Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

Asuhan Keperawatan Anak ISPA


Dosen Pengampu :Oktiani Tejaningsih., M.Kep.,Ners

Disusun oleh:

1) Ibnu Alfan Refaldi (180711080)


2) Wafa Niada’wa (180711087)
3) Dwi Sofiyatul Hasanah (180711092)
4) Desi Ratnasari (180711095)
5) Diana Novita (180711100)
6) Dwi Ayu Widiarini (191711001)
7) Okawanti (160711051)
8) Rayi Nuraini (191711039)

Kelas: 4 C

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2019/2020
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdullilah atas segala limpahan karunia Allah swt berkat ridhonya kami
mampu merampungkan makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa juga kami haturkan shalawat
serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, para sahabatnya dan
semua umatnya yang selalu istiqomah sampai akhir zaman.
Penulisan makalah ini memiliki tujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Anak dengan judul Asuhan Keperawatan Anak ISPA. Dalam perampungan
makalah ini, kami mendapatkan isi materi dari berbagai sumber, yang semoga insyaallah
bermanfaat, bagi yang membaca dan memahami materi ini,
Akhirul kalam, kami sadar bahwa makalah ini penuh dengan kekurangan. Oleh sebab itu,
kami sangat berharap kritik dan sarannya demi penyempurnaan makalah ini. Harapan kami
semoga makalah ini dapat bermanfaat, aamiin.

Cirebon, Juni 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

BAB I...............................................................................................................................................1

PENDAHULUAN...........................................................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1

C. Tujuan penulisan...............................................................................................................1

D. Manfaat.............................................................................................................................2

BAB II.............................................................................................................................................3

PENDAHULUAN...........................................................................................................................3

A. DEFINISI..........................................................................................................................3

B. PREVELENSI...................................................................................................................4

C. ETIOLOGI........................................................................................................................4

D. MANIFESTASI KLINIS..................................................................................................6

E. KOMPLIKASI..................................................................................................................7

H. Untuk mengetahui perawatan dan pengobatan ISPA.............................................................9

I. Pendididkan kesehatan yang harus diberikan pada keluarga................................................9

J. Asuhan keperawatan.............................................................................................................11

A. KESIMPULAN.....................................................................................................................15

B. SARAN.................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) di negara berkembang masih merupakan masalah
kesehatan yang menonjol, terutama pada anak. Penyakit ini pada anak merupakan penyebab
kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) yang tinggi. Angka kematian ISPA di negara
maju berkisar antara 10 -15 %, sedangkan di negara berkembang lebih besar lagi.
Di Indonesia angka kematian ISPA diperkirakan mencapai 20 %.
Hingga saat ini salah satu penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat adalah ISPA. (Infeksi
Saluran Pernapasan Akut). ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang
terjadi. Setiap anak diperkirakan mengalami 3 - 6 episode ISPA setiap tahunnya. 40 % - 60 %
dari kunjungan di puskesmas adalah oleh penyakit ISPA (Anonim, 2009).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan ISPA?


2. Apa saja prevalensi dari ISPA ?
3. Apa saja etiologi terjadinya ISPA ?
4. Bagaimana manifestasi Klinis ISPA ?
5. Apa saja komplikasi ISPA ?
6. Apa dampak pada tubuh kembang anak jika terjadi ISPA ?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada ISPA ?
8. Apa sajakah pengobatan dan perawatan ISPA ?
9. Apa pendidikan kesehatan yang harus dinerikan pada keluarga (discard planning) ?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan ISPA pada anak ?

C.   Tujuan penulisan

a. Untuk mengetahui pengertian ISPA


b.      Untuk mengetahui prevalensi dari ISPA
c.       Untuk mengetahui etiologi terjadinya ISPA
d.       Untuk mengetahui manifestasi Klinis ISPA
e. Untuk mengetahui komplikasi ISPA
f. Untuk menetahui dampak pada tubuh kembang anak jika terjadi ISPA
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada ISPA
h. Untuk mengetahui pengobatan dan perawatan ISPA
i. Untuk mengetahui pendidikan kesehatan yang harus dinerikan pada keluarga (discard
planning)
j. Untuk mengetahui A
k. suhan Keperawatan ISPA pada anak

D. Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini agar mahasiswa mengetahui tentang Asuhan
keperawatan serta memahami penyakit ISPA pada anak dengan peradangan pada sistem
respirasi.
BAB II

PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing
dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan
menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian
Roberts; 1990; 450).
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah ISPA adalah infeksi saluran
pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan saluran pernapasan adalah
organ mulai dari hidung sampai gelembung paru (alveoli), beserta organ-organ disekitarnya
seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput paru. Sebagian besar dari infeksi saluran
pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati
dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
ISPA merupakan kepanjangan dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan mulai diperkenalkan
pada tahun 1984 setelah dibahas dalam lokakarya Nasional ISPA di Cipanas. Istilah ini
merupakan padanan istilah bahasa inggris yakni Acute Respiratory Infections (ARI).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas
mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya,
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari.
Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga,
radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang
bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah Pneumonia.(WHO)
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang
cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat
beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran
pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and
Wong; 1991; 1419).
B. PREVELENSI
World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran
hidup adalah 15%-20% pertahun pada usia balita. Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan
balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit.
Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan
ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan prosentase
22,30% dari seluruh kematian balita (Depkes, 2008). Berdasarkan prevalensi ISPA tahun
2010 di Indonesia telah mencapai 25% dengan rentang kejadian yaitu sekitar 17,5 % - 41,4 %
dengan 16 provinsi diantaranya mempunyai prevalensi di atas angka nasional. Prevalensi
ISPA tertinggi pada balita (>35%), sedangkan terendah pada kelompok umur 15 - 24 tahun.
Prevalensi cenderung meningkat lagi sesuai dengan meningkatnya umur. Prevalensi antara
laki-laki dan perempuan relatif sama, dan sedikit lebih tinggi dipedesaan. Prevalensi ISPA
cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran rumah
tangga per kapita lebih rendah. (Depkes, 2010) Menurut data Riskesdas tahun 2007 – 2011
sekitar 18 Juta penduduk dilaporkan memiliki prevalensi penyakit ISPA.

C.       ETIOLOGI
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus,
Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan
lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar
diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di
luar Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di
negara berkembang streptococcus pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri
yang selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru dan 69, 1%
hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada anak
umumnya disebabkan oleh virus.
 Faktor Pencetus ISPA
1)      Usia
Anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit
ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan
tubuhnya lebih rendah.
2)      Status Imunisasi
Anak dengan status imunisasi yang lengkap, daya tahan tubuhnya lebih baik
dibandingkan dengan anak yang status imunisasinya tidak lengkap.
3)      Lingkungan
Lingkungan yang udaranya tidak baik, seperti polusi udara di kota-kota besar dan asap
rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA pada anak.
 Faktor Pendukung terjadinya ISPA
1)      Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak
peningkatan penduduk miskin disertai dengan kemampuannya menyediakan lingkungan
pemukiman yang sehat mendorong peningkatan jumlah Balita yang rentan terhadap serangan
berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan mendorong meningkatnya
penyakit ISPA dan Pneumonia pada Balita.
2)      Kependudukan
Jumlah penduduk yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi Balita yang besar
pula. Ditambah lagi dengan status kesehatan masyarakat yang masih rendah, akan menambah
berat beban kegiatan pemberantasan penyakit ISPA.
3)      Geografi
Sebagai daerah tropis, Indonesia memiliki potensi daerah endemis beberapa penyakit
infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis
dapat mendorong terjadinya peningkatan kaus maupun kemaian penderita akibat ISPA. Dengan
demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan mengatasi semua
faktor risiko dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
4)      Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
PHBS merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA. Perilaku bersih dan
sehat tersebut sangat dipengaruhi oleh budaya dan tingkat pendidikan penduduk. Dengan makin
meningkatnya tingkat pendidikan di masyarakat diperkirakan akan berpengaruh positif terhadap
pemahaman masyarakat dalam menjaga kesehatan Balita agar tidak terkena penyakit ISPA yaitu
melalui upaya memperhatikan rumah sehat dan lingkungan sehat.
5)      Lingkungan dan Iklim Global
Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana
transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit
ISPA. Demikian pula perubahan iklim gobal terutama suhu, kelembapan, curah hujan,
merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA.
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi
saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan
A -hemolityc streptococus, clamydia trachomatis, mycoplasma danstaphylococus,
haemophylus influenzae, pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada
usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu. Ukuran dari lebar
penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit.
Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup
secara keseluruhan dari jalan nafas.

D. MANIFESTASI KLINIS
Saluran Pernafasan merupakan bagian tubuh yang seringkali terjangkit infeksi oleh
berbagai jenis mikroorganisme. Tanda dan gejala dari infeksi yang terjadi pada sluran pernafasan
tergantung pada fungsi saluran pernafasan yang terjangkit infeksi, keparahan proses infeksi, dan
usia seseorang serta status kesehatan secara umum (Porth, 2011).
Djojodibroto (2009) menyebutkan tanda dan gejala ISPA sesuai dengan anatomi saluran
pernafasan yang terserang yaitu:
 Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas. Gejala yang sering timbul yaitu pengeluaran
cairan (discharge) nasal yang berlebihan, bersin, obstruksi nasal, mata berair, konjungtivitis
ringan, sakit tenggorokan yang ringan sampai berat, rasa kering , batuk, lesu,sakit kepala,
dan demam.
 Gejala infeksi saluran pernafasan bagian bawah. Gejala yang timbul biasanya didahului
oleh gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas seperti hidung buntu, pilek, dan sakit
tenggorokan. Batuk yang bervariasi dari ringan sampai berat, biasanya dimualai dengan
batuk yang tidak produktif. Setelah beberapa hari akan terdapat produksi sputum yang
banyak; dapat bersifat mucus tetapi dapat juga mukopurulen. Pada pemeriksaan fisik,
biasanya akan ditemukan suara wheezing atau ronkhi yang dapat terdengar jika produksi
sputum meningkat.
Dan juga tanda dan gejala lainnya dapat berupa batuk, kesulitan bernafas, sakit
tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala. Sebagian besar dari gejala saluran pernapasan
hanya bersifat ringan seperti batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam
dan sakit kepala tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotic (Rahmayatul, 2013).

E. KOMPLIKASI
Komplikasi merupakan akibat dari invasi bakteri sinus paranasal dan bagian-bagian lain
saluran pernafasan limfonodi dapat juga terlibat dan kadang-kadang bernanah. Mastoiditis,
selulitis peritonsiler, sinusitis, atau selulitis periorbital dapat terjadi. Komplikasi yang paling
sering adalah otitis media, yang ditemukan pada bayi – bayi kecil sampai sebanyak 25
persennya. Kebanyakan, infeksi virus saluran pernafasan atas juga melibatkan saluran
pernafasan bawah, dan pada banyak kasus, fungsi paru menurun walaupun gejala saluran
pernafasan bawah tidak mencolok atau tidak ada (Nelson, 2007).

F. DAMPAK
Anak yang terkena ISPA biasanya akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
nyeri tenggorok dan kesulitan menelan. Akibatnya, anak enggan makan sehingga
berisiko tinggi untuk kekurangan pasokan gizi yang dibutuhkan untuk menunjang
proses tumbuh kembang.
Parahnya lagi, anak yang terkena ISPA juga akan menjadi rewel dan mengalami
badan lemas. Keadaan ini membuat si Kecil terhalang untuk melakukan
aktivitasnya, sehingga waktu untuk bermain dan belajar menjadi sangat berkurang.
Lebih jauh, ISPA juga menggangu kualitas tidur sang anak. Ketika hidung
mengalami masalah seperti pilek ataupun tersumbat, si Kecil menjadi tidak dapat
tidur dengan nyenyak. Padahal, tidur yang cukup dan berkualitas merupakan salah
satu faktor yang berperan dalam menunjang laju tumbuh kembang si Kecil.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA ISPA

A. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium dan test diagnostik ISPA menurut Betz dan souwden (2000) :
a. Pemeriksaan Radiologi (foto torak) adalah untuk mengetahui penyebab dan mendiagnosa
secara tepatb. Pemeriksaan RSV adalah untuk mendiagnosis RSV (Respiratori Sinisial Virus) c.
Gas Darah Arteri yaitu untuk mengkaji perubahan pada sistem saluran pernafasan kandungan
oksigen dalam darahd. Jumlah sel darah putih normal atau meningkat
B. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian terutama pada jalan nafas:
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan.
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui
pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan bersihan Jalan
nafas .
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada
rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum

C. Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :


1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+)
sesuai dengan jenis kuman 2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan
H. Untuk mengetahui perawatan dan pengobatan ISPA

 Perawatan ISPA
Seperti telah disebutkan sebelumnya, ISPA paling sering disebabkan oleh virus, sehingga akan
sembuh sendiri tanpa perlu penanganan khusus. Beberapa tindakan untuk meredakan gejala
dapat dilakukan secara mandiri di rumah, yaitu dengan:
 Memperbanyak istirahat dan konsumsii air putih untuk mengencerkan dahak, sehingga
lebih mudah untuk dikeluarkan.
 Mengonsumsi minuman lemon hangat atau madu untuk membantu meredakan batuk.
 Berkumur dengan air hangat yang diberi garam, jika mengalami sakit tenggorokan.
 Menghirup uap dari semangkuk air panas yang telah dicampur dengan minyak kayu putih
atau mentol untuk meredakan hidung yang tersumbat.
 Memposisikan kepala lebih tinggi ketika tidur dengan menggunakan bantal tambahan,
untuk melancarkan pernapasan.

 Pengobatan ISPA :
 Obat untuk meredakan demam dan nyeri di tubuh.
 Obat untuk mengatasi hidung berair dan tersumbat.
 Obat untuk mengurangi batuk
 Obat untuk mengurangi peradangan dan pembengkakan saluran pernapasan bagian atas.
 Obat untuk membasmi bakteri penyebab infeksi jika disebabkan oleh bakteri.

I. Pendididkan kesehatan yang harus diberikan pada keluarga

Peran orang tua untuk melakukan pencegahan ISPA yang baik pada anak merupakan
salah satu peran orang tua dalam merawat anak.Berdasarkan penelitian yang dilakukan di
Puskesmas perilaku pencegahan ISPA yang kurang baik oleh Ibu dapat meningkatkan angka
kejadian ISPA pada balita sebanyak 4,6 kali lebih tinggi daripada Ibu yang melakukan tidakan
pencegahan dengan baik (Romaito, 2015).Penyebab tingginya kasus ISPA di Indonesia pada
kalangan balita juga tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan ibu tentang ISPA.Penelitian yang
dilakukan Andriani (2014) menyatakan bahwa 74,4% ISPA pada balita terjadi dengan Ibu
dengan pengetahuan rendah mengenai ISPA.Penelitian ini menunjukan bahwa pengetahuan yang
baik dapat menjadikan seorang Ibu lebih siaga terhadap penyakit ISPA pada balita dan memiliki
upaya pencegahan yang lebih baik (Andriani, 2014).
Pengetahuan baik yang dimiliki oleh responden pada penelitian ini dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktoryaitu usia, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan keluarga. Hal lainnya
yang mendukung pengetahuan masyarakat pada penelitian ini adalah ketersediaan fasilitas dan
media informasi oleh Puskesmas.Beberapa faktor yang dapat mendukung periaku pencegahan
ISPA pada masyarakat adalah ketersediaan fasilitas atau sarana kesehatan di Puskesmas, media
edukasi, dan sikap perilaku petugas kesehatan yang baik. Namun, terdapat beberapa faktor
lainnya yang kurang mendukung perilaku pencegahan ISPA pada masyarakat yakni keyakinan,
nilai, dan persepsi masyarakat, serta faktor lingkungan fisik.
Saran:
Penelitian ini memberikan saran bagi mahasiswa keperawatan untuk mengembangkan
pengetahuan lebih dalam dan mencari sumber informasi atau literatur terbaru mengenai tindakan
yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA dalam lingkup keluarga.
Sumber informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran maupun sumber dalam
menyusun asuhan keperawatan. Selain itu, materi tersebut juga dapat digunakan untuk
memberikan edukasi saat menerapkan asuhan keperawatan pada keluarga. Saran bagi Pelayanan
Kesehatan adalah mempertahankan kegiatan penyuluhan kesehatan yang telah rutin diadakan,
khususnya untuk materi pencegahan penularan penyakit yang bersifat infeksius seperti ISPA
Kesadaran keluarga akan pentingnya melakukan pencegahan ISPA pada balita dapat
ditingkatkan melalui pendidikan kesehatan secara singkat saat keluarga membawa anaknya
berobat ke klinik MTBS. Oleh karena itu, petugas kesehatan khususnya Perawat yang
berinteraksi secara langsung pada keluarga dapat memberikan informasi atau penyuluhan yang
tepat, serta mensosialisasikan perilaku yang baik dalam mencegah terjdinya penyakit ISPA.
Dengan demikian, keluarga akan lebih mudah menyerap informasi yang disampaikan secara
langsung oleh tenaga kesehatan. Saran bagi masyarakat adalah untuk meningkatkan kesadaran
akan bahaya dari penyakit ISPA serta komplikasinya. Masyarakat juga perlu sadar akan
tingginya faktor risiko penyakit. Dikarenakan tingginya tingkat polusi kepadatan penduduk, serta
kebersihan lingkungan yang belum terjaga. Masyarakat dianjurkan untuk menjaga sanitasi
lingkungan, memberikan ventilasi dan pencahayaan yang cukup di dalam rumah, menjauhkan
anak dari penderita ISPA, serta melindungi anak dari paparan polusi dan asap rokok untuk
mencegah terjadinya ISPA pada anak. Saran bagi peneliti selanjutnya adalah untuk
mengembangkan penelitian lebih dalam mengenai perilaku pencegahan ISPA dan kaitannya
dengan kejadian ISPA yang dialami oleh balita. Hal ini bertujuan untuk mengevaluasi
keefektifan perilaku pencegahan ISPA yang diakukan oleh masyarakat atau keluarga.

J. Asuhan keperawatan

Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru.
Tujuan kriteria hasil :

1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

Intervensi :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
6. Lakukan suction pada mayo
7. Berikan bronkodilator bila perlu
8. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
9. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
10. Monitor respirasi dan status O2
11. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
12. Pertahankan jalan nafas yang paten
13. Atur peralatan oksigenasi
14. Monitor aliran oksigen
15. Pertahankan posisi pasien
16. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
17. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Diagnosa II : Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme


Tujuan Kriteria Hasil :
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing

Intervensi :
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
4. Monitor intake dan output
5. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
6. Berikan pasien kompres air hangat, hindari pemberian kompres dingin.
7. Tingkatkan sirkulasi udara.
8. Kolaborasi pemebrian cairan intravena.
9. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas.
10. Kolaborasi pemberian antipiretik.
11. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

Diagnosa III : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak
mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan

Tujuan Kriteria Hasil :


1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Intervensi :
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
5. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
6. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
7. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
8. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
9. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
10. BB pasien dalam batas normal
11. Monitor turgor kulit
12. Monitor mual dan muntah
13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
14. Monitor pertumbuhan dan perkembangan

Diagnosa IV : Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang


informasi.
Tujuan Kriteria Hasil :
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan.
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya.
Intervensi :
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik.
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.
6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit.
7. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
8. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat

B. Evaluasi :
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian
tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan
myocarditis (Doenges, 1999) adalah :
1. Bersihan jalan nafas efektif, tidak ada bunyi atau nafas tambahan.
2. Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C
3. Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.
4. Pengetahuan adekuat serta tidak terjadi komplikasi pada klien.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Seperti yang diuraikan diatas bahwa ISPA mempunyai variasi klinis bermacam-
macam,maka timbul persoalan pada pengenalan (diagnostik) dan pengelolaannya.
Sampai saat ini belum ada obat khusus antivirus. Idealnya pengobatan bagi ISPA
bakterial adalah pengobatansecara rasional. Pengobatan yang rasional adalah
apabila pasien mendapatkan antimikrobayang tepat sesuai dengan kuma penyebab.
Untuk dapat melakukan hal ini , kuman penyebabISPA dideteksi terlebih dahulu
dengan mengambil material pemeriksaan yang tepat,kemudian dilakukan
pemeriksaan mikrobiologik , baru setelah itu diberikan antimikroba
yangsesuai.Kesulitan menentukan pengobatan secara rasional antara lain kesulitan
memperolehmaterial pemeriksaan yang tepat, sering kali mikroorganisme itu baru
diketahui dalam waktuyang lama., kuman yang ditemukan adalah kuman komensal,
tidak ditemukan kuman penyebab.Melihat berbagai alasan yang telah diuraikan
diatas maka sebaiknya pendekatan yangdigunakan adalah pengobatan secara
empirik lebih dahulu, setelah diketahui kuman penyebab beserta antimikroba yang
sesuai, terapi selanjutnya disesuaikan.

B. SARAN

1.Semoga makalah sederhana ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi
pembaca.
2. Makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca terutama perawat
dalam membuat Asuhan Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Anas tamsuri. (2008). Klien gangguan pernapasan.jakarta : ECG

Djojodibroto, Darmanto. (2009). Respirologi (respiratory medivine ) jakarta : ECG

Dinas kesehatan kabupaten pasuruan (2015). Profile kesehatan indonesia. Jakarta : Dinas
kesehatan pemerintah indonesia
Fillacano, Rahmayatul.( 2013). Huungan lingkungan dalam rumah terhadap ISPA pada balita di
kelurahan ciputat kota tangerang selatan tahun 2013, unpudblished skripsi, program study
kesehatan masyarakat, universitas islan negeri syarif hidaatullah, jakarta.

Anda mungkin juga menyukai