan penggunaan gaya sama
atau lebih dari 4,5 kg (10 lb).

Durasi : Setiap postur janggal tanagn dan pergelangan yang


dipertahankan selama atau lebih dari 10 detik (10 detik).

Frekuensi :

1. ≥ 30 x/ mnt
Jumlah semua postur janggal yang dilakukan dalam satu menit yang sama
atau lebih dari 30 kali.
2. Memakan waktu lebih dari 50% waktu siklus tugas. frekuensi demikian
berlangsung lebih dari 50% dari waktu siklus tugas.

g. Postur Janggal Pada Siku


1. Rotasi Lengan
Postur netral siku adalah posisi siku dengantelapak tangan 15 derajat dari
pronatio (telapak tangan mendatar menghadap ke bawah). Rotasi lengan
adalah rotasi telapak tangan sebesar 45 derajat dari postur netral, baik
searah jarum jam maupun sebaliknya.

2. Ekstensi Penuh
Yaitu postur siku dengan sudut siku yakni sudut antara lengan atas dan
lengan bawah yang lebih dari 135 derajat.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 48


49

Dari postur janggal diatas dapat kita lihat juga gaya, waktu, dan berapa kali
pekerja melakukan postur janggal dalam beberapa menit.

gaya pada siku : ” ≥ 4,5 kg ” (10 lb)


Misalnya :
1. mengangkat sebuah tas seberat 5,4 kg (12 lb) dari
permukaan lantai.
2. menggunakan palu untuk memukul paku agar bergerak
maju.
3. menggunakan obeng dengan kekuatan rotasi melebihi
4,5 kg (10 lb).

Lama : Belum ada komponen lama waktu untuk siku.

Frekuensi : ” ≥ 2 x/ menit ”. Yaitu kumpulan kombinasi posisi siku


berisiko yang terjadi lebih dari 2 x/ menit. Frekuensi
yang sifatnya sedemikian ini berlangsung lebih dari 50%
dari waktu siklus tugas.

h. Postur Janggal Pada Kaki


1. Jongkok
Lutut yang ditekuk dengan sudut antara poros paha dan garis horizontal
kurang dari 45 °.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 49


50

2. Berdiri di atas satu kaki


Seluruh berat badan bertumpu pada satu kaki, baik kai lainnya di angkat dari
lantai atau tidak.

3. Berlutut
Satu atau dua lutut menyentuh lantai

Dari postur janggal diatas dapat kita lihat juga gaya, waktu, dan berapa kali
pekerja melakukan postur janggal dalam beberapa menit.

Gaya : ” ≥ 4,5 kg ( 10 lb ) ”. Gaya yang memapari kaki sama atau


lebih dari 4,5 kg ( lb ). Misalnya gaya yang memapari /
mengenal pergelangan kaki ketika mengaktifkan pedal kaki.

Lama : ” ≥ 30% dari hari ”. Postur janggal yang dipertahankan sama


atau lebih lama 30% dari jam kerja satu hari.

Frekuensi : ” ≥ 2 x/ menit ”. Satu atau lebih postur janggal terjadi dua kali
atau lebih dalam satu menit. Frekuensi gerakan demikian
berlangsung lebih lama dari 50% waktu siklus tugas.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 50


51

H. Metode Penilaian Postur Kerja

Penilaian postur kerja diperlukan ketika didapati bahwa postur kerja pekerja
memiliki risiko menimbulkan cedera muskuleskeletal yang diketahui secara visual
atau melalui keluhan dari pekerja itu sendiri. Dengan adanya penilaian dan
analisis perbaikan postur kerja, diharapkan dapat diterapkan untuk mengurangi
atau menghilangkan risiko cedera muskuluskeletal yang dialami pekerja.
Untuk penilaian kembali postur kerja, diperlukan ketika terjadi perubahan
spesifikasi produk atau penambahan jenis produk baru. Kedua hal tersebut akan
memungkinkan terjadinya perubahan metode kerja yang dilakukan pekerja dalam
menghasilkan produk, dan metode baru tersebut kemungkinan juga dapat
menimbulkan cedera muskuluskeletal, sehingga perlu dilakukan penilaian postur
kerja kembali.Selain saat terjadi perubahan spesifikasi atau penambahan jenis
produk baru, penilaian kembali postur kerja juga diperlukan saat dilakukan rotasi
kerja. Rotasi kerja dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi rasa kebosanan
pekerja karena melakukan pekerjaan yang sama dan terus-menerus (monoton).
Maka saat terjadi rotasi kerja, perlu dilakukan penilaian postur kerja kembali. Hal
ini dikarenakan pekerja tersebut akan beradaptasi terlebih dahulu terhadap
pekerjaannya, dan postur kerjanya dalam melakukan pekerjaan tersebut akan
berbeda dengan pekerjaan yang sebelumnya, sehingga perlu dilakukan penilaian
kembali postur kerja dari pekerja. Namun jika tidak terjadi perubahan spesifikasi
produk, atau penambahan jenis produk baru, atau rotasi kerja, tidak perlu
dilakukan penilaian kembali postur kerja dari pekerja yang ada.

(1). Ovako Working Postures Analysis System (OWAS)


1.
OWAS adalah suatu metode untuk mengevaluasi beban postur (postural
load) selama bekerja. Metode OWAS didasarkan pada sebuah klasifikasi yang
sederhana dan sistematis dari postur kerja yang dikombinasikan dengan
pengamatan dari tugas selama bekerja. Metode OWAS pertama kali dilakukan
untuk menganalisis postur kerja pada industri baja. Metode ini telah digunakan
dalam penelitian dan pembangunan di Finlandia, Swedia, Jerman, Belanda,
India, dan Australia.
Prosedur OWAS dilakukan dengan melakukan observasi untuk mengambil
data postur, beban/tenaga, dan fase kerja untuk kemudian dibuat kode
berdasarkan data tersebut. Evaluasi penilaian didasarkan pada skor dari tingkat
bahaya postur kerja yang ada dan selanjutnya dihubungkan dengan kategori
tindakan yang harus diambil.
Klasifikasi postur kerja dari metode OWAS adalah pada pergerakan tubuh
bagian belakang (trunks), lengan (arms), dan kaki (legs). Setiap postur tubuh
tersebut terdiri atas 4 postur bagian belakang, 3 postur lengan, dan 7 postur kaki.
Berat beban yang dikerjakan juga dilakukan penilaian mengandung 3 skala point.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 51


52

(2). Rapid Upper Limb Assessment (RULA)

Metode Rapid Upper Limb Assessment (RULA) merupakan suatu


metode yang memaparkan analisis postur kerja bagian tubuh atas pekerja.
Metode ini digunakan untuk mengambil nilai postur kerja dengan cara mangambil
sampel postur dari satu siklus kerja yang dianggap mempunyai resiko berbahaya
bagi kesehatan si pekerja, lalu diadakan penilaian/scoring. Setelah didapat hasil
dari penilaian tersebut, kita dapat mengetahui postur pekerja tersebut telah
sesuai dengan prinsip ergonomi atau belum, jika belum maka perlu dilakukan
langkah-langkah perbaikan. Metode ini menggunakan diagram body postures
dan tiga tabel penilaian (tabel A, B, dan C) yang disediakan untuk mengevaluasi
postur kerja yang berbahaya dalam siklus pekerjaan tersebut. Melalui metode ini
akan didapatkan nilai batasan maksimum dan berbagai postur pekerja, nilai
batasan tersebut berkisar antara nilai 1 – 7.
Metode ini dirancang oleh Lynn Mc Atamney dan Nigel Corlett (1993) yang
menyediakan sebuah perhitungan tingkatan beban muskuloskeletal di dalam
sebuah pekerjaan yang memiliki Risiko pada bagian tubuh dari perut hingga
leher atau anggota badan bagian atas.
Metode ini tidak membutuhkan peralatan spesial dalam penetapan penilaian
postur leher, punggung, dan lengan atas. Setiap pergerakan di beri skor yang
telah ditetapkan. RULA dikembangkan sebagai suatu metode untuk mendeteksi
postur kerja yang merupakan faktor Risiko. Metode didesain untuk menilai para
pekerja dan mengetahui beban musculoskletal yang kemungkinan menimbulkan
gangguan pada anggota badan atas.
Metode ini menggunakan diagram dari postur tubuh dan tiga tabel skor dalam
menetapkan evaluasi faktor Risiko. Faktor Risiko yang telah diinvestigasi sebagai
faktor beban eksternal yaitu:
a) Jumlah pergerakan
b) Kerja otot statik
c) Tenaga/kekuatan
d) Penentuan postur kerja oleh peralatan
e) Waktu kerja tanpa istirahat.
Dalam usaha untuk penilaian 4 faktor beban eksternal (jumlah gerakan, kerja
otot statis, tenaga kekuatan dan postur), RULA dikembangkan untuk (Mc
Atamney dan Corlett, 1993):
a) Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi kerja dengan
kerja bersiko yang menyebabkan gangguan pada anggota badan bagian atas.
b) Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan postur kerja,
penggunaan tenaga dan kerja yang berulang-ulang yang dapat menimbulkan
kelelahan otot.
c) Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode
penilaian ergonomi yaitu epidomiologi, fisik, mental, lingkungan dan faktor
organisasi.
Pengembangan dari RULA terdiri atas tiga tahapan yaitu :
a) Mengidentifikasi postur kerja
b) Sistem pemberian skor

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 52


53

c) Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat


Risiko yang ada dan dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang melebihi detail
berkaitan dengan analisis yang yang didapat.
Ada empat hal yang menjadi aplikasi utama dari RULA, yaitu untuk :
a) Mengukur Risiko muskuloskeletal, biasanya sebagai bagian dari
perbaikan yang lebih luas dari ergonomi.
b) Membandingkan beban muskuluskeletal antara rancangan stasiun kerja
yang sekarang dengan yang telah dimodifikasi.
c) Mengevaluasi keluaran misalnya produktivitas atau kesesuaian
penggunaan peralatan.
d) Melatih pekerja tentang beban muskuluskeletal yang diakibatkan
perbedaan postur kerja.
Dalam mempermudah penilaian postur tubuh, maka tubuh dibagi atas 2
segmen grup yaitu grup A dan grup B.

Tujuan dari metode RULA adalah:


 Menyediakan perlindungan yang cepat dalam pekerjaan.
 Mengidentifikasi usaha yang dibutuhkan otot yang berhubungan dengan
postur tubuh saat kerja.
 Memberikan hasil yang dapat dimasukkan dalam penilaian ergonomi
yang luas.
 Mendokumentasikan postur tubuh saat kerja, dengan ketentuan :
(1) Tubuh dibagi menjadi dua grup yaitu A (lengan atas dan bawah dan
pergelangan tangan) dan B (leher, tulang belakang, dan kaki).
(2) Jarak pergerakan dari setiap bagian tubuh diberi nomor.
(3) Scoring dilakukan terhadap kedua sisi tubuh, kanan dan kiri.
Langkah-langkah dalam melaksanakan analisa postur kerja
menggunakan metode RULA:

 Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video


atau foto
 Observasi dan pilih postur yang akan dianalisis
 Scoring and recording the posture (lihat table scoring)
 Action level (lihat table action level)
 Analisa posture
 Saran perbaikan
Sistem penilaian untuk postur dari bagian tubuh yang dianalisis atau The
Rula Scoring Sheet dapat dilihat pada gambar berikut:

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 53


54

(3). REBA (Rapid Entire Body Assessment)

Rapid Entire Body Assessment atau yang biasa disebut dengan REBA
yaitu Salah satu metode yang digunakan untuk menganalisa pekerjaan
berdasarkan posisi tubuh. REBA (Rapid Entire Body Assessment) merupakan
salah satu metode yang bisa digunakan dalam analisa postur kerja. REBA
dikembangkan oleh Dr. Sue Hignett dan Dr. Lynn Mc Atamney yang merupakan
ergonom dari universitas di Nottingham (University of Nottingham’s Institute of
Occuptaional Ergonomic). Metode ini didesain untuk mengevaluasi pekerjaan
atau aktivitas, dimana pekerjaan tersebut memiliki kecenderungan menimbulkan
ketidaknyamanan seperti kelelahan pada leher, tulang punggung, lengan, dan
sebagainya. Metode ini mengevaluasi pekerjaan dengan memberikan nilai/score
pada 5 aktivitas level yang berbeda. Hasil nilai ini menunjukkan tingkatan atau
level Risiko yang dihadapi oleh karyawan dalam melakukan pekerjaannya dan
terhadap beban kerja yang ditanggungnya. Risiko dari pekerjaan terkait dengan
penyakit otot dan postur tubuh.
Analisa REBA dilakukan dengan membagi postur tubuh kedalam dua
kategori, kategori A dan B. Kategori A terdiri dari tubuh, leher dan kaki,
sedangkan kategori B terdiri dari lengan atas dan bawah serta pergelangan untuk
gerakan ke kiri dan kanan. Masing-masing kategori memiliki skala penilaian
postur tubuh lengkap dengan catatan tambahan yang dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam desain perbaikan. Setelah penilaian postur tubuh,
yang dilakukan kemudian adalah pemberian nilai pada beban atau tenaga yang
digunakan serta faktor terkait dengan kopling (Hignett, S., McAtamney, L. 2000).
Nilai untuk masing-masing postur tubuh dapat diperoleh dari tabel penilaian yang

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 54


55

telah ada. Total nilai pada kategori A merupakan nilai yang diperoleh dari
penjumlahan nilai postur tubuh yang terdapat pada tabel A dengan nilai beban
atau tenaga. Sedang total nilai pada kategori B merupakan nilai yang diperoleh
dari penjumlahan nilai postur tubuh yang terdapat pada tabel B dengan nilai
kopling untuk kedua tangan. Nilai REBA diperoleh dengan melihat nilai dari
kategori A dan B pada tabel C untuk memperoleh nilai C yang kemudian
dijumlahkan dengan nilai aktivitas. Sedangkan tingkatan Risiko dari pekerjaan
diperoleh dari tabel keputusan REBA. Langkah-langkah yang diperlukan dalam
menerapkan metode REBA ini antaralain:
1) Mengambil data gambar posisi tubuh ketika bekerja di lantai produksi.
2) Menentukan bagian-bagian tubuh yang akan diamati, antara lain batang
tubuh, pergelangan tangan, leher, kaki, lengan atas, dan lengan bawah.
3) Penentuan nilai untuk masing-masing postur tubuh dan penentuan
activity score.
4) Penjumlahan nilai dari masing-masing kategori untuk memperoleh nilai
REBA.
5) Penentuan level risiko dan pengambilan keputusan untuk perbaikan.
6) Implementasi dan evaluasi desain metode, fasilitas, dan lingkungan
kerja.
7) Penilaian ulang dengan menggunakan metode REBA untuk desain
baru yang diimplementasikan.
8) Evaluasi perbandingan nilai REBA untuk kondisi sebelum dan setelah
implementasi desain perbaikan.
Beberapa keuntungan yang didapat dari metode REBA yang di diantaranya:
1) Metode ini dapat menganalisa pekerjaan berdasarkan posisi tubuh
dengan cepat.
2) Menganalisa faktor-faktor Risiko yang ada dalam melakukan pekerjaan.
3) Metode ini cukup peka untuk menganalisa pekerjaan dan beban kerja
berdasarkan posisi tubuh ketika bekerja
4) Teknik penilaian membagi tubuh kedalam bagian-bagian tertentu yang
kemudian diberi kode-kode secara individual berdasarkan bidang-bidang
geraknya untuk kemudian diberikan nilai.
5) Membuat desain metode, fasilitas dan lingkungan kerja.
Rapid Entire Body Assissment (REBA) adalah suatu metode dalam bidang
ergonomi yang digunakan secara cepat untuk menilai postur leher, punggung,
lengan, pergelangan tangan dan kaki seorang pekerja. Metode ini juga dilengkapi
dengan faktor coupling, beban eksternal, dan aktivitas kerja. Dalam metode ini,
segmen-segmen tubuh dibagi menjadi dua grup, yaitu grup A dan Grup B. Grup
A terdiri dari punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Sedangkan grup B terdiri
dari lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Penentuan skor REBA,
yang mengindikasikan level Risiko dari postur kerja, dimulai dengan menentukan
skor A untuk postur-postur grup A ditambah dengan skor beban (load) dan skor B
untuk postur-postur grup B ditambah dengan skor coupling. Kedua skor tersebut
(skor A dan B) digunakan untuk menentukan skor C. Skor REBA diperoleh
dengan menambahkan skor aktivitas pada skor C. Dari nilai REBA dapat
diketahui level Risiko cedera.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 55


56

Pengembangan Rapid Entire Body Assissment (REBA) terdiri atas 3 (tiga)


tahapan, yaitu:
1) Mengidentifikasikan kerja,
2) Sistem pemberian skor,
3) Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat
yang ada, dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang lebih detail berkaitan
dengan analisis yang didapat.
REBA merupakan suatu metode penelitian untuk penilaian tubuh dengan
cepat secara keseluruhan. Metode ini tidak membutuhkan peralatan spesial
dalam penilaian postur punggung, leher, kaki, dan lengan tangan dan
pergelangan tangan. Setiap pergerakan diberi dengan skor yang telah
ditetapkan. REBA dikembangkan sebagai suatu metode untuk menilai postur
kerja yang merupakan faktor Risiko (risk factor). Metode ini didesain untuk
menilai pekerja dan mengetahui Muscules keletal yang kemungkinan dapat
menimbulkan gangguan pada anggota tubuh. Dalam usaha untuk penilaian 4
(empat) faktor beban eksternal, jumlah gerakan, kerja otot statis, tenaga/
kekuatan, dan postur, REBA dikembangkan untuk:
1) Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi kerja yang
beRisiko menyebabkan gangguan pada anggota tubuh,
2) Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan postur kerja,
penggunaan tenaga dan kerja yang berulang-ulang yang dapat menimbulkan
kelelahan (fatique) otot,
3) Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode
penilaian ergonomi, yaitu epidemiologi, fisik, mental, lingkungan dan faktor
organisasi
Rapid Entire Body Assessment (REBA) adalah alat yang berguna dalam
pengukuran Risiko pada pemindahan material secara manual. Dirancang oleh
Sue Highnett dan Lynn McAtamney sebagai alat untuk menganalisa sikap kerja
pada keseluruhan tubuh , REBA juga dapat digunakan untuk mengukur beban
dan aktivitas. REBA dapat digunakan baik untuk pengukuran dimensi struktur
tubuh (static anthropometry) maupun pengukuran dimensi fungsional tubuh
(dynamic anthropometry), dan dapat diterapkan pada sebagian besar jenis
kegiatan.
Penggunaan REBA memunculkan hasil angka yang menunjukkan total Risiko
pada sikap kerja dan aktivitas yang diukur. Hal ini merupakan suatu kelebihan
dalam melaksanakan pengukuran Risiko karena hasil dilengkapi dengan
identiflkasi dari pergerakan atau sikap kerja yang spesifik yang mungkin
menyebabkan masalah atau yang sedang diamati.
Setiap sikap kerja atau pergerakan dibagi kedalam satu seri sudut untuk
tubuh bagian atas dan tubuh bagian bawah, dengan nilai total berasal dari
kombinasi posisi leher, batang tubuh, lengan atas dan lengan bawah . Faktor lain
yang juga diperhitungkan pada REBA adalah beban dan pergerakan yang
dilakukan pada material, termasuk hal memegang material, frekuensi pergerakan
yang harus dilakukan, apakah tubuh memiliki landasan yang kokoh dari tempat
bergerak atau tidak, dan apakah gerakan dibarengi dengan gerakan berputar
atau menekuk pada waktu yang bersamaan.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 56


57

Metode REBA merupakan metode pengamatan, dimana peneliti atau


pengguna rnetode ini harus mengamati/melihat aktivitas yang dilakukan, dan
kemudian dianalisa lebih lanjut menggunakan metode REBA. Pelaksanaan
pengukuran menggunakan Rapid Entire Body Assessment (REBA) melalui 6
langkah sebagai berikut:
1) Pengamatan terhadap aktivitas
2) Pemilihan sikap kerja yang akan diukur
3) Pemberian skor pada sikap kerja
4) Pengolahan skor
5) Penyusunan skor REBA
6) Penentuan level
Dalam mempermudah penilaiannya maka pengukuran menggunakan REBA
dibagi atas 2 grup, yaitu :
1) Score A, terdiri atas leher (neck), punggung (trunk), kaki (legs) dan
beban (force/load)
2) Score B, terdiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower
arm), pergelangan tangan (wrist), aktivitas (activity) dan genggaman (coupling)

Skor REBA diperoleh dengan menambahkan skor aktivitas (activity score) ke


skor C, sesuai dengan persamaan :
Skor REBA = Skor C + Activity Score
Skor REBA = INT (Neck + Trunk + Legs + Load/Force + Upper arm + Lower
arm + Wrist + Coupling) + Activity Score

Lebih lanjut skor REBA dipetakan kedalam level tindakan (action level)
seperti tertulis pada Tabel II.16, yang dapat juga dihitung dengan menggunakan
persamaan :
REBA Action Level = INT (REBA Score)
REBA Action Level = INT (INT (Neck + Trunk + Legs + Load/Force + Upper
arm + Lower arm + Wrist + Coupling) + Activity Score)

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 57


58

Tabel II.16. Level Tindakan REBA


Reba Level Risiko Level Tindakan
skor Tindakan
Dapat 0 Tidak
1 diabaikan diperlukan

Kecil 1 Mungkin
2-3
diperlukan
4-7 Sedang 2 Perlu
8-10 Tinggi 3 Segera
Sangat 4 Sekarang
11-15
tinggi juga
Sumber : Hignett, S., McAtamney, L. 2000

Salah satu hal yang membedakan metode REBA dengan metode analisa
lainnya adalah dalam metode ini yang menjadi fokus analisis adalah seluruh
bagian tubuh pekerja. Melalui fokus terhadap keseluruhan postur tubuh ini,
diharapkan bisa mengurangi potensi terjadinya musculoskeletal disorders pada
tubuh perkerja.
Dalam metode REBA ini, analisis terhadap keseluruhan postur tubuh
pekerja dikelompokkan menjadi dua bagian. Bagian pertama atau Group A terdiri
dari bagian neck, trunk, dan legs. Sedangkan bagian kedua atau Group B terdiri
dari upper arms, lower arms, dan wrist.
Penilaian postur dan pergerakan kerja menggunakan metode REBA
melalui tahapan–tahapan sebagai berikut:
 Pengambilan data postur pekerja dengan menggunakan bantuan video
atau foto. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher,
punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci
dilakukan dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini
dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail
(valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data
akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.
 Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja
dilakukan perhitungan nilai. Perhitungan nilai melalui metode REBA ini
dimulai dengan menganalisis posisi neck, trunk, dan leg dengan
memberikan score pada masing-masing komponen. Ketiga komponen
tersebut kemudian dikombinasikan ke dalam sebuah tabel untuk
mendapatkan nilai akhir pada bagian pertama atau score A dan ditambah
dengan score untuk force atau load. Selanjutnya dilakukan scoring pada
bagian upper arm, lower arm, dan wrist kemudian ketiga komponen
tersebut dikombinasikan untuk mendapatkan nilai akhir pada bagian
kedua atau score B dan ditambah dengan coupling score. Setelah
diperoleh grand score A dan grand score B, kedua nilai tersebut
dikombinasikan ke dalam tabel C, melalui tabel kombinasi akhir ini

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 58


59

kemudian ditambahkan dengan activity score akan didapat nilai akhir


yang akan menggambarkan hasil analisis postur kerja.
 Dari final REBA score dapat diperoleh skala dari level tiap aksi yang akan
memberikan pannduan untuk resiko dari tiap level dan aksi yang
dibutuhkan. Perhitungan analisis postur ini dilakukan untuk kedua sisi
tubuh, kiri dan kanan.

(4). Metode EASY ( Ergonomic Asessment Survey )


Metode EASY adalah suatu metode yang digunakan untuk mengidentifikasi
faktor risiko ergonomi dengan menggunakan skala prioritas. Identifikasi faktor

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 59


60

risiko ini dapat terpenuhi dengan menggabungkan suatu alat penilaian risiko
untuk pekerjaan yang memiliki faktor risiko ergonomi dengan berfokus pada
karyawan atau pekerja. Berikut ini adalah dari proses ergonomi :

BRIEF Survey Survey


Survey Gejala Rekam
Medik

Penyusunan
penilaian risiko
(EASY)

1 – 7 Prioritas

Gambar 1. Proses Ergonomi

a. . BRIEF survey ( Basicline Risk Identification Ergonomic


Faktor )
BRIEF survey ( Basicline Risk Ergonomi Faktor ) merupakan alat screening
awal untuk mengidentifikasi risiko ergonomi suatu pekerjaan. Di Indonesia lebih
dikenal dengan SIDFRE ( Survey Identifikasi Faktor Risiko Ergonomi ), risiko
ergonomi dapat dilihat dari 4 faktor untuk mengidentifikasi risiko MSD/, yaitu :

1. Postur tubuh, posisi tubuh yang beresiko / janggal pada saat bekerja.
2. Gaya, kekuatan atau beban yang melebihi kemampuan anggota tubuh dalam
keadaan postur janggal.
3. Durasi, waktu yang diperlukan pada saat melakukan aktivitas dan posisi
janggal dalam satuan detik.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 60


61

4. Frekuensi, jumlah gerakan postur janggal secara kumulatif dalam satuan


menit.

BRIEF survey yang digunakan sebagai alat screening awal untuk


mengidentifikasi risiko ergonomi suatu pekerjaan yang mencakup postur tubuh,
gaya, durasi dan frekuensi, memiliki nilai 1 untuk setiap area tubuh atau bagian
tubuh (6 area tubuh). Apabila suatu anggota tubuh terpajan oleh 2 atau lebih,
maka faktor risiko terjadinya gangguan pada sistem musculosceletal.
Bagian daerah area tubuh yang perlu dilakukan identifikasi risiko ergonomi
ada 6 bagian, yaitu :
1. Tangan dan pergelangan tangan (bagian kiri dan kanan).
2. Siku (bagian kiri dan kanan).
3. Bahu (bagian kiri dan kanan).
4. Leher.
5. Pinggang.
6. Kaki.

b. Survey Gejala
Survey gejala dilakukan dengan menyebarkan kuesioner keluhan pada
pekerja untuk mengetahui keluhan apa saja yang dirasakan pekerja selama
melakukan aktivitas kerjanya. Hasil dari survei gejala ini dapat memperkuat
perkiraan risiko yang terjadi dari hasil BRIEF survey, tetapi belum juga dapat
dijadikan justifikasi bahwa proses kerja yang diamati memang merupakan faktor
risiko ergonomi.

Untuk nilai ditentukan berdasarkan ada atau tidak adanya keluhan, jika ada
keluhan maka diberi nilai 1 dan jika tidak ada keluhan diberi nilai 0.
c. Survey Rekam Medik
Survey rekam meik dilaksanakan dengan melihat data kesehatan yang ada di
poliklinik perusahaan. Data rekam medik dapat berupa poto rontgrn, riwayat
pekerja dan atau hasil check up rutin.

Sumber :
1. Modul Analisis Postur Kerja Laboratorium Ergonomi Teknik Industri UGM
2. McAtamney & Corlett, Applied Ergonomics 1993
3. Modul Analisis Postur Kerja Laboratorium Ergonomi Teknik Industri UGM
4. Laboratorium Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi ITB
5. Tarwaka dkk, (2004.). Ergonomi untuk K3 dan Produktivitas, Ed, Cet-
Surakarta, UNIBA Press.
6. Bernard, Bruce, (1997). Musculoskeletal Disorders Workplace Factors A
Critical Review Of Epidemiologic Evidence For Work-Related
Musculoskeletal Disorders of the Neck Upper Extremity and Lov Back,
US. Departement of Health and Human Service, NIOSH.
7. Humantech, (1995). Applied Ergonomic Training Manual, Procter and
Gamble Inc. Berkeley Vale, Australia.
8. Kroemer, K.H.E., and E. Grandjean, (1995). Fiting the Task to the Human,
Great Britain ; T.J. International Ltd., Padstow, Cornwall

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 61


62

EVALUASI TINGKAT KELELAHAN KERJA

Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik,


mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan
kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan
mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati,
merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh
karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah
pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan
kesehatan seoptimal mungkin.

Upaya kesehatan dan keselamatan kerja (K-3) di tempat kerja bukan


hanya ditujukan untuk mencegah penyakit dan kecelakaan kerja, tetapi juga
untuk meningkatkan produktifitas kerja agar tercipta kesejahteraan bagi tenaga
kerja. Salah satu permasalahan yang bias mempengaruhi produktifitas kerja
adalah timbulnya kelelahan dini pada tenaga kerja yang diakibatkan oleh jenis
pekerjaan, metoda kerja, proses kerja, dan lingkungan kerja serta akibat
pengaturan waktu kerja dan istirahat yang kuraqng baik. Kelelahan juga secara
tidak langsung bias menimbulkan penyakit dan kecelakaan kerja.

a. Pengertian Kelelahan.

Kelelahan merupakan perpaduan dari wujud penurunan fungsi mental


dan fisk yang menghasilkan berkurangnya semangat kerja sehingga
mengakibatkan efektivitas dan efisiensi kerja menurun (Saito,1999). Menurut
Kroemer 1997, Kelelahan kerja merupakan gejala yang ditandai dengan adanya
perasaan lelah dan kita akan merasa segan dan aktifitas akan melemah serta
ketidakseimbangan pada kondisi tubuh. Kelelahan mempengaruhi kapasitas fisik,
mental, dan tingkat emosional seseorang, dimana dapat mengakibatkan
kurangnya kewaspadaan, yang ditandai dengan kemunduran reaksi pada
sesuatu dan berkurangnya kemampuan motorik (Ariani, 2009). Kelelahan
menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya berakibat kepada
pengurangan kapasitas kerja dan ketahan tubuh (Suma’mur, 1991;190). Menurut
Suma’mur (1996), kelelahan kerja subyektif biasanya terjadi pada akhir jam
kerja, apabila beban kerja melebihi 30-40% dari tenaga aerobik. Pengaruh ini
seperti berkumpul didalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah (dalam
Noval, 2010). Kelelahan dapat meningkatkan error operator atau pelanggaran
saat kerja. Hal ini merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan
(http://qhseconbloc.wordpress.com).

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 62


63

b. Faktor Penyebab Kelelahan

Dalam buku Fatigue Prevention dari Worksafe Australia (2008), disebutkan


bahwa faktor-faktor penyebab kelelahan yang berkaitan dengan lingkungan kerja
adalah sebagai berikut :

1. Panjangnya waktu shift


2. Penjadwalan kerja yang buruk
3. Panjangnya waktu kerja
4. Waktu shift (malam atau pagi)
5. Ketidakcukupan waktu pemulihan diantara shift
6. Lamanya waktu terjaga
7. Kondisi lingkungan yang ekstrim
8. Jenis pekerjaan yang dilakukan
9. Beban fisik dan mental kerja
10. Kurangnya waktu istirahat

Selain itu, beberapa faktor yang mempengaruhi kelelahan menurut ILO


(1983) dan Grandjean (1985), antara lain : Intensitas kerja fisik dan mental,
monotoni pekerjaan, iklim kerja, penerangan, dan kebisingan, tanggung jawab,
kecemasan, dan konflik-konflik, serta keluhan sakit dan nutrisi

Akibat suhu tinggi dapat menyebabkan kelelahan sebagai akibat dari


menurunnya efisiensi kerja, denyut janung dan tekanan darah meningkat,
aktivitas organ pencernaan menurun, suhu tubuh meningkat, dan produksi
keringat meningkat http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/

c. Karakteristik Pekerja Yang Mempengaruhi Kelelahan

1. Umur

Usia seseorang akan memengaruhi kondisi, kemampuan, dan kapasitas


tubuh dalam melakukan aktivitasnya. Produktivitas kerja akan menurun seiring
dengan bertambahnya usia. Berbagai perubahan fisiologis disebabkan oleh
penuaan tetapi semakin jelas bahwa banyak perubahan fungsi itu berhubungan
dengan penyakit (WHO, 1996). Phoon (1988) menyatakan bahwa secara fisik
tingkat terbaik kekuatan otot dan daya tahan dicapai pada usia dua puluhan dan
akan mulai menurun ketika usia 30 tahun tercapai. Tingkat tinggi kekuatan otot
dan ketahanan yang dibutuhkan dalam melakukan tugas-tugas yang menuntut
fisik seperti dalam melakukan olahraga (dalam International Journal of Public
Health Science, 2012).

Usia juga berkaitan dengan kelelahan karena pada usia yang meningkat
akan diikuti dengan proses degenerasi dari organ sehingga dalam hal ini
kemampuan organ akan menurun. Dengan adanya penurunan kemampuan
organ, maka hal ini akan menyebabkan tenaga kerja akan semakin mudah
mengalami kelelahan. Bertambanya usia akan memengaruhi komposisi tubuh
manusia. Massa tubuh tanpa lemak dan berat otot berkurang yang

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 63


64

mengakibatkan berkurangnya kekuatan, ketahanan, dan volume otot. Hal itu juga
didukung oleh (ILO&WHO, 1996) yang mengemukakan bahwa kapasitas kerja
seorang pekerja akan berkurang hingga menjadi 80% pada usia 50 tahun dan
akan lebih menurun lagi hingga tinggal 60% saja pada usia 60 tahun jika
dibandingkan dengan kapasitas kerja mereka yang berusia 25 tahun. Dengan
menurunya kapasitas kerja seseorang maka kesanggupan untuk bekerja akan
semaakin berkurang akibatnya perasaan lelah akan lebih cepat timbul.
Seseorang dengan usia menjelang 45 tahun akan lebih cepat merasakan lelah.
Hal ini dikarenakan seseorang dengan usia tersebut akan mengalami penurunan
kapasitas kerja yang meliputi kapasitas fungsional, mental dan sosial. Menurut
laporan, untuk beberapa pekerjaan (bukan semua) kapasitas kerja akan terus
menurun menjelang usia 50 sampai 55 tahun (Adiningsari, 2009). Proses
menjadi tua diserta kurangnya kemampuan kerja oleh karena perubahan-
perubahan pada alat tubuh, sistem kardiovaskular, hormonal (Suma’mur,
1996). Kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia pertengahan
duapuluhan dan kemudian menurun dengan bertambahnya usia (Lambert,
1996: 244). Departemen Kesehatan RI menyebutkan bahwa usia produktif
adalah antara 15-54 tahun (www.Depkes-RI.go.id). Menurut Suma’mur (1996),
proses menjadi tua disertai kurangnya kemampuan kerja oleh karena
perubahan-perubahan pada alat tubuh, sistem kardiovaskular, hormonal
(dalam Noval,2010)

2. Masa Kerja

Masa kerja merupakan akumulasi dari waktu dimana pekerja telah memegang
pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang disimpan, maka semakin
banyak keterampilan yang dipelajari serta semakin banyak pekerjaan yang
dikerjakan. (Rohmert, 1988 dalam Andiningsari, 2008). Lama kerja berkaitan
dengan efek kumulatif dari stressor untuk menimbulkan suatu strain. Semakin
lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan, maka kelelahan yang terjadi akan
semakin sering (Stellman 1998, dalam Astono, 2003). Masa kerja dapat
mempengaruhi pekerja baik positif maupun negatif. Akan memberikan pengaruh
positif bila semakin lama seseorang bekerja maka akan berpengalaman dalam
melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila
semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan kebosanan. Semakin
lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya
yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Jurnal Skripsi FKM USU).
Namun berbeda dengan Phoon (1988), dimana menurutnya durasi yang lebih
lama bekerja di sebuah perusahaan berarti pengalaman yang lebih baik yang
memungkinkan pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cara yang paling
sederhana mungkin tanpa masalah dan dengan efisiensi penggunaan upaya
sehingga meminimalkan kelelahan (dalam International Journal of Public Health
Science (IJPHS) Vol. 1, No. 2, December 2012, pp 61-68).

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 64


65

3. Beban Kerja

Beban kerja fisik yang berat yang berhubungan dengan waktu kerja yang
lebih dari 8 jam, maka dapat menurunkan produktivitas kerja serta
meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit (Budiono dkk., 2000). Setiap
pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Seorang tenaga kerja memiliki
kemampuan tersendiri dalam hubungannya dengan beban kerja. Diantara
mereka ada yang lebih cocok untuk beban fisik, mental ataupun sosial
(Suma’mur, 1996). Akibat beban kerja yang terlalu berat dapat
mengakibatkan pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja
(Depkes dan Kessos RI, 2000). Bahkan banyak juga dijumpai kasus
kelelahan kerja dimana hal itu adalah sebagai akibat dari pembebanan
kerja yang berlebihan ( Sugeng Budiono dkk., 2000). Pekerjaan fisik yang
berat jika diperpanjang akan mengakibatkan perubahan fisiologis dan dapat
diukur. Misalnya saja, detak jantung, penggunaan oksigen dan 78
ketegangan otot (Anies, 2002). Setiap beban kerja harus disesuaikan dengan
kemampuan tubuh seseorang. Apabila beban kerja lebih besar dari
kemampuan tubuh maka akan terjadi rasa tidak nyaman (paling awal),
kelelahan (overstress), kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit dan
produktivitas menurun (paling akhir). Sebaliknya, apabila beban kerja lebih kecil
dari kemampuan tubuh maka akan terjadi understress, kejenuhan, kebosanan,
kelesuan, kurang produktif dan sakit (Santoso, 2004).

d. Jenis-jenis Kelelahan

Kelelahan dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu berdasarkan proses,


waktu, dan penyebab terjadinya kelelahan.

a. Berdasarkan proses, meliputi :


1. Kelelahan otot (muscular fatigue)
Kelelahan otot menurut Suma’mur PK (1999:90) adalah tremor pada otot
atau perasaan nyeri yang terdapat pada otot. Fenomena berkurangnya
kinerja otot setelah terjadinya tekanan melalui fisik untuk suatu waktu
tertentu disebut kelelahan otot secara fisiologis, dan gejala yang
ditunjukkan tidak hanya berupa berkurangnya tekanan fisik namun juga
pada makin rendahnya gerakan (AM. Sugeng Budiono, 2003:87).
Berdasarkan teori kimia yang ada, terjadinya kelelahan otot adalah akibat
berkurangnya cadangan energy dan meningkatnya sistem metabolisme
sebagai penyebab hilangnya efisiensi otot, sedangkan perubahan arus
listrik pada otot dan syaraf adalah penyebab sekunder (Tarwaka et al,
2004:107).
2. Kelelahan umum
Sebab-sebab kelelahan umum adalah monotomi, intensitas, dan lamanya
kerja mental dan fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental dan
tanggung jawab, kekhawatiran, dan konflik, serta penyakit-penyakit.
Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila beban
keja melebihi 30-40% dari tenaga aerobic. Pengaruh-pengaruh seperti ini

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 65


66

berkumpul di dalam tubuh dan mengakibatkan perasaan lelah (Suma;mur,


1991;191).

b. Berdasarkan waktu terjadi kelelahan


1. Kelelahan akut
Disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh organ tubuh secara
berlebihan dan datangnya tiba-tiba.
2. Kelelahan kronis
Merupakan kelelahan yang terjadi sepanjang hari dalam jangka waktu
yang lama dan kadang-kadang terjadi sebelum melakukan pekerjaan,
seperti perasaan “kebencian” yang bersumber dari terganggunya emosi.
Selain itu timbulnya keluhan psikomatis seperti meningkatnya
ketidakstabilan jiwa, kelesuan umum, meningkatnya sejumlah penyakit
fisik seperti sakit kepala, perasaan pusing, sulit tidur, masalah
pencernaan, detak jantung yang tidak normal, dan lain-lain (AM. Sugeng
Budiono, 2203:89)

c. Berdasarkan penyebab kelelahan


1. Kelelahan Fisiologis
Kelelahan fisiologis menurut Singleton (1972) merupakan kelelahan yang
disebabkan oleh faktor fisik ditempat kerja antara lain oleh suhu dan
kebisingan (http://renirs.blogspot.com). Kurangnya ventilasi yang baik
diperburuk oleh ruang produksi kecil dan sempit membuat panas yang
dihasilkan dari radiasi sinar matahari, operasi mesin, dan metabolisme
pekerja tidak mudah tersebar dan cenderung terakumulasi di dalam
ruangan, menyebabkan kelelahan kerja yang lebih tinggi (IJPHS, 2012).
2. Kelelahan Psikologis
Terjadi bila ada pengaruh hal-hal diluar diri yang berwujud pada tingkah
laku atau perbuatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti
suasana kerja, inteaksi dengan sesama pekerja maupun dengan atasan
(Depnaker, 2004:55). Observasi yang pernah dilakukan, bahwa perasaan
letih seperti haus dan lapar dan perasaan lainnya yang sejenis
merupakan alat pelindung alami sebagai indicator bahwa keadaan fisik
dan psikis orang menurun (dalam Gesang, 2010:23).

e. Gejala Kelelahan

Suatu daftar gejala-gejala atau perasaan-perasaan yang ada hubungannya


dengan kelelahan antara lain :

1. Perasaan berat di kepala


2. Lelah diseluruh badan
3. Kaki terasa berat
4. Menguap
5. Merasa pikiran kacau
6. Merasa mengantuk
7. Merasa ada beban di kepala
8. Kaku dan canggung dalam bergerak

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 66


67

9. Tidak seimbang dalam berdiri


10. Merasa ingin berbaring
11. Merasa sulit untuk berfikir
12. Lelah berbicara
13. Menjadi gugup
14. Tidak dapat berkonsentrasi
15. Tidak dapat memusatkan perhatian
16. Cenderung untuk lupa
17. Kurang kepercayaan
18. Cemas terhadap sesuatu
19. Tidak dapat mengontrol sikap
20. Tidak dapat tekun dalam
21. Sakit kepala
22. Merasa kaku dibagian bahu
23. Merasa nyeri di bagian pinggang
24. Merasa pernafasan tertekan
25. Haus
26. Suara serak
27. Merasa pening
28. Kelopak mata terasa berat
29. Gemetar pada bagian tubuh tertentu
30. Merasa kurang sehat (Suma’mur:1999:190)

Pertanyaan-pertanyaan 1-10 menunjukkan pelemahan kegiatan, 11-20


menunjukkan pelemahan motivasi, dan 21-30 menunjukkan kelelahan fisik.

f. Pengukuran Kelelahan

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara
langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya
hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja
(Tarwaka, 2010). Grandjean (1993) dalam Tarwaka et al (2004)
mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok,
yaitu:

1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan


2. Uji psikomotor
3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)
4. Perasaan kelelahan secara subjektif
5. Uji mental

Meskipun terdapat banyak cara untuk mengukur kelelahan, dalam penelitian


ini cara yang digunakan adalah dengan mengukur kelelahan subjektif responden
dengan menggunakan kuesioner IFRC. Kuesioner ini dibuat sejak tahun 1967
yang disosialisasikan dan dimuat dalam prosiding symposium on Methodeology
of Fatigue Assesment. Simposium ini diadakan di Kyoto, Jepang pada tahun
1969 (dalam Joko Susteyo, 2012). Kuesioner ini terdiri dari 30 daftar pertanyaan,
dimana 10 item pertama menujukkan pelemahan kegiatan, 10 item kedua
menunjukkan pelemahan motivasi, dan 10 item ketiga menunjukkan kelelahan
fisik. Semakin tinggi frekuensi gejala kelelahan yang muncul, diartikan semakin

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 67


68

besar pula tingkat kelelahan. Kuesioner ini kemudian dikembangkan dimana


jawaban kuesioner ini diskoring sesuia empat skala Likert. Jawaban untuk
kuesioner IFRC tersebut terbagi enjadi 4 kategori r, yaitu sangat sering (SS)
diberi nilai 4, sering (S) diberi nilai 3, kadang-kadang (K) diberi nilai 2, dan tidak
pernah diberi nilai 1. Dalam menentukan tingkat kelelahan, jawaban tiap
pertanyaan, dijumlahkan, kemudian disesuaikan dengan kategori tertentu.

Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif

Tingkat Total skor individu Klasifikasi Kelelahan


1 30-52 Rendah
2 53-75 Sedang
3 76-98 Tinggi
4 99-120 Sangat Tinggi

g. Penanggulangan Kelelahan

Menurut Suma’mur (1996), kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara


yang ditujukkan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja.
Selain itu, dalam buku Fatigue Prevention In The Workplaces (2008), langkah-
langkah yangdapat dilakukan untuk meminimalisir kelelahan antara lain :

1. Menggunakan mesin dan peralatan yang ergonomis


2. Merotasi pekerjaan untuk membatasi penumpukan kelelahan mental dan
fisik
3. Mengelola beban kerja agar sesuai dengan kapasitas pekerja
4. Memberikan istirahat yang cukup antara shift untuk memungkinkan para
pekerja mendapatkan waktu pemulihan yang cukup
5. Memastikan ada pekerja yang memadai dan sumber daya lain untuk
melakukan pekerjaan tanpa menempatkan tuntutan yang berlebihan pada
staf, dan memastikan tuntutan pekerjaan secara bertahap.
6. Menghilangkan atau mengurangi kebutuhan untuk bekerja lembur.
7. Merancang jam kerja untuk memungkinkan kualitas tidur yang baik dan
waktu pemulihan yang cukupantara hari kerja atau shift untuk bepergian,
makan, mencuci dan tidur. Waktu kerja sebaiknya diselingi istirahat
pendek dan istirahat untuk makan.Memasang alat pendingin dan / atau
8. Menyediakan akses ke daerah yang dingin dalam pekerjaan panas
9. Memastikan tempat kerja dan lingkungan yang baik, aman dan nyaman.
Perlunya pengendalian pada lingkungan kerja, seperti kebisingan,dan
tekanan panas.
10. Menyediakan pelatihan dan informasi terkait pengendalian kelelahan

a. Ringkasan :

Kelelahan merupakan perpaduan dari wujud penurunan fungsi mental


dan fisk yang menghasilkan berkurangnya semangat kerja sehingga
mengakibatkan efektivitas dan efisiensi kerja menurun. Kelelahan mempengaruhi

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 68


69

kapasitas fisik, mental, dan tingkat emosional seseorang, dimana dapat


mengakibatkan kurangnya kewaspadaan, yang ditandai dengan kemunduran
reaksi pada sesuatu dan berkurangnya kemampuan motorik. Kelelahan
menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya berakibat kepada
pengurangan kapasitas kerja dan ketahan tubuh. Faktor-faktor penyebab
kelelahan yang berkaitan dengan lingkungan kerja adalah sebagai berikut : (1).
Panjangnya waktu shift. (2). Penjadwalan kerja yang buruk. (3). Panjangnya
waktu kerja. (4). Waktu shift (malam atau pagi). (5). Ketidakcukupan waktu
pemulihan diantara shift. (6). Lamanya waktu terjaga. (7). Kondisi lingkungan
yang ekstrim. (8). Jenis pekerjaan yang dilakukan. (9). Beban fisik dan mental
kerja. (10). Kurangnya waktu istirahat.

Grandjean (1993) dalam Tarwaka et al (2004) mengelompokkan metode


pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok, yaitu:

1. Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan


2. Uji psikomotor
3. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)
4. Perasaan kelelahan secara subjektif
5. Uji mental

b. Bacaan lanjutan :

1. Tarwaka dkk, (2004.). Ergonomi untuk K3 dan Produktivitas, Ed, Cet-


Surakarta, UNIBA Press.
2. Humantech, (1995). Applied Ergonomic Training Manual, Procter and
Gamble Inc. Berkeley Vale, Australia.
3. Kroemer, K.H.E., and E. Grandjean, (1995). Fiting the Task to the Human,
Great Britain ; T.J. International Ltd., Padstow, Cornwall.

Bahan Ajar Mata Kuliah Ergonomi Page 69

Anda mungkin juga menyukai