Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit
yang sering terjadi pada anak.ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama
kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40%- 60% kunjungan berobat di
Puskesmas dan 15%-30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap
rumah sakit disebabkan oleh ISPA. Salah satu penyakit ISPA yang menjadi target
program pengendalian ISPA adalah pneumonia.1

Bakteri adalah penyebab utama infeksi saluran pernapasan bawah, dan


Streptococcus pneumoniae di banyak negara merupakan penyebab paling umum
pneumonia yang didapat dari luar rumah sakit yang disebabkan oleh
bakteri.Namun demikian, patogen yang paling sering menyebabkan ISPA adalah
virus, atau infeksi gabungan virus-bakteri. Sementara itu, ancaman ISPA akibat
organisme baru yang dapat menimbulkan epidemi atau pandemi memerlukan
tindakan pencegahan dan kesiapan khusus.1
Pneumonia adalah penyebab kematian balita tertinggi di dunia, lebih
banyak dibandingkan dengan penyakit lainnya seperti AIDS, Malaria, Campak.
Di dunia setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena
pneumonia (1 balita / 15 detik) dari 9 juta total kematian balita. Diantara 5
kematian balita, 1 diantaranya meninggal karena pneumonia.Bahkan badan
kesehatan dunia (WHO) menyebut sebagai ”the forgotten killer of
children”.Sementara berdasarkan Riskesdas (2013), penyebab kematian bayi
terbanyak diare (31,4%) dan pnemonia (23,8%). Sedangkan penyebab terbanyak
kematian anak balita adalah diare (25,2%) dan pnemonia (15,5%).1,2
Dari haril riskesdas 2013, Period prevalence pneumonia balita adalah 1,85
%. Lima provinsi yang mempunyai insiden Pneumonia Balita tertinggi adalah
Nusa Tenggara Timur (38,5%), Aceh (35,6%), Bangka Belitung (34,8 %),
Sulawesi Barat (34,8%) dan Kalimantan Tengah (32,7%). Dari laporan rutin
puskesmas tahun 2014 disebutkan jumlah pneumonia balita yang dilaporkan

1
2

adalah 657.490 kasus dan 496 kematian balita karena pneumonia. Sementara
kelengkapan laporan provinsi mencapai 83 % dan kab/kota 77%, angka ini
meningkat dibanding tahun sebelumnya.2
Menurut profil kesehatan Indonesia tahun 2017, perkiraan presentase kasus
penemuan pneumonia pada Provinsi Sumatera Selatan sebesar 3,61%, cakupan
penemuan pneumonia pada balita di indonesia adalah 51,19%. Angka kematian
akibat pneumonia pada balita tahun 2016 sebesar 0,22% pada tahun 2017
menjadi 0,34%. Pada tahun 2017, Angka kematian akibat Pneumonia pada
kelompok bayi lebih tinggi yaitu sebesar 0,56% dibandingkan pada kelompok
anak umur 1 – 4 tahun sebesar 0,23%.Pneumonia juga selalu berada pada daftar
10 penyakit terbesar setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Hal ini menunjukkan
bahwa pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat utama dan berkontribusi tinggi terhadap angka kematian balita di
Indonesia.Pneumonia balita merupakan penyakit yang dapat didiagnosis dan
diobati dengan teknologi dan biaya yang murah, namun jika terlambat maka akan
menyebabkan kematian pada balita.3
Pusat Kesehatan Masyarakat yang dikenal dengan sebutan Puskesmas
adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bertanggung jawab atas
kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya pada satu atau bagian wilayah
kecamatan.4Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan
untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam
rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat.5
Di Puskesmas Merdeka kota Palembang, berdasarkan cakupan kegiatan
penialaian kinerja puskesmas menurut Standar Pelayanan Minimal, cakupan
balita dengan pneumonia yang ditemukan tahun 2018 adalah57.8% dari target
100%. Pencapaian Program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) perihal
penemuan kasus pneumonia di Puskesmas Merdeka Palembang tahun 2018
belum memenuhi target.Oleh sebab itu, penulis tertarik mengangkat topik ini
sebagai tugas akhir Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Kedokteran Komunitas di Puskesmas Merdeka Palembang.
3

1.2. Rumusan Masalah


Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan penemuan balita
dengan pneumonia di Wilayah Kerja Puskesmas MerdekaPalembang tahun
2018?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui, mengidentifikasi dan menganalisis penyebab serta menyusun
rencana tindak lanjut penyelesaian masalah rendahnya penemuan kasus
pneumonia pada balita di Puskesmas Merdeka Palembang.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Mengidentifikasi prioritas penyebab masalah belum tercapainya target
cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita di Puskesmas Merdeka
tahun 2018.
2. Menentukan prioritas kegiatan untuk meningkatkan target cakupan
penemuan kasus pneumonia pada balita di Puskesmas Merdeka Palembang.
3. Menyusun Rencana Usulan Kegiatan (RUK) dan uraian perhitungan
anggaran kegiatan yang terpilih untuk meningkatkan cakupan penemuan
kasus pneumonia pada balita di Puskesmas Merdeka Palembang.

1.4. Manfaat Penulisan


1.4.1. Manfaat Bagi Puskesmas
Sebagai bahan kajian bagi Puskesmas dalam penentu kebijakan untuk
meningkatkan angka penemuan kasus pneumonia yang akan datang.

1.4.2. Manfaat Bagi Kesehatan


Sebagai sarana informasi sehingga dapat memberikan saran serta
dukungan terhadap upaya penemuan kasus pneumonia pada balita di Puskesmas
Merdeka Palembang.
4

1.4.3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan


Diharapkan dapat menambah pengetahuan serta informasi mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan serta upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan penemuan kasus pneumonia pada balita di
MerdekaPalembang.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah istilah yang berasal dari
bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). ISPA terdiri dari tiga unsur,
yaitu: infeksi, saluran pernapasan dan infeksi akut. Infeksi adalah peristiwa
masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam jaringan tubuh manusia dan
berkembangbiak sehingga menimbulkan gejala penyakit.Saluran pernapasan
adalah organ yang terdiri dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya
seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut merupakan
infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.6

2.1.2 Etiologi ISPA


ISPA adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri,
mycoplasma, atau aspirasi substansia asing yang melibatkan suatu atau semua
bagian saluran pernapasan. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus,
sedangkan ISPA bagian bawah umumnya disebabkan oleh virus, bakteri dan
mycoplasma. Virus penyebab ISPA antara lain golongan Miksovirus
(termasukvirusinfluenza,viruscampak,dan virus parainfluenza:Adenovirus,
Pikornavirus, Koronavirus,Herpesvirus, dan Mycoplasma. Bakteri penyebab
ISPA antaralain adalah dari genus Streptococcus, Pneumococcus, Hemophilus,
Staphylococcus, Corynebacterium dan Bordetella.6

2.1.3 Klasifikasi ISPA


Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi menurutDepkes RI sebagai berikut6:
1) Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut
Infeksi yang menyerang bagian hidung sampai faring seperti pilek,
faringitis, dan otitis media.
6

2) Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut


Infeksi yang menyerang mulai dari bagian laring sampai alveoli seperti
epiglotitis, bronkitis, bronkiolitis, laringitis, laringotrakeitis, dan
pneumonia.

Program Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) mengkalsifikasikan


penyakit pneumonia menjadi dua golongan, yakni7:
1) Kelompok umur < 2 bulan, dibagi atas :
a. Pneumonia berat, bila batuk disertai dengan napas cepat (fast
breathing), dimana frekuensi pernapasan 60 kali/menit atau lebih, atau
adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam yang
kuat (severe chestindrawing).
b. Non pneumonia, bila tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah dan
frekuensi pernapasan normal.

2) Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun, dibagi atas :


a. Pneumonia sangat berat, bila batuk dan mengalami kesulitan saat
bernapas yang disertai sianosis sentral, adanya tarikan dinding dada,
dan kejang.
b. Pneumonia berat, bila batuk dan mengalami kesulitan bernapas serta
ada tarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral.
c. Pneumonia, bila batuk dan terjadi kesukaran bernapas yang disertai
dengan napas cepat, yaitu >50 kali/menit untuk umur 2-12 bulan, dan
>40kali/menit untuk umur 12 bulan sampai 5 tahun.
d. Non pneumonia, bila mengalami batuk pilek saja, tidak ada tarikan
dinding dada, tidak ada napas cepat, frekuensi kurang dari 50 kali/menit
pada anak umur 2-12 bulan dan kurang dari 40 kali/menit untuk umur
12 bulan sampai 5 tahun.
7

Tabel 1. Klasifikasi ISPA Menurut Kelompok Umur


Umur Kriteria Gejala Klinis
Batuk bukan Tidak ada napas cepat dan tidak ada
pneumonia tarikan dinding dada bagian bawah
2 bulan - <5 Pneumonia Adanya napas cepat dan tidak ada
tarikan dinding dada bagian bawah
tahun
ke dalam
Pneumonia berat Adanya tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam
Bukan Pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada
tarikan dinding dada bagian bawah
<2 bulan ke dalam yang kuat
Penumonia Berat Adanya napas cepat dan tarikan
dinding dada bagian bawah ke
dalam yang kuat
Sumber: Kementerian Kesehatan RI (2016)

2.2 Pneumonia
2.2.1 Definisi
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian
besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil
disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi, dll). Pada pneumonia yang
disebabkan oleh kuman, menjadi pertanyaan penting adalah penyebab dari
pneumonia (virus atau bakteri).Pneumonia seringkali dipercaya diawali oleh
infeksi virus kemudian mengalami infeksi sekunder. Secara klinis pada anak
sulit membedakan pneumonia bakterial dengan pneumonia viral.8

2.2.2 Etiologi Pneumonia


Penyebab pneumonia dibedakan berdasarkan agen penyebab infeksi, baik
itu bakteri, virus, maupun parasit.Pada umumnya terjadi akibat adanya infeksi
bakteri pneumokokus (Streptococcus pneumoniae).Beberapa penelitian
menemukan bahwa kuman ini menyebabkan pneumonia hampir pada semua
kelompok umur dan paling banyak terjadi di negara-negara
berkembang.Bakteri-bakteri lain seperti Staphylococcus, Pneumococcus, dan
Haemophylus influenzae, serta virus dan jamur juga sering menyebabkan
pneumonia. Salah satu penelitian yang dilakukan pada 2000 anak di Bandung
8

tahun 2000 ditemukan adanya 30% positif pneumonia berdasarkan hasil


pemeriksaan sediaan apus tenggorokan dengan 65% di antaranya adalah kuman
pneumokokus.8

Tabel 2. Etiologi Pneumonia Menurut Umur


Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir – 20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri an aerob
Streptococcus grup B Haemophillus influenza
Listeria monocytogenes Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyctims
Virus
3 minggu -3 bulan Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia Haemophilus influenza tipe
B
Virus Moraxella cathralis
Virus adeno Staphylococcus aureus
Virus influenza Ureaplasma urealyctims
Respiratory syncytial virus Virus
Virus parainfluenza 1,2,3 Virus sitomegalo
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Haemophilus influenza tipe
B
Streptococcus pneumonia Moraxella cathralis
Mycoplasma pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitidis
Virus adeno Virus
Virus influenza Virus varisela-Zoster
Respiratory syncytial virus
Virus rinovirus
parainfluenza
5 tahun- remaja Bakteri Bakteri
Chalmydia trachomatis Haemophilus influenza tipe
B
Streptococcus pneumonia Legionella
Mycoplasma pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus adeno
Virus influenza
Respiratory syncytial virus
Virus rinovirus
parainfluenza
Virus Epstein-Barr
Virus Varisela Zoster
Sumber : Ikatan Dokter Anak Indonesia (2012)
9

2.2.3 Klasifikasi
Program Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) mengkalsifikasikan
penyakit pneumonia menjadi dua golongan, yakni7:
1) Kelompok umur < 2 bulan, dibagi atas :
a. Pneumonia berat, bila batuk disertai dengan napas cepat (fast
breathing), dimana frekuensi pernapasan 60 kali/menit atau lebih, atau
adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam yang
kuat (severe chestindrawing).
b. Non pneumonia, bila tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah dan
frekuensi pernapasan normal.

2) Kelompok umur 2 bulan sampai < 5 tahun, dibagi atas :


a. Pneumonia sangat berat, bila batuk dan mengalami kesulitan saat
bernapas yang disertai sianosis sentral, adanya tarikan dinding dada,
dan kejang.
b. Pneumonia berat, bila batuk dan mengalami kesulitan bernapas serta
ada tarikan dinding dada, tetapi tidak disertai sianosis sentral.
c. Pneumonia, bila batuk dan terjadi kesukaran bernapas yang disertai
dengan napas cepat, yaitu >50 kali/menit untuk umur 2-12 bulan, dan
>40kali/menit untuk umur 12 bulan sampai 5 tahun.
d. Non pneumonia, bila mengalami batuk pilek saja, tidak ada tarikan
dinding dada, tidak ada napas cepat, frekuensi kurang dari 50 kali/menit
pada anak umur 2-12 bulan dan kurang dari 40 kali/menit untuk umur
12 bulan sampai 5 tahun.

Berdasarkan klinis dan epidemiologis8:


a. Pneumonia Komuniti (Community-Acquired Pneumonia)
b. Pneumonia Nosokomial (Hospital-Acquired Pneumonia/ Nosocomial
Pneumonia)
c. Pneumonia Aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised
10

Berdasarkan agen penyebab8:


a. Pneumonia Bakterial / tipikal. Klebsiella pada penderita alkoholik,
staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, LegionelladanChlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderita daya tahan tubuh lemah

2.2.4 Faktor Risiko


1. Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik yang dapat meningkatkan risiko kejadian dan risiko
kematian akibat pneumonia pada balita adalah9:
a. Umur
Umur mempengaruhi mekanisme pertahanan tubuh seseorang.Bayi dan
balita mempunyai mekanisme pertahanan tubuh yang masih lemah
dibandingkan dengan orang dewasa sehingga balita masuk dalam
kelompok yang rawan terkena infeksi, misalnya diare, ISPA dan
pneumonia.
b. Status Gizi
Status gizi sangat berpengaruh terhadap daya tahan tubuh. Balita yang
mempunyai status gizi baik maka akan mempunyai daya tahan tubuh
yang baik dibandingkan dengan balita status gizi kurang maupun buruk.
Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai bagian dari faktor risiko
kejadian pneumonia.
c. Status Imunisasi
Cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan
pneumonia. Cara yang paling efektif saat ini adalah dengan pemberian
imunisasi DPT dan campak.Pemberian imunisasi campak dapat
mencegah kematian pneumonia sekitar 11%, sedangkan imunisasi DPT
dapat mencegah kematian pneumonia sekitar 6%.
11

d. Jenis Kelamin
Di dalam buku pedoman P2 ISPA, disebutkan bahwa anak laki-laki
adalah faktor risiko mempengaruhi kesakitan pneumonia.Anak
perempuan mempunyai kebutuhan biologis dan pada lingkungan yang
optimal mempunyai keuntungan yang diperkirakan sebesar 0,15-1 kali
lebih diatas anak laki-laki dalam hal tingkat kematian.
e. ASI Ekslusif
Kolustrum mengandung zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu
buatan. Zat kekebalan pada ASI melindungi bayi dari diare, alergi dan
infeksi saluran napas terutama pneumonia. Bayi yang diberi ASI
eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan bayi yang tidak
menapatkan asupan ASI eksklusif.
f. Defisiensi Vitamin A
Pada kasus kekurangan vitamin A, fungsi kekebalan tubuh menurun
sehingga mudah terserang infeksi.Lapisan sel yang menutupi trakea dan
paru mengalami kreatinisasi sehingga mudah dimasuki oleh kuman dan
virus yang menyebabkan infeksi saluran napas terutama pneumonia.
g. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
BBLR menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental
pada masa balita. Bayi dengan BBLR mempunyai risiko kematian yang
lebih besar dibandingkan dengan bayi dengan berat lahir normal terutama
pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat kekebalan
kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi
terutama penumonia dan infeksi saluran pernapasan lainnya

2. Faktor Ektrinsik
Faktor ektrinsik yang dapat meningkatkan risiko kejadian dan risiko
kematian akibat pneumonia pada balita, kondisi fisik rumah yang
berhubungan dengan kejadian pneumonia antara lain adalah mengenai
kelembaban udara, ventilasi atau proses penyediaan udara segar dan
pengeluaran udara kotor secara alamiah.10
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, luas
12

penghawaan atau ventilasi yang permanen minimal 10% dari luas lantai.
Kepadatan hunian, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan tentang
persyaratan kesehatan perumahan, luas ruang tidur minimal (panjang x
lebar) 8 meter2, dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur
dalam satu ruangan tidur kecuali anak umur dibawah 5 tahun.10
Polusi udara didalam rumah juga dapat disebabkan oleh karena asap
rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran yang
tidak sempurna dari kendaraan bermotor. Pendidikan ibu mempunyai
pengaruh besar dalam tumbuh kembang bayi dan balita, karena pada
umumnya pola asuh anak ditentukan oleh ibu.10
Tingginya mortalitas dan morbiditas pneumonia lenih disebabkan
oleh kurangnya informasi dan pemahaman yang diperoleh dari seorang ibu.
Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah sangat mempengaruhi
risiko morbiditas dan mortalitas pneumonia karean akan terlambat
memperoleh diagnosa sehingga mempengaruhi upaya pertolongan yang
dibutuhkan.10

2.2.5 Patofisiologi
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi.Suatu reaksi
inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta
karbon dioksida.Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke
dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara.Area paru
tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan
bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli dengan
mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar.Darah vena yang memasuki
paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri
jantung tanpa mengalami oksigenasi.Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi
kanan ke sisi kiri jantung.Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak
teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemia arterial.
Sindrom Pneumonia Atipikal.Pneumonia yang berkaitan dengan
mikoplasma, fungus, klamidia, demam-Q, penyakit Legionnaires’.Pneumocystis
carinii, dan virus termasuk ke dalam sindrom pneumonia atipikal.
13

Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang


paling umum. Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi oleh
membran berlapis tiga tanpa dinding sel. Organisme ini tumbuh pada media
kultur khusus tetapi berbeda dari virus. Pneumonia mikoplasma paling sering
terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewasa muda.
Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang
terinfeksi, melalui kontak dari individu ke individu.Pasien dapat diperiksa
terhadap antibodi mikoplasma.
Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial ketimbang alveolar.Pneumonia
ini menyebar ke seluruh saluran pernapasan, termasuk bronkiolus.Secara umum,
pneumonia ini mempunyai ciri-ciri bronkopneumonia.Sakit telinga dan miringitis
bulous merupakan hal yang umum terjadi. Pneumonia atipikal dapat
menimbulkan masalah-masalah yang sama baik dalam ventilasi maupun difusi
seperti yang diuraikan dalam pneumonia bakterial.

2.3. Pengendalian Pneumonia di Indonesia


2.3.1 Pencegahan dan Penanggulangan Pneumonia
1. Pencegahan penyakit menular Pneumonia
Upaya pencegahan penyakit pneumonia meliputi kelengkapan imunisasi,
perbaikan gizi anak termasuk promosi ASI, peningkatan kesehatan ibu hamil
untuk mencegah BBLR, mengurangi kepadatan hunian rumah, dan
memperbaiki ventilasi rumah.8
2. Penanggulangan penyakit menular pneumonia
Suatu upaya untuk menekan penyakit menular di masyarakat serendah
mungkin sehingga tidak menjadi gangguan kesehatan bagi masyarakat. Ada
tiga kelompok sasaran yaitu:8
a. Kelompok sasaran langsung pada sumber penularan pejamu
Sumber penularan pneumonia adalah manusia maka cara paling efektif
adalah dengan memberikan pengobatan.
b. Sasaran ditujukan pada cara penularan
Penularan penyakit pneumonia dapat berlangsung melalui perantara udara
maupun kontak langsung.Upaya pencegahan melalui kontak langsung
14

bisasanya dititik beratkan ada penyuluhan kesehatan.Pencegahan


penularan melalui udara dapat dilakukan dengan perbaikan sistem
ventilasi serta aliran udara dalam potensial.
c. Sasaran ditujukan pada pejamu potensial
Peningkatan kekebalan khusus dapat dilakukan dengan pemberian
imunisasi dasar sebagai bagian dari program pembangunan kesehatan
yang ternyata cukup berhasil dalam usaha meningkatkan derajat
kesehatan serta menurunkan angka kematian bayi dan balita.Saat ini
vaksinasi yang dapat mencegah pneumonia pada bayi dan balita yang
diterapkan Indonesia sebagai program imunisasi dasar baru DPT dan
Campak saja. Penanggulangan penyakit pneumonia menjadi fokus
kegiatan utama program P2 ISPA. Program ini mengupayakan agar istilah
pneumonia lebih dikenal di masyarakat sehingga memudahkan kegiatan
penyuluhan dan penyebaran informasi tentang penanggulangan
pneumonia.

2.3.2. Program Pemberantasan Penyakit ISPA di MTBS


Program P2 ISPA adalah suatu program pemberantasan penyakit menular
yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat
infeksi saluran pernapasan akut, terutama pneumonia pada usia di bawah lima
tahun.Program P2 ISPA dikembangkan dengan mengacu pada konsep
manajemen terpadu pemberantasan penyakit menular dan penyehatan
lingkungan berbasis wilayah. Konsep terpadu meliputi penanganan pada
sumber penyakit, faktor risiko lingkungan, faktor risiko perilaku, faktor risiko
perilaku dan kejadian penyakit dengan memperhatikan kondisi lokal. Tugas
pemberantasan penyakit ISPA merupakan tanggung jawab bersama. Kepala
Puskesmas bertanggung jawab bagi keberhasilan pemberantasan di wilayah
kerjanya.8

Dokter puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut7:


a. Membuat rencana aktifitas pemberantasan ISPA sesuai dengan dana atau
sarana dan tenaga yang tersedia.
15

b. Melakukan supervisi dan memberikan bimbingan penatalaksanaan


standar kasus-kasus ISPA kepada perawat atau paramedis.
c. Melakukan pemeriksaan pengobatan kasus-kasus pneumonia berat
ataupun penyakit dengan tanda-tanda bahaya yang dirujuk oleh perawat
atau paramedis dan merujuknya ke rumah sakit bila dianggap perlu.
d. Memberikan pengobatan kasus penumonia berat yang tidak bisa dirujuk
ke rumah sakit.
e. Bersama dengan staf puskesmas memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu
yang mempunyai anak balita perihal pengenalan tanda-tanda penyakit
pneumonia serta tindakan penunjang di rumah.
f. Melatih semua petugas kesehatan di wilayah puskesmas yang diberi
wewenang mengobati penderita penyakit ISPA.
g. Melatih kader untuk bisa mengenal kasus pneumonia serta dapat
memberikan penyuluhan terhadap ibu-ibu tentang penyakit ISPA.
h. Memantau aktifitas pemberantasan dan melakukan evaluasi keberhasilan
pemberantasan penyakit ISPA.
i. Mendeteksi hambatan yang ada serta menanggulanginya termasuk
aktifitas pencatatan dan pelaporan serta pencapaian target.

Paramedis Puskesmas mempunyai tugas sebagai berikut:


a. Melakukan penatalaksanaan standar kasus-kasus ISPA sesuai petunjuk
yang ada.
b. Melakukan konsultasi kepada dokter puskesmas untuk kasus-kasus ISPA
tertentu seperti pneumonia berat, penderita dengan wheezing dan stridor.
c. Bersama dokter atau dibawah petunjuk dokter melatih kader.
d. Memberikan penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
e. Melakukan tugas-tugas lain yang diberika oleh pimpinan Puskesmas
sehubungan dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA

Kader Kesehatan mempunyai tugas sebagai berikut7:


16

a. Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (penumonia berat dan


pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia.
b. Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek
biasa (bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta
perihal tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita
penyakit.
c. Merujuk kasus penumonia berat ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat.
d. Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk.

Gambar 1. Penilaian, Klasifikasi dan Tindakan Anak Sakit 2 bulan – 5 tahun

2.3.3 Kegiatan Pokok Pengendalian ISPA


Secara rinci kegiatan-kegiatan pokok Pengendalian ISPA dijabarkan
sebagai berikut7:

1. Advokasi dan Sosialisasi


17

Advokasi dan sosialisasi merupakan kegiatan yang penting dalam upaya


untuk mendapatkan komitmen politis dan kesadaran dari semua pihak
pengambil keputusan dan seluruh masyarakat dalam upaya pengendalian
ISPA dalam hal ini Pneumonia sebagai penyebab utama kematian bayi dan
Balita.
 Advokasi Dapat dilakukan melalui pertemuan dalam rangka
mendapatkan komitmen dari semua pengambil kebijakan.
 Sosialisasi Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman,
kesadaran, kemandirian dan menjalin kerjasama bagi pemangku
kepentingan di semua jenjang melalui pertemuan berkala,
penyuluhan/KIE.

2. Penemuan dan Tatalaksana Pneumonia Balita.


Penemuan penderita pneumonia Penemuan dan tatalaksana Pneumonia
merupakan kegiatan inti dalam pengendalian Pneumonia Balita.
 Penemuan penderita secara pasif
Dalam hal ini penderita yang datang ke fasilitas pelayanan
kesehatanseperti Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Rumah Sakit dan
Rumah sakit swasta.
 Penemuan penderita secara aktif
Petugas kesehatan bersama kader secara aktif menemukan penderita
baru dan penderita pneumonia yang seharusnya datang untuk
kunjungan ulang 2 hari setelah berobat.
Penemuan penderita pasif dan aktif melalui proses sebagai berikut:
 Menanyakan Balita yang batuk dan atau kesukaran bernapas
 Melakukan pemeriksaan dengan melihat tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam (TDDK) dan hitung napas.
 Melakukan penentuan tanda bahaya sesuai golongan umur < 2 bulan
dan 2 bulan - < 5 tahun
 Melakukan klasifikasi balita batuk dan atau kesukaran bernapas;
pneumonia berat, pneumonia dan batuk bukan pneumonia
Perkiraan jumlah penderita Pneumonia Balita
18

Perkiraan jumlah penderita Pneumonia Balita suatu Puskesmas didasarkan


pada angka insidens Pneumonia Balita dari jumlah Balita di wilayah kerja
Puskesmas yang bersangkutan. Jika angka insidens pneumonia untuk suatu
daerah belum diketahui maka dapat digunakan angka perkiraan (nasional)
insidens pneumonia Balita di Indonesia yang dihitung 10% dari total
populasi balita. Jumlah Balita di suatu daerah diperkirakan sebesar 10% dari
jumlah total penduduk.Namun jika provinsi, kabupaten/kota memiliki data
jumlah Balita yang resmi/riil dari pencatatan petugas di wilayahnya, maka
dapat menggunakan data tersebut sebagai dasar untuk menghitung jumlah
penderita pneumonia Balita.
Rumus perkiraan jumlah penderita pneumonia Balita di suatu wilayah kerja
per tahun adalah sebagai berikut :
 Bila jumlah Balita sudah diketahui
Insidens pneumonia Balita = 10% jumlah balita

 Bila jumlah balita belum diketahui


Perkiraan jumlah balita = 10% jumlah penduduk

Target
Target penemuan penderita pneumonia Balita adalah jumlah penderita
pneumonia Balita yang harus ditemukan/dicapai di suatu wilayah dalam 1
tahun sesuai dengan kebijakan yang berlaku setiap tahun secara nasional.

Tatalaksana
pneumonia Balita Pola tatalaksana penderita yang dipakai dalam
pelaksanaan Pengendalian ISPA untuk pengendalian pneumonia pada Balita
didasarkan pada pola tatalaksana penderita ISPA yang diterbitkan WHO
tahun 1988 yang telah mengalami adaptasi sesuai kondisi Indonesia.
Setelah penderita pneumonia Balita ditemukan dilakukan tatalaksana
sebagai berikut:
a. Pengobatan dengan menggunakan antibiotik: kotrimoksazol,
amoksisilin selama 3 hari dan obat simptomatis yang diperlukan
19

seperti parasetamol, salbutamol (dosis dapat dilihat pada bagan


terlampir).
b. Tindak lanjut bagi penderita yang kunjungan ulang yaitu penderita
2 hari setelah mendapat antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Rujukan bagi penderita pneumonia berat atau penyakit sangat
berat.

3. Ketersediaan Logistik
Meliputi ketersediaan obat, alat contohnya oxymetri, media KIE, pedoman
dan media pencatatan dan pelaporan.

4. Supervisi
Supervisi dilakukan untuk menjamin pelaksanaan pengendalian ISPA
berjalan sesuai dengan yang telah direncanakan/ditetapkan dalam pedoman
baik di provinsi, kabupaten/kota, Puskesmas dan rumah sakit menggunakan
instrumen supervisi (terlampir). Supervisi dilakukan secara berjenjang
difokuskan pada propinsi, kab/kota, Puskesmas yang:
 pencapaian cakupan rendah
 pencapaian cakupan tinggi namun meragukan
 kelengkapan dan ketepatan laporan yang kurang baik

5. Pencatatan dan Pelaporan


Untuk melaksanakan kegiatan pengendalian ISPA diperlukan data dasar
(baseline) dan data program yang lengkap dan akurat.
Data dasar atau informasi tersebut diperoleh dari :
 Pelaporan rutin berjenjang dari fasilitas pelayanan kesehatan hingga ke
pusat setiap bulan. Pelaporan rutin kasus pneumonia tidak hanya
bersumber dari Puskesmas saja tetapi dari semua fasilitas pelayanan
kesehatan baik swasta maupun pemerintah.
 Pelaporan surveilans sentinel Pneumonia semua golongan umur dari
lokasi sentinel setiap bulan.
 Laporan kasus influenza pada saat pandemi
20

Disamping pencatatatan dan pelaporan tersebut di atas, untuk


memperkuat data dasar diperlukan referensi hasil survei dan penelitian
dari berbagai lembaga mengenai pneumonia.Data yang telah terkumpul
baik dari institusi sendiri maupun dari institusi luar selanjutnya
dilakukan pengolahan dan analisis.Pengolahan dan analisis data
dilaksanakan baik oleh Puskesmas, kabupaten/kota maupun provinsi.Di
tingkat Puskemas pengolahan dan analisis data diarahkan untuk tujuan
tindakan koreksi secara langsung dan perencanaan operasional
tahunan.Sedangkan di tingkat kabupaten/kota diarahkan untuk tujuan
bantuan tindakan dan penentuan kebijakan pengendalian serta
perencanaan tahunan/5 tahunan di wilayah kerjanya masing-masing.
Melalui dukungan data dan informasi ISPA yang akurat
menghasilkan kajian dan evaluasi program yang tajam sehingga tindakan
koreksi yang tepat dan perencanaan tahunan dan menengah (5 tahunan)
dapat dilakukan. Kecenderungan atau potensi masalah yang mungkin
timbul dapat diantisipasi dengan baik khususnya dalam pengendalian
Pneumonia

6. Kemitraan dan Jejaring


Kemitraan merupakan faktor penting untuk menunjang keberhasilan
program pembangunan. Kemitraan dalam program Pengendalian ISPA
diarahkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat, lintas program, lintas
sektor terkait dan pengambil keputusan termasuk penyandang dana. Dengan
demikian pembangunan kemitraan diharapkan dapat lebih ditingkatkan,
sehingga pendekatan pelaksanaan pengendalian ISPA khususnya Pneumonia
dapat terlaksana secara terpadu dan komprehensif. Intervensi pengendalian
ISPA tidak hanya tertuju pada penderita saja tetapi terhadap faktor risiko
(lingkungan dan kependudukan) dan faktor lain yang berpengaruh melalui
dukungan peran aktif sektor lain yang berkompeten.
Untuk keberhasilan program Pengendalian ISPA diperlukan peningkatan
jejaring kerja (networking) dengan pemangku kepentingan. Berbagai manfaat
yang dapat diperoleh dari jejaring antara lain pengetahuan, keterampilan,
21

informasi, keterbukaan, dukungan, membangun hubungan, dll dalam upaya


pengendalian pneumonia di semua tingkat.

7. Peningkatan Kapasitas SDM


Dilakukan dengan cara:
 Pelatihan pelatih (TOT)
 Pelatihan bagi tenaga kesehatan
 Pelatihan autopsi verbal
 Pelatihan pengendalian ISPA bagi tenaga kesehatan

8. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring atau pemantauan pengendalian ISPA dan kesiapsiagaan
menghadapi pandemi influenza perlu dilakukan untuk menjamin proses
pelaksanaan sudah sesuai dengan jalur yang ditetapkan sebelumnya. Apabila
terdapat ketidaksesuain maka tindakan korektif dapat dilakukan dengan
segera. Monitoring hendaknya dilaksanakan secara berkala (mingguan,
bulanan, triwulan). Evaluasi lebih menitikberatkan pada hasil atau
keluaran/output yang diperlukan untuk koreksi jangka waktu yang lebih
lama misalnya 6 bulan, tahunan dan lima tahunan. Keberhasilan pelaksanaan
seluruh kegiatan pengendalian ISPA akan menjadi masukan bagi
perencanaan tahun/periode berikutnya.

2.4. Puskesmas
2.4.1. Definisi Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota
yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja.11

1) Unit Pelaksana Teknis


Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD),
puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis
22

operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana


tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.11

2) Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang optimal.11

3) Penanggungjawab Penyelenggaraan
Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan
kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian
upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.11

4) Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan,
tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka
tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan
keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing
puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.11

2.4.2. Tujuan Puskesmas


Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang5:
1) Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat
2) Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu
3) Hidup dalam lingkungan sehat, dan
23

4) Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok


dan masyarakat (Permenkes No. 75 Tahun 2014).

2.4.3. Wewenang Puskesmas


Dalam menyelenggarakan fungsi maka Puskesmas berwenang untuk5:
1) Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan
2) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan
3) Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan
4) Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lain terkait
5) Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat
6) Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas
7) Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan
8) Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu, dan
cakupan Pelayanan Kesehatan, dan
9) Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan
penyakit (Permenkes No. 75 Tahun 2014).

2.5. Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP)


2.5.1. Definisi Perencanaan
Perencanaan adalah suatu proses kerja yang terus menerus yang meliputi
pengambilan keputusan yang bersifat pokok dan penting dan yang akan
dilaksanakan secara sistematik, melakukan perkiraan dengan menggunakan
segala pengetahuan yang ada tentang masa depan, mengorganisir secara
sistematik segala upaya yang dipandang perlu untuk melaksanakan segala
keputusan yang telah ditetapkan, serta mengukur keberhasilan dari pelaksanaan
keputusan tersebut dengan membandingkan hasil yang dicapai terhadap target
24

yang ditetapkan melalu pemanfaatan umpan balik yang diterima dan yang telah
disusun secara teratur dan baik.12

2.5.2. Ciri – Ciri Perencanaan


Perencanaan yang baik mempunyai beberapa ciri yang harus diperhatikan.
Ciri yang dimaksud secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut12:
1) Bagian dari system administrasi
Suatu perencanaan yang baik adalah yang berhasil menempatkan
pekerjaan perencanaan sebagai bagian dari system administrasi secara
keseluruhan.Sesungguhnya, perencanaan pada dasarnya merupakan salah satu
dari fungsi administrasi yang amat penting.Pekerjaan administrasi yang tidak
didukung oleh perencanaan, bukan merupakan pekerjaan administrasi yang
baik.
2) Dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang dilakukan secara terus menerus
dan berkesinambungan.Perencanaan yang dilakukan hanya sekali bukanlah
perencanaan yang dianjurkan. Ada hubungan yang bekelanjutan antara
perencanaan dengan berbagai fungsi administrasi lain yang dikenal.
Disebutkan perencanaan penting untuk pelaksanaan, yang apabila hasilnya
telah dinilai, dilanjutkan lagi dengan perencanaan penting untuk pelaksanaan,
yang apabila hasilnya telah dinilai, dilanjutkan lagi dengan perencanaan.
3) Berorientasi pada masa depan
Suatu perencanaan yang baik adalah yang berorientasi pada masa depan.
Artinya, hasil dari pekerjaan perencanaan tersebut, apabila dapat
dilaksanakan, akan mendatangkan berbagai kebaikan tidak hanya pada saat
ini tapi pada masa yang akan datang.
4) Mampu menyelesaikan masalah
Suatu perencanaan yang baik adalah yang mampu menyelesaikan
berbagai masalah dan ataupun tantangan yang dihadapi.Penyelesaian masalah
dan ataupun tantangan yang dimaksudkan disini tentu harus disesuaikan
dengan kemampuan.
5) Mempunyai tujuan
25

Suatu perencanaan yang baik adalah yang mempunyai tujuan yang


dicantumkan secara jelas.Tujuan yang dimaksudkan disini biasanya
dibedakan atas dua macam, yakni tujuan umum yang berisikan uraian secara
garis besar, serta tujuan khusus yang berisikan uraian lebih spesifik.
6) Bersifat mampu kelola
Suatu perencanaan yang baik adalah yang bersifat mampu kelola, dalam
arti bersifat wajar, logis, objektif, jelas, runtun, fleksibel serta telah
disesuaikan dengan sumber daya.Perencanaan yang disusun tidak logis serta
tidak runtun, apalagi yang tidak sesuai dengan sumberdaya, bukanlah
perencanaan yang baik.

2.5.3. Macam-macam Perencanaan


Perencanaan banyak macamnya.Untuk keberhasilan pekerjaan
perencanaan, perlulah dipahami berbagai macam perencaan tersebut. Macam
perencanaan yang dimaksud adalah12:
1) Ditinjau dari jangka waktu berlakukanya rencana
a. Perencanaan jangka panjang
b. Perencanaan jangka menengah
c. Perencanaan jangka pendek
2) Ditinjau dari frekuensi penggunaan
a. Digunakan satu kali
b. Digunakan berulang kali
3) Ditinjau dari tingkatan rencana
a. Perencanaan induk
b. Perencanaan operasional
c. Perencanaan harian
5) Ditinjau dari filosofi perencanaan
a. Perencanaan memuaskan
b. Perencanaan optimal
c. Perencanaan adaptasi
6) Ditinjau dari orientasi waktu
a. Perencanaan berorientasi masa lalu-kini
26

b. Perencanaan berorientasi masa depan


c. Perencanaan kebijakan
7) Ditinjau dari ruang lingkup
a. Perencanaan strategik
b. Perencanaan taktis
c. Perencanaan menyeluruh
d. Perencanaan terpadu

2.5.4. Tujuan Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP)


a. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan kemampuan manajemen di puskesmas dalam
menyusun perencanaan kegiatan tahunan berdasarkan fungsi dan azas
penyelenggaraannya.4
b. Tujuan Khusus
1. Tersusunnya rencana usulan kegiatan (RUK) puskesmas untuk
tahun berikurnya dalam upaya mengatasi masalah atau sebagian
masalah kesehatan masyarakat.
2. Tersusunnya rencana pelaksanaan kegiatan (RPK) setelah
diterimanya alokasi sumber daya untuk kegiatan tahun berjalan
dari berbagai sumber.4

2.5.5. Manfaat Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP)


Manfaat PTP adalah4:
1. Perencanaan dapat memberikan petunjuk untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan secara efektif dan efisien demi mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
2. Perencanaan memudahkan pengawasan dan pertanggungjawaban.
3. Perencanaan dapat mempertimbangkan hambatan, dukungan dan
potensi yang ada.

2.5.6. Tahap Penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas


a. Tahap Persiapan
27

Tahap ini mempersiapkan staf puskesmas yang terlibat dalam


proses penyusunan perencanaan tingkat puskesmas agar memperoleh
kesamaan pandangan dan pengetahuan untuk melaksanakan tahap-
tahap perencanaan. Tahap ini dilakukan dengan cara4:
1. Kepala puskesmas membentuk tim penyusun perencanaan tingkat
puskesmas yang anggotanya terdiri dari staf puskesmas
2. Kepala puskesmas menjelaskan tentang pedoman perencanaan
tingkat puskesmas kepada tim agar dapat memahami pedoman
tersebut demi keberhasilan penyusunan perencanaan tingkat
puskesmas
3. Puskesmas mempelajari kebijakan dan pengarahan yang telah
ditetapkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan
propinsi dan departemen kesehatan

b. Tahap Analisis Situasi


Tahap ini dimaksudkan untuk memperoleh infomasi mengenai
keadaan dan permasalahan yang dihadapi puskesmas melalui proses
analisis terhadap data yang dikumpulkan. Tim yang telah disusun oleh
kepala puskesmas melakukan pengumpulan data. Ada dua kelompok
data yang perlu dikumpulkan yaitu data umum dan data khusus.4

c. Tahap Penyusunan Rencana Usulan Kegiatan (RUK)


Berikut tahapan dalam penyusunan RUK4:
1. Identifikasi Masalah
Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Identifikasi masalah dilaksanakan dengan membuat daftar
masalah yang dikelompokan menurut jenis program, cakupan,
mutu, ketersediaan sumber daya.

2. Prioritas Masalah
Telah disebutkan bahwa yang terpenting dalam perencanaan
adalah yang menyangkut proses perencanaan. Adapun yang
28

dimaksud dengan proses perencanaan disini ialah langkah-


langkah yang harus dilakukan dalam menyusun suatu rencana.
Untuk bidang kesehatan, langkah-langkah yang sering
dipergunakan adalah mengikuti prinsip lingkaran pemecahan
masalah.Sebagai langkah pertama dilakukanlah upaya
menetapkan prioritas masalah. Adapun yang dimaksudkan dengan
masalah disini ialah kesenjangan antara apa yang ditemukan
dengan apa yang semestinya.12
Mengingat adanya keterbatasan kemampuan mengatasi
masalah secara sekaligus, ketidaktersediaan teknologi atau adanya
keterkaitan satu masalah dengan masalah lainnya, maka perlu
dipilih prioritas dengan jalan kesepakatan tim. Bila tidak dicapai
kesepakatan dapat ditembuh dengan menggunakan kriteria lain.
Dalam penetapan prioritas masalah dapat mempergunakan
berbagai macam metode seperti kriteria matriks, MCUA, Hanlon,
Carl, dsb.Penetapan penggunaan metode tersebut diserahkan
kepada masing-masing puskesmas.4
3. Merumuskan Masalah
Hal ini mencakup apa masalahnya, siapa yang terkena
masalahnya, berapa besar masalahnya, dimana masalah itu terjadi
dan bila mana masalah itu terjadi (What, who, when, where dan
how).4
4. Mencari Akar Penyebab Masalah
Mencari akar masalah dapat dilakukan antara lain dengan
menggunakan metode4:
a. Diagram sebab akibat dari Ishikawa (disebut juga diagram
tulang ikan karena digambarkan membentuk tulang ikan)
b. Pohon masalah (problem trees)
Kemungkinan penyebab masalahnya dapat berasal dari :
a. Input (sumber daya) : jenis dan jumlah alat, obat, tenaga serta
prosedur kerja manajemen alat, obat dan dana
29

b. Proses (Pelaksana kegiatan) : Frekwensi, kepatuhan pelayanan


medis dan non medis
c. Lingkungan

5. Pemecahan Masalah
Untuk menetapkan cara pemecahan masalah dapat
dilakukan dengan kesepakatan diantara anggota tim. Bila tidak
terjadi kesepakatan dapat digunakan kriteria matriks.Untuk itu
harus dicari alternative pemecahan masalahnya.4

BAB III
PROFIL PUSKESMAS MERDEKA
30

3.1. Sejarah Singkat Puskesmas Merdeka


Puskesmas Merdeka berdiri tahum 1955 dan awalnya merupakan Klinik
Kesehatan untuk melayani pekerja Belanda yang bekerja di Kantor Ledeng
(sekarang Kantor Walikota).Seiring kemerdekaan RI, Klinik ini pun
diperuntukkan bagi masyarakat disekitarnya dengan sebutan “Klini
Musi”.Semakin ramainya pengunjung dan semakin luasnya kebutuhan
masyarakat sekitar klinik maka klinik ini dikembangkan menjadi sebuah pusat
kesehatan maasyarakat yang dikelola oleh Dinas Kesehatan Kota Palembang.
Klinik musi ini diserahkan pengelolaannya kepada Pemerintah Daerah
Kota Palembang yang pelaksanaannya diserahkan kepada Dinas Kesehatan
Kota Palembang yang idberi nama “Puskesmas Merdeka” pada tahun 1960an.
Sejak saat itu pelaksanaan kegiatan Puskesmas Merdeka selalu dalam
pengawasan Dinas Kesehatan Kota Palembang.
Berdasarkan SK Walikota Palembang, nama “Klinik Musi” diganti
menjadi Puskesmas Merdeka dan memiliki 4 (empat) wilayah kerja meliputi
Kelurahan 19 ilir, Kelurahan 22 ilir, kelurahan 26 ilir dan Kelurahan Talang
Semut. Sejak tanggal 17 Juli 2003, berdasarkan Keputusan Walikota
Palembang no. 599 Tahun 2003 Puskesmas Merdeka ditetapkan menjadi
“Puskesmas Swakelola Merdeka”.
Berdasarkan Keputusan Walikota Palembang No. 443 Tahun 2011
Puskesmas Mertdeka ditetapkan sebagi unit kerja yang menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) setelah
dilakukan masa uji coba.
Dengan adanya perjanjian kerjasama antara Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan Cabang Palembang dan Puskesmas Merdeka
Nomor: 287/KTR/III-01/2014 dan Nomor: 440/075/Kes-Pemb/iv/2014 maka
terhitung sejak 28 Februari 2014 Puskesmas Merdeka melayani pemeliharaan
kesehatan untuk peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial/ BPJS Ksehatan.

3.2. Gambaran Umum


3.2.1. Geografi
31

Puskesmas Merdeka terletak di Kecamatan Bukit Kecil tepatnya di


Kelurahan Talang Semut.Puskesmas ini terletak di Jalan Merdeka No. 66
Palembang.Masyarakat yang ingin berobat dapat menjangkaunya dengan
berjalan kaki maupun menggunakan kendaraan bermotor atau angkutan umum.
Wilayah kerja Puskesmas Merdeka meliputi 4 kelurahan, yaitu :
Kelurahan 19 Ilir, Kelurahan 22 Ilir, Kelurahan 26 Ilir, dan Kelurahan Talang
Semut dengan jumlah penduduk 16.086 jiwa.

Tabel 3. Luas Wilayah Kerja Puskesmas Merdeka

No. Nama Kelurahan Luas Wilayah


1 19 Ilir 35,7 km2
2 22 Ilir 9,0 km2
3 26 Ilir 31,8 km2
4 Talang Semut 47,0 km2
Total 123,5 km2

Wilayah Kerja Puskesmas Merdeka ini berbatasan dengan :


- Utara : berbatasan dengan Kelurahan 24 Ilir
- Selatan: berbatasan dengan Kelurahan 28 Ilir, 29 Ilir, dan 30
Ilir
- Timur : berbatasan dengan Kelurahan 16 Ilir
- Barat : berbatasan dengan Kelurahan 26 Ilir Daerah I

3.2.2. Demografi
Tabel 4. Peta Demografi Puskesmas Merdeka Tahun 2018
KELURAHAN
No Deskripsi Talang Jumla
19 Ilir 22 Ilir 26 Ilir
Semut h
1 Jumlah Penduduk 2328 2166 6500 5092 16086
2 Jumlah Kepala Keluarga (KK)
a. KK Gakin 431 577 1760 776 3544
b. KK Non Gakin 320 237 1684 878 3119
3 Jumlah Ibu HAmil (Bumil) 27 32 107 97 263
4 Jumlah Ibu Bersalin (Bulin) 26 31 106 96 259
32

5 Jumlah Ibu Nifas (Bufas) 26 31 106 96 259


Jumlah Wanita Usia Subur
6
(WUS) 308 308 914 799 2329
Jumlah Wanita Peserta KB
7
Aktif 388 444 2095 1051 3978
8 Jumlah Bayi 26 31 105 95 257
9 Jumlah Anak Balita 134 143 343 190 810
10 Jumlah Anak Batita 101 120 350 192 793
11 Jumlah Anak Baduta 54 52 215 105 426
12 Jumlah Remaja 420 425 1212 951 3008
13 Jumlah Usila 132 207 361 500 1200
Jumlah Taman Kanak Kanak
14
(TK) 2 0 1 3 6
15 Jumlah SD / Madrasah
Ibtidaiyah
a. Negeri 0 0 2 0 2
b. Swasta 0 0 2 3 6
16 Jumlah SMP / Sederajatnya
a. Negeri 0 0 0 1 1
b. Swasta 0 0 1 3 4
17 Jumlah SMA / Madrasah
Aliyah
a. Negeri 0 0 0 0 0
b. Swasta 0 0 0 2 2
18 Jumlah Rumah 469 312 1296 1169 3246
19 Jumlah Rumah Sehat 375 249 1036 1023 2683

Pada tahun 2018, jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Merdeka


adalah 16.086 jiwa, yang tersebar di empat kelurahan.Lebih dari separuh
(8.526 jiwa) penduduk berjenis kelamin perempuan.Distribusi penduduk
menurut kelompok umur yang terbanyak adalah penduduk umur produktif
(20-24 tahun), yaitu berjumlah 2.612 jiwa.Penduduk kelompok umur
terbanyak kedua adalah penduduk kelompok umur 25-29 tahun dan umur
10-14 tahun yang berjumlah 2.123 jiwa.Hal ini merupakan potensi di
wilayah kerja Puskesmas Merdeka yang harus diperdayakan demi
33

mendukung berbagai upaya kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas


Merdeka.

Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur di


Wilayah Kerja Puskesmas Merdeka Tahun 2018
KELOMPOK UMUR JUMLAH PENDUDUK
NO
(TAHUN) LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 0–4 420 448 868
2 5–9 353 376 729
3 10 – 14 1043 1080 2123
4 15 – 19 980 1044 2024
5 20 – 24 1240 1372 2612
6 25 – 29 1040 1172 2212
7 30 – 34 730 1026 1756
8 35 – 39 540 740 1280
9 40 – 44 460 486 946
10 45 – 49 125 135 260
11 50 – 54 120 125 245
12 55 – 59 105 126 231
13 60 – 64 130 120 250
14 65 – 69 105 102 207
15 70 – 74 95 98 193
16 75+ 74 76 150

JUMLAH (KAB/KOTA) 7560 8526 16086

Tabel 6. Luas Wilayah, Jumlah Desa / Kelurahan, Jumlah Penduduk, Jumlah


Rumah Tangga, dan Kepadatan Penduduk
Tahun 2018

JUMLA JUMLA
LUAS RATA-RATA KEPADATA
H JUMLAH H
N KELURAHA WILAYA JIWA/ N
PENDUDU RUMAH
O N H R R RUMAH PENDUDUK
K TANGG
(km )2
T W TANGGA /km2
A
1 19 Ilir 35,7 13 2 2328 437 5,33 65,21
2 22 Ilir 9,0 15 5 2168 514 4,21 240,67
3 26 Ilir 31,8 35 10 6500 2373 2,74 204,40
34

Talang
4 47,0 29 9 5092 1625 3,13 108,34
Semut
JUMLAH
123,5 92 26 16086 4949 3,25 130
(KAB/KOTA)

3.2.3. Keadaan Fasilitas Pendidikan


Tingkat pendidikan / Sumber Daya Manusia sangat berpengaruh
terhadap kesehatan, baik kesehatan secara personal maupun kesehatan
lingkungan.Untuk menunjang sumber daya manusia maka diperlukan sarana
pendidikan sebagai sarana pengembangan sumber daya manusia secara formal.
Berikut adalah tabel distribusi sarana pendidikan yang ada di wilayah
kerja Puskesmas Merdeka.

Tabel 7. Distribusi Sarana Pendidikan Di Wilayah Kerja


Puskesmas Merdeka Tahun 2018

No Kelurahan TK SD SMP SMA PT


1 19 Ilir 2 1 0 0 0
2 22 Ilir 0 0 0 0 1
3 26 Ilir 5 4 1 0 0
4 Talang Semut 6 3 4 2 1
Jumlah 13 8 5 2 2

3.2.4. Keadaan Fasilitas Kesehatan


Untuk menunjang peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,
maka sangat dibutuhkan fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas Merdeka terdiri atas :
1. Puskesmas
- Ruang Pimpinan
- Unit Tata Usaha
- Unit Promosi Kesehatan (Promkes)
- Unit Laboratorium
35

- Unit Sekretariat ISO


- Unit Psikologi
- Ruang Laktasi
- Unit Pendaftaran / Kasir
- Poli Umum
- Unit Promkes
- Poli KIA/KB
- Poli Gigi
- Poli Anak
- Unit Obat
2.Puskesmas Pembantu (Pustu)
- Pustu 19 ilir
- Pustu 26 ilir
1 unit Ambulance

A. Peran Serta Masyarakat


Upaya kami untuk lebih menggerakan masyarakat dengan melaksanakan
SMD/MMD, pembinaan kader posyandu agar UKBM aktif, kemitraan Kader-Dukun.
Puskesmas Merdeka mempunyai 16 Posyandu Balita, 10 Posyandu Lansia,
dan 2 Posbindu.

B. Sumber Daya
Adapun sumberdaya manusia yang ada di Puskesmas Merdeka meliputi:
medis, paramedis dan non kesehatan yang masing-masing bertanggungjawab
terhadap tugas pokok atau tugas intergrasi dan fungsinya.

3.2.5. Visi dan Misi Puskesmas Merdeka


1) Visi Puskesmas
Visi adalah gambaran atau pandangan yaitu gambaran puskesmas dalam
jangka panjang. Visi Puskesmas Puskesmas “Tercapainya Wilayah Kerja
Puskesmas Merdeka Sehat dengan Bertumpu pada Pelayanan Prima dan
Pemberdayaan Masyarakat”.
36

2) Misi Puskesmas
a. Meningkatkan kemitraan semua pihak.
b. Meningkatkan profesionalitas provider dan Pemberdayaan
masyarakat.
c. Meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan yang bermutu
prima.
d. Mengikuti standar yang telah ditetapkan.

3) Kebijakan Mutu
Puskesmas Merdeka bertekad meningkatkan kualitas pelayanan secara
berkesinambungan berdasarkan standar yang ditetapkan demi
tercapainya kepuasan masyarakat.

4) Tata Nilai Puskesmas


Melayani dengan sepenuh hati dan mengutamakan kepuasan pelanggan
Elok hati, senyum sapa dan salam
Rasa kekeluargaan, kebersamaan dan kekompakkan
Disiplin kerja selalu diutamakan
Etika dijaga, ikhlas, jujur dan penuh tanggung jawab
Kebersihan dan kerapian diri dan lingkungan kerja
Apapun yang dikerjakan sesuai dengan SOP

5) Motto Puskesmas
“Kesehatan adalah kebagiaan kami”
37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Cakupan Kegiatan Penilaian Kerja Puskesmas Merdeka Tahun 2018


Berdasarkan hasil pengamatan di Puskesmas Merdeka didapatkan cakupan-
cakupan kegiatan puskesmas selama tahun 2018 sebagai berikut :

Tabel 8. Cakupan Kegiatan Penilaian Kinerja Puskesmas tahun 2018

No Jenis Kegiatan Target Pencapaian


(%)
(%)

UPAYA KESEHATAN WAJIB

I Promosi Kesehatan

Merdeka menyapa dulur 90 100

Penyuluhan di Posyandu 100 100

Pembinaan PHBS Sekolah 100 100

Cakupan Rumah Tangga dengan PHBS 65 76.4

Melaksanakan kunjungan rumah sebagai 100 100


intervensi PISPK
II Kesehatan Lingkungan

Angka Bebas Jentik 95 96.9

Penyehatan makanan dan minuman (PMM) 84 84

Pengawasan dan pembinaan lingkungan & 80 80


perumahan
Pengawasan dan pembinaan TTU 84 84

Pengawasan dan pembinaan RM, kantin 100 100


sekolah dan TPM lainnya
38

Penyehatan kualitas air 94 94

Verifikasi kelurahan stop buang BAB 100 100


sembarangan
III Kesehatan Ibu dan Anak Termasuk Keluarga
Berencana
K1 100 100

K4 100 100

Persalinan oleh Nakes 100 100

KF1 98 99.61

KF3 96 99.22

KOmplikasi obstetri ditangani (PK) 80 80

Kunjungan rumah 100 100

KB aktif 78 85.68

IV Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

Balita 6-24 bulan kurang gizi mendapatkan 100 100


MPASI
Balita dengan gizi buruk diberikan perawatan 100 -

Pemantauan garam yodium Tk 90 100


masyarakat/Rumah Tangga
Penyuluhan gizi 25 29

Konseling ASI dan MPASI 100 100

Pemantauan status gizi 85 91

Prevalensi gizi buruk 15 15

V Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit


Menular

A. TB Paru

1. Cakupan penemuan kasus TB (CDR) 100 101


yang diobati
2. Persentase pasien Tb yang dilakukan 100 100
tes HIV
B. Malaria 100 -

C. Pelayanan Imunisasi Dasar Lengkap 95 95


39

D. Penemuan kasus diare pada Balita di 100 >100


puskesmas dan kader
E. Penemuan kasus Pneumonia balita usia 100 57.8
0-5 menderita pneumonia oleh
Puskesmas
F. Pelayanan kesehatan orang dengan risiko 100 100
HIV
VI Upaya Pengobatan

A. Pelayanan kesehatan Hipertensi 100 >100

B. Pelayanan kesehatan DM 100 >100

C. Pelayanan pada usia produktif 100 >100

D. Pemberian obat kecacingan pada anak 100 100


usia 1-12 tahun
Sumber: Pencapaian Kinerja Puskesmas Merdeka Tahun 2018

Secara keseluruhan Kinerja Puskesmas Merdeka dalam Upaya Kesehatan Wajib


hamper semua mencapai target namun terdapat satu pencapaian yang kurang dari target.
Cakupan yang belum mencapai target adalah: Penemuan kasus Pneumonia balita usia 0-
5 menderita pneumonia oleh Puskesmas Merdeka yaitu 57.8% dari target 100%.

4.2. Jumlah Penemuan Kasus Pneumonia BALITA di Puskesmas Meredeka


Tahun 2018
Berikut adalah data peserta Penemuan Kasus Pneumonia Balitamenurut jenis
kelamin di Puskesmas Merdeka tahun 2018:

Diagram 1. Penemuan Kasus Pneumonia Balita di Puskesmas Merdeka


Tahun 2018
40

700
600
500
400 Jumlah Balita
Jumlah Perkiraan Pneumonia
300 Balita
Jumlah yang ditemukan dan
200 ditangani
100
0
19 Ilir 22 Ilir 26 Ilir Talang RS/
Semut Sumber
lain
Perkiraan jumlah penderita Pneumonia Balita suatu Puskesmas didasarkan
pada angka insidens Pneumonia Balitadari jumlah Balitadi wilayah kerja
Puskesmas yang bersangkutan. Jika angka insidens pneumonia untuk suatu
daerah belum diketahui maka dapat digunakan angka perkiraan (nasional)
insidens pneumonia Balita di Indonesia yang dihitung 10% dari total populasi
Balita. Jumlah Balita di suatu daerah diperkirakan sebesar 10% dari jumlah total
penduduk.
Jumlah penduduk di Puskesmas Merdeka yaitu 16.086.
Rumus:
Jumlah penduduk usia balita di Puskesmas Merdeka tahun 2018
10
x 16.086 = 1.609 Balita
100
Jumlah perkiraan pneumonia pada balita di Puskesmas merdeka tahun
2018
10
x 1.609= 161 Balita
100

Jumlah balita pneumonia yang ditemukan dan ditangani


Jumlah Penemuan Kasus
X 100% =… %
Perkiraan Jumlah Penderita
44 44
93/161 x 100% = 57,8%
130 130

4.3. Perumusan Masalah


41

Setelah ditemukan urutan prioritas masalah, langkah berikutnya adalah


perumusan masalah menggunakan metode 4W+1H (What, Who, When, Where,
dan How), yang mencakup apa masalahnya, siapa yang terkena masalahnya,
berapa besar masalahnya, dimana masalah tu terjadi dan bagaimana masalah itu
terjadi.

Tabel 9. Perumusan Masalah

Masalah
Rumusan What Who When Where How
Masalah
 Pemantauan batuk
pada Balita belum
maksimal
 Keluarga langsung
Balita berobat di RS atau
Penemuan Wilayah
Target dengan mengobati sendiri
Kasus Setiap saat Kerja
kurang kasus  Peran program
Pneumonia Puskesmas
Pneumonia pendukung belum
berjalan
 Pemantauan oleh
kader posyandu
belum terlaksana

Jadi, rumusan masalah pada kasus adalah penemuan pneumonia pada Balita
oleh tenaga kesehatan di Puskesmas Merdekahanya mencapai 57.8% dari target
100% pada tahun 2018.

4.4. Akar Penyebab Masalah


Kemungkinan Penyebab masalah dapat berasal dari Input (Sumber daya),
Proses (Pelaksana Kegiatan) dan Lingkungan, untuk mencari akar penyebab
masalah dapat menggunakan fishbone diagram seperti tertera dalam gambar
berikut.
42

Diagram 2.FishboneCakupan Penemuan Kasus Pneumonia pada Balita di


Puskesmas Merdeka tahun 2018

MANUSIA METODE

Orang tua lebih


memilih untuk berobat
Orang tua kurang
ke dokter spesialis/RS Kurangnya
menanggapi saat
atau mengobati sendiri penyuluhan tentang
dilakukan
pneumonia
penyuluhan
Pengetahuan orang tua
masih kurang

Peran kader masih Penjaringan kasus Cakupan Penemuan Kasus


kurang pneumonia masih Pneumonia pada
kurang Balitasebesar 57.8% dari
target 100% di Puskesmas
Merdeka
Sarana untuk
pemeriksaan Sarana penyuluhan Dana
masih kurang kurang pelatihan
kader kurang
Kesadaran masyarakat
Dana transport masih kurang
kader kurang Sosek rendah

SARANA DANA LINGKUNGAN

4.5. Penentuan Prioritas Penyebab Masalah


Berdasarkan pembahasan diatas, harus ditetapkan satu prioritas akar masalah
yaitu dengan metode skoring. Metode skoring adalah salah satu teknik yang
digunakan untuk membantu pengambilan keputusan dari berbagai pilihan untuk
memnentukan prioritas penyebab masalah, dan kegiatan dengan menggunakan
beberapa kriteria yang telah disepakati sebagai berikut:
 Besarnya penyebab masalah adalah kesenjangan antara target dengan cakupan
pencapaian, makin besar kesenjangan maka makin buruk kinerjanya dan
semakin tinggi skor yang diberikan.
 Kepentingan (importance) adalah gambaran seberapa jauh pelayanan dianggap
penting untuk ditanggulangi. Kepentingan dapat dinilai dari beberapa hal,
43

misalnya ada hubungan langsung/tidak langsung. Semakin penting penyebab


masalah semakin tinggi prioritas atau angka. Apabila satu penyebab masalah
diselesaikan maka akan sekaligus bias menyelesaikan beberapa masalah
lainnya. Makin banyak penyebab masalah yang dapat diselesaikan, maka
penyebab masalah tersebut tergolong penting dan mendapat skor lebih tinggi.
 Kemudahan/kelayakan (feasibility) adalah seberapa jauh masalah pelayanan
dapat ditanggulangi. Kemudahan dapat dinilai dari tersedianya sarana,
prasarana, SDM, metoda, teknologi, dana, dan lain-lain. Makin sedikit
sumberdaya yang dibutuhkan, maka makin tinggi nilai yang diberikan.
 Dukungan untuk perubahan (support of change) adalah besarnya dukungan dari
stakeholder (Pemda, LSM, institusi terkait, masyarakat, tokoh masyarakat, dan
lain-lain). Dukungan dapat berupa kebijakan, dana, dan keterlibatan. Makin
banyak dukungan yang didapat untuk suatu masalah, maka makin tinggi skor
yang diberikan.
 Risiko (risk if nothing is done) adalah besarnya risiko apabila masalah suatu
penyebab masalah tidak segera ditangani. Semakin besar risikonya, maka
semakin tinggi angkanya.

Sepakati nilai yang akan diberikan untuk masing-masing kriteria. Misalnya 1=


tidak penting, 2= kurang penting, 3= penting, 4= sangat penting. Nilai akhir didapat
dari perkalian nilai kriteria.
44

Tabel 10. Penentuan Prioritas Penyebab Masalah

Besaran Dukungan Risiko Nilai


Kemudahan/
Penyebab Masalah Penyebab Kepentingan untuk bila Tak akhir/
Kelayakan
Masalah Perubahan ditangani peringkat
Manusia:
 Orang tua kurang 3 4 4 4 3 576 (III)
menanggapi saat
dilakukan
penyuluhan

 Orang tua lebih


memilih untuk
berobat ke dokter 3 3 4 3 3 324 (V)
spesialis/RS atau
mengobati sendiri

 Pengetahuan
orang tua masih 4 3 3 3 4 432 (IV)
kurang
4 3 4 4 4 768 (II)
 Peran Kader
masih kurang
Metode:
 Kurangnya 4 4 4 4 4 1024 (I)
penyuluhan
tentang
pneumonia
 Penjaringan kasus 4 3 2 2 3 144 (VIII)
pneumonia masih
kurang
Sarana:
 Sarana 3 3 3 4 2 216 (VI)
penyuluhan
kurang
 Sarana
pemeriksaan
masih kurang 3 4 2 3 3 216 (VII)
Dana:
 Dana pelatihan 3 3 3 2 2 108 (IX)
kader kurang
 Dana transport
kader kurang 2 2 2 2 2 32 (XI)
Lingkungan:
 Kesadaran 3 3 2 2 2 72 (X)
masyarakat masih
kurang
 Sosial ekonomi
(sosek) rendah 2 2 2 1 2 16 (XII)
45

Masalah yang mempunyai total angka tertinggi dari hasil penjumlahan yang akan
menjadi prioritas masalah.Dari akar penyebab masalah diatas, yang menjadi prioritas
masalah adalah kurangnya penyuluhan tentang pneumonia.

4.6. Alternatif Penyelesaian Masalah


Pada sesi ini ditentukan pula prioritas dari berbagai kegiatan yang telah ditetapkan
sehingga kegiatan dapat dikurangi sesuai prioritasnya apabila anggaran untuk program
terbatas. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan prioritas kegiatan adalah sebagai berikut:

 Konsistensi
Bila kegiatan terpilih sesuai dengan strategi nasional dan rencana kerja kabupaten/kota
yang sudah ada. Makin sesuai dengan strategi/rencana kerja yang ada, maka makin
tinggi skornya.

 Evidence Based
Bila kegiatan dipilih termasuk dalam rangkaian kegiatan atau intervensi yang telah
terbukti efektif (evidence based) nilainya makin tinggi dibandingkan dengan kegiatan
yang belum ada bukti.

 Penerimaan
Kegiatan dapat diterima oleh semua institusi terkait termasuk masyarakat setempat.
Makin mudah diterima, maka makin tinggi skor/nilainya.

 Mampu Laksana
Kegiatan yang dapat dilaksanakan berdasarkan kondisi setempat, fasilitas, sumber daya
manusia dan infrastruktur yang dibutuhkan tersedia atau bias didapat, termasuk
pembiayaan. Makin mudah disediakan, makin tinggi nilainya.

Sepakati nilai yang akan diberikan untuk masing-masing krteria. Misalnya 1=


tidak penting, 2= kurang penting, 3= penting, 4= sangat penting. Nilai akhir didapat
dari perkalian nilai kriteria.
46

Tabel 11. Penentuan Prioritas Kegiatan

Konsistens Evidence Mampu Total


Solusi Kegiatan Penerimaan
i Based Laksana Nilai
Meningkatkan  Meningkatkan 3 3 4 4 144
penyuluhan frekuensi (II)
tentang penyuluhan
Pneumonia mengenai
pada pneumonia
masyarakat  Melakukan 4 4 4 4 256
pelatihan tentang (I)
cara penyuluhan
yang baik pada
kader-kader dan
tenaga kesehatan
Meningkatkan  Membuat media 3 3 4 3 108
kesadaran penyuluhan (III)
bahaya pneumonia yang
pneumonia partisipatif
pada  Mencetak poster, 2 3 2 3 36
masyarakat brosur & leaflet (V)
tentang pneumonia
 Penyuluhan dan
pembinaan 3 3 3 2 54
masyarakat tentang (IV)
pneumonia dengan
pendekatan yang
menarik agar
masyarakat lebih
waspada terhadap
penyakit
pneumonia
 Penyebarluasan
informasi tentang 2 2 3 2 24
pneumonia melalui (VI)
radio atau media
televisi

Dari tabel tersebut untuk penyelesaian masalah terpilih bagi program cakupan
penemuan kasus pneumonia melalui meningkatkan penyuluhan tentang pneumonia
yang ada di Puskesmas Merdeka Palembang adalah mengadakan pelatihan tentang cara
penyuluhan yang baik pada kader-kader dan tenaga kesehatan.
47

4.7. Rencana Usulan Kegiatan (RUK)


Tabel 12.Rencana Usulan Kegiatan
Kebutuhan Sumber Daya
Indikator Sumber
Kegiatan Tujuan Sasaran Target
Keberhasilan Biaya
Dana Alat Tenaga

Penyuluha 1. Meningkatkan Masyara 12x/ 650.0 Leaflet/ Tenaga Cakupanpenemu Dana


n tentang pengetahuan kat tahun 00 brosur, Kesehatan an Balita dengan BOK
Pneumoni tenaga kesehatan Mic, Puskesmas pneumonia
a dan kader speaker. mencapai target
mengenai teknik dan dapat
penyuluhan yang terpantau.
baik sehingga
informasi
penyuluhan dapat
tersampaikan
dengan baik.
1. 2. Meningkatkan
kesadaran bahaya
pneumonia

Tabel 13. Uraian Perhitungan Anggaran

Rincian Perhitungan
Uraian Komponen
No Kegiatan Harga Total Sumber
Belanja Vol Satuan Jumlah
Satuan

Konsumsi 1 Paket 25.000 2 50.000 BOK

Penyuluhan ATK 1 Paket 20.000 2 40.000 BOK


1. tentang
Pneumonia Cetak leaflet/brosur 1 Paket 500.000 1 500.000 BOK

Transport 1 0 30.000 2 60.000 BOK

TOTAL ANGGARAN YANG DIBUTUHKAN Rp 650.000


48

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan pencapaian cakupan-cakupan program di Puskesmas
Merdeka pada tahun 2018 yang menjadi belum mencapai target adalah
cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita.
2. Prioritas penyebab masalah belum tercapainya target cakupan penemuan
kasus pneumonia pada balita di Puskesmas Merdeka Palembang tahun
2018 adalah kurangnya penyuluhan tentang pneumonia.
3. Prioritas kegiatan yang dipilih untuk meningkatkan penemuan dini kasus
pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas Merdeka adalah
mengadakan pelatihan tentang cara penyuluhan yang baik pada kader-
kader dan tenaga kesehatan.
4. Telah tersusunnya Rencana Usulan Kegiatan (RUK) dari kegiatan
penyuluhan P2 ISPA dengan total anggaran yang dibutuhkan Rp 650.000
dan sumber dana yang dipakai adalah dana BOK.

5.2 Saran
Berdasarkankesimpulan di atas, makadapatdikemukakanbeberapa saran
sebagaiberikut:
1. Dapat dilaksanakannya Rencana Usulan Kegiatan (RUK) dan anggaran
yang telah disusun.
2. Dapat dilakukannya pemantauan secara berkala.
49

DAFTAR PUSTAKA

1. Setyati, Amalia. 2014. Pneumonia: The Forgotten Killers Of Children.


Diakses pada 15 April 2019 dari :
http://dinkes.jogjaprov.go.id/berita/detil_berita/716-pneumonia-the-
forgotten-killers-of-children
2. Balitbangkes Kementerian Kesehatan RI. 2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar
Indonesia tahun 2013. 9
3. Kemenkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Pedoman
Manajemen Puskesmas
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat
6. Depkes RI. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut. Dirjen Pengendalian penyakit penyehatanlingkungan. Jakarta :
Depkes RI. 2009
7. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Direktorat Jenderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 2015.
8. Rahajoe N, Supriyanto B, Setyanto D. Respirologi anak. Edisi ke-1. Jakarta:
IDAI; 2013
9. Abdoerrachman, MH et al. Ilmu Kesehatan Anak FK UI Jiid II Cetakan
Kesebelas. Jakarta: FK UI. 2005.
10. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. 2015. Profil Kesehatan
Sumatera Selatan tahun 2015.
11. Peraturan Menteri Kesehatan No 128 tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar
Pusat Kesehatan Masyarakat.
12. Azwar, Pengantar Epidemiologi. Edisi Revisi. Jakarta Barat: Penerbit
Binapura Aksara. 2002.

Anda mungkin juga menyukai