Anda di halaman 1dari 6

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Munculnya berbagai perkembangan ilmu pengetahuan bidang kimia tak hanya
berdampak baik bagi kehidupan manusia. Perkembangan ilmu ini juga berdampak negatif,
salah satunya munculnya agen-agen toksin yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia yang
merugikan.
Toksikologi adalah pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia
yang merugikan bagi organisme hidup. Pengaruh yang merugikan ini timbul sebagai
akibat terjadinya inter aksi diantaraagent-agent toksis (yang memiliki kemampuan
untuk menimbulkan kerusakan pada organisme hidup) dengan sistem biologi dari
organisme.
Pada beberapa racun, yang bereaksi itu bukan agentnya sendiri, tetapi hasil
metabolismenya. Proses pengerusakan ini baru terjadi apabila pada target organ telah
menumpuk satu jumlah yang cukup dari agent toksik ataupun metabolitnya, begitupun hal ini
bukan berarti bahwa penumpukan yang tertinggi dari agent toksis itu berada di target organ,
tetapi bisa juga ditempat yang lain.
Selanjutnya, untuk kebanyakan racun-racun, konsentrasi yang tinggi dalam badan.
Maka, menimbulkan kerusakan yang lebih banyak. Konsentrasi racun dalam badan ini
merupakan fungsi dari jumlah racun yang dipaparkan, yang berkaitan dengan kecepatan
absorpsinya dan jumlah yang diserap, juga berhubungan dengan distribusi, metabolisme
maupun ekskresi agent toksis tersebut.
Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai disiplin ilmu
yang sudah ada seperti ilmu kimia, Farmakologi, Biokimia, Forensik, Medicine dan lain-lain.
Ada beberapa toksik yang dapat ditangani dengan mudah atau bahkan tidak dapat ditangani
akibat tingkat keparahan yang berbeda.
Konsep utama toksikologi adalah bahwa dampaknya bersifat tergantung pada dosis.
Air saja bisa mengakibatkan keracunan air jika dikonsumsi terlalu banyak, sementara zat
yang sangat beracun seperti bisa ular memiliki titik rendah tertentu yang bersifat tidak
beracun. Toksisitas juga tergantung pada spesies, sehingga analisis lintas spesies agak
bermasalah jika dilakukan. Paradigma dan standar baru sedang berusaha melompati
pengujian hewan, tetapi tetap mempertahankan konsep akhir toksisitas. Oleh karena itu,
penulis mencoba mengangkat parameter – parameter toksisitas dan penilaian keamanan
bahan kimia untuk dibahas.

1
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Toksisitas


Toksisitas dapat diartikan sebagai kemampuan racun (molekul) untuk menimbulkan
kerusakan apabila masuk ke dalam tubuh dan lokasi organ yang rentan terhadapnya.
Toksisitas sangat beragam bagi berbagai organisme, tergantung dari berbagai faktor seperti
spesies uji, cara racun memasuki tubuh, frekuensi dan lamanya pemaparan, konsentrasi zat
pemapar, dan kerentanan berbagai spesies terhadap pencemar (Soemirat, 2005).
Toksisitas adalah kemampuan suatu zat kimia dalam menimbulkan kerusakan pada
organisme baik saat digunakan atau saat berada dalam lingkungan. Atau bisa juga dikatakan
toksisitas adalah tingkat merusaknya suatu zat jika dipaparkan terhadap organisme. 
Toksisitas dapat mengacu pada dampak terhadap seluruh organisme, seperti
hewan, bakteri, atau tumbuhan, dan efek terhadap substruktur organisme, seperti sel
(sitotoksisitas) atau organ tubuh seperti hati (hepatotoksisitas). Secara metafora, kata ini bisa
dipakai untuk menjelaskan dampak beracun pada kelompok yang lebih besar atau rumit,
seperti keluarga atau masyarakat.
2.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Toksisitas
2.2.1 Faktor Intrinsik Racun
Faktor intrinsik racun merupakan faktor yang berasal dari racun itu sendiri.
Faktor-faktor ini yaitu:
a. Faktor kimia
Ada banyak senyawa kimia, yang membedakan senyawa kimia yang satu dengan
yang lain adalah sifat kimia-fisika dan struktur kimianya. Faktor kimia merupakan
interaksi bahan kimia didalam tubuh dan menimbulkan efek. Efek yang terjadi dapat
dibedakan dalam :

 Efek aditif yakni pengaruh yang saling memperkuat akibat kombinasi dari dua zat
kimia atau lebih.
 Efek sinergi yaitu suatu keadaan dimana pengaruh gabungan dari dua zat kimia jauh
lebih besar dari jumlah masing-masing efek bahan kimia.
 Potensiasi yaitu apabila suatu zat yg seharusnya tidak memiliki efek toksik akan
tetapi apabila zat ini ditambahkan pada zat kimia lain maka akan mengakibatkan zat
kimia lain tersebut menjadi lebih toksik.
 Efek antagonis yakni apabila dua zat kimia yg diberikan bersamaan, maka zat kimia
yg satu akan melawan efek zat kimia yg lain.
b. Kondisi pemejaan
Kondisi pemejaan dibagi menurut waktu menjadi 4, yaitu:

 Akut : pemaparan bahan kimia selama kurang dari 24 jam. Contohnya, kecelakaan
kerja/keracunan mendadak
 Sub akut : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu 1
bulan atau kurang. Misalnya, proses kerja dengan bahan kimia kurang dari 1 bulan.

2
 Subkronik : pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu 3
bulan. Misalnya, proses kerja dengan bahan kimia selama 1 tahun/lebih
 Kronik : pemaparan berulang terhadap bahan kimia untuk jangka waktu lebih dari 3
bulan. Misalnya, bekerja untuk jangka waktu lama dengan bahan kimia
2.2.2 Faktor Intrinsik Makhluk Hidup
a. Keadaan Fisiologi
Kondisi fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu, meliputi berat badan, jenis kelamin, umur, kehamilan, status gizi, dan genetik.
Berkaitan dengan perbedaan dalam menggunakan dosis dan larangan penggunaannya.
b. Keadaan Patologi
Keadaan patologi meliputi kondisi dan jenis penyakit menjadi faktor penting
dalam menentukan keefektifan metabolisme senyawa toksik. Berkaitan dengan aneka
ragam penyakit yang dapat mengurangi aliran darah ke tempat metabolisme seperti
komplikasi jantung, syok dan hipotensi, atau yang berpengaruh langsung terhadap fungsi
organ atau jaringan tempat metabolisme, misalnya hepatitis, sakit kuning obstruktif,
sirosis, kanker hati, kerusakkan ginjal, tukak duodenum dan lain sebagainya.
c. Kapasitas Fungsional Cadangan
Pada dasarnya berbagai organ memiliki kapasitas cadangan untuk melakukan
keseluruhan fungsinya. Satu peragaan tentang kerusakan pada organ hidup yang
disebabkan oleh zat kimia biasanya melibatkan satu atau lebih bentuk uji yang dirancang
untuk mengukur fungsi organ tersebut. Karena telah dinyatakan bahwa sebagian besar
organ dapat dirusak sebelum kapasitas cadangannya berkurang cukup banyak untuk
mendorong terjadinya gangguan fungsionalnya, maka mungkin sekali terjadi bahwa uji
fungsi yang dilakukan tidak akan memperlihatkan kerusakan karena zat kimia yang
sedikit. Sepanjang organ tersebut masih mempertahankan kapasitas (kelebihan) cadangan
untuk melakukan keseluruhan fungsinya, maka organ melangsungkan fungsinya pada
tingkat maksimal.
d. Penyimpanan racun dalam diri makhluk hidup
Bila zat kimia masuk kedalam sistem sirkulasi, maka zat itu harus dieliminasi dari
sistem sirkulasi itu sebelum makhluk hidup bebas dari zat kimia. Bila zat kimia itu ada
dalam bentuk larutan sebagai gas pada suhu tubuh, maka zat tersebut akan muncul
didalam udara yang duhembuskan pada pernafasan makhluk hidup, dan bila merupakan
suatu senyawa yang tak menguap, maka mungkin melibatkan ekskresi oleh ginjal melalui
sistem kencing, keringat, ataupun ludah.
e. Toleransi dan resistensi
Toleransi adalah kemampuan makhluk hidup untuk memperlihatkan respon yang
kurang terhadap dosis xenobiotika yang diperlihatkan sebelumnya dengan dosis yang
sama. Toleransi antara zat kimia yang serupa adalah suatu mekanisme dari adaptasi atau
kekebalan terhadap efek berbahaya zat kimia yang deperoleh secara alami, dan mungkin
bertanggung jawab terhadap fariasai dalam reaksi zat kimia-biologi diantara anggota
spesies tertentu. Resisten adalah lebih tahan terhadap dosis toksis suatu xenobiotika dari
pada yang ditunjukan oleh individu lainnya

3
2.3 Parameter – Parameter Toksisitas

 Minimal Lethal Dose (MLD) : Dosis terkecil yang dapat menimbulkan kematian pada
binatang percobaan. (Biasanya digunakan pada toksisitas akut)
 Lethal Dose 100 (LD100 ) : Dosis terkecil yang dapat menimbulkan kematian 100 %
binatang percobaan.
 Lethal Dose 50 (LD50 ) : Dosis terkecil yang dapat menimbulkan kematian 50 %
binatang percobaan.
 No Effect Level (NEL) : Dosis yang diberikan tiap kali tidak menimbulkan perubahan
secara pathologis. (Biasanya digunakan untuk toksisitas kronik)
2.3.1 Fase Eksposur

 Apakah sumber racun tersebar atau tidak.


 Kondisi sumber tercemar:
a. static sources: industri dan pemukiman penduduk
b. mobile sources: mobil, motor, kereta api, bus, kapal laut
 Jenis emisi (zat yang dikeluarkan)
 Jumlah emisi, termasuk frekuensi dan luas yang tertutup oleh emisi
2.3.2 Fase Kinetik

 Pengikatan di dalam tanah.


 Tingkat kelarutan di dalam air (pelarutan bahan pencemar)
 Konversi senyawa secara fisiko-kimiawi
 Konversi oleh biologis
 Parameter iklim/cuaca (peruraian polutan oleh alam)
2.3.3 Fase Dinamik

 Mengenai efek toksisitasnya


 Penyerapan polutan oleh organisme
 Perpindahan polutan dalam tubuh organisme
 Transformasi polutan dalam tubuh organisme
 Pengeluaran polutan dari tubuh organisme.
2.4 Penilaian Keamanan Bahan Kimia
Penilaian bahaya secara toksikologi dan ekotoksikologi biasanya sangat terkait
dengan jenis senyawa kimia. Demikian juga di NOP, eduk (educts) dan produk dinilai secara
terpisah. Semua informasi terkait dan penilaian bahaya secara individu yang diperoleh
tersebut selanjutnya dipakai dalam penilaian resiko total atas suatu eksperimen. Berikut ini
hal-hal yang harus ada pada penilaian keamanan bahan kimia.
1. Ketersediaan data
Tahap pertama dalam penelusuran yang berhasil atas efek dan sifat senyawa harus
dimulai dari diperolehnya gambaran umum tentang apa yang sudah diketahui atas senyawa
itu dan data seperti apa yang dicari. Berbagai sumber data atas sifat dan efek senyawa
kimia telah tersedia.
2. Identifikasi struktur senyawa kimia berdasarkan atas namanya

4
Nama rasional (rational names) suatu senyawa kimia merupakan sesuatu yang sangat
penting dalam mendapatkan informasi atas senyawa tersebut, di mana nama ini
terkonstruksi secara langsung dari struktur kimia berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh
IUPAC atau Chemical Abstract Service.
3. Penentuan data yang relevan untuk penilaian bahaya atas senyawa kimia
Sementara data yang digunakan untuk karakterisasi senyawa kimia seperti titik leleh,
titik didih, indeks refraksi, dan aktivitas optik terdapat dalam banyak handbook dan
ensiklopedia kimia, data yang lebih spesifik seperti kelarutan, koefisien distribusi, harga
pKa, dan tekanan uap tidak mudah didapatkan dalam literatur.
4. Metoda penilaian dengan memanfaatkan bantuan komputer
Apabila informasi terkait atas sifat tertentu suatu senyawa kimia tidak dapat
diperoleh, saat ini dapat memanfaatkan metoda penilaian dengan bantuan komputer yang
pada dasarnya tersedia untuk banyak sifat senyawa. Ketika menggunakan metoda-metoda
ini hanya untuk tiga buah sistem: yaitu untuk perhitungan data fisikokimia, sifta-sifat yang
menentukan distribusi lingkungan, dan nasip senyawa kimia. Kita menggunakan program
EPI SuiteTM.
5. Hasil samping dan ketidakmurnian
Potensi hasil samping dari suatu reaksi dan ketidakmurnian reaktan harus
dipertimbangkan dalam penilaian bahaya, jika mereka mungkin ada dalam produk kotor
dengan konsentrasi kotoran di atas batas yang diberikan dalam petunjuk pembuatan
(Preparations guidelines) Uni Eropa.
Senyawa-senyawa yang karsinogenik, mutagenik, atau memiliki toksisitas
reproduksi dalam tubuh hewan atau manusia pada dasasrnya diberi label paling rendah T
(beracun). Senyawa-senyawa yang dicurigai karsinogen, mutagen atau memiliki toksisitas
reproduksi diberi label paling rendah Xn apabila mereka tidak mempunyai sifat toksik akut.
Senyawa-senyawa yang tidak berlabel (misalnya dari katalog kimia), digunakan batas
konsentrasi yang lebih rendah.
Adapun penilaian keamaanan bahan kimia yang yaitu Penilaian berdasarkan Jerman
TRGS 440. Menurut German Toxic Substances Act, pekerja mempunyai tanggangjawab
untuk meneliti apakah senyawa-senyawa, pembuatannya atau produk-produk yang tersedia
memilki resiko lebih kecil daripada yang digunakan saat ini. Seandainya dipandang penting
dan masuk akal untuk menjaga kehidupan dan kesehatan pekerja, maka harus menggunakan
senyawa, pembuatannya atau produk dengan resiko yang lebih kecil. Aturan ini dalam
prakteknya dapat diikuti dengan beberapa langkah berikut:
1. Mendapatkan informasi atas senyawa-senyawa yang digunakan dalam proses kerja
2. Menetapkan senyawa-senyawa berbahaya dengan sifat-sifat bahaya yang tidak atau
ku-rang diketahui
3. Penyusunan katalog senyawa-senyawa berbahaya
4. Mencari apabila terdapat senyawa-senyawa atau produk-produk pengganti yang
5. kurang berbahaya.

5
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Toksisitas adalah kemampuan suatu zat kimia dalam menimbulkan kerusakan pada
organisme baik saat digunakan atau saat berada dalam lingkungan.
 Toksisitas sangat beragam bagi berbagai organisme, tergantung dari berbagai faktor
seperti spesies uji, cara racun memasuki tubuh, frekuensi dan lamanya pemaparan,
konsentrasi zat pemapar, dan kerentanan berbagai spesies terhadap pencemar.
 Faktor yang mempengaruhi toksisitas terbagi menjadi faktor intrinsik racun dan faktor
intrisik makhluk hidup.
 Faktor intrisik racun meliputi faktor kimia dan kondisi pemejaan.
 Faktor instrisik makhluk hidup meliputi keadaan fisiologis, keadaan patologis,
kapasitas fungsional cadangan, penyimpanan racun dalam diri makhluk hidup,
toleransi dan resistensi.
 Parameter toksisitas terbagi menjadi fase eksposur, fase kinetik dan fase dinamik

Anda mungkin juga menyukai