Anda di halaman 1dari 11

Mata Kuliah Penyakit Berbasis Lingkungan

“PENYAKIT ISPA”

Disusun Oleh
Kelompok 1

1. Arif Reza Ardiansyah Falevi P21335119011


2. Devi Sayna Agita P21335119014
3. Khoirunnisa Susanto P21335119025
4. Rizqi Awaliah P21335119038
5. Zahra Fadhilah Hanan P21335119051

2-DIV Kesehatan Lingkungan

Dosen
Moh. Ichsan Sudjarno, SKM. M.Epid

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II


Jln. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta
12120
Telp. (021) 7395331
1
Kata Pengantar
Puji syukuri saya panjatkan kehadirat Allah Swt atas rahmat dan karunia-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah Penyakit Berbasis Lingkungan yang
berjudul Agen Penyebab, Karakteristik, Riwayat Perjalanan, Epidemiologi, Peranan
Lingkungan, Tindakan Upaya/Pencegahan Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas).
Dalam penulisan makalah ini kami mencari mendapat dari berbagai sumber.

Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, Hal itu di
karenakan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena itu,masih terdapat
banyak kekurangan, kritik dan saran yang membangun diharapkan penulis dari semua pihak,
agar kedepannya lebih baik lagi dalam menyusun makalah.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik itu penulis
terlebih kepada pembacanya.

Jakarta, Oktober 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI
A. Pengertian ISPA............................................................................................................................3
B. Agen Penyebab Penyakit...............................................................................................................3
C. Karakteristik..................................................................................................................................3
D. Riwayat Perjalanan........................................................................................................................5
E. Epidemiologi.................................................................................................................................5
F. Peranan Lingkungan......................................................................................................................5
G. Tindakan/Upaya Pencegahan.........................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................6

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang
menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA
mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian
saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008).

ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran
pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003).

Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang
terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan
yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.

B. Agen Penyebab Penyakit


Agen penyebab penyakit ISPA berbeda-beda tergantung jenis penyakit ISPA apa yang
diderita. ISPA bisa disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia. Infeksi bakterial merupakan
penyulit ISPA oleh virus terutama bila ada epidemi/ pandemi.

1.Bakteri

Bakteri penyebab ISPA misalnya dari genus Streptococcus, Haemophylus, Stafilococcus,


Pneumococcus, Bordetella, dan Corynebakterium.

2. Virus

Virus penyebab ISPA antara lain grup Mixovirus (virus influenza, parainfluenza,
respiratory syncytial virus), Enterovirus (Coxsackie virus, echovirus), Adenovirus,
Rhinovirus, Herpesvirus, Sitomegalovirus, virus Epstein-Barr.

3. Jamur

Jamur penyebab ISPA antara lain Aspergillus sp, Candidia albicans, Blastomyces
dermatitidis, Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis, Cryptococcus neoformans.

4
Selain itu ISPA pada anak disebabkan kurangnya pengetahuan dan sikap ibu tentang
ISPA.

C. Karakteristik
Karakteristik penyakit ISPA banyak bervariasi anatra lain demam, pusing, lemas, tidak
nafsu makan, muntah, gelisah, batuk, kesulitan bernafas dan lainnya. Sedangkan tanda gejala
ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
a. Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-
gejala sebagai berikut:

1. Batuk
2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu
berbicara atau menangis).
3. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.

b. Gejala dari ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan
disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu
tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih.
Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam
satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.
2) Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer).
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut.

c. Gejala dari ISPA Berat

5
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau
ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Bibir atau kulit membiru.

2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.

3) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.

4) Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.

5) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.

6) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.

7) Tenggorokan berwarna merah.

D. Riwayat Perjalanan
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 1996 riwayat alamiah penyakit ISPA pada tahap awal
dimulai interaksi bibit penyakit dengan tubuh penjamu, dan tubuh penjamu berusaha untuk
mengeluarkan, membatasi atau membasmi bibit penyakit tersebut melalui mekanisme pertahanan
tubuh baik sistemik maupun lokal. Virus merupakan penyebab utama ISPA yang menginfeksi
mukosa, hidung, trachea, dan bronkus. Infeksi virus akan menyebabkan mukosa membengkak dan
menghasilkan banyak lendir, jika pembengkakan tersebut tinggi maka akan menghambat aliran udara
melalui pipa-pipa pada saluran pernapasan.

Jika seseorang batuk merupakan tanda bahwa paru-paru tersebut sedang berusaha mendorong
lendir keluar, dan membersihkan pipa saluran pernapasan. Penderita akan menularkan kuman
penyakit kepada orang lain melalui udara pernapasan atau percikan ludah. Pada prinsipnya kuman
ISPA yang ada di udara akan terhirup oleh orang yang berada di sekitarnya dan masuk ke dalam
saluran pernapasan, dari saluran pernapasan akan menyebar ke seluruh tubuh. Apabila orang
terinfeksi maka akan rentan terkena ISPA, ditambah jika kelembaban dan suhu kamar tinggi yang
merupakan faktor pemicu pertumbuhan dan perkembangan bakteri, virus, dan jamur penyebab ISPA
(Departemen Kesehatan RI, 1996:8).

Riwayat alamiah penyakit ISPA dapat di bagi menjadi beberapa tahap yaitu :

1. Tahap Prepatogenesis Bakteri atau virus yang menjadi penyebab ISPA telah berinteraksi dengan
pejamu tetapi pejamu belum menunjukkan reaksi apa-apa.

2. Tahap Inkubasi Virus merusak lapisan epite. dan lapisan mukosa. Kondisi pejamu menjadi
lemah, jika keadaan gizi dan daya tahan tubuh pejamu sebelumnya sudah rendah.

3. Tahap dini penyakit Gejala penyakit sudah mulai muncul seperti demam dan batuk.

4. Tahap lanjut penyakit Sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, kronis, meninggal.

6
E. Epidemiologi
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita di
Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun), artinya seorang balita rata-rata
mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6 kali setahun. Berdasarkan hasil pengamatan
epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan di kota cenderung lebih besar daripada di desa.
Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di
kota yang lebih tinggi daripada di desa (Widoyono, 2008:156).

Di negara berkembang, penyakit pneumonia merupakan merupakan 25% penyumbang kematian


pada anak, terutama pada bayi berusia kurang dari dua bulan. Berdasarkan survei kesehatan rumah
tangga (SKRT) tahun 1986 diketahui bahwa morbiditas pada bayi akibat pneumonia sebesar 42,4%
dan pada balita sebesar 40,6%, sedangkan angka mortalitas pada bayi akibat pneumonia sebesar 24%
dan pada balita sebesar 36%. Sedangkan hasil SKRT tahun 1992 menunjukkan bahwa angka
mortalitas pada bayi akibat penyakit ISPA menduduki urutan pertama sebesar 36%, dan angka
mortalitas pada balita menduduki urutan kedua sebesar 13% (Widoyono, 2008:156).

Menurut UNICEF dan WHO (dalam Cissy B. Kartasasmita) pneumonia merupakan pembunuh
anak paling utama yang terlupakan (major “forgotten killer of children”). Pneumonia merupakan
penyebab kematian yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS, malaria
dan campak. Setiap tahun, lebih dari dua juta anak meninggal karena pneumonia, artinya 1 dari 5
orang balita meninggal di dunia. Pneumonia merupakan penyebab kematian yang paling sering,
terutama di negara dengan angka kematian tinggi. Hampir semua kematian akibat pneumonia
(99,9%), terjadi di negara berkembang dan kurang berkembang (least developed). Jumlah kematian
tertinggi terjadi di daerah Sub Sahara yang mencapai 1.022.000 kasus per tahun dan di Asia Selatan
mencapai 702.000 kasus per tahun (Cissy B. Kartasasmita, 2010:22).

Menutut laporan WHO, lebih dari 50% kasus pneumonia berada di Asia Tenggara dan Sub-Sahara
Afrika. Dilaporkan pula bahwa tiga per empat kasus 13 pneumonia pada balita di seluruh dunia
berada di 15 negara. Indonesia merupakan salah satu diantara ke 15 negara tersebut dan menduduki
peringkat ke-6 dengan jumlah kasus sebanyak 6 juta (WHO, 2006:11).

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari Departemen Kesehatan tahun 1992,
1995, dan 2001 menunjukkan bahwa pneumonia mempunyai kontribusi besar terhadap kematian bayi
dan anak. Sedangkan pada penelitian kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia menduduki
peringkat ke-2 sebagai penyebab kematian bayi dan balita setelah diare dan menduduki peringkat ke-3
sebagai penyebab kematian pada neonatus (Cissy B. Kartasasmita, 2010:23).

F. Peranan Lingkungan
Terjadinya ISPA tertentu bervariasi menurut beberapa faktor. Penyebaran dan dampak
penyakit berkaitan dengan :

 Rumah

7
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung
yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna
untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan
individu (WHO, 2007). Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih
tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah culster di Denmark.
Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang
terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak

 Kepadatan Hunian

Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat
diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan
bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.

 Status sosio-ekonomi

Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosio-ekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan
tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan
korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosio-ekonomi
(Darmawan,1995).

 Kebiasaan Merokok

Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena
ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok.

 Polusi udara

Penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya
kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.
Melalui penelitian mahasiswa Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran
udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan
membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi dengan
siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak
ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan saluran

8
pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa
polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA.

G. Tindakan/Upaya Pencegahan
Pencegahan penyakit ISPA dapat dilakukan dengan :

 Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.


 Immunisasi.
 Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
 Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
 Kebersihan Pernafasan/Etika Batuk

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara
lain :

 Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan cara
memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
 Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh
terhadap penyakit baik.
 Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah
memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota
keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA

9
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Pedoman Pemberantasan Penyakit


Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Musthafa, Najib, A2A011022 (2017) Faktor Determinan Kejadian ISPA Pada Bayi dan


Balita di Desa Jumo Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobongan.. Undergraduate thesis,
Universitas Muhammadiyah Semarang.

https://www.who.int/csr/resources/publications/WHO_CDS_EPR_2007_8bahasa.pdf

Purnama, Sang Gede, SKM, MSc . 2016. Buku Ajar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran


Pernapasan Akut. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

https://www.slideshare.net/najmahusman/bab-14-epidemiologi-kesehatan-masyarakat-ispa

http://lib.unnes.ac.id/18277/1/6450407010.pdf

10

Anda mungkin juga menyukai