Anda di halaman 1dari 69

GAMBARAN PENGETAHUAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF

KRONIK (PPOK) PADA PENDERITA PPOK


2020

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH


Diajukan untuk Menyelesaikan Program Studi Diploma III Keperawatan Pada
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung

Disusun oleh:
NANDA RIZKY AGUSTIN
NIM. P17320117043

JURUSAN KEPERAWATAN BANDUNG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANDUNG
Jalan Dr. Otten No. 32 Bandung 40171 Telp. (022) 4231057 Fax. (022) 4213391

2020
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL KTI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
BANDUNG

LEMBAR PERSETUJUAN KTI

GAMBARAN PENGETAHUAN PENYAKIT PARU


OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
PADA PENDERITA PPOK
2020

Disusun Oleh :
NANDA RIZKY AGUSTIN
NIM. P17320117043

Diterima dan disetujui untuk dipertahankan pada Ujian Sidang KTI

Menyetujui,
Bandung, 15 Mei 2020

Yosep Rohyadi, S.Kp., M.kep


NIP. 196611111990031001

Menyetujui
Ketua Jurusan Keperawatan Bandung
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Bandung

Dr. H. Asep Setiawan, SKp. M. Kes


NIP. 197004251993031003

i
POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENKES BANDUNG

LEMBAR PENGESAHAN KTI

GAMBARAN PENGETAHUAN PENYAKIT


PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) PADA
PENDERITA PPOK
2020

Disusun Oleh :
NANDA RIZKY AGUSTIN
NIM. P17320117043

KTI ini telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan


Dewan Penguji pada tanggal 15 Mei 2020

Susunan Dewan Penguji

Ketua Penguji Anggota Penguji Anggota Penguji

Yati Tursini, S.Pd.,S.Kep.,Ners.,M.Kes Sansri Diah K.D, S.Pd, S.Kp, M.Kes., AIFO Yosep Rohyadi, S.Kp., M.kep
NIP. 195712111979122001 NIP. 196512041988032001 NIP. 196611111990031001

Menyetujui
Ketua Jurusan Keperawatan Bandung
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Bandung

Dr. H. Asep Setiawan, SKp. M. Kes


NIP. 197004251993031003

ii
HALAMAN DAN MOTTO PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Maka apabila engkau telah

selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).

(QS. Al - Inshiroh: 6-7).

Hidup ini bukan ajang perlombaan untuk membuktikan siapa yang lebih pantas,

melainkan tentang perjalanan yang ditempuh oleh masing-masing pribadi.

(Rehatajadulu)

Semua tentang waktu, mungkin tidak sekarang tapi bisa jadi nanti.

(Nanda Rizky A)

Karya Tulis Ilmiah ini saya persembahkan untuk kedua orangtua saya tercinta,
kedua kakak saya, kedua keponakan saya, serta seluruh keluarga besar yang tiada
henti-hentinya memberikan semangat, dukungan, serta do’a sehingga saya bisa
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat waktu.
Juga untuk orang yang saya sayangi Annisa Amalia, Bunga, Nesya, Zeani, Salira,
Gisti, Widya, Dinda, Sivtya, Ulloh dan seluruh teman-teman Kelas AKUT yang sudah
menemani saya sampai sejauh ini, selalu memberikan semangat ketika saya merasa
lelah, selalu memberikan hal positif, dan yang tiada hentinya menghiasi hidup saya
dengan tawa canda kalian.
Terima kasih untuk dosen pembimbing yang tidak pernah lelah untuk membimbing
saya dari awal pembuatan karya tulis ini hingga akhir, dan selalu memberikan
dukungan juga motivasi dalam penyelesaian karya tulis ini.
Terima kasih untuk semuanya.

iii
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bandung
Jurusan Keperawatan Bandung
Program Studi Diploma III Keperawatan Bandung
Bandung, Mei 2020
Nanda Rizky Agustin. P17320117043

GAMBARAN PENGETAHUAN PENYAKIT


PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)
PADA PENDERITA PPOK
2020

ABSTRAK

xii, 67 Halaman, 5 Bab, 1 Bagan, 1 Tabel, 3 Lampiran

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh angka kejadian PPOK di Indonesia sebanyak 4,8
juta pada tahun 2011. Angka kejadian PPOK di Jawa Barat mencapai 3.941 jiwa pada
tahun 2012 sedangkan di Bandung sekitar 1.081 jiwa pada tahun 2017. PPOK
merupakan penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas
yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan
berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun
atau berbahaya. Penyebab, tanda gejala, komplikasi, dan pencegahan komplikasi
perlu diketahui oleh penderita PPOK untuk mencegah terjadinya keparahan, salah
satu faktor yang mempengaruhi adalah gambaran pengetahuan penderita PPOK.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan PPOK pada
penderita PPOK. Metode penelitian yang digunakan adalah study literature review.
Peneliti menelaah 6 artikel terkait gambaran pengetahuan dan PPOK. Penelitian
tersebut berasal dari Emi tahun 2014, Kristiana tahun 2015, Bayu tahun 2013, Fadhil
tahun 2013, Adelima tahun 2019, dan Maria tahun 2012. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor yang sering ditemukan dalam mempengaruhi
pengetahuan adalah faktor pendidikan dan faktor pengalaman. Selain itu, masih
banyak penderita PPOK yang belum mengetahui secara betul mengenai PPOK
tersebut, hal ini berpengaruh terhadap gaya hidup dan kepatuhan pengobatan.
Diharapkan bagi tenaga keperawatan medikal bedah dapat meningkatkan
pengetahuan pada penderita PPOK dengan memberikan pendidikan kesehatan
mengenai PPOK tersebut.

Kata kunci : Gambaran Pengetahuan PPOK


Daftar Pustaka : 52

iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat

rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian dengan

judul “GAMBARAN PENGETAHUAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF

KRONIS (PPOK) PADA PENDERITA PPOK 2020”. Karya tulis ilmiah ini diajukan

untuk menyelesaikan program studi diploma III Keperawatan pada Jurusan

Keperawatan Politeknik Kementrian Kesehatan Bandung.

Penulis menyadari kelemahan serta keterbatasan yang ada sehingga dalam

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, penulis menyapaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Osman Syarif, MKM selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kementerian Kesehatan RI Bandung

2. Bapak Dr. Asep Setiawan S.Kp., M.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Bandung

3. Ibu Hj. Sri Ramdaniati, S.Kep. Ners. M.Kep selaku Ketua Program Studi Jurusan

Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Bandung

4. Ibu Susi Kusniasih, S.Kep., Ners., M.Kes selaku dosen Pembimbing Akademik

yang telah memberikan dukungan

v
vi

5. Bapak Yosep Rohyadi S.Kp., M.Kep selaku pembimbing yang selalu memberikan

dukungan dan bimbingan dalam pembuatan proposal.

6. Seluruh staf pengajar dan civitas akademik Jurusan Keperawatan Bandung

Politeknik Kementrian Kesehatan Bandung

7. Kedua orang tua serta keluarga besar yang selalu memberikan dukungan serta

motivasi pada penulis

8. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa D3 Keperawatan Bandung Politeknik

Kesehatan Kementrian Kesehatan Bandung yang selalu memberi dukungan

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan secara satu persatu, yang telah

memberikan dukungan pada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya tulis ilmiah ini masih terdapat

kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan pembaca dapat memberi kritikan

dan saran demi terciptanya karya tulis ilmiah yang lebih baik.

Penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya bagi

penulis dan umumnya bagi pembaca. Akhir kata penulis ucapkan, semoga Allah SWT

memberikan balasan yang berlimpah atas segala sesuatu yang telah dikerjakan oleh

penulis dalam proses pembuatan karya tulis ini.

Bandung, Mei 2020

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL KTI.........................................................i

LEMBAR PENGESAHAN KTI................................................................................ii

HALAMAN DAN MOTTO PERSEMBAHAN.......................................................iii

ABSTRAK...................................................................................................................iv

KATA PENGANTAR.................................................................................................v

DAFTAR ISI..............................................................................................................vii

DAFTAR BAGAN.......................................................................................................x

DAFTAR TABEL.......................................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................................xii

BAB I............................................................................................................................1

PENDAHULUAN........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................5
1.3 Tujuan Penelitian...................................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................................................6
BAB II...........................................................................................................................8

TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................8

2.1 Konsep Pengetahuan..............................................................................................8


2.1.1 Pengertian...............................................................................................8

vii
viii

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan..........................................8

2.1.3 Cara Mengukur Pengetahuan............................................................10

2.1.4 Kategori Pengetahuan.........................................................................10

2.2 Konsep PPOK.......................................................................................................11


2.2.1 Pengertian PPOK................................................................................11

2.2.2 Etiologi PPOK......................................................................................12

2.2.3 Patofisiologi PPOK..............................................................................12

2.2.4 Manifestasi Klinis PPOK....................................................................14

2.2.5 Data Penunjang....................................................................................15

2.2.6 Komplikasi PPOK...............................................................................16

2.2.7 Penatalaksanaan..................................................................................17

2.2.8 Pencegahan Komplikasi pada PPOK................................................19

BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................25

3.1 Desain Penelitian..................................................................................................25


3.2 Sumber dan Strategi Pengumpulan Data...........................................................25
3.3 Metode Ekstraksi Data........................................................................................26
3.4 Pengkajian Kualitas Data....................................................................................26
3.5 Sintesa Data..........................................................................................................26
BAB IV........................................................................................................................27

4.1 Hasil Penelurusan Jurnal Penelitian...................................................................27


4.2 Pembahasan..........................................................................................................33
ix

4.2.1 Pembahasan Penelitian Pertama.....................................................................33


4.2.2 Pembahasan Penelitian Kedua........................................................................36
4.2.3 Pembahasan Penelitian Ketiga........................................................................38
4.2.4 Pembahasan Penelitian Keempat....................................................................39
4.2.5 Pembahasan Penelitian Kelima.......................................................................41
4.2.6 Pembahasan Penelitian Keenam.....................................................................42
BAB V.........................................................................................................................43

5.1 Kesimpulan...........................................................................................................43
5.2 Rekomendasi.........................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................45
x

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Pathway ………………………………………………………………….13


Bagan 2 Kerangka Konsep ………………………………………………………..24
xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1 …………………………………………………………………………….27
xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Penelitian

Lampiran 2 Riwayat Hidup

Lampiran 3 Lembar Bimbingan


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit tidak menular masih menjadi suatu kekhawatiran bagi setiap masyarakat.

Kementrian Kesehatan mengidentifikasi penyakit-penyakit yang masih akan menjadi

ancaman bagi kesehatan masyarakat, yaitu pada penyakit tidak menular antara lain

hipertensi, asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), diabetes mellitus, penyakit

jantung, stroke, dan kanker (Kemenkes RI, 2014).

PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular yang memiliki beban

kesehatan tertinggi. WHO dalam Global Status of Non-communicable Diseases tahun

2010 mengkategorikan PPOK kedalam empat besar penyakit tidak menular yang

memiliki angka kematian yang tinggi setelah penyakit kardiovaskuler, keganasan, dan

diabetes.

The Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Diseases (GOLD) tahun

2014 mendefinisikan PPOK sebagai penyakit respirasi kronis yang dapat dicegah dan

diobati, ditandai dengan adanya hambatan aliran udara yang persisten dan biasanya

bersifat progresif serta berhubungan dengan peningkatan respons inflamasi kronis

saluran napas yang disebabkan oleh gas atau partikel iritan tertentu.

PPOK merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang ditimbulkan

akibat terjadinya transisi epidemiologi di Indonesia serta dipengaruhi oleh

1
2

meningkatnya usia harapan hidup masyarakat, faktor demografi, faktor sosial

ekonomi, faktor perilaku, dan faktor lingkungan (Dinkes Kota Semarang, 2013).

PPOK adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas

yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan

berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun

atau berbahaya (GOLD, 2015).

Menurut GOLD (the Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease)

2018, PPOK adalah penyakit umum, dapat dicegah dan diobati yang ditandai dengan

gejala pernapasan pesisten dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan karena

kelainan saluran napas dan alveolus.

Laporan data PPOK berdasarkan WHO terdapat 600 juta orang menderita PPOK

di dunia dengan 65 juta orang menderita PPOK dengan derajat sedang hingga berat.

Lebih dari 3 juta orang meninggal karena PPOK yang setara dengan 5% dari semua

kematian secara global (WHO, 2015). Hasil laporan data Penyakit Tidak Menular

oleh Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2011, menunjukkan PPOK

termasuk dalam 10 besar penyebab kematian PTM rawat inap di rumah sakit

Indonesia dengan besar 6,74% (Kemenkes RI, 2012 dalam Riskesdas 2013).

Prevalensi PPOK di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta penderita PPOK.

Angka ini bisa meningkat dengan semakin banyaknya jumlah perokok karena 90%

penderita PPOK adalah perokok atau bekas perokok (PDPI, 2011). Sedangkan di

Jawa Barat, jumlah penderita PPOK mencapai 3.941 jiwa (Profile Kesehatan Jawa
3

Barat, 2012) dan angka kejadian PPOK di Kota Bandung sekitar 1081 jiwa (Dinkes

Bandung, 2017).

Gejala PPOK antara lain batuk, sesak nafas, keterbatasan aktivitas, dan produksi

sputum yang bersifat produktif biasanya berwarna jernih, putih, kuning atau

kehijauan, pada pasien eksaserbasi sputum menjadi semakin purulen. Adanya

disfungsi otot skeletal dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup penderita karena

akan membatasi kapasitas latihan dari pasien PPOK. Penurunan aktivitas pada

kehidupan sehari-hari akibat sesak nafas yang dialami pasien PPOK akan

mengakibatkan makin memperburuk kondisi tubuhnya (Siti Khotimah, 2013). Selain

itu, PPOK juga dapat menyebabkan infeksi pernapasan karena rentan terserang flu

dan pneumonia, masalah jantung, tekanan darah tinggi, dan bisa juga menyebabkan

depresi yang timbul akibat penurunan aktivitas pada penderita PPOK. Pasien PPOK

sering kali mengalami penurunan aktivitas, hal ini disebabkan karena pasien

mengalami sesak nafas sehingga pasien sering kali mudah lelah ketika melakukan

aktivitas dan pada akhirnya pasien menjadi cepat kesal atau frustasi karena

kondisinya tersebut.

PPOK dapat mengakibatkan gangguan pada proses oksigenisasi keseluruhan

anggota tubuh karena adanya kerusakan pada alveolar serta perubahan fisiologi

pernapasan. Kerusakan dan perubahan tersebut dapat menyebabkan inflamasi pada

bronkus dan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis

serta menimbulkan obstruksi atau penutupan awal fase ekspirasi sehingga terjadi
4

keterbatasan saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible yang berhubungan

dengan respon inflamasi (GOLD, 2019).

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafa seorang mahasiswi Universitas

Muhammadiyah Surakarta, tahun 2017. Dari data yang diperoleh penelitian tersebut

didapatkan jenis penyakit penyerta sejumlah 23 pasien. Pasien PPOK eksaserbasi

akut mayoritas berada pada umur 56 tahun ke atas sehingga ditemukan banyak

komplikasi penyakit. Menurut GOLD tahun 2017 penyakit kardiovaskuler adalah

komplikasi yang sering terjadi pada pasien PPOK.

Penelitian lain yang dimuat pada Egyptian Journal of Chest Disease and

Tuberculosis dan dalam sebuah penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soedarso

Pontianak tentang hubungan derajat dan kualitas hidup pasien PPOK dengan

menggunakan Saint George’s Respiratory Questionnaire for COPD (SGRQ-C)

menyebutkan bahwa kualitas hidup dapat sangat terganggu pada pasien PPOK

dengan semakin meningkatnya derajat penyakit yang dideritanya. Penelitian tersebut

mendapatkan pasien dengan derajat PPOK ringan dan sedang memiliki kualitas hidup

baik, sedangkan pasien dengan derajat PPOK berat dan sangat berat memiliki kualitas

hidup yang buruk (Zamzam, 2012 & Firdaus, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Li & Guang (2013) menemukan adanya hubungan

antara tingkat keparahan penderita PPOK dengan gangguan fungsi kognitif.

Penelitian ini dilakukan dengan cara pengukuran fungsi paru, dimana terlihat

rendahnya kadar oksigen. Rendahnya kadar oksigen yang menyebabkan terjadinya

hipoksemia kronis. Hipoksemia kronis menyebabkan terjadinya atrofi hippocampus


5

yang berperan sebagai kunci utama terjadinya gangguan kognitif pada penderita

PPOK.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa PPOK dapat menimbulkan

banyak komplikasi penyakit namun juga merupakan penyakit yang dapat dicegah,

maka penting untuk mengeketahui bagaimana pencegahan dan edukasi perburukan

gejalanya. Upaya pencegahan dan mengurangi gejala yang timbul pada penderita

PPOK dapat dilakukan dengan cara pengobatan farmakologis, dimana pengobatan

tersebut bersifat jangka panjang. Selain pengobatan farmakologis, terdapat

pengobatan non-farmakologis yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan dan juga

oleh pasien itu sendiri (Sakhaei, 2018). Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara

memperbaiki pola hidup seperti mencegah diri untuk merokok ataupun mengurangi

intensitas merokok pada perokok aktif.

Edukasi terhadap penderita dan keluarga memegang peranan penting dalam

pencegahan terjadinya komplikasi atau keparahan pada penderita PPOK. Dalam hal

ini edukasi diharapkan dapat mencegah perburukan penyakit.

Berdasarkan pemaparan diatas, terbukti bahwa masih banyak penderita PPOK

yang belum mengetahui dengan baik PPOK itu sendiri atau dengan kata lain,

pengetahuan pasien masih kurang. Maka, sangat penting pengetahuan PPOK bagi

penderita untuk dapat melakukan pencegahan perburukan penyakit.

1.2 Rumusan Masalah


6

Besarnya pengaruh PPOK terhadap keberlangsungan hidup pasien penderita PPOK

dapat menyebabkan angka kesakitan dan kematian semakin tinggi serta berdasarkan

uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah, maka yang menjadi

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana “Gambaran Pengetahuan

Pasien PPOK pada Penderita”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mempelajari gambaran pengetahuan PPOK pada penderita PPOK.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mengidentifikasi gambaran pengetahuan PPOK berdasarkan faktor yang

mempengaruhi pengetahuan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi

pengembangan dalam ilmu keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah

dalam mengedukasi penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Pendidikan


7

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai literatur ilmiah

di perpustakaan mengenai pencegahan komplikasi pada penderita PPOK.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi dalam

penelitian selanjutnya terkait gambaran pengetahuan pasien PPOK pada

penderita PPOK.

c. Bagi Keperawatan Medikal Bedah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi keperawatan

medikal bedah mengenai PPOK dan dapat dijadikan motivasi dalam

meningkatkan pengetahuan penderita PPOK mengenai penyakitnya tersebut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan

sebagainya) (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penginderaan.

Pengetahuan sangat berbeda dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstition),

dan penerangan-penerangan yang keliru (misininformation). Pengetahuan adalah

segala apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh manusia

(Mubrak, 2011).

Berdasarkan pendapat Notoatmodjo dan Mubrak dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan merupakan hasil tahu seseorang terhadap objek yang merupakan kesan

didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya.

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010) faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain

yaitu :

8
9

a. Faktor pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah

untuk menerima informasi tentang obyek atau yang berkaitan dengan

pengetahuan.

Pengetahuan umumnya dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan oleh

orang tua, guru, dan media masa. Pendidikan sangat erat kaitannya dengan

pengetahuan dan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat

diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang, maka akan semakin mudah untuk menerima, serta mengembangkan

pengetahuan dan teknologi.

b. Faktor pekerjaan

Pekerjaan seseorang sangat berpengaruh terhadap proses mengakses informasi

yang dibutuhkan terhadap suatu obyek.

c. Faktor pengalaman

Pengalaman seseorang sangat mempengaruhi pengetahuan, semakin banyak

pengalaman seseorang tentang suatu hal, maka akan semakin bertambah pula

pengetahuan seseorang akan hal tersebut.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden.
10

d. Keyakinan

Keyakinan yang diperoleh oleh seseorang biasanya bisa didapat secara turun-

menurun dan tidak dapat dibuktikan terlebih dahulu, keyakinan positif dan

keyakinan negatif dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.

e. Sosial budaya

Kebudayaan beserta kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi

pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

2.1.3 Cara Mengukur Pengetahuan

Pengukuran dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian atau responden

(Notoatmodjo, 2012). Dalam mengukur pengetahuan harus diperhatikan rumusan

kalimat pertanyaan menurut tahapan pengetahuan.

Cara mengukur tingkat pengetahuan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan,

kemudian dilakukan penilaian nilai 1 untuk jawaban benar dan nilai 0 untuk jawaban

salah. Kemudian digolongkan menjadi 3 kategori yaitu baik, sedang, kurang.

2.1.4 Kategori Pengetahuan

Menurut Arikunto (2013), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu:

a. Baik : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 76%-100% dari seluruh

pertanyaan.
11

b. Cukup : Bila subjek mampu menjawab dengan benar 56%-75% dari seluruh

pertanyaan.

c. Kurang : bila subjek mampu menjawab dengan benar 40%-55% dari seluruh

pertanyaan.

2.2 Konsep PPOK

2.2.1 Pengertian PPOK

Penyakit pada paru secara garis besar dibagi dalam 2 kelompok, yaitu penyakit

paru restriksi dan obstruksi. Restriksi adalah keterbatasan kemampuan paru untuk

mengembang dan mengempis sesuai aliran udara yang masuk dan keluar.

Restriksi paru dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya fibrosis, debris

atau sisa infeksi (pneumonitis) maupun gangguan pada neuromuskular (Caronia,

2014). Sementara, obstruksi adalah sumbatan saluran napas (dalam hal ini ialah

paru). Sumbatan ini dapat disebabkan oleh fibrosis, cairan, partikel solid ataupun

benda lain yang bisa berada di dalam paru. PPOK termasuk ke dalam kelompok

penyakit paru obstruksi.

PPOK adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran

nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif

dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang

beracun atau berbahaya (GOLD, 2015).


12

Berdasarkan pendapat Caronia dan GOLD dapat disimpulkan bahwa PPOK adalah

sumbatan saluran napas yang bersifat progresif dan berhubungan dengan respons

inflamasi paru terhadap partikel ataugas beracun.

2.2.2 Etiologi PPOK

Faktor paparan yang dapat menyebabkan PPOK adalah polusi udara dari hasil

rumah tangga seperti asap dapur, terutama pada dapur dengan ventilasi buruk dan

yang terkena terutama ialah wanita. Debu dan iritan lain seperti asap juga dapat

menyebabkan timbulnya penyakit ini dengan paparan yang lama dan sering. Asap

kendaraan bermotor dan asap rokok juga diduga dapat menjadi penyebab karena

partikel-partikelnya dapat mengganggu dan meningkatkan beban kerja paru,

meskipun dalam jumlah yang relatif kecil (GOLD, 2014).

2.2.3 Patofisiologi PPOK

Karakteristik utama PPOK adalah keterbatasan aliran udara sehingga

membutuhkan waktu lebih lama untuk pengosongan paru. Peningkatan tahanan jalan

napas pada saluran napas kecil dan peningkatan compliance paru akibat kerusakan

emfisematus menyebabkan perpanjangan waktu pengosongan paru. Hal tersebut

dapat dinilai pengukuran Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (FEV1) dan rasio

FEV1 dengan Kapasitas Vital Paksa (FEV1/FVC) (Ariani, dkk, 2014).


13

Patofisiologi pada pasien PPOK menurut The Global Initiative for Chronic

Obstructive Pulmonary Disease 2019 sebagai berikut :

a. Keterbatasan aliran udara dan air trapping

b. Ketidaknormalan pertukaran udara

c. Hipersekresi mucus

d. Hipertensi pulmoner

e. Eksaserbasi

f. Gangguan sistemik

Pathway

Merokok

Genetik: Defisiensi Mengandung zat- Mengandung


antitrypsin alfa-1 zat berbahaya radikal bebas

Faktor lingkungan

Induksi aktivasi
Peningkatan
Polusi udara makrofag dan
stress oksidatif
leukosit

Penurunan Peningkatan Peningkatan


Pelepasan faktor
netralisasi elastase pelepasan elastase pelepasan oksidan
kemotaktik
neutrofil

Cedera sel Peningkatan apoptosis


dan nekrosis dari sel
Peningkatan jumlah yang terpapar
neutrogil di daerah
yang terpapar
Cedera sel

Respon inflamasi
14

2.2.4 Manifestasi Klinis PPOK

Menurut Pedoman Program Penanggulangan Penyakit (2016), sebagian besar

PPOK tidak terdiagnosis pada stadium awal tetapi pada stadium lanjut. Pada stadium

ini, kondisi pasien semakin berat. Kecurigaan PPOK dapat dimulai dari :

a. Terdapat pajanan bahan gas berbahaya, terutama asap rokok, dan polusi udara

baik di dalam dan di luar ruangan, serta di tempat kerja

b. Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya usia pertengahan, karena membutuhkan

waktu lama dalam pajanan bahas/gas berbahaya tersebut

c. Perkembangan gejala bersifat progresif lambat, semakin lama semakin memburuk

d. Terdapat penyempitan (obstruksi) saluran napas yang tidak sepenuhnya

reversible

e. Sering mendapatkan infeksi saluran napas dan membutuhkan waktu lama untuk

pulih.

PPOK ditandai dengan gejala pernapasan yang persisten dan hambatan aliran

pernapasan di saluran pernapasan yang disebabkan oleh abnormalitas alveolar karena

paparan partikel atau gas berbahaya (GOLD, 2017).

Seseorang dengan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Hal ini berbahaya

karena apabila faktor risikonya tidak dihindari maka penyakit ini semakin progresif.

PPOK dapat menimbulkan gejala sebagai berikut:

a. Sesak nafas

b. Batuk-batuk kronis selama 2 minggu


15

c. Sputum yang produktif

Pada PPOK eksaserbasi akut terdapat gejala yang bertambah parah seperti:

a. Bertambahnya sesak napas

b. Kadang-kadang disertai mengi

c. Bertambahnya batuk disertai meningkatnya sputum

d. Sputum menjadi lebih purulent dan berubah warna

Gejala non-spesifiknya seperti lesu, lemas, susah tidur, mudah lelah, dan depresi.

2.2.5 Data Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK antara lain

pemeriksaan radiologi (foto thorax), spirometri, laboratorium darah rutin (timbulnya

polistemia menunjukkan telah terjadi hipoksia kronik), analisa gas darah,

mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan antibiotik bila terjadi eksaserbasi).

Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK

ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan

diagnosis banding dari keluhan pasien.

Hasil pemeriksaan radiologis dapat berupa kelainan paru hiperinflasi atau

hiperluse, diafragma mendatar, corakan Bronkovaskuler menignkat, bulla, jantung

pendulum. Catatan : Dalam menegakkan diagnose PPOK perlu disingkirkan

kemungkinan adanya gagal jantung kongestif, TB paru, dan syndrome obstruktif

pasca TB paru.
16

Penegakan diagnose PPOK secara klinis dilaksanakan di puskesmas atau rumah

sakit anpa fasilitas spirometri. Sedangkan penegakan diagnosis penentua klasifikasi

(derajat PPOK) sesuai dengan ketentuan perkumpulan dokter paru Indonesia (PDPI),

dilaksanakan di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang memilih spirometri

(PDPI, 2011).

2.2.6 Komplikasi PPOK

PPOK dapat mengakibatkan gangguan pada proses oksigenisasi keseluruhan

anggota tubuh karena adanya kerusakan pada alveolar serta perubahan fisiologi

pernapasan. Kerusakan dan perubahan tersebut dapat menyebabkan inflamasi pada

bronkus dan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis

serta menimbulkan obstruksi atau penutupan awal fase ekspirasi sehingga terjadi

keterbatasan saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible yang berhubungan

dengan respon inflamasi (GOLD, 2019).

Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit yang progresif dan

tidak sepenuhnya reversible, adapaun komplikasi PPOK sebagai berikut (GOLD,

2019) :

a. Gagal napas (gagal napas kronik, gagal napas akut pada gagal napas kronik) gagal

napas kronik ditandai dengan hasil analisis gas darah PO 2 < 60 mmHg, dan

PCO2 > 60 mmHg, serta pH normal.

b. Infeksi berulang
17

Pada PPOK, produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni

kuman, hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang, pada kondisi kronik ini

imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.

c. Kor pulmonal

Kor pulmonal adalah hipertrofi atau dilatasi akibat hipertensi pulmonal yang

disebabkan kelainan parenkim dan atau pembuluh darah paru yang tidak

berhubungan dengan keluhan jantung kiri.

Penyakit paru kronis akan mengakibatkan berkurangnya “vascular bed” paru,

dapat disebabkan oleh semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang

mengembang atau kerusakan paru. Di samping itu juga mengakibatkan asidosis

dan hiperkapnia, hipoksia alveolar yang akan merangsang vasokontriksi

pembuluh darah serta polisitemia dan hiperviskositas darah. Semua kelainan

tersebut akan menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal.

2.2.7 Penatalaksanaan

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) tahun 2011 menyebutkan

bahwa penatalaksanaan PPOK secara umum dapat dilakukan dengan memberikan

edukasi, melalui terapi oksigen, ventilasi mekanis, nutrisi yang cukup, dan

rehabilitasi. Selain itu, penatalaksanaan PPOK dengan melakukan pengobatan

farmakologi dan non-farmakologi.


18

Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi

Kronis menurut Doenges (2012) antara lain :

a. Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma,

peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi atau bula

(emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkhitis), hasil normal selama

periode remisi (asma).

b. Tes fungsi paru untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah

fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat

disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi misalnya bronkodilator.

c. Peningkatan pada luasnya bronkhitis dan kadang-kadang pada asma, penurunan

emfisema.

d. Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema.

e. Volume residu meningkat pada emfisema, bronchitis kronis dan asma.

f. Forced Expiratory Volume (FEV1) atau FVC. Rasio volume ekspirasi kuat

dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronchitis dan asma.

g. Analisa Gas Darah (AGD) memperkirakan progresi proses penyakit kronis

misalnya paling sering PaO2 menurun, dan PaCO2 normal atau meningkat

(bronkhitis kronis dan emfisema) tetapi sering menurun pada asma, pH normal

atau asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder terhadap hiperventilasi

(emfisema sedang atau asma).


19

h. Bronkogram dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps

bronkhial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang

terlihat pada bronkus.

i. Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).

j. Kimia darah antara lain alfa satu antitripsin dilakukan untuk meyakinkan

defisiensi dan diagnosa emfisema primer.

k. Sputum, kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen,

pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.

l. Elektrokardiogram (EKG). Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma

berat), disritmia atrial (bronchitis), peninggian gelombang P pada lead II, III,

AVF (bronchitis, emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema). Elaktrokardiogram

(EKG) latihan, tes stress membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru,

mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan atau evaluasi

program latihan.

m. Spirometri

Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2011, pada gambaran

klinis, bila ditemukan sesak nafas yang kronik dan progresif, batuk disertai

produksi sputum kronik serta usia tua dengan riwayat terpajan oleh faktor-faktor

risiko. Maka diagnosis dari PPOK harus dipertimbangkan, dan kemudia

dikonfirmasi dengan melakukan spirometri.

2.2.8 Pencegahan Komplikasi pada PPOK


20

Upaya pencegahan dan mengurangi gejala yang timbul pada penderita PPOK dapat

dilakukan dengan cara pengobatan farmakologis, dimana pengobatan tersebut bersifat

jangka panjang. Selain pengobatan farmakologis, terdapat pengobatan non-

farmakologis yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan dan juga oleh pasien itu

sendiri (Sakhaei, 2018).

a. Terapi Farmakologis

1) Bronkodilator

Beta2-agonist kerja pendek dengan atau tanpa antikolinergik kerja pendek

merupakan terapi bronkodilator utama pada pasien PPOK dengan eksaserbasi.

Tidak terdapat perbedaan efek yang signifikan antara penggunaan metered

dose inhaler (MDI) dan nebulizer. Pasien yang tidak mendapatkan nebul

secara berlanjut dapat menggunakan MDI inhaler 1 semprot setiap 1 jam

untuk 2-3 dosis dan setiap 2-4 jam berdasarkan respon pasien.

2) Glukokortikoid

Sistemik glukokortikoid pada pasien PPOK dapat menurunkan waktu

eksaserbasi dan memperbaiki fungsi paru. Selain itu juga memperbaik

oksigenasi, risiko kejadian berulang, kegagalan terapi dan lamanya dirawat di

rumah sakit. Terapi prednisolon oral memiliki efektivitas yang sama dengan

terapi intravena dan nebul budesonide dapat sebagai alternatif kortikosteroid

oral pada terapi PPOK eksaserbasi.

3) Antibiotik
21

Pemberian antibiotik berdasarkan gejala klinis infeksi bakteri seperti

peningkatan produksi dan konsistensi sputum. Antibiotik dapat diberikan

apabila pasien memiliki gejala cardinal seperti sesak , peningkatan volume

dan konsistensi sputum, terdapat 2 gejala dari 3 gejala, terdapat peningkatan

konsistensi sputum sebagai salah satu gejala dari 2 gejala atau memerlukan

ventilasi mekanik (invasive atau noninvasive). Lama pemberian antibiotik

adalah 5-7 hari. Pemilihan antibiotik berdasarkan resistensi bakteri lokal,

biasanya dimulai dengan terapi empiris aminopenicillin dengan asam

clavulanic, macrolide atau tetracycline. Pada pasien dengan eksaserbasi yang

berulang, keterbatasan aliran udara, dan/atau eksaserbasi yang membutuhkan

ventilasi mekanik, hasil kultur yang menunjukkan bakteri gram negatif, dapat

menunjukkan gejala resisten terhadap antibiotik tersebut. Pemberian secara

oral atau intravena, tergantung kemampuan pasien, namun lebih disarankan

diberikan secara oral.

4) Terapi pendukung

Terapi ini diberikan berdasarkan kondisi pasien seperti kebutuhan

keseimbangan cairan, diuretik, antikoagulan apabila terdapat indikasi atau

penyakit komorbid diikuti dengan edukasi berhenti merokok. Pada pasien

yang dirawat di rumah sakit, PPOK dengan eksaserbasi meningkatkan risiko

terjadinya deep vein thrombosis, emboli paru, sehingga diperlukan

pemeriksaan lanjutan.

5) Terapi oksigen
22

Terapi oksigen harus dititrasi pada pasien dengan hipoksemia dengan

saturasi target 88-92%. Ketika memulai terapi oksigen, analisa gas darah

harus dilakukan untuk mengetahui oksigenasi tanpa retensi karbodioksida

dan/atau asidosis yang memburuk. Pemberian oksigen dengan masker venturi

menunjukkan hasil yang akurat dibandingkan dengan nasal prongs.

6) Terapi ventilasi

Pemberian terapi ventilasi pada kasus PPOK eksaserbasi dapat secara

noninvasive (nasalatau facial mask) atau invasive (oro-tracheal tubeatau

tracheostomy), Ventilasi mekanik noninvasive diberikan pada pasien gagal

nafas akut yang sudah hospitalisasi dan mengalami PPOK eksaserbasi.

Beberapa penelitian menunjukkan terdapat perbaikan oksigenasi dan asidosis

respirasi akut, peningkatan pH dan penurunan PaCO2, penurunan laju

pernafasan, dan sesak. Namun, memiliki komplikasi berupa pneumonia yang

berhubungan dengan ventilator dan lamanya hospitalisasi. Ventilasi mekanik

invasive diberikan dengan indikasi kegagalan terapi ventilasi mekanik non-

invasive sebagai terapi pertama pada gagal nafas akut, PPOK eksaserbasi.

Efek samping yang ditimbulkan berupa risiko infeksi pneumonia (multi-

resisten organisme), barotrauma dan volutrauma (GOLD, 2017).

d. Terapi Non-farmakologis
23

Terapi non-farmakologis yang diberikan bisa berupa latihan fisik seperti

olahraga rutin, menghentikan kebiasaan merokok, serta memakan makanan

bernutrisi.

Menurut Ambrosino dan Serradori (2006 dalam Khasanah, 2013) pada pasien

PPOK mengalami kelemahan otot inspirasi dan disfungsi oto yang bekontribusi

terhadap terjadinya sesak nafas. Salah satu dari latihan nafas yang efektif dalam

membantu mengatas sesak nafas adalah Pursed Lips Breathing (PLB) yang

merupakan salah satu teknik latihan pernafasan yang melibatkan pernafasan

melalui perlawanan yang diciptakan dengan bibir. Efek dari PLB adalah

meningkatkan kapasitas otot-otot pernafasan untuk memenuhi kebutuhan dalam

memberikan tekanan pernafasan (Khasanah, 2013).

Beberapa tindakan keperawatan selain PLB yang dapat dilakukan untuk

membantu meningkatkan kondisi pernafasan pasien PPOK adalah memposisikan

pasien. Banyak pasien PPOK menggunakan posisi condong ke depan (CKD)

ketika mengeluh sesak nafas. Posisi CKD dapat meningkatkan tekanan intra

abdominal dan menurunkan penekanan diafragma kebagian rongga abdomen

selama inspirasi (Khasanah, 2013).


24

Bagan 1
Kerangka Konsep

Pengetahuan PPOK Penyebab, tanda dan gejala, Pengetahuan :


komplikasi, pencegahan 1. Baik
komplikasi 2. Cukup
3. Kurang

Faktor yang mempengaruhi:


1. Pendidikan
2. Pekerjaan
3. Pengalaman
4. Keyakinan
5. Sosial budaya

Keterangan:
Variabel yang akan diteliti

Variable yang tidak diteliti

Hubungan yang akan diteliti


Hubungan yang tidak akan diteliti
BAB III

METODE PENELITIAN

c.1 Desain Penelitian

Desain yang dipergunakan adalah systematic literatur review dalam bahasa

indonesia disebut penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan adalah istilah lain

dari kajian pustaka, tinjauan pustaka, kajian teoritis, landasan teori, telaah pustaka

(literature review), dan tinjauan teoritis. Dalam kata lain, penelitian kepustakaan

adalah penelitian yang dilakukan hanya berdasarkan atas karya tertulis, termasuk

hasil penelitian baik yang telah maupun yang belum dipublikasikan (Embun, 2012)

c.2 Sumber dan Strategi Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder

merupakan data yang diperoleh bukan dari pengamatan langsung, akan tetapi data

tersebut diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti

terdahulu. Sumber data sekunder dapat berupa buku maupun artikel hasil penelitian

dalam jurnal yang dicari melalui situs pencarian seperti google cholar, PubMed, atau

Portal Garuda. Kata kunci yang digunakan dalam mencari hasil-hasil yang akan

direview adalah Pencegahan Komplikasi. Pencarian berfokus pada jurnal-jurnal

keperawatan dan kesehatan yang memuat hasil penelitian terkait dengan Gambaran

Pengetahuan secara umum dan Gambaran Pengetahuan mengenai PPOK yang

dipublikasikan antara tahun 2010 sampai dengan 2019.

25
26

c.3 Metode Ekstraksi Data

Pada tahapan ini, peneliti melakukan beberapa langkah yaitu :

1. Membaca seluruh artikel hasil penelitian yang didapatkan dari hasil pencarian data

2. Menuliskan seluruh data yang didapatkan dari penelitian tersebut menggunakan

format yang telah ditentukan

3. Mengumpulkan semua informasi yang dapat digunakan untuk menjawab masalah

penelitian

3.4 Pengkajian Kualitas Data

Pengkajian kualitas data merupakan tahapan dimana peneliti menganalisa setiap

data pada hasil penelitian yang telah didapatkannya. Pada tahap ini juga, peneliti

melakukan analisis mengenai kualitas data sesuai dengan kemampuan peneliti dalam

menjawab masalah dalam penelitian tersebut.

Pada tahapan ini peneliti menelaah apakah hasil penelitian yang didapatkan

mampu menjawab tujuan penelitian, lalu membandingkan dengan hasil-hasil

penelitian lainnya yang didapatkan. Peneliti juga melakukan analisis dari berbagai

segi dengan melihat data-data yang telah tersedia seperti karakteristik responden,

tempat penelitian, ataupun metode yang digunakan.

3.5 Sintesa Data


27

Sintesa data merupakan kesimpulan yang diambil berdasarkan adanya beberapa

persamaan dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelurusan Jurnal Penelitian

Dibawah ini merupakahan hasil penelitian tentang pengetahaun pencegahan

komplikasi yang dituliskan pada table 4.1

Tabel 4.1

Hasil Penelitian yang Berhubungan dengan Pengetahuan Pencegahan

Komplikasi

No. Peneliti Judul Tahun n Hasil

1. Emi Gambaran 2014 51 Metode penelitian yang digunakan


Pengetahuan adalah metode penelitian deskriptif
Asep Kuswandi Pasien yang bertujuan menggambarkan
Diabetes pengetahuan pasien DM tentang
Asep Setiawan Mellitus pencegahan komplikasi DM pada
Tentang pasien DM yang datang ke Poliklinik
Pencegahan Penyakit Dalam RSUD Dr.
Komplikasi Soekardjo Tasikmlaya. Besaran
Diabetes sampelnya yaitu 51 orang.
Mellitus di
Poliklinik Hasil penelitian dibagi menjadi
Penyakit beberapa bagian yaitu:
Dalam 1. Gambaran pengetahuan
Dr.Soekardjo responden tentang pencegahan
Kota komplikasi DM
Tasikmalaya
Hasil penelitian tersebut memperoleh
36 responden (70.6%) memiliki
pengetahuan cukup dan hanya 3
responden (5.9%) yang memiliki
pengetahuan baik.

2. Gambaran pengetahuan pasien


DM tentang pencegahan

28
29

komplikasi pada mata

Penelitian tersebut memperoleh hasil


yaitu pengetahuan cukup pada 21
responden (41,2%) dan 17 responden
(33,3%) memiliki pengetahuan yang
baik.
3. Gambaran pengetahuan pasien
DM tentang pencegahan
komplikasi pada saraf

Dari hasil penelitian tersebut


diperoleh bahwa 35 responden
(68.6%) memiliki pengetahuan
cukup. Namun sangat sedikit yang
memiliki pengetahuan baik yaitu
sebanyak hanya 4 responden (7.8%).
4. Gambaran pengetahuan pasien
DM tentang pencegahan
komplikasi pada kaki

Hasil dari penelitian yang dilakukan


menunjukkan bahwa tingkat
pengetahuan pasien DM tentang
pencegahan komplikasi DM pada
kaki memiliki pengetahuan kurang
sebanyak 20 responden (39.2%) dan
oengetahuan baik sebanyak 19
responden (37.3%).
5. Gambaran pengetahuan pasien
DM tentang pencegahan
komplikasi pada sistem
pencernaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa


sebanyak 22 responden (43,1%)
memiliki pengetahuan cukup dan 15
responden (29,4%) memiliki
pengetahuan yang baik.

2. Kristiana Puji Gambaran 2015 52 Metode yang digunakan pada


Purwandari, Pengetahuan penelitian ini adalah metode
Klien penelitian deskriptif. Populasi pada
Yohanes Wahyu Hipertensi penelitian ini adalah penduduk yang
Nugroho, Tentang mengalami hipertensi di Desa
Pencegahan Nambangan Kecamatan Selogiri
Staf Pengajar Komplikasi di Kabupaten Wonogiri sejumlah 60
Akper Giri Staria Desa orang dan banyaknya sampel pada
Husada Nambangan
30

Wonogiri Kecamatan penelitian ini sejumlah 52 orang.


Selogiri
Kabupaten Didapatkan hasil terbanyak pada
Wonogiri kategori pengetahuan cukup yaitu
sebanyak 28 responden (54%).
Menurut analisis peneliti, sebagian
besar dari responden hipertensi
memilki pengetahuan cukup yaitu
sebanyak 28 responden (54%) dan 13
responden (25%) memiliki
pengetahuan baik terhadap
pencegahan komplikasi hipertensi.

3. Bayu Krisna Ari Hubungan 2013 94 Penelitian ini menggunakan metode


Nugraha, Tingkat penelitian deskriptif dengan populasi
Pengetahuan dalam penelitian ini ialah keluarga
H.M Abi Keluarga lansia yang mengalami hipertensi di
Muhlisin, SKM., dengan Sikap wilayah kerja Puskesmas Sangkrah
M.Kep Pencegahan Surakarta. Sampel pada penelitian ini
Komplikasi berjumlah 94 keluarga lansia dengan
Endang pada Pasien teknik pengambilan sampel yaitu
Zulaicha, S.Kop Hipertensi di proposional random sampling.
Wilayah Kerja Penelitian ini menggunakan alat ukur
Puskesmas berupa kuesioner.
Sangkrah
Surakarta Hasil penelitian ini mendapatkan 48
responden (51%) memiliki
pengetahuan yang cukup, 31
responden (33%) memiliki
pengetahuan baik, dan 15 responden
(16%) memiliki pengetahuan kurang.

4. Fadhil el Naser Gambaran 2013 Jenis penelitian yang digunakan


Derajat adalah deskriptif retrospektif dengan
Irvan Medison Merokok pada menggunakan data rekam medik
Penderita penderita merokok dengan PPOK
Erly PPOK di yang dirawat di Bagian Paru RSUP
Bagian Paru Dr. M. Djamil.
RSUP Dr. M. Populasi pada penelitian ini adalah
Djamil seluruh pasien PPOK yang terdata
rekam medik periode 1 Januari 2013
sampai 31 Desember 2013.
Data sekuder dari status penderita
PPOK yang dirawat di Bagian Paru
RSUP dari tanggal 1 Januari 2013
sampai 31 Desember-2013 yang
terdata pada rekam medic. Data
diolah secara manual dari status
pasien PPOK dan disajikan dalam
bentuk table distribusi frekuensi.
Penelitian ini dilakukan terdapat
31

penderita PPOK di bagian paru


RSUP periode 2013. Jumlah subjek
yang didapatkan setelah
menggunakan metode total sampling
adalah 69 orang yang terdiri dari 62
orang berjenis kelamin laki-laki dan
7 orang perempuan, hanya 20 orang
yang memenuhi kriteria inklusi.

Pada hasil karakteristik data


berdasarkan umur, jenis kelamin,
pekerjaan, dan pendidikan
didapatkan bahwa rata-rata penderita
PPOK adalah 61,85 dengan semua
penderita berjenis kelamin laki-laki.
Angka pekerjaan tertinggi penderita
PPOK adalah buruh dengan
persentase 50% dan pendidikan
tertinggi adalah SLTA dengan
persentase 40%.
Pada hasil gambaran derajat
keparahan penyakit penderita PPOK
didapatkan bahwa derajat berat dan
sangat merupakan derajat terbanyak
pada penderita PPOK dengan jumlah
10 orang (50%)
Pada hasil gambaran derajat
merokok pada penderita PPOK
didapatkan hasil bahwa derajat
merokok penderita PPOK yang
tertinggi dengan derajat berat (75%),
derajat sedang (20%), dan derajat
terendah ialah derajat ringan dengan
persentase (5%).
Pada hasil gambaran derajat
keparahan penyakit penderita PPOK
berdasarkan derajat merokok
didapatkan hasil bahwa dari seluruh
penderita PPOK derajat ringan,
sebanyak 1 orang (20%) dengan
derajat merokok ringan, 1 orang
(20%) dengan derajat merokok
sedang, dan 3 orang (60%) dengan
derajat merokok berat. Sebanyak 3
orang (60%) dengan derajat merokok
sedang, dan 2 orang (40%) dengan
derajat merokok berat. Penderita
PPOK dengan derajat berat dan
sangat berat memiliki derajat
merokok berat dengan proporsi 10
32

orang (100%).
Uji chi-square dan pearson
dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara derajat merokok
dengan derajat keparahan PPOK dan
koefisien korelasi antara keduanya.
Berdasarkan hasil uji chi-square
tersebut didapatkan nilai p = 0,033
dan uji korelasi pearson didpatkan
koefisien korelasi (r) = 0,577.

5. Adelima CR Gambaran 2019 30 Jenis penelitian yang digunakan


Simamora, Pengetahuan adalah penelitian deskriptif. Teknik
S.Kep,Ns,M.Kes, Penderita sampling yang digunakan adalah
Penyakit Paru accidental sampling yaitu dengan
Hot Rosyadi Obstruktif cara mengambil responden yang
Hasibuan Kronik kebetulan berada di lokasi penelitian.
(PPOK) Jenis data dalam penelitian ini
Tentang terdiri dari data primer dan sekunder.
Manfaat Data primer adalah data yang
Penggunaan diperoleh langsung dari responden
Nebulizer dengan cara pengisian kuesioner.
dalam Sedangkan data sekunder adalah data
Membebaskan yang diperoleh secara langsung dari
Jalan Nafas di RSUD Dr. Pirngadi Medan.
Rumah Sakit Populasi dalam penelitian ini
Dr. Pirngadi adalah pasien PPOK di RSUD Dr.
Medan Pirngadi Medan. Besaran sampel
pada penelitian ini adalah 20 sampel.

Hasil penelitian pada 30 responden,


menunjukkan 19 responden memiliki
pengetahuan cukup dengan
persentase (63,3%), 8 responden
memiliki pengetahuan baik dengan
persentase (26,7%), dan 3 responden
memiliki pengetahuan kurang dengan
persentase (10%).

6. Maria Dewi Hubungan 2012 Penelitian ini merupakan


Caetline Tingkat penelitian observasional analitik
Pengetahuan dengan pendekatan cross-sectional.
Tentang PPOK Populasi pada penelitian ini adalah
dengan semua pasien PPOK yang berada di
Ketaatan RSUD Dr. Moewardi dan sampel
Pasien PPOK penelitiannya adalah setiap pasien
di RSUD Dr. PPOK yang memeriksakan diri di
Moewardi RSUD Dr. Moewardi yang masuk
kedalam kriteria inklusi.
Pada penelitian ini teknik sampling
yang digunakan adalah exhaustive
33

sampling dimana semua pasien


PPOK yang berkunjung ke Poliklinik
Paru RSUD Dr. Moewardi dapat
dijadikan subjek penelitian.
Penelitian ini menggunakan empat
variabel independen, yaitu satu
variabel bebas dan tiga sebagai
variabel perancu sehingga jumlah
sampel yang didapatkan sebanyak 38
sampel penelitian. Data yang diambil
adalah data primer dari hadil
kuesioner yang diberikan kepada
responden.
Alat ukur untuk mengukur
pengetahuan pasien adalah kuesioner
yang dimodifikasi dari Bristol COPD
Knowledge Questionnaire (BCKQ).
Tingkat pengetahuan tinggi
dinyatakan jika nilai sama atau lebih
dari nilai mean. Sebaliknya, jika hasil
nilai kurang dari nilai mean maka
dinyatakan tingkat pengetahuan
rendah.
Karakteristik sampel pada
penelitian ini berdasarkan umur, jenis
kelamin, pengetahuan tentang PPOK,
ketaatan pengobatan dan cara bayar.

Pada hasil penelitian ini


didapatkan responden memiliki rata-
rata skor pengetahuan yaitu 10,37.
Skor ini menjadi patokan tingkat
pengetahuan pasien tersebut, dimana
tingkat pengetahuan responden dapat
dikatakan tinggi jika hasilnya sama
atau lebih besar dari 10, dan
dikatakan tingkat pengetahuan
rendah jika hasil yang didapatkan
dibawah 10.

Hasil penelitian didapatkan:

1. Pasien dengan pengetahuan


rendah tentang PPOK
Sebanyak 14 pasien memiliki
pengetahuan rendah yang
menyebabkan 13 pasien
(92,90%) tidak taat
dalampengobatan dan hanya 1
pasien (7,10%) yang taat dalam
34

pengobatan.
2. Pasien dengan pengetahuan
tinggi tentang PPOK
Sebanyak 24 pasien memiliki
pengetahuan tinggi mengenai
PPOK, yang menyebabkan 16
pasien (66,67%) taat
dalampengobatan yang diberikan
dan 8 pasien (33,33%) tidak taat
dalampengobatan.

Pada penelitian tersebut


menunjukkan analisis bivariate
terhadap hubungan tingkat
pengetahuan dengan ketaatan
pengobatan menunjukkan hubungan
yang signifikan (p < 0,001). Hal ini
dapat dikatakan bahwa pasien yang
memiliki tingkat pengetahuan tinggi
tentang PPOK memiliki tingkat
ketataan pengobatan lebih baik
daripada pasien yang memiliki
tingkat pengetahuan rendah.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pembahasan Penelitian Pertama

Pada penelitian Emi dkk dengan judul Gambaran Pengetahuan Pasien

Diabetes Mellitus Tentang Pencegahan Komplikasi Diabetes Mellitus di

Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. Soekardjo Kota Tasimalaya tahun 2014

menjelaskan:

1. Gambaran pengetahuan responden tentang pencegahan komplikasi DM

Pada hasil riset ini diketahui bahwa 36 responden (70,6%) memiliki

pengetahuan cukup. Hal ini dapat dijelaskan bahwa secara teori

pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,


35

telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini

diketahui bahwa pasien DM sangat kekurangaan informasi mengenai teori

bahkan aplikasi baik dari tim medis atau keaktifan pasien dalam mencari

tahu dari berbagai infomrasi untuk mencegah terjadinya komplikasi pada

penyakit ini.

Selanjutnya, seperti yang dijelaskan pada teori bahwa faktor yang

mempengaruhi pengetahuan adalah pengalaman karena semakin banyak

pengalaman seseorang tentang suatu hal, maka akan semakin bertambah

pula pengetahuan seseorang akan hal tersebut. Minimnya kesadaran diri

pada pasien DM dalam melakukan pencegahan komplikasi menyebabkan

pengalaman mereka dalam melakukan pencegahan sangat kurang sehingga

hal tersebut menjadi faktor kurangnya pengetahuan pada pasien tersebut.

2. Gambaran pengetahuan pasien DM tentang pencegahan komplikasi pada

mata

Pada hasil riset ini diketahui bahwa 21 responden (41,2%) memiliki

pengetahuan yang cukup. Hal ini dikarenakan, lensa kabur, katarak,

glukoma, diabetic retinopathy, dan semua penyakit pada mata yang terjadi

akibat komplikasi DM banyak tidak diketahui oleh pasien. Sedangkan,

seperti yang dikatakan pada teori Notoatmodjo (2010) bahwa pengetahuan

umumnya dapat diperoleh dari informasi yang disampalaikan oleh orang

tua, guru, bahkan media masa. Pada penelitian ini terlihat bahwa

responden kurang terpapar informasi mengenai komplikasi pada mata, hal


36

tersebut menjadikan faktor hasil penelitian tingkat pengetahuan pasien

DM ini kurang.

3. Gambaran pengetahuan pasien DM tentang pencegahan komplikasi pada

saraf

Pada hasil riset diketahui bahwa 35 responden (68,6%) memiliki

pengetahuan cukup mengenai pencegahan komplikasi pada saraf. Hal ini

dikarenakan, komplikasi pada saraf menyebabkan pasien kehilangan rasa

nyeri sehingga ini menjadi faktor pasien tidak menyadari keluhan yang ia

rasakan. Sedangkan komplikasi, jika yang tertekannya adalah saraf pusat

maka pasien tidak akan mengetahuinya dan hanya meyakini bahwa

mereka baik-baik saja. Seperti yang dijelaskan pada teori yang

dikemukakan oleh Wijayakusumah. M.H (2004) bahwa adanya gangguan

pada saraf sensorik dapat menyebabkan sering kehilangan rasa nyeri.

Dengan hilangnya rasa nyeri menjadi salah satu penyebab pengetahuan

pasien DM tidak baik.

4. Gambaran pengetahuan pasien DM tentang pencegahan komplikasi pada

kaki

Pada hasil riset diketahui bahwa 20 responden (39,2%) memiliki

pengetahuan yang kurang dan 19 responden (37,3%) memiliki

pengetahuan yang baik. Dengan perbandingan yang sedikit antara

pengetahuan yang baik dan kurang, pengetahuan pasien DM terhadap

komplikasi pada kaki mengenai luka yang sulit sembuh, serta


37

perawatannya tidak memberikan pegaruh jika mereka hanya sekedar tahu

tanpa adanya kesadaran diri.

Seperti yang dikatakan pada teori Notoatmodjo (2010) bahwa salah

satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah faktor pengalaman.

Kesadaran diri yang kurang pada responden untuk mencari tahu mengenai

komplikasi pada kaki dan cara melakukan perawatan luka menyebabkan

responden memiliki pengalaman yang kurang. Hal ini menjadi faktor

pengetahuan responden kurang mengenai pencegahan komplikasi pada

kaki.

5. Gambaran pengetahuan pasien DM tentang pencegahan komplikasi pada

sistem pencernaan

Pasien DM tidak mengetahui bahwa makanan pedas, asam, dan

makanan yang berpotensi menimbulkan gas (kol dan ubi jalar), kopi, dan

soda merupakan jenis makanan yang dapat merangsang pencernaan, selain

itu mereka tidak mengetahui gejala-gejala seperti lidah terasa tebal, makan

sedikit tapi mudah kenyang, dan nafsu makan yang dapat menurun.

Beberapa hal diatas menjadi faktor kurangnya pengetahuan pasien DM

tentang pencegahan komplikasi pada sistem pencernaan yaitu sebanyak 22

responden (43,1%) memiliki pengetahuan kurang, 15 responden (29,4%)

memiliki pengetahuan baik. Kurangnya paparan informasi pada responden

menyebabkan gambaran pengetahuan responden menjadi kurang.

4.2.2 Pembahasan Penelitian Kedua


38

Pada hasil penelitian Kritiana dkk dengan judul Gambaran Pengetahuan

Klien Hipertensi Tentang Pencegahan Komplikasi di Desa Nambangan

Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri tahun 2015 didapatkan bahwa

sebanyak 28 responden (54%) memiliki pengetahuan cukup dan 13 responden

(25%) memiliki pengetahuan baik mengenai pencegahan komplikasi akibat

hipertensi. Pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh optimalnya pemberian

informasi atau penyuluhan oleh perawat petugas kesehatan, atau mahasiswa/i

keperawatan yang melakukan praktik di desa tersebut. Sesuai dengan teori

yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2010), yaitu penetahuan merupakan

hasil dari “tahu” dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

suatu objek tertentu. Pengetahuan yang cukup tersebut dipengaruhi oleh

beberapa faktor utama terkait dengan pengalaman dan akses sumber atau

informasi yang responden peroleh mengenai hipertensi serta pencegahan

komplikasinya.

Faktor informasi ataupun media massa mempengaruhi pengetahuan klien

hipertensi tentang pencegahan komplikasi dimana dalam penyampaian

informasi melalui media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti

yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru yang

didapatkan responden tentang pencegahan komplikasi hipertensi memberikan

landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan. Hal ini diperkuat

dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo tahun 2010, mengatakan


39

bahwa pengetahuan umumnya dapat diperoleh dari informasi yang

disampaikan oleh media masa.

Peneliti mengatakan bahwa pada saat penelitian tidak sedikit responden

yang menjawab pertanyaan kuesioner berdasarkan pengalaman pribadinya.

Pengalaman dirinya terhadap penyakit hipertensi yang dideritanya

memberikan dorongan untuk lebih mencari informasi yang tepat dalam hal

tersebut, sehingga dari pengalaman tersebut dapat berpengaruh terhadap

pengetahuan yang lebih baik.

Pengalaman dalam mempengaruhi pengetahuan yang lebih baik diperkuat

dengan teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2010), mengatakan bahwa

pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain.

Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.

Dapat dilihat bahwa pada penelitian ini yang mempengaruhi hasil

pengetahuan pada responden adalah paparan informasi dan pengalaman pada

responden itu sendiri.

4.2.3 Pembahasan Penelitian Ketiga

Pada hasil penelitian Bayu Krisna dkk dengan judul Hubungan Tingkat

Pengetahuan Keluarga dengan Sikap Pencegahan Komplikasi pada Pasien

Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah Surakarta tahun 2013,

didapatkan sebanyak 48 responden (51%) memiliki pengetahuan cukup, 31

responden (33%) memiliki pengetahuan baik, dan sebanyak 15 responden

(16%) memiliki pengetahuan kurang. Beberapa faktor yang memungkinkan


40

tingkat pengetahuan responden cukup adalah faktor pendidikan. Tingkat

pendidikan responden menunjukkan sebagian besar responden berpendidikan

SMA. Berdasarkan teori Notoatmodjo tahun 2010 bahwa faktor yang

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang adalah pendidikan, semakin

tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah untuk

menerima informasi tentang obyek yang berkaitan dengan pengetahuan.

Tingkat pendidikan responden yang cukup baik menyebabkan responden

memiliki kemampuan yang baik dalam menyerap informasi-informasi tentang

penyakit hipertensi dan cara pencegahan komplikasinya. Informasi-informasi

tentang penyakit hipertensi tersebut diperoleh dari media massa, serta petugas

kesehatan selama responden melakukan pemeriksaan. Sesuai dengan teori

Notoatmodjo pada tahun 2010 bahwa pengetahuan umumnya diperoleh dari

informasi yang disampaikan oleh orang tua, guru, media massa, atau bahkan

petugas kesehatan.

Pada hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa yang mempengaruhi

tingkat pengetahuan responden adalah tingkat pendidikan dan paparan

informasi yang didapatkan. Tingkat pendidikan responden yang rata-rata

adalah berpendidikan SMA menyebabkan responden mudah menyerap

informasi yang diberikan sehingga responden 48 responden (51%) memiliki

pengetahuan cukup dan 31 responden (33%) memiliki pengetahuan baik.

4.2.4 Pembahasan Penelitian Keempat


41

Penelitian yang dilakukan oleh Fadhil dkk dengan judul Gambaran

Derajat Merokok pada Penderita PPOK di Bagian Paru RSUP Dr. M. Djamil

tahun 2013, memiliki karakteristik sampel dilihat dari jenis kelamin, umur,

pendidikan, dan pekerjaan. Berdasarkan jenis kelamin, seluruh sampel pada

penelitian ini adalah laki-laki. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari

Rahmatika yang menyatakan bahwa penderita PPOK terbanyak adalah laki-

laki dengan persentase 71,9% dari 139 sampel.

Kelompok umur pada umumnya adalah kelompok 60 tahun keatas yaitu

dengan persentase 11 orang (55%), dan hanya 1 orang (5%) yang berumur

dibawah 50 tahun. Hal ini sesuai dengan penelitian Rahmatika yang

menyatakan bahwa penderita PPOK terbanyak yaitu berumur 60 tahun keatas

dengan persentase 57,5% dari 139 sampel. Hal ini berhubungan dengan

penurunan fungsi paru yang lebih cepat menurun pada perokok aktif yang

berusia lebih dari 45 tahun.

Derajat keparahan penyakit terbanyak adalah derajat berat dan sangat berat

sebanyak 10 orang dengan persentase 50%. Hal ini sesuai dengan penelituan

Rahmatika yang mengatakan bahwa derajat keparahan penyakit PPOK

terbanyak adalah derajat berat dengan persentase 64,1% dari 139 sampel.

Hal ini juga berhubungan dengan hasil penelitian terkait umur yang

mengatakan bahwa penderita PPOK terbanyak adalah berumur 60 tahun

keatas dengan teori yang menyatakan penurunan faal paru yang lebih cepat

pada perokok yang masih terus merokok aktif pada umur diatas 45 tahun.
42

Hasil uji statistik pada penelitian ini menggunakan uji chi-square dan

didapatkan nilai p = 0,033 dan uji korelasi pearson didapatkan koefisien

korelasi = 0,577. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara derajat merokok dengan derajat keparahan PPOK. Sesuai

dengan pembahasan pada BAB II bahwa merokok merupakan salah satu

penyebab terjadinya PPOK.

4.2.5 Pembahasan Penelitian Kelima

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Adelima dkk dengan judul

Gambaran Pengetahuan Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Tentang Manfaat Penggunaan Nebulizer dalam Membebaskan Jalan Nafas di

Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan tahun 2019, dijelaskan bahwa sebanyak 19

responden penderita PPOK memiliki pengetahuan cukup (63,3%). Peneliti

berpendapat bahwa hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat

pendidikan responden yang mayoritas adalah SMA menjadi salah satu faktor

responden memiliki pengetahuan yang cukup mengenai manfaat nebulizer

dalam membebaskan jalan nafas.

Hal ini sesuai dengan teori Notoatmodjo (2010) pada BAB II yang

mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pengetahuan salah satunya

adalah faktor pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka

akan semakin mudah untuk orang tersebut menerima informasi tentang obyek

atau yang berkaitan dengan pengetahuan. Tingkat pengetahuan yang cukup


43

pada 19 responden ini disebabkan salah satunya karena tingkat pendidikan

responden yang tinggi, sehingga mudah bagi responden itu sendiri untuk

menyerap setiap informasi yang didapatkan.

Tingkat pengetahuan responden mengenai penyakitnya akan

mempengaruhi tingkat kepedulian responden itu sendiri terhadap penyakitnya.

Semakin baik pengetahuan yang dimiliki maka akan semakin baik pula

responden tersebut dalam menjaga kesehatannya terutama mengenai

pengobatan.

4.2.6 Pembahasan Penelitian Keenam

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maria Dewi Caetline

dengan judul Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang PPOK dengan

Ketaatan Pengobatan Pasien PPOK di RSUD Dr. Moewardi tahun 2012,

menunjukkan hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan

ketaatan pengobatan pasien PPOK (p < 0,001) dengan Old Ratio = 26.00.

Hasil dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah ada yang

menyatakan bahwa hampir 60% pasien PPOK tidak mematuhi pengobatan

yang diberikan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor pasien

dan faktor penyedia sarana kesehatan. Faktor yang berasal dari pasien salah

satunya adalah pengetahuan pasien yang masih kurang mengenai PPOK.

Pengetahuan seorang pasien tentang penyakit yang dideritanya akan

mengubah pola pikir dari pasien tersebut. Pola pikir yang telah berubah terkait

penyakit yang diderita akan mengubah sikap pasien terhadap penyakitnya.


44

Sikap tersebut akan menghasilkan tindakan yang berhubungan dengan

pengobatan penyakit tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dikatakan bahwa terdapat

hubungan antara tingkat pengetahuan tentang PPOK dengan ketaatan

pengobatan pasien PPOK. Semakin baik tingkat pengetahuan yang dimiliki

pasien tersebut maka semakin besar tingkat kesadaran mereka untuk

melakukan pengobatan karena mereka tahu betapa pentingnya pengobatan

bagi penderita PPOK.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan tiga penelitian pertama yang membahas tentang Gambaran

Pengetahuan dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil

pengetahuan tersebut yaitu faktor pendidikan dan faktor pengalaman. Semakin

tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin baik pula orang tersebut

dalam menyerap informasi yang diberikan sehingga dapat menghasilkan tingkat

pengetahuan yang baik dari responden. Pengalaman seseorang juga sangat

mempengaruhi pengetahuan, semakin banyak pengalaman seseorang tentang

suatu hal, maka semakin bertambah pula pengetahuan seseorang akan hal

tersebut. Pengalaman ini sering dijadikan pelajaran oleh responden sebagai

tambahan pengetahuan.

Sedangkan pada tiga penelitian terakhir mengenai PPOK dapat disimpulkan

bahwa pengetahuan responden mengenai PPOK dapat dikatakan masih kurang.

Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian tersebut bahwa masih banyak responden

yang tidak menjaga gaya hidupnya seperti tetap merokok sehingga memperparah

derajat keparahan PPOK dan juga tingkat pengetahuan responden sangat

berpengaruh dengan pengobatan yang dilakukan. Responden yang memiliki

pengetahuan baik dapat menjalankan pengobatan dengan baik pula atau dalam

artian taat dalam menjalankan pengobatan.

45
46

5.2 Rekomendasi

5.2.1 Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian terdahulu ini yang telah dianalasis dan diuraikan dapat

dijadikan data dasar untuk peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian

mengenai Gambaran Pengetahuan PPOK.

5.2.2 Institusi

Hasil penelitian terdahulu ini yang telah dianalisis dan diuraikan dapat

dijadikan data dan informasi mengenai gambaran pengetahuan PPOK

terutama untuk mahasiswa yang mencari informasi mengenai PPOK ini.

5.2.3 Bagi Keperawatan Medikal Bedah

Hasil penelitian terdahulu ini yang telah dianalisis dan diuraikan dapat

bermanfaat bagi keperawatan medikal bedah mengenai PPOK dan dapat

dijadikan motivasi dalam meningkatkan pengetahuan penderita PPOK

mengenai penyakitnya tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Ambrosino, N serradori, M. (2006). Comprehensive Treatment of Dysponea in


Chronic Obstructive Pulmonary Disease Patients. University Hospital of
Pisa: Long Termhealth Care.

Ariani, I., Masna, K., Fachri, M., Spesialis, D., Pengajar, S., Kedokteran, F., &
Muhammadiyah, U. (2014). Manajemen Perioperatif Penyakit Paru
Obstruktif Kronik ( PPOK ), 41(8), 595–600.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta.

_________. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi.


Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Caronia JR. (2014). Restrictive Lung Disease.

Depkes RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor


1171/MENKES/PER/VI/2011 tentang Sistem Informasi Rumah Sakit. Jakarta:
Depkes RI.

_______. (2012). Profile Kesehatan Provinsi Jawa Barat.

Dewi Maria. (2012). Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang PPOK dengan


Ketaatan Pengobatan Pasien PPOK Di RSUD Dr. Moewardi. Surakarta.

Dinkes Kota Semarang. (2013). Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2013.
Semarang. https://dinkes.semarangkota.go.id/content/menu/7. Diakses pada 8
Mei 2020

47
48

_______. (2016). Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2016. Semarang.


https://dinkes.semarangkota.go.id/content/menu/7. Diakses pada 17 Februari
2020.

Dinkes Kota Bandung. (2017). Profil Kesehatan Kota Bandung Tahun 2017.
Bandung. https://dinkes.bandung.go.id/dashboard.php?page=profildinas.
Diakses pada 8 Mei 2020.

Doenges, Marilynn E. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Buku
Kedokteran.

Embun, B. (2012). Banjir Embun. Retrieved from Penelitian Kepustakaan.

Emi, Asep Kuswandi, & Asep Setiawan. (2014). Gambaran Pengetahuan Pasien
Diabetes Mellitus tentang Pencegahan Komplikasi Diabetes Mellitus di
Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Tahun
2014. Tasikmalaya..

Firdaus. (2014). Hubungan derajat obstruksi paru dengan kualitas hidup dengan
penderita PPOK di RSUD Dr. Soedarso Pontianak. Pontianak : Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). (2014). Global
Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. GOLD. USA.

________. (2015). Global Strategy for The Diagnosis, Management, And Prevention
of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. USA: GOLD.

________. (2017). Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of
chronic obstructive pulmonary disease. American Journal of COPD.
49

________. (2018). Global Strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention
of Chronic Obstructive Disease. USA: GOLD.

________. (2019). Global Strategy for The Diagnosis, Management, and Prevention
of Chronic Obstructive Disease. USA: GOLD.

Intani Syafa. (2018). Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik Eksaserbasi Akut di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr.
Moewandi Tahun 2016-2017. http://eprints.ums.ac.id/61313/11/NASKAH
%20PUBLIKASI-Syafa.pdf Diakses pada 17 Februari 2020.

Khasanah , Suci. (2013). Efektifitas Posisi Condong Ke Depan (CKD) dan Pursed
Lips Breathing (PLB) Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Kemenkes RI. (2012). Survei Kesehatan Dasar Indonesia. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

___________. (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI

___________. (2016). Kenali Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).


http://p2ptm.kemkes.go.id/dokumen-ptm/kenali-penyakit-paru-obstruktif-
kronik-ppok. Diakses pada tanggal 16 Februari 2020.

Khotimah, Siti. (2013). Latihan Endurance Meningkatkan Kualitas Hidup Lebih Baik
Daripada Latihan Pernafasan Pada Pasien PPOK.

Krisna, B. (2013). Hubungan Tingkat Pengetahuan Keluarga dengan Sikap


Pencegahan Komplikasi pada Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Sangkrah Surakarta. Sukarta.
50

Li Jung and Guang-He Fei. (2013). The Unique Alterations of Hippocampus and
Cognitive Impairment in Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
Respiratory Research.

Mubarak. W. I. (2011). Promosi kesehatan. Jogyakarta : Graha ilmu.

Maharddika. (2012). Kor Pulmonal Kronik.


https://www.scribd.com/doc/100383322/Kor-Pulmonal-Kronik. Diakses pada
tangga; 16 Februari 2020.

Naser F, Medison Irvan, & Erly. (2013). Gambaran Derajat Merokok pada Penderita
PPOK di Bagian Paru RSUP Dr. M. Djamil. Jurnal Kesehatan. 5 (2). 4-2.

Nursalam. (2011). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan.


Jakarta : Salemba Medika

Notoatmodjo, S. (2010). Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

____________. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta :Rineka


Cipta.

____________. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Perhimpunan Dokter Paru Indoensia. (2011). PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kro-
nik), Diagnosis dan Penatalaksanaan. Revisi pertama. Jakarta : PDPI.

Perhimpunan Dokter Paru Indoensia. (2012). PPOK Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indoneisa. Bandung.

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat. (2012).


https://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVIN
51

SI_2012/12_Profil_Kes.Prov.JawaBarat_2012.pdf. Diakses pada tanggal 20


Februari 2020.

Puji K, Yohanes W, Staf Pengajar. (2015). Gambaran Pengetahuan Klien Hipertensi


tentang Pencegahan Komplikasi Hipertensi di Desa Nambangan Kecamatan
Selogirl Kabupaten Wonogiri.

Rahmatika A. (2009). Karakteristik penderita penyakit PPOK yang di rawat inap di


RSUD Aceh Tamiang. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.

Riwidikdo, H. (2012). Statistik Kesehatan.Yogyakarta: Nuha Madika.

Sakhaei S, Sadagheyani HE, Zinalpoor S, Markani AK, Motaarefi H. (2018). The


impact of pursed-lips breathing maneuver on cardiac, respiratory, and
oxygenation parameters in COPD patients. Open Access Macedonian Journal
of Medical Sciences.

Singh D, Agusti A, Anzueto A, Barnes PJ, Bourbeau J, Celli BR, et al. (2019).
Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
Obstructive Lung Disease: the GOLD science committee report 2019. The
European respiratory journal.

Simamora A, Hot Rosyadi. (2019).Gambaran Pengetahuan Penderita Penyakit Paru


Obstruktif Kronik (PPOK) tentang Manfaat Penggunaan Nebulizer dalam
Membebaskan Jalan Nafas di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan Tahun 2019.
Medan.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :


Alfabeta, CV.
52

__________. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

WHO. (2010). The World Health Report 2010. https://www.who.int/. Diakses pada
17 Februari 2020.

____. (2011). The World Health Report 2011 Burden of COPD. Geneva: WHO.
https://www.who.int/respiratory/copd/causes/en/. Diakses pada 16 Februari
2020.

____. (2015). The World Health 2015. https://www.who.int/. Diakses pada 17


Februari 2020.

Wijayakusuma. M.H., (2008), Bebas Diabetes Mellitus Ala Hembing. Jakarta: Puspa
Swara.

Zamzam, M.A., Azab, N.Y., Wahsh, R.A., Ragab, A.Z., Allam, E.M. (2012). Quality
of Life in COPD Patient.
Lampiran 1
Jadwal Penelitian

Februari Maret April Mei


No. Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penyusuan
proposal KTI
2. Studi pendahuluan
3. Sidang proposal
4. Revisi proposal
5. Pengumpulan data
(jurnal)
6. Analisa data
7. Penyusunan KTI
8. Sidang KTI
9. Revisi KTI
10. Yudisium
Lampiran 2
Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Nanda Rizky Agustin

TTL : Bandung, 22 Januari 1999

Periode Organisasi Jabatan


2011-2013 Seni Tari Tradisional Anggota
2014-2016 MAKEMANAH Anggota
PERCUSSION
2017-2020 SATGAS PB&PW Anggota
Lampiran 3

Lampiran 3
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
BANDUNG
JURUSAN KEPERAWATAN

LEMBAR BIMBINGAN PROPOSAL


TUGAS AKHIR/KARYA TULIS ILMIAH

Nama Mahasiswa : Nanda Rizky Agustin

NIM :P17320117043

Nama Pembimbing : Bpk. Yosep Rohyadi, SKp., Mkep.

Judul KTI : Gambaran Pengetahuan Pasien PPOK dalam Melakukan

Pencegahan

No Hari/Tgl Topik Rekomendasi TTD TTD


Bimbingan Mahasiswa Pembimbing
1. Selasa,21 Membahas Mencari jurnal yang
April 2020 studi berbeda dengan judul
literatur atau tidak terlalu sama

Selasa, 28 Bimbingan -Yang dibahasa hanya


2. April 2020 BAB 3 dan gambaran
4 hasil studi pengetahuannya saja,
literatur tidak ada gambaran
PPOK, tambahkan
gambaran PPOK
- Hasil penelitian
PPOKnya secara
keseluruhan atau
berhubungan dengan
tingkat
pengetahuannya,
kalau ada yang
berhubungan dengan
komplikasinya
3. Jumat, 1 Perbaikan - Buat kesimplan pada
Mei 2020 BAB 3 dan setiap penelitian
4 secara konsep atau
teori yang diketahui
- Buat kesimpulan
secara umum di BAB
5

4. Senin, 4 Bimbingan Judul bisa diubah


Mei 2020 mengenai menjadi pengetahuan
sulitnya tentang PPOK
mencari
jurnal
penelitian
tentang
pengetahuan
pencegahan
komplikasi
PPOK
5. Selasa, 5 Perbaikan - Sudah bagus
Mei 2020 BAB 4 dan - Lampiri BAB 1
5 sampai 3
- Siapkan PPT
6. Jumat, 8 - Bimbingan - Perbaiki kerangka
Mei 2020 BAB 1 konsep
sampai 3 - Buat kesimpulan
- Bimbingan yang menjawab tujuan
mengani - Lampiran jadwal
lampiran penelitian dibuat
sesuai kegiatan dan
buat riwayat hidup

Anda mungkin juga menyukai