Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN

Disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah


Falsafah dan Teori Keperawatan
Dosen Pembimbing : Miftahul Falah, MSN

Disusun Oleh:

Kelompok Genap
• Adit Rijki Maulana • Nafil Ikhsan Hibatullah
• Dede Ovi Sopiah • Nissa Nur Awalliyah
• Destria Nurul Fauzia • Neng Hana Nur Fadilah
• Faisal Asmi Zaelani • Pupung Purnama Syabaniah
• Faizal Yanuar • Rifan Ardiansah Abdillah
• Fauzia Maulana Ferdiansyah • Reval Gunawan Fikriansyah
• Firda Inayati Hamdi Umi • Siti Lediawati
• Helmi Fauzan Zamaludin • Suprayogi
• Kaka Azi Fadhilah Pebrian • Yanti Herawati

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan ramat-Nya, yaitu berupa nikmat kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Falsafah dan Teori Keperawatan.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini.
Semoga makalah kami dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu,
terutama dalam pendidikan keperawatan dan kesehatan lainnya khususnya dalam
memahami arti dari Falsafah dan Teori Keperawatan.

Tasikmalaya, 23 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A.Latar belakang .............................................................................................. 1
B. Permasalahan................................................................................................ 2
BAB II PENDAHULUAN.................................................................................. 3
A. Pengertian .................................................................................................... 3
B. Etiologi ........................................................................................................ 3
C. Tanda-tanda bahaya .................................................................................... 4
D. Penatalaksanaan Kasus Ispa ........................................................................ 5
E. Perawatan dirumah ...................................................................................... 7
F. Pencegahan dan Pemberantasan .................................................................. 8
G. Pelaksana pemberantasan ............................................................................ 9
H. Paramedis Puskesmas Puskesmas pembantu ............................................ 10
I. Kader kesehatan ........................................................................................ 10
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................... 11
BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 16
A. Kesimpulan ............................................................................................... 16
B. Saran .......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA (Infeksi
Saluran Pernafasan Akut) di Indonesia. Pada akhir tahun 2000, terjadi lima
kasus di antara 1.000 bayi/balita. Berarti, akibat pneumonia sebanyak 150.000
bayi/balita meninggal tiap tahun atau 12.500 korban per bulan atau 416 kasus
sehari atau 17 anak per jam atau seorang bayi/balita tiap lima menit.
ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena
menyebabkan kematian bayi dan balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4
kematian yang terjadi. Setiap tahunnya, 40 % - 60 % pasien di Puskesmas adalah
penderita ISPA. Kematian terbesar umumnya disebabkan pneumonia pada bayi
berumur kurang dari 2 bulan. Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat
terutama ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut
saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah.
ISPA adalah suatu penyakit yang banyak diderita oleh anak- anak, baik di negara
berkembang maupun di negara maju dan sudah mampu. Banyak dari mereka perlu
masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran
pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai
pada masa dewasa, dimana ditemukan adanya hubungan dengan terjadinya
Chronic Obstructive .
Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi.
Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam
keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi. Data
morbiditas penyakit pneumonia di Indonesia per tahun berkisar antara 10 -20 %
dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan
Kediri, NTB adalah 17,8 %, Kabupaten Indramayu adalah 9,8 %). Bila kita
mengambil angka morbiditas 10 % pertahun, berarti setiap tahunnya jumlah
penderita pneumonia di Indonesia berkisar 2,3 juta .Penderita yang dilaporkan
baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 berjumlah 98.271.

1
Diperkirakan bahwa separuh dari penderita pneumonia terjadi pada kelompok
umur 0-6 bulan.
Program pemberantasan ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun
1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
khususnya pada bayi dan balita, namun kelihatannya angka kesakitan dan
kematian tersebut masih tetap tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan
penelitian yang telah disebutkan di atas.
ISPA dapat mengakibatkan kehidupan terancam, ISPA meliputi proses
radang akut yang melibatkan hidung, sinus para nasal, ruang telinga tengah,
orofaring,dan tonsil serta daerah laringo epiglotis.

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas maka penulis ingin
mencoba untuk mengemukakan upaya pemberantasan ISPA dengan prioritas
kepada penata laksanaan kasus ISPA pada bayi, anak-anak dan keluarga.
Terutama memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Mengingat tujuan
pembangunan kesehatan dalam upaya menurunkan angka mortalitas dan
morbilitas, sehingga tujuan pembangunan nasional untuk memperoleh sumber
daya manusia yang berkualitas, baik fisik maupun mental akan tercapai.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut,
dengan pengertian sebagai berikut:

➢ Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh


manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
➢ Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa
saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam
saluran pernafasan (respiratory tract)
➢ Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas
14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari.

B. Etiologi

Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus serta riketsia.
Bakteri penyebabnya diantaranya dari genus Streptokokus, Stafilokokus,
Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan Korinebakterium. Virus penyebabnya
terdiri dari golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus,
Mikoplasma, Herpesvirus. Bakteri seringkali menyertai infeksi virus, umumnya
virus penyebab ISPA merupskan virus ringan dan dapat sembuh sendiri.

3
C. Tanda-tanda bahaya
Pada biasanya suatu penyakit saluran pernapasan ditandai dengan keluhan-
keluhan serta gejala-gejala yang ringan. Dalam beberapa hari ke depan penyakit
mungkin akan menunjukan gejalanya menjadi lebih berat dan jika semakin berat
dapat mengakibatkan terjatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan bahkan
mungkin meninggal. Jika sudah dalam kegagalan pernapasan maka diperlukan
penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi,
maka perlu diusahakan supaya gejala yang ringan tidak menjadi lebih berat agar
gejala berat tersebut cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak terjatuh dalam
kegagalan pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan
tanda-tanda laboratoris, sebagai berikut:
1) Tanda-tanda klinis:
➢ Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah
atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
➢ Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
➢ Pada sistem cerebral adalah: gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
➢ Pada hal umum adalah: letih dan berkeringat banyak.

2) Tanda-tanda laboratoris:
➢ Hypoxemia,
➢ Hypercapnia, dan
➢ Acydosis (metabolik dan atau respiratorik)
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur dua bulan sampai lima
tahun ialah tidak bisa minum, kejang-kejang, kesadaran menurun, stridor serta
gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari dua
bulan ialah kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun bahkan kurang
dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang-kejang, kesadaran
menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.

4
D. Penatalaksanaan Kasus Ispa
Penemuan dini penderita pneumonia dari penatalaksanaan kasus yang
benar merupakan langkah untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya
kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk
yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA).
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA dapat memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan
antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan
obat, dan batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus
mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai
bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA. Penatalaksanaan
ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, serta melihat dan mendengarkan
anak.
Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis
akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap
dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju
anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan
dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit.
Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat
didiagnosa dan diklassifikasi.

b. Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai
berikut:
➢ Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
➢ Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

5
➢ Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia (4).
➢ Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit
ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan
dan untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.

1) Untuk golongan umur kurang dua bulan, ada 2 klasifikasi penyakit yaitu:
➢ Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding
pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan
umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
➢ Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan
kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.

2) Untuk golongan umur dua bulan sampai lima tahun, ada 3 klasifikasi penyakit
yaitu:
➢ Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat
diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
➢ Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2
-12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun
adalah 40 kali per menit atau lebih.
➢ Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

c. Pengobatan
➢ Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral,
oksigendan sebagainya.
➢ Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita
tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik
pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.

6
➢ Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan
di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat
batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila
pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat)
disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai
radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik
(penisilin) selama 10 hari.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan
perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk dosis dapat dilihat
pada lampiran berikut:

E. Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA.
1) Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia dua bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan
parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus
segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali setiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan
diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan
pada air (tidak perlu air es).

2) Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional misalnya
jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh,
diberikan tiga kali sehari.

7
3) Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu
lebih sering dari biasanya. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap
diteruskan.

4) Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak
dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan
menambah parah sakit yang diderita.

5) Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan
rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang
berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih
parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi
cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak
memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.
Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan
agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh.
Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari
anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang .

F. Pencegahan dan Pemberantasan


Pencegahan dapat dilakukan dengan :
➢ Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
➢ Immunisasi.
➢ Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
➢ Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.

Pemberantasan yang dilakukan adalah:


➢ Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.
➢ Pengelolaan kasus yang disempurnakan.

8
➢ Immunisasi

G. Pelaksana pemberantasan
Tugas pemberatasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama.
Kepala Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di
wilayah kerjanya. Sebagian besar kematiaan akibat penyakit pneumonia terjadi
sebelum penderita mendapat pengobatan petugas Puskesmas. Karena itu peran
serta aktif masyarakat melalui aktifitas kader akan sangat membantu menemukan
kasus-kasus pneumonia.
yang perlu mendapat pengobatan antibiotik (kotrimoksasol) dan kasus-
kasus pneumonia berat yang perlusegera dirujuk ke rumah sakit.
Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut:
➢ Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau
sarana dan tenaga yang tersedia.
➢ Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan standar
kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.
➢ Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus- kasus pneumonia
berat/penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh
perawat/paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu.
➢ Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa dirujuk ke
rumah sakit.
➢ Bersama dengan staff puskesmas memberi kan penyuluhan kepada ibu-ibu
yang mempunyai anak balita. perihal pengenalan tanda-tanda penyakit
pneumonia serta tindakan penunjang di rumah,
➢ Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang di beri
wewenang mengobati penderita penyakit ISPA,
➢ Melatih kader untuk bisa, mengenal kasus pneumonia serta dapat
memberikan penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyaki ISPA,
➢ Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan
pemberantasan penyakit ISPA. menditeksi hambatan yang ada serta
menanggulanginya termasuk aktifitas pencatatan dan pelaporan serta
pencapaian target.

9
H. Paramedis Puskesmas pembantu
➢ Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk
yang ada.
➢ Melakukan konsultasi kepada dokter Puskesmas untuk kasus-kasus ISPA
tertentu seperti pneumoni berat, penderita dengan weezhing dan stridor.
➢ Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader.
➢ Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
➢ Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas
sehubungan dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA.

I. Kader kesehatan
➢ Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan
pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.
➢ Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa
(bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal
tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit
➢ Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan
pneumonia) dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional obat
batuk putih.
➢ Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat.
➢ Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-
daerah yang terpencil (atau bila cakupan layanan Puskesmas tidak
menjangkau daerah tersebut) dapat diberi wewenang mengobati kasus-
kasus pneumonia (tidak berat) dengan antibiotik kontrimoksasol.
➢ Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk .

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. DATA UMUM
1 . Nama kepala keluarga (KK) : Bapak B
2. Umur : 50 tahun
3. Pendidikan : S1
4. Pekerjaan : Guru
5. Alamat : RT 03 RW 05, Kelurahan Mantrijeron,
Kec. Kahuripan, Kota Tasikmalaya.
6. Agama : Islam

Pengkajian
a) Identitas Pasien
1. Nama : An 1
2. Umur : 16 th
3. Jenis Kelamin : Laki laki
4. Agama : Islam

b) Riwayat Kesehatan
➢ Anak ke 2 menderita ISPA sekitar 10 hari,sudah diperiksakan di Rs Jasa
Kartini sekitar 5 hari yang lalu tapi kondisi belum membaik.
➢ Keluarga Bp B belum tahu benar apa yang di maksud dengan ISPA dan bagai
mana cara perawatannya.

c) Kebiasan sehari-hari
Nutrisi : pola makan 3 x sehari
Komposisi makan : seimbang
Minuman : semua anggota keluarga Rata-rata7 gelas per hari
Latihan dan Olah Raga : semua anggota keluarga tidak mempunyai kebiasaan ber
olahraga.

11
d) Lingkungan
➢ Perumahan : udara dalam rumah agak lembab,sinar matahari kurang masuk
kedalam rumah, jarak rumah dengan rumah lain rapat,kebersihan dan
kerapihan cukup baik.
➢ Rumah : terdiri dari satu lantai,bangunan semi permanen,kamar tidak ada
jendela.
Sumber air adalah sumur, membuang sampah pada tempat sampah kemudian
di bakar.
Fasilitas Kesehatan yang sering digunakan adalah Rumah Sakit Jasa Kartini
Penghasilan per bulan Rp 5.000.000,-

e) Status Kesehatan
Anggota keluarga yang lain dalam kondisi sehat,tetapi anak bungsunya akhir-
akhir ini sudah muali bersin-bersin dan mengeluh kepalanya agak pusing.
ANALISIS DATA

DATA DIAGNOSA

Data subyektif :Keluarga Bp B mengatakan tidak Kurang pengetahuan


mengetahui benar apa yang dimaksud dengan ISPA dan berhubungan dengan kurangnya
cara perawatanya. pemahaman terhadap sumber
sumber informasi.
Data subyektif : Resiko terjadinya penyakit
infeksi berulang pada keluarga
Data Obyektif : udara dalam rumah agak lembab,sinar
Bapak B khususnya anak 2
matahari kurang masuk kedalam rumah, jarak rumah
berhubngan dengan
dengan rumah lain rapat. Rumah terdiri dari satu
ketidakmampuan keluarga
lantai,bangunan semi permanen,kamar tidak ada jendela.
merawat anggota keluarga yang
mengalami ISPA

-
Data subyektif :Anak bungsunya mulai bersin-bersin Resiko penularan penyakit

12
mengeluh kepalanya pusing ISPA pada keluarga Bapak B
khususnya anak bungsunya
Data Obyektif : udara dalam rumah agak lembab,sinar
berhubungan dengan
matahari kurang masuk kedalam rumah, jarak rumah
lingkungan perumahan dan
dengan rumah lain rapat. Rumah terdiri dari satu
status kesehatan
lantai,bangunan semi permanen,kamar tidak ada jendela.
-
1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap
sumber sumber informasi.
2. Resiko terjadinya penyakit infeksi berulang pada keluarga Bapak B khususnya
anak 2 berhubngan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
yang mengalami ISPA
3. Resiko penularan penyakit ISPA pada keluarga Bapak B khususnya anak
bungsunya berhubungan dengan lingkungan perumahan dan status Kesehatan

TUJUAN / KRETERIA EVALUASI DAN INTERVENSI


1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemahaman terhadap
sumber sumber informasi.
Tujuan :
➢ Menunjukan pengetahuan dan mengidentifikasikan keperluann untuk
penambahan informasi menurut penanganan yang dianjurkan.
➢ Menunjukan kemampuan dalam perawatan penyakitnya.

Intervensi :
➢ Memberikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman keluarga,
mengulangi informasi bila diperlukan.
➢ Menggunakan pendekatan pengajaran multipel,demonstrasi, dan secara
verbal,serta umpan balik tertulis.
➢ Mendokumentasikan isi pembicaraan pada catatan medis,bahan tertulis yang
di berikan, dan pemahaman keluarga tentang informasi.
➢ Mengikutkan keluarga atau anggota keluarga lain bila memungkinkan.

13
2. Resiko terjadinya penyakit infeksi berulang pada keluarga Bapak B khususnya
anak 2 berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga
yang mengalami ISPA
Tujuan :
➢ Factor resiko akan hilang dengan di buktikan oleh ke adekuatan status imun
pasien,pengatahuan yang penting,pengendalian infeksi,dan secara konsisteen
menujukan perilaku deteksi resiko ,dan pengendalian resiko.
➢ Terbebas dari tanda atau gejala infeksi.

Intervensi :
➢ Pengendalian infeksi: meminimalkan penularan agen infeksius
➢ Perlindungan terhadap : mencegah dan mendeteksi dini pada pasien yang
beresiko
➢ Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit dan pengobatan
peningkatan resiko terhadap infeksi.
➢ Instruksikan untuk menjaga personal hygiene agar terlindung terhadap infeksi
➢ Ajarkan teknik mencuci tangan yang benar.
➢ Ajarkan kepada pasien dan keluarganya tanda atau gejala infeksi dan kapan
harus melaporkannya kepusat kesehatan.
➢ Bersikan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan pasien.

3. Resiko penularan penyakit ISPA pada keluarga Bapak B khususnya anak


bungsunya berhubungan dengan lingkungan perumahan dan status kesehatan.
Tujuan :
➢ Mengambarkan factor yang menunjang penularan infeksi.
➢ Memantau factor resiko lingkungan dan perilaku seseorang.
➢ Melaporkan tanda atau gejala infeksi serta mengikuti prosedur pernafasan dan
pemantauan.

14
➢ Factor resiko akan hilang dengan di buktikan oleh ke adekuatan status imun
pasien,pengatahuan yang penting,pengendalian infeksi,dan secara konsisteen
menujukan perilaku deteksi resiko ,dan pengendalian resiko.

Intervensi :
➢ Pengendalian infeksi: meminimalkan penularan agen infeksius
➢ Perlindungan terhadap : mencegah dan mendeteksi dini pada pasien yang
beresiko
➢ Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit dan pengobatan
peningkatan resiko terhadap infeksi.
➢ Instruksikan untuk menjaga personal hygiene agar terlindung terhadap
infeksi.
➢ Ajarkan teknik mencuci tangan yang benar.
➢ Ajarkan kepada pasien dan keluarganya tanda atau gejala infeksi dan kapan
harus melaporkannya kepusat kesehatan.
➢ Bersikan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan pasien.
➢ Pertahankan teknik isolasi bila diperlukan,
➢ Terapkan kewaspadan universal.

15
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan anak-
anak, penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia.
Klasifikasi penyakit ISPA tergantung kepada pemeriksaan dan tanda-tanda bahaya
yang diperlihatkan penderita, Penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA
diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu peranserta masyarakat terutama ibu-ibu,
dokter, para medis dam kader kesehatan untuk menunjang keberhasilan
menurunkan angka, kematian dan angka kesakitan sesuai harapan pembangunan
nasional.

B. Saran
Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena
pneumonia, maka diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat
diprioritaskan. Disamping itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA
perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan, serta
penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah dilaksanakan
sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2000, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta


Corwin E, Patofisiologi (buku Saku), EGC, Jakarta
Ranuh, IG. G, Pendekatan Risiko Tinggi Dalam Pengelolaan Pelayanan
Kesehatan Anak. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. FK-
UNAIR 1980.
Santosa, G. Masalah Batuk pada Anak. Continuing Education Anak. FK-UNAIR.
1980
Gawat Darurat Dibidang Pulmonologi .Simposium Gawat Darurat Pada Anak.
Surabaya. 1987.
DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
Pada Anak. Jakarata, :10 ,1991.
Santoso budi,panduan diagnosa keperawatan nanda,prima medika 2005,jakarta
Wilkinson,judith M, buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NICdan
kretiria NOC.buku kedokter EGC,2007 jakarta.

iii

Anda mungkin juga menyukai