anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya 40%-60% dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20%-30%. Kematian yang terbesar umumnya adalah karena pneumonia dan.Survei tahun 2001 oleh UNICEF terhadap 1.677 balita di Dhaka, Banglades, mengungkap keterkaitan antara asupan ASI dan serangan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Balita yang tidak diberi ASI eksklusif berisiko 24% terkena serangan ISPA daripada balita yang diberi ASI eksklusif.17 Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi. Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi. Data morbiditas penyakit ISPA di Indonesia per tahun berkisar antara 10%-20% dari populasi balita. Hal ini didukung oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8%, Kabupaten Indramayu adalah 9,8%). Bila kita mengambil angka morbiditas 10% pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah penderita ISPA di Indonesia berkisar 2,3 juta. Penderita yang dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun 1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita ISPA didapat pada kelompok balita.4 Pada saat ini, dibeberapa Puskesmas di Indonesia, penyakit ISPA masih menjadi urutan pertama 10 penyakit terbesar. Hal itu mencerminkan bahwa di Indonesia terdapat keadaan yang memudahkan penyakit ISPA menyerang manusia khususnya Balita. Mengingat hal tersebut, maka dalam proposal ini kami mengajukan penelitian mengenai Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA Pada balita di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan, Binjai Sumatera Utara 2014.
i. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang ISPA dengan kejadiaan penyakit ISPA pada balita.
II.1. ISPA
Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya Mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga Alveoli beserta organ Adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Sedangkan Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (Alveoli). Terjadi pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada Bronkus disebut Broncho pneumonia.4 Berdasarkan pengertian di atas, maka ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.5 Untuk kepentingan pencegahan dan pemberantasan, maka penyakit ISPA dapat diketahui menurut:
II.1.1. Lokasi Anatomik Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu : ISPA atas dan ISPA bawah.6 Contoh ISPA atas adalah batuk pilek (common cold), Pharingitis, Tonsilitis, Otitis, Fluselesmas, radang tenggorok, Sinusitis dan lain-lain yang relatif tidak berbahaya. ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis dan pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian. a. Klasifikasi penyakit Penyakit ISPA juga dibedakan berdasarkan golongan umur, yaitu: 1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas : pneumonia berat dan bukan pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (Fast breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (Severe chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.7 2. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun dibagi atas : pnemonia berat, pnemonia dan bukan pnemonia. Pneumonia berat, bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik napas. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya napas cepat sesuai umur, yaitu 40 kali permenit atau lebih. Bukan pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.7 II.1.2. Tanda dan Gejala Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA) kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita, ditandai
dengan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya peningkatan frekwensi napas (napas cepat) sesuai golongan umur. Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur kurang dari 2 bulan dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Klasifikasi pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran pernapasan disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat (fast breathing) dimana frekwensi napas 60 kali permenit atau lebih, dan atau adanya tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing). Bukan pneumonia apabila ditandai dengan napas cepat tetapi tidak disertai tarikan dinding dada ke dalam. Bukan pneumonia mencakup kelompok penderita dengan batuk pilek biasa yang tidak ditemukan adanya gejala peningkatan frekuwensi napas dan tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.8 Ada beberapa tanda klinis yang dapat menyertai anak dengan batuk yang dikelompokkan sebagai tanda bahaya : 1. Tanda dan gejala untuk golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor (ngorok), wheezing (bunyi napas),dan demam. 2. Tanda dan gejala untuk golongan umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor.
II.1.3. Penyebab Terjadinya ISPA Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptcocus, Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.8 II.1.4. Penatalaksanaan Penderita ISPA Kriteria yang digunakan untuk pola tatalaksana penderita ISPA pada balita adalah balita dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tata laksana penderita pneumonia terdiri dari 4 bagian yaitu : 1) Pemeriksaan dilakukan untuk mengidentifikasi gejala yang ada pada penderita. 2) Penentuan ada tidaknya tanda bahaya. Tanda bahaya, pada bayi umur kurang dari 2 bulan adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, Stridor, Wheezing, demam atau dingin. Tanda bahaya pada umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, Stridor dan gizi buruk.8
3) Tindakan dan Pengobatan Pada penderita umur kurang dari 2 bulan yang terdiagnosa pneumonia berat, harus segera dibawa ke sarana rujukan dan diberi antibiotik 1 dosis. Pada penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia dapat dilakukan perawatan di rumah, pemberian antibiotik selama 5 hari, pengontrolan dalam 2 hari atau lebih cepat bila penderita memburuk, serta pengobatan demam dan yang ada.8 Penderita di rumah untuk penderita pneumonia umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun, meliputi : a) Pemberian makanan yang cukup selama sakit dan menambah jumlahnya setelah sembuh b) Pemberian cairan dengan minum lebih banyak dan meningkatkan pemberian ASI. c) Pemberian obat pereda batuk dengan ramuan yang aman dan sederhana.8 Penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia berat harus segera dikirim ke sarana rujukan, diberi antibiotik 1 dosis serta analgetik sebagai penurun demam dan wheezing yang ada. Penderita yang diberi antibiotik, pemeriksaan harus kembali dilakukan dalam 2 hari. Jika keadaan penderita membaik, pemberian antibiotik dapat diteruskan. Jika keadaan penderita tidak berubah, antibiotik harus diganti atau penderita dikirim ke sarana rujukan. Jika keadaan penderita memburuk, harus segera dikirim ke sarana rujukan. Obat yang digunakan untuk penderita pneumonia
adalah tablet kotrimoksasol 480 mg, tablet kotrimoksasol 120 mg, tablet parasetamol 500 mg dan tablet parasetamol 100 mg. II.2. Faktor Risiko ISPA Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor baik untuk meningkatkan insiden (Morbiditas) maupun kematian (Mortalitas) akibat pneumonia. Banyak faktor yang mendukung terjadinya kasus ISPA. Diantara faktor resiko yang dapat meningkatkan kematian akibat pneumonia adalah faktor host, seperti: umur, jenis kelamin, status gizi, imunisasi menjadi faktor penentu terjadinya ISPA. Selain itu, faktor eksternal seperti : tempat tinggal, sosio ekonomi, kebiasaan merokok, dan tingkat polusi menjadi faktor yang tak kalah penting memiliki peranan penting terjadinya ISPA.9 II.2.1. ASI eksklusif Pada waktu bayi baru lahir secara alamiah mendapat zat kekebalan tubuh dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan cepat turun setelah kelahiran bayi, padahal dari waktu bayi lahir sampai bayi berusia beberapa bulan, bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara sempurna. Sehingga kemampuan bayi membantu daya tahan tubuhnya sendiri menjadi lambat selanjutnya akan terjadi kesenjangan daya tahan tubuh. Kesenjangan daya tahan tersebut dapat diatasi apabila bayi diberi. Pemberian mencapai usia makanan berupa ASI sampai bayi
terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai
10
penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi macam infeksi ASI eksklusif akan oleh
bakteri,virus,jamur dan parasit.2,16 Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya lewat ari-arinya. Tubuh bayi dapat membuat sistem kekebalan tubuh sendiri waktu berusia sekitar 9-12 bulan. Sistem imun bawaan pada bayi menurun namun sistem imun yang dibentuk oleh bayi itu sendiri belum bisa mencukupi sehingga dapat mengakibatkan adanya kesenjangan zat kekebalan pada bayi dan hal ini akan hilang atau berkurang bila bayi diberi ASI. Kolostrum mengandung zat kekebalan 1017 kali lebih banyak dari susu matang. Zat kekebalan pada ASI dapat melindungi bayi dari penyakit mencret atau diare, ASI juga menurunkan kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi, telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi. Dan pada kenyataannya bayi yang diberi ASI eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif.16 Penelitian yang dilaksanakan oleh Pisacane membuktikan bahwa pemberian ASI memberikan efek yang tinggi terhadap ISPA. Sedang penelitian yang dilakukan oleh Shah juga menunjukkan bahwa ASI mengandung bahan-bahan dan anti infeksi yang penting dalam mencegah invasi saluran pernapasan oleh bakteri dan virus. Walaupun balita sudah mendapat ASI lebih dari 4 bulan namun bila status gizi dan lingkungan kurang mendukung dapat merupakan risiko penyebab pneumonia bayi.16
11
II.2.2. Pengetahuan ibu ISPA berkaitan erat dengan sikap dan pengetahuan tentang ISPA yang dimiliki oleh masyarakat khususnya ibu, karena ibu sebagai
penanggungjawab utama dalam pemeliharaan kesejahteraan keluarga. Mereka mengurus rumah tangga, menyiapkan keperluan rumah tangga, merawat keluarga yang sakit, dan lain sebagainya. Pada masa balita dimana balita masih sangat tergantung kepada ibunya, sangatlah jelas peranan ibu dalam menentukan kualitas kesejahteraan anaknya.6 Salah satu yang tidak dapat dipungkiri bahwa kejadian ISPA terkait erat dengan pengetahuan tentang ISPA yang dimiliki oleh masyarakat khususnya ibu, karena ibu sebagai penanggungjawab utama dalam pemeliharaan kesejahteraan keluarga. Mereka mengurus rumah tangga, menyiapkan keperluan rumah tangga, merawat keluarga yang sakit, dan lain sebagainya. Pada masa balita dimana balita masih sangat tergantung kepada ibunya, sangatlah jelas peranan ibu dalam menentukan kualitas
kesejahteraan anaknya.10
II.3.Kerangka Teori
Kerangka Teori adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan untuk mengidentifikasi variable-variabel yang akan diteliti yang berkaitan dengan konteks ilmu pengetahuan yang digunakan untuk mengembangkan kerangka konsep penelitian. Berdasarkan teori yang telah terkumpul dan penelitian terdahulu, bahwa ISPA tidak hanya di sebabkan oleh faktor lingkungan saja. Tapi juga berkaitan dengan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan, pengetahuan ibu, dan pendidikan. Jika
12
semua faktor resiko tersebut kurang terpenuhi maka resiko terjadinya ISPA akan meningkat. Sehinga dapat dibuat kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai berikut. (Arvin, 2010) Faktor Balita ; 1. ASI non eksklusif Faktor ibu ; 1. Tingkat Pendidikan rendah 2. Tingkat pengetahuan ibu kurang
Kejadian ISPA
Gambar 1. Kerangka teori, Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA Pada balita
II.3.Kerangka konsep
Variabel Independen Tingkat Pendidikan Variabel Dependen
Kejadian ISPA
Tingkat pengetahuan ibu Gambar 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA Pada balita
13
II.4. Hipotesa
1. Ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan, Binjai Sumatera Utara 2. Adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan, Binjai Sumatera Utara. 3. Adanya Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan penyakit ISPA pada balita di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan, Binjai Sumatera Utara
14
berdasarkan status terpaparnya dengan menggunakan pendekatan retrospektif dimana efek diidentifikasi pada saat ini kemudian faktor risiko diidentifikasi terjadinya pada waktu yang lalu.11 Case control dipilih karena pengambilan data penelitian menyangkut bagaimana faktor resiko dipelajari menggunakan retrospektif. Dengan kata lain, efek (penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor resiko diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variable subjek pada saat wawancara pada responden dengan memakai kuesioner.
3. Wilayah Guldah, Kelurahan Tanah Merah 4. Wilayah Bandar Binge, Kelurahan Tanah Merah 5. Wilayah Tembis, Kelurahan Tanah Merah.
2. Subyek Penelitian : Ibu yang memiliki balita (usia 1-5 tahun) 3. Objek Penelitian :
Hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian penyakit ISPA pada balita di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan, Binjai Sumatera Utara.
Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu terhadap kejadian penyakit ISPA pada balita di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan, Binjai Sumatera Utara
Hubungan antara pendidikan ibu terhadap kejadian penyakit ISPA pada balita di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan, Binjai Sumatera Utara
16
penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita (usia 1-5 tahun) yang berada di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan, Binjai Sumatera Utara dengan responden sebanyak 148 orang. III.4.2. Sampel a. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.11 b. Besar sampel dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan rumus sebagai berikut :
N n 2 1 N d
Keterangan : n = Besar Sampel
(Notoadmojo, 2010)
Hasil penghitungan
n 107,63
n 108
c. Teknik pengambilan sample Teknik pengambilan sampel yang dilakukan oleh penyusun yaitu dengan metode random sampling, pengambilan secara random atau acak disebut random sampling dan sampel yang diperoleh disebut sampel random. Dan
17
tekniknya yaitu cluster sampling. Pengambilan sampel secara gugus, peneliti tidak mendaftar semua anggota atau unit yang ada di dalam populasi, melainkan cukup mendaftar banyaknya kelompok atau gugus yang ada di dalam populasi itu. Kemudian mengambil sampel berdasarkan gugus-gugus tersebut.11 No. Lokasi 1 2 3 Posyandu 1 Posyandu 2 Posyandu 3 Jumlah N 36 52 60 148 Perhitungan Sampel Jumlah Sampel
18
ASI eksklusif ASI Ekslusif adalah memberikan ASI saja sampai bayi berumur 6 bulan, tanpa makanan dan minuman lainnya.
Kuesioner
Wawancara
(1) Bukan ASI Eksklusif = Bila tidak sesuai definisi (2) ASI Eksklusif = Bila sesuai definisi
Nominal
Pendidikan
Kuesioner
Wawancara
(1)Rendah=Bila pendidikan terakhir ibu di bawah SMA. (2)Tinggi=Bila pendidikan terakhir ibu di atas SMA.
Ordinal
Kuesioner
Wawancara
(1)Kurang= Lebih rendah dari nilai mean (2)Baik=Lebih tinggi dari nilai mean
Nominal
19
2. Masing-masing kelompok ditugaskan mencari responden. 3. Peneliti memberikan lembar kuesioner pada responden yang telah dipilih secara random untuk diisi atau secara wawancara kepada responden yang bersangkutan. Semua data yang telah di analisa dan ditampilkan dalam bentuk diagram akan diuraikan dengan pengelolaan dan pembahasan lebih lanjut.
pengkodean maupun dalam membaca kode, kesalahan juga dimungkinkan terjadi pada saat memasukkan data kekomputer. Setelah data didapat dilakukan pengecekan lagi apakah data ada salah atau tidak.
Pengelompokan data yang salah diperbaiki hingga tidak ditemukan kembali data yang tidak sesuai, sehingga data siap dianalisis.
21
III.9.1 Data sekunder Data yang diperoleh dari data pencatatan dan pelaporan yang ada di tingkat Puskesmas Pembantu Tanah Merah Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan Kota Binjai Sumatera Utara (Penderita ISPA,demografi, d1l). III.9.2. Data primer Data yang diperoleh dari data pencatatan rawat jalan poliklinik desa, puskesmas pembantu, puskesmas. Kemudian dilakukan observasi langsung dengan cara mendatangi orang tua balita untuk mendapatkan informasi lebih rinci melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya (faktor intrinsik dan faktor ektrinsik). Faktor tersebut meliputi pemberian ASI Eksklusif, pendidikan ibu, pengetahuan ibu.
22
ANALISA
PENYUSUNAN LAPORAN
PRESENTASI
23