PADA ANAK
Dosen Pembimbing :
OLEH : KELOMPOK 5
2020/2021
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
limpahan rahmat-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan
Asuhan Keperawatan Imfeksi Saluran Pernafasan pada Anak disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak Sehat dan Sakit Akut, jurusan
Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Pare Kediri.
Pare,….September 2022
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
PENDAHULUAN
A. Konsep Penyakit
1. Definisi Penyakit
Pengertian ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) InfeksiSaluran Pernapasan Atas
(ISPA) adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh
bakteri, dan virus tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru (Wijayaningsi, 2013)
2. Etiologi Penyakit
ISPA dapat disebabkan oleh bakteri dan virus, yang paling sering menjadi penyebab
ISPA diantara bakteri Stafilokokus dan Streptokokus serta virus Influenza yang diudara
bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernapasan bagian ats yaitu hidung dan
tenggorokan. Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap kejadian
ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya
sanitasi lingkungan (Wijayaningsi, 2013)
4. Manifestasi Klinis
a. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anakn
sudah mencapai usia 6 bulan – 3 tahun. Demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya
infeksi, suhu tubuh dapat mencapai 39,5-40,5.
b. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens. Biasanya
terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan
nyeri pada punggung serta kuduk.
c. Batuk, merupakan tanda umum terjadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin juga
meurpakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
d. Vomiting, gejala yang muncul dalam periode sessat namun juga bisa selama bayi
mengalami sakit.
e. Diare, seringkali terjadi mengiri infeksi saluran pernafasan akibat virus.
f. Abdominal Pain, nyeri pada abdomen yang disebabkan karena adanya lymphadentis
mesenteric.
g. Hidung tersumbat, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh
adanya sekret.
h. Kadang-kadang sakit saat menelan.
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-
gejala sebagai berikut:
1) Batuk
2) Serak
3) Pilek
4) Panas
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan
disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu
tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih.
Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah tarikan nafas dalam
satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.
2) Suhu lebih dari 39
3) Tenggorokan berwarna merah
4) Timbul bercak-bercak merah di kulit menyerupai bercak campak
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
6) Pernafasan berbunyi seperti mendengkur
7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
c. Gejala dari ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan
atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
5. Pemeriksaan Penunjang/diagnostik
Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah proses yang paling sering digunakan dalam
menegakkan diagnosis pada gangguan pernapasan atas.
6. Penatalaksaan medis
a. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
7. Penatalaksanaan Medis
Medikasi : gunakan semprot hidung atau tetes hidung dua atau tiga kali sehari atau sesuai
yang diharuskan untuk mengatasi gejala hidung tersumbat. Diberikan antibiotik apabila
penyebabnya adalah bakteri
B. Konsep anak
Kasih sayang dari orang tua akan menciptakan ikatan yang erat (bounding)
dan kepercayaan dasar (basic trust) yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang
anak, (Ngastiyah, 2014).
Stimulasi mental merupakan bakal dalam proses belajar pada anak, mental
ini mengembangkan perkembangan mental, psikososial, kecerdasan,
keterampilan, kemandirian, kreativitas, moral etika, agama, kepribadian, dan
produktivitas, (Ngastiyah, 2014).
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau
tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan
tercapaina potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya.
Lingkungan ini merupakan lingkungan “bio-fisiko-psiko-spiritual” yang
mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya
(Depkes RI, 2011).
c. Lingkungan Postnatal
4. Konsep Imunisasi
a) Pengertian Imunisasi Dasar
Imunisasi merupakan salah satu cara pencegahan penyakit serius yang paling
efektif untuk bayi dari segi biaya (Wahab, 2000). Imunisasi dasar adalah pemberian
imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai
kadar kekebalan diatas ambang perlindungan. (Depkes RI, 2005). Secara khusus,
antigen merupakan bagian protein kuman atau racun yang jika masuk ke dalam tubuh
manusia, maka sebagai reaksinya tubuh harus memiliki zat anti. Bila antigen itu
kuman, zat anti yang dibuat tubuh manusia disebut antibody. Zat anti terhadap racun
kuman disebut antitoksin. Dalam keadaan tersebut, jika tubuh terinfeksi maka tubuh
akan membentuk antibody untuk melawan bibit penyakit yang menyebabkan
terinfeksi. Tetapi antibody tersebut bersifat spesifik yang hanya bekerja 74 untuk bibit
penyakit tertentu yang masuk ke dalam tubuh dan tidak terhadap bibit penyakit
lainnya (Satgas IDAI, 2008).
b) Tujuan Imunisasi
5. Konsep Bermain
a) Pengertian Bermain
Aktivitas bermain yang dilakukan anak-anak merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial. Bermain juga merupakan
media yang baik untuk belajar karena dengan bermain anakanak akan berkatakata
(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa
yang dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta suara.
b) Fungsi Bermain
Hardjadinata (2009) menyatakan bermain bermanfaat untuk menstimulasi
kemampuan sensorimotorik, kognitif, sosial-emosional dan bahasa anak. Bermain
juga memberikan kesempatan pada anak untuk belajar, terutama dalam hal
penguasaan tubuh, pemecahan masalah dan kreativitas. Perkembangan sensoris-
motorik sangat penting untuk perkembangan fungsi otot. Pada usia bayi, sebagian
besar waktu terjaga bayi diserap dalam permainan sensorimotor. Pada usia 6
bulan sampai 1 tahun, permainan keterampilan sensorimotorik seperti “cilukba”,
tepuk tangan, pengulangan verbal dan imitasi gestur sederhana.
Pada usia toodler, anak mulai belajar bagaimana berjalan sendiri,
memahami bahasa dan merespons disiplin, seperti berbicara dengan mainan,
menguji kekuatan dan ketahanannya. Sedangkan pada anak prasekolah, aktivitas
pertumbuhan fisik dan penghalusan keterampilan motorik mencakup melompat,
berlari, memanjat, dan berenang. Hal ini dapat mengajarkan keamanan serta
perkembangan dan koordinasi otot. Selama tahap sensorimotor, bayi
menggunakan pencapaian perilaku sebelumnya terutama sebagai dasar untuk
menambah keterampilan intelektual baru ke dalam keterampilan mereka. Mereka
mulai menemukan bahwa menyembunyikan benda tidak berarti benda tersebut
hilang namun dengan menyingkirkan halangan maka ia akan menemukan benda
tersebut. Inilah yang menandai permulaan rasionalisasi intelektual.
Stimulasi untuk pertumbuhan psikososial sama pentingnya dengan
makanan untuk pertumbuhan fisik. Hal ini paling dramatis terjadi pada usia
toodler. Interaksi dengan orang-orang menjadi semakin penting (Martin, 1995
dalam Wong, et al, 2008). Pada anak prasekolah, mereka menikmati permainan
asosiatifpermainan kelompok dengan aktivitas yang sama tetapi tanpa organisasi
atau peraturan yang kaku.
Permainan taktil sangat penting bagi anak, terutama pada anak toodler
yang sedang melakukan eksplorasi. Permainan air, pasir, menggambar dengan
jari, dan membentuk tanah liat memberi kesempatan yang baik
untukmenghasilkan sesuatu yang kreatif dan manipulatif. Aktivitas anak
prasekolah yang paling khas adalah permainan imitatif, imaginatif dan dramatik,
seperti permainan boneka, mainan rumah tangga, pesawat terbang, kit dokter dan
perawat memberikan waktu bagi anak untuk mengekspresikan diri.
c) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Terhadap
Permainan Anak (Soetjiningsih, 1995)
1) Faktor Internal
1.) Kemampuan Intelektual
Membiarkan anak dalam bermain telah terbukti mampu
meningkatkan kemampuan intelektual yaitu dalam kecepatan berpikir,
perkembangan mental dan kecerdassan anak. Disimpulkan oleh periset
bahwa dengan meningkatkan kemampuan intelektual anak dapat
dilakukan dengan intervensi sederhana yaitu mendorong anak untuk
banyak bermain.
2.) Emosi
Anak memerlukan berbagai variasi permainan untuk kesehatan
fisik, mental dan perkembangan emosinya. Melalui bermain, anak tidak
hanya menstimulasi pertumbuhan ototnya, tetapi mereka bermain dengan
menggunakan seluruh emosi, perasaan dan pikirannya.
3.) Faktor Eksternal Atau Lingkungan
Yaitu faktor-faktor yang ada diluar atau berasal dari luar diri anak,
mencangkup lingkungan fisik dan sosial serta kebutuhan fisik anak:
4.) Keluarga
Bila otangtua menyediakan waktu sedikit untuk bermain dengan
anaknya setiap harinya maka akan terjalin hubungan yang akrab dengan
anaknya yang sangat bermanfaat untuk pengembangan kepribadian anak
kelak di kemudian hari.
5.) Gizi
Dengan memiliki gizi yang cukup, maka kesehatan anak akan
terjaga. Jika anak sehat maka keaktifan dalam bermain akan maksimal.
Sebaliknya, jika gizi anak kurang, maka kesehatan anak akan menurun
sehingga dapat mempengaruhi aktifitas anak dalam bermain juga.
6.) Budaya
Setiap daerah pasti memiliki kebudayaan yang beranekaragam,
begitu pula dengan jenis permainannya.
7.) Permainan
Dalam bermain perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut,
diantaranya alat permainan, teman bermain dan tempat bermain. Untuk
bermain diperlukan alat permainan yang sesuai dengan umur dan taraf
perkembangannya. Jika alat permainan tidak sesuai dengan umur anak,
anak terlalu muda atau terlalu tua maka maksud dan tujuan permainan itu
tidak tercapai. Dalam hal tempat bermain tidak usah terlalu lebar dan tidak
perlu ruangan khusus untuk bermain. Anak bisa bermain di ruang tamu,
halaman bahkan dikamar tidurnya. Sedangkan untuk teman bermain, anak
harus yakin bahwa ia mempunyai teman bermain. Apakah itu saudaranya,
orang tuanya atau temannya.
8.) Faktor Pendidikan Orangtua
Pada umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin
baik pula tingkat pengetahuan orangtua dalam memilihkan alat bermain
yang tidak hanya menyenangkan anak tetapi juga harus bermanfaat dalam
mengoptimalkan tumbuh kembangnya. Sebaliknya jika tingkat pendidikan
orangtua rendah, maka pemilihan stimulasi alat permainan akan
berpengaruh pula. Mereka tidak sadar bahwa permainan yang mereka
anggap hanya sekedar untuk kesenangan bagi anak ternyata dapat
mempengaruhi tumbuh kembang anak mereka.
9.) Faktor Pengetahuan Orangtua
Pengetahuan orangtua yang kurang tentang pemberian permainan
sebagai stimulasi perkembangan, secara tidak langsung akan berdampak
pula pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Dan sebaliknya jika
orangtua memiliki pengetahuan yang baik terhadap stimulasi anak dalam
bermain, maka tumbuh kembang anak dapat berkembang secara optimal.
10.) Stimulasi Permainan
Setiap anak perlu mendapatkan stimulasi rutin sedini mungkin dan
terus menerus pada setiap kesempatan. Stimulasi tumbuh kembang anak
dapat dilakukan oleh ibu dan ayah yang merupakan orang terdekat dengan
anak, pengasuh anak, anggota keluarga lain dan kelompok masyarakat di
lingkungan rumah tangga.MADYASTUTI, L. (2017). KEPERAWATAN
DASAR ANAK.
6. Konsep Hospitalisasi
a) Definisi
Hosptalisasi pada anak merupakan suatu keadaan krisis yang terjadi pada
anak. Hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan berencana maupun darurat
yang mengharuskan anak untuk tinggal atau dirawat dirumah sakit. Kondisi
tersebut menjadi faktor stressor bagi anak, orang tua, maupun keluarga (Saprianto
2019). Selain itu, anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam mekanisme
koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang sifatnya
menekan (Saprianto 2019). Anak yang mempunyai pengalaman hospitalisasi
sebelumnya akan memiliki kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan
anak yang belum memiliki pengalaman sama sekali (Hulinggi et al. 2018). Anak
yang memiliki pengalaman tidak menyenangkan selama dirawat di rumah sakit
sebelumnya akan membuat anak takut dan trauma. Sebaliknya apabila
pengalaman anak di rawat di Rumah Sakit mendapatkan perawatan yang baik dan
menyenangkan maka akan lebih kooperatif (Heri Saputro and Intan Fazrin 2017).
Hospitaisasi pada anak dapat meningkatkan stress bagi anak dan keluarga, tetapi
hal tersebut dapat membantu anak dan orang tua lebih dekat secara emosional.
b) Faktor-Faktot Hospitalisasi
Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan stress ketika anak saat
menjalani hospitalisasi yaitu: Faktor lingkungan rumah sakit, faktor berpisah
dengan orang yang sangat berarti, faktor kurangnya informasi, faktor kehilangan
kebebasan dan kemandirian, faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan
kesehatan, faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit (Hulinggi et
al. 2018). Faktor lain yang mempengaruhi stress akibat hospitalisasi adalah cemas
akibat perpisahan, respon cemas akibat perisahan oleh anak ada 3 bagian yaitu:
Tahap protes, tahap ini biasanya anak melakukan protes dengan cara menangis,
menjerit, menendang, atau memanggil ibunya. Tahap putus asa, tahap ini anak
mengalami ketegangan, lebih pendiam, tidak berkomunikasi, putus asa, sedih, dan
apatis. Tahap keintiman kembali, tahap ini merupakan tahap penerimaan kembali
oleh anak dengan orang yang baru dikenal (Kudus et al. 2017)
c) Angka Kejadian Hospitalisai
Angka kejadian anak yang terpaksa berada di lingkungan baru karena
menjalani hospitalisasi meningkat tiap tahun. Berdasarkan laporan Profile
Kesehatan Ibu Dan Anak,2018) ditahun 2016 data anak dengan hospitalisasi yang
mendapat jaminan kesehatan sebanyak 3,88%, dan pada tahun 2017 meningkat
menjadi 4,43%. Diakhir tahun 2018 kejadian anak dengan hospitalisasi bertambah
menjadi 5,21%. Sedangkan jumlah anak yang pernah mengalami hospitalisasi
yang menggunakan jaminan lebih banyak yaitu tahun 2016 sebanyak 53,74%,
ditahun 2017 menurun hingga 49,36%, dan pada tahun terakhir 2018 lebih kurang
menjadi 48,68%.
d) Dampak Hospitalisasi
Dampak yang sering terjadi pada anak dengan hospitalisasi adalah stress.
Stress seringkali dialami anak dengan hospitalisasi, tress yang dirasakan anak
merupakan suatu dampak yang dapat menimbulkan kecemasan terutama pada
anak yang mengalami hospitalisasi (Noviati, Imas, and Anisa 2018). Stress anak
dengan hospitalisasi meningkatkan rasa cemas yang berlebihan pada anak dan
orang tua. Gangguan perkembangan juga merupakan dampak negatif lain yang
terjadi akibat hospitalisasi, semakin sering anak menjalani hospitalisasi akan
semakin beresiko tinggi mengalami gangguan pada perkembangan motorik anak.
Stress yang dialami anak dengan hospitalisasi mempengaruhi tingkat kesembuhan
pada anak. Anak yang mengalami stress akan mengalami gangguan
perkembangan (Noviati et al. 2018). Stress terdiri dari keadaan emosional, dengan
komponen psikologis, social dan fisiologis yang dapat mempengaruhi individu
pada setiap tahap perkembangannya. Stress yang dialami anak mempengaruhi
tingkat kesembuhan anak saat dirumah sakit. Stress yang dirasakan seorang anak
dapat memberikan efek negatif dalam perkembangan hidup anak. Perubahan yang
terjadi dapat dapat berupa psikis atau fisik. Perubahan secara fisikyang terjadi
pada anak dengan hospitalisasi yaitu reaksi negatif yang akan dikeluarkan anak
adalah seperti menendang-nendang, berteriakteriak dan perlawanan sampai
tingkat diperlukan pengendalian fisik oleh beberapa orang. Perubahan psikisyang
terjadi pada anak yaitu bisa disebabkan karena anak harus berpisah dengan
keluarga dan lingkungan bermain. Pada kondisi tersebut anak memberikan respon
perubahan perilaku, yaitu menolak untuk makan, memberikan reaksi menangis,
memanggil orang tua, dan menunjukan tingkah laku yang agresif.
e) Pengalaman Anak
Pengalaman adalah sesuatu kejadian yang pernah terjadi atau dialami, baik
itu pengalaman yang baik atau buruk (KBBI, 2013). Menjalani perawatan di
rumah sakit dapat menjadi pengalaman yang tidak menyenangkan bagi anak dan
orang tua. Secara umum, anak akan merasakan kecemasan karena perpisahan
dengan orang tua/orang terdekat, kehilangan kontrol diri, dan ketakutan akan rasa
sakit. Anak akan menangis, menjerit, dan menolak petugas kesehatan. Berada di
lingkungan yang asing, petugas kesehatan yang asing, pelengkapan dan prosedur
pengobatan dan pembedahan, perubahan aktivitas rutin, melihat kondisi sakit
pasien lain, dan membuat anak kehilangan kontrol untuk melakukan aktivitas
yang biasa mereka lakukan.
C. Konsep Askep
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan pasien menurut Lyer et al (1996, dalam Setiadi,
2012).
Tujuan pengkajian
Tujuan pengkajian menurut Dermawan (2012) adalah sebagai berikut:
1) Untuk memperoleh informasi tentang keadaan kesehatan pasien.
2) Untuk menentukan masalah keperawatan dan kesehatan pasien.
3) Untuk menilai keadaan kesehatan pasien.
4) Untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan langkah-langkah
berikutnya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah langkah kedua dari proses keperawatan yang
menggambarkan penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok maupun
masyarakat terhadap permasalahan kesehatan baik aktual maupun potensial. Dimana
perawat mempunyai lisensi dan kompetensi untuk mengtasinya ( Sumijatun, 2010 )
3. Etiologi
Etiologi atau faktor penyebab adalah faktor klinik dan personal yang dapat
merubah status kesehatan atau mempengaruhi perkembangan masalah. Merupakan
pedoman untuk merumuskan intervensi.
Unsur – unsur dalam identifikasi etiologi meliputi unsur PSMM :
1) Patofisiologi penyakit : semua proses penyakit, akut atau kronis yang dapat
menyebabkan atau mendukung masalah.
2) Situasional : personal dan lingkungan (kurang pengetahuan, isolasi sosial).
3) Medikasi (berhubungan dengan program perawatan atau pengobatan) :
keterbatasan institusi atau rumah sakit, sehingga tidak mampu memberikan
perawatan.
4) Maturasional : adolensent (ketergantungan dalam kelompok), young adult
(menikah, hamil, menjadi orang tua), dewasa (tekanan karier).
4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
dan pasien (Riyadi, 2010). Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Setiadi, 2012)
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan intervensi keperawatan
dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah diberikan (Deswani, 2009). Evaluasi
keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan apakah
rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi
rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011).
6. Patofisiologi
Patofisiologi merupakan gabungan dari kata patologi dan fisiologi, yang artinya
adalah ilmu yang mempelajari gangguan fungsi pada organisme yang sakit, meliputi asal
penyakit, permulaan perjalanan dan akibat
7. Prognosis
(bahasa Yunani Kuno: πρόγνωσις "peramalan") adalah istilah kedokteran yang
mengacu kepada prediksi mengenai perkembangan suatu penyakit, misalnya mengenai
apakah tanda dan gejala suatu penyakit akan membaik atau malah memburuk (dan
seberapa cepat), atau apakah akan terjadi komplikasi atau apakah pasien akan sembuh.
Prognosis dibuat sesuai dengan deskripsi penyakit, kondisi fisik dan kejiwaan pasien,
obat dan terapi yang tersedia, serta faktor-faktor lainnya.
D. Kasus Semu
An. Y umur 17 tahun datang ke rumah sakit diantar dengan keluarganya pada hari Rabu
21 September 2022 dengan keluhan sesak nafas, demam, pasien tampak lemas dan
terlihat kurus. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien sering mengalami sesak nafas
sebelumnya. Setelah dilakukan pemeriksaan di dapati hasil sebagai berikut : TD 100/60
mmHg, RR 24x/menit, N 103x/menit, S 39c. untuk selanjutnya pasien dirawat dan di
pantau secara intensive di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2011. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Dompas, R., Rahim, R., Nelista, Y., Fembi, P. N., Ningsih, O. S., Purnamawati, I. D., ... &
Nababan, S. (2022). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Yayasan Penerbit Muhammad Zaini.
Farida, A. (2010). Teori & Konsep Tumbuh Kembang Bayi, Toddler, Anak, Dan Usia Remaja.
Yogyakarta : Huha Medika
Heri Saputro dan Intan Fazrin. 2017. Anak Sakit Wajib Bermain Di Rumah Sakit : Penerapan
Terapi Bermain Anak Saki, Proses, Manfaat Dan Pelaksanannya. Ponorogo: Forum Ilmiah
Kesehatan
Hulinggi, Ismanto, Gresty Masi, Amatus Yudi Ismanto, Program Studi, Ilmu Keperawatan,
Fakultas Kedokteran, and Universitas Sam Ratulangi. 2018. “Hubungan Sikap Perawat Dengan
Stres Akibat Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Rsu Pancaran Kasih Gmim Manado.”
6.
Noviati, Elis, Iim Imas, and Fidya Anisa. 2018. “Hubungan Peran Keluarga Dengan Tingkat
Kecemasan Anak Usia Sekolah Yang Mengalami Hospitalisasi.” (2017):256– 61
Wijayaningsih. (2013). Standar Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Trans Info Media