Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring dengan kemajuan zaman yang semakin modern, kita dalam
menghadapi era globalisasi yang sangat maju ini dibutuhkan sumber daya
manusia yang berpotensi tinggi dalam menyikapi berbagai masalah kesehatan,
salah satu masalah kesehatan itu adalah penyakit ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut). Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses
inflamasi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikoplasma), atau aspirasi
subkutan asing, yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran. Menurut
Widoyono (2010), penyakit saluran pernapasan akut (ISPA), dengan perhatian
khusus pada radang paru (pneumonia). Seperti halnya yang dialami oleh An. R
yang datang untuk berobat ke Puskesmas Panarung Palangka Raya, yang
menderita ISPA dengan tanda dan gejala batuk pilek.
Secara global, tingkat kematian balita mengalami penurunan sebesar 41%,
dari tingkat estimasi 87 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1990
menjadi 51 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2011(WHO, 2011).
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidensi ISPA di negara
berkembang 0,29% (151 juta jiwa) dan negara industri 0,05% (5 juta jiwa). ISPA
menempati urutan pertama penyakit yang diderita pada kelompok bayi dan balita
di Indonesia. Prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25,5% dengan morbiditas
pneumonia pada bayi 2,2% dan pada balita 3%, sedangkan mortalitas pada bayi
23,8% dan balita 15,5%.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan
atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum
penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai
penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya,
faktor lingkungan, dan faktor pejamu. Namun demikian, di dalam pedoman ini,
ISPA didefinisikan sebagai penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan
oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia. Timbulnya gejala
biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari.
Gejalanya meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza
(pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas. Contoh patogen yang
menyebabkan ISPA yang dimasukkan dalam pedoman ini adalah rhinovirus,
respiratory syncytial virus, paraininfluenzaenza virus, severe acute respiratory
syndromeassociated coronavirus (SARS-CoV), dan virus Influenza.
Sebagai bagian dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, perawat
mempunyai peran yang sangat penting seperti dalam memberantas ISPA sesuai
dengan sarana dan tenaga yang tersedia serta memberikan penyuluhan kepada ibu-
ibu tentang penyakit ISPA. Perawat juga mempunyai tugas melakukan
penatalaksanaan kasus-kasus ISPA sesuai dengan petunjuk yang ada, melakukan
konsultasi dengan dokter untuk kasus-kasus ISPA seperti ISPA berat (Depkes RI.
2003). Oleh karena itu penulis tertarik untuk membuat dan melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan kasus ISPA.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam Laporan
Studi Kasus ini yaitu bagaimana asuhan keperawatan pada An. R dengan diagnosa
medis ISPA di Poli Anak UPT Puskesmas Panarung Palangka Raya?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan laporan studi kasus ini terbagi
menjadi:
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada An. R dengan
diagnosa medis ISPA di Poli Anak UPT Puskesmas Panarung Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada An.R dengan
diagnosa medis ISPA di Poli Anak UPT Puskesmas Panarung Palangka
Raya.
2. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan/masalah
kolaboratif padapada An.R dengan diagnosa medis ISPA di Poli Anak
UPT Puskesmas Panarung Palangka Raya.
3. Mahasiswa mampu membuat intervensi keperawatan padaAn.R dengan
diagnosa medis ISPA di Poli Anak UPT Puskesmas Panarung Palangka
Raya.
4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada An.R
dengan diagnosa medis ISPA di Poli Anak UPT Puskesmas Panarung
Palangka Raya.
5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan padaAn.R dengan
diagnosa medis ISPA di Poli Anak UPT Puskesmas Panarung Palangka
Raya.
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan laporan studi kasus ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Teoritis
Secara teoritis manfaat penulisan laporan studi kasus ini adalah agar kita
mengetahui bagaimana konsep dasar dan asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus ISPA.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan kasus ISPA, memperoleh bahan bandingan antara teori dan kasus dan
sebagai salah satu pengalaman yang berharga dan nyata yang didapat dari
lapangan praktek yang dilakukan sesuai ilmu yang didapatkan serta sebagai acuan
bagi penulis dalam menghadapi kasus yang sama sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan yang baik bagi pasien dengan kasus ISPA.
1.4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Memperoleh gambaran pelaksanaan studi kasus secara khusus pada kasus
ISPA serta dapat mengidentifikasi keterbatasan dan mengambil langkah perbaikan
jika diperlukan.
1.4.2.3 Bagi Puskesmas
Memperoleh gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan secara khusus
pada pasien dengan kasus ISPA, mengetahui kendala atau hambatan dalam
manajemen Asuhan Keperawatan di Puskesmas Panarung Palangka Raya
sehingga dapat membantu dalam mengambil kebijakan strategi di masa
mendatang.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.Konsep Dasar Penyakit


2.1 pengertian ISPA
ISPA merupakan infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari.
Saluran pernapasan meliputi organ mulai dari hidung sampai gelembung paru,
beserta organ-organ disekitarnya seperti : sinus, ruang telinga tengah dan selaput
paru. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan
bagian bawah(Siregar dan Maulany, 2010).
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan bersifat ringan, misalnya batuk
pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun demikian
jangan dianggap enteng, bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat
menyebabkan anak menderita pneumoni yang dapat berujung pada kematian.
Menurut Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA, penyakit ISPA dibagi
menjadi dua golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia
dibedakan atas derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia
tidak berat. Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit
jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas
dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada area
pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh
virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim
dingin.
2.2 Klasifikasi
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai
berikut :
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).

5
6

2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.


3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk
golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk golongan umur kurang 2 bulan
ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
1. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding
pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur
kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
2. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat
dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit
yaitu:
1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa
anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -
12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun
adalah 40 kali per menit atau lebih.
3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
2.3Etiologi
Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek
dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi.Kebanyakan infeksi
saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan mikroplasma. Etiologi ISPA
terdiri dari 300 lebih jenis bakteri, virus,dan jamur. Bakteri penyebab ISPA
misalnya: Streptokokus Hemolitikus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus
Influenza, Bordetella Pertusis, danKorinebakterium Diffteria (Achmadi dkk.,
2014).
Bakteri tersebut, di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran
pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri ini
7

menyerang anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan


musim panas ke musim hujan (PD PERSI, 2010).
Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain
golongan miksovirus (termasuk di dalamnya virus para-influensa, virus influensa,
dan virus campak), dan adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab
terbesar dari sindroma batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas
bagian atas.Untuk virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya terjadinya
sindroma saluran pernafasan kecuali hanya epidemi-epidemi saja.Pada bayi dan
anak-anak, virus-virus influenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak
penyakit saluran nafas bagian atas daripada saluran nafas bagian bawah. (Siregar
dan Maulany, 2010).
2.4Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh.Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia
yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke
arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks
tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan (Kending dan Chernick, 2011).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering
(Jeliffe,2012).Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran
nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi
noramal.Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk
(Kending and Chernick, 2011).Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling
menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri.Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada
saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus
influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending
dan Chernick, 2011).
8

Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak


dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga
menyebabkan batuk yang produktif.Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya
fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi.Suatu laporan penelitian
menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran
nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 2010).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat
yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga
bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 2010). Dampak infeksi sekunder
bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang
biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya
infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri (Shann, 2012).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas
yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik
pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan
limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas
sedangkan IgG pada saluran nafas bawah.Diketahui pula bahwa sekretori IgA
(sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas
(Siregar, 2013).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala
demam dan batuk.
9

4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pneumonia.
10
11

2.5 Manifestasi Klinis


1. Tanda-tanda ISPA
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan
tanda-tanda laboratoris.
a. Tanda-tanda klinis :
Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau
hilang, grunting expiratoir dan wheezing.Pada sistem cardial adalah: tachycardia,
bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.Pada sistem cerebral
adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang
dan coma.Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
b. Tanda-tanda laboratoris :
1) Hypoxemia,
2) Hypercapnia dan
3) Acydosis (Metabolik dan atau Respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun
adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk,
sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah:
kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah
volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing,
demam dan dingin.
2. Gejala ISPA
 Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut :
a. Batuk
b. Serak
c. Pilek
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37oC
 Gejala dari ISPA Sedang
Seseorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA
ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
12

a. Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk kelompok umur
kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih dan
kelompok umur 2 bulan - <5 tahun : frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk
umur 2 – <12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan –
<5 tahun.
b. Suhu lebih dari 390C (diukur dengan termometer)
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak
e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)
 Gejala dari ISPA Berat
Seseorang dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejal-gejala
ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai
berikut :
a. Bibir atau kulit membiru
b. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun
c. Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah
d. Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas
e. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba
f. Tenggorokan berwarna merah
1.6Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan:
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
2. Pengobatan dan perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain:
a. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
b. Meningkatkan makanan bergizi
c. Bila demam beri kompres dan banyak minum
13

d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu
tangan yang bersih
e. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu
ketat.
f. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut
masih menetek
Pengobatan antara lain:
Mengatasi panas (demam) dengan memberikan parasetamol atau dengan
kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol
diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi
sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
Mengatasi batuk dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan
tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
2.7Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh
sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya.
1. Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada anak besar karena pada bayi dan anak
kecil sinus paranasal belum tumbuh.Gejala umum tampak lebih besar, nyeri
kepala bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan
maksilaris.Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan
transiluminasi pada anak besar. Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan
gejala malaise, cepat lelah dan sukar berkonsentrasi (pada anak besar). Kadang-
kadang disertai sumbatan hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus
menerus disertai secret purulen dapat unilateral ataupun bilateral.Bila didapatkan
pernafasan mulut yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa sebab
yang jelas perlu yang dipikirkan terjadinya komplikasi sinusitis.Sinusitis
paranasal ini dapat diobati dengan memberikan antibiotik.
2. Penutupan tuba eusthachii
14

Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat
menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut
(OMA).Gejala OMA pada anak kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang
tinggi (hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam. Anak sangat gelisah,
terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya yang nyeri
(pada bayi juga dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya bayi
akan menangis keras). Karena bayi yang menderita batuk pilek sering menderita
infeksi pada telinga tengah sehingga menyebabkan terjadinya OMA dan sering
menyebabkan kejang demam, maka bayi perlu dikonsul kebagian THT.Biasanya
bayi dilakukan parsentesis jika setelah 48-72 jam diberikan antibiotika keadaan
tidak membaik.Parasentesis (penusukan selaput telinga) dimaksudkan mencegah
membran timpani pecah sendiri dan terjadi otitis media perforata (OMP).
Faktor-faktor OMP yang sering dijumpai pada bayi dan anak adalah :
a. Tuba eustachii pendek, lebar dan lurus hingga merintangi penyaluran sekret.
b. Posisi bayi anak yang selalu terlentang selalu memudahkan perembesan
infeksi juga merintangi penyaluran sekret.
c. Hipertrofi kelenjar limfoid nasofaring akibat infeksi telinga tengah walau
jarang dapat berlanjut menjadi mastoiditis atau ke syaraf pusat (meningitis).
3. Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah
seperti laryngitis,trakeitis, bronkiis dan bronkopneumonia.Selain itu dapat
pula terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta.
3. Asuhan Keperawatan Pada Ispa
3.1 Pengkajian
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama : Klien mengeluh demam, batuk , pilek, sakit tenggorokan.
b. Riwayat penyakit sekarang : Dua hari sebelumnya klien mengalami demam
mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan
menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
c. Riwayat penyakit dahulu : Kilen sebelumnya sudah pernah mengalami
penyakit sekarang
15

d. Riwayat penyakit keluarga : Menurut pengakuan klien,anggota keluarga ada


juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut
e. Riwayat sosial : Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang
berdebu dan padat penduduknya
2. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa I : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
Intervensi :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
6. Lakukan suction pada mayo
7. Berikan bronkodilator bila perlu
8. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
9. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
10. Monitor respirasi dan status O2
11. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
12. Pertahankan jalan nafas yang paten
13. Atur peralatan oksigenasi
14. Monitor aliran oksigen
15. Pertahankan posisi pasien
16. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
16

17. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi


Diagnosa II : Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme
Tujuan Kriteria Hasil :
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi :
1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor warna dan suhu kulit
3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
4. Monitor intake dan output
5. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
6. Berikan pasien kompres air hangat, hindari pemberian kompres dingin.
7. Tingkatkan sirkulasi udara.
8. Kolaborasi pemebrian cairan intravena.
9. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas.
10. Kolaborasi pemberian antipiretik.
11. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
Diagnosa III : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna makanan
Tujuan Kriteria Hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
5. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
17

4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C


5. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
6. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
7. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
8. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
9. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
10. BB pasien dalam batas normal
11. Monitor turgor kulit
12. Monitor mual dan muntah
13. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
14. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Diagnosa IV : Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan
dengan kurang informasi.
Tujuan Kriteria Hasil :
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan.
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar.
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya.
Intervensi :
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik.
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat.
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat.
18

6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk


mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan
penyakit.
7. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan.
8. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
3.2 Evaluasi :
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk
memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker,
2001).Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan myocarditis (Doenges, 1999)
adalah :
1. Bersihan jalan nafas efektif, tidak ada bunyi atau nafas tambahan.
2. Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C
3. Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB normal.
4. Pengetahuan adekuat serta tidak terjadi komplikasi pada klien.
19

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
1.1 Pengkajian
Pada saat pengkajian yang dilakukan pada hari Rabu, 25Juli 2018, di
dapatkan hasil sebagai berikut:
1.1.1 Identitas Pasien
NamaPasien : An. R
TTL : Palangkaraya, 4-04-2003(15 tahun)
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Suku : Banjar/Indonesia
Pendidikan : SMP
Alamat : Jln. Nyai Undang
DiagnosaMedis :ISPA
1.1.2 Identitas Penanggung Jawab
Namapasien : Ny. M
TTL : Banjarmasin, 4 Desember 1970
Jenis Kelamin :Perempuan
Agama : Islam
Suku : Banjar/Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jln. Nyai undang
HubunganKeluarga : Ibu Kandung An. R
1.1.3 Keluhan Utama
Ibu An R mengatakan “ anak nya batuk sejak 2 hari yang lalu ”
1.1.4 Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu An. R mengatakan “sejak 2 hari yang lalu anaknya batuk pilek di
sertai demam” pada tanggal 25 Juli 2018 ibu klien membawa klien ke
UPT Puskesmas Panarung Palangka Raya untuk berobat.

19
20

b. Riwayat Kesehatan Lalu


1) Riwayat prenatal : G Y2 Di Rumah Sakit Doris Sylvanus
Palangkaraya
2) Riwayat natal : Pasien lahir dengan cara persalinan normal
3) Riwayat postnatal : Setelah lahir, pasien langsung menangis
4) Penyakit sebelumnya : Tidak ada
5) Imunisasi

Jenis BCG DPT Polio Campak Hepatitis TT


Usia 1 bulan 2,3,4bulan 1,4,6bulan 9 bulan 0 bulan -

1.1.5 Riwayat Kesehatan Keluarga


Ibu Klien mengatakan “Tidak memiliki penyakit keturunan atau penyakit
menular”.
1.1.6 Susunan Genogram (3 generasi)
Keterangan:
:Laki-laki

:Perempuan

:Keluarga

:Serumah

1.2 Pemeriksaan Fisik


1.2.1 Keadaan Umum
Pasien tampak lemas dan kesadaran compos menthis
1.2.2 Tanda-tanda Vital
Tekana darah 110/70 mmhg Nadi 90x/menit, suhu 37.8oC, respirasi
26x/menit
1.2.3 Kepala dan Wajah
1) Ubun-ubun
Ubun-ubun menutup dan tidak ada kelainan seperti hidrocefalus.
21

2) Rambut
Warna rambut hitam, tidak rontok, tidak mudah dicabut, tidak kusam,
dan tidak ada kelainan.
3) Kepala
Keadaan kulit kepala bersih, tidak ada benjolan atau peradangan, dan
tidak ada kelainan.
4) Mata
Bentuk mata simetris, conjuctiva merah muda, sklera putih, reflek pupil
bereaksi saat dirangsang cahaya, tidak ada oedem palpebra, dan tidak
ada kelainan.
5) Telinga
Bentuk telinga simetris, tidak ada serumen/sekret, tidak ada
peradangan, dapat mendengar dengan baik, tidak ada kelainan.
6) Hidung
Bentuk hidung simetris,ada serumen/sekret, tidak terpasang oksogen,
fungsi penciuman baik, dan tidak ada kelainan.
7) Mulut
Bibir tidak intak, tidak sianosis, keadaan lembab, palatum lunak, dan
tidak ada kelainan.
8) Gigi
Tidak ada karies gigi, gigi belum punya, dan tidak ada kelainan
1.2.4 Leher dan Tenggorokan
Berbentuk simetris, reflek menelan baik, tidak ada pembesaran tonsil, vena
jugularis, benjolan dan peradangan.
1.2.5 Dada
Berbentuk simetris, tidak ada retraksi dada, bunyi nafas vesikuler, tipe
pernafasan dada dan perut, bunyi jantung lup-dup, iktus kordis tidak ada,
bunyi tambahan tidak ada, nyeri dada tidak ada.
1.2.6 Punggung
Berbentuk simetris, tidak ada peradangan maupun benjolan
1.2.7 Abdomen
22

Berbentuk simetris, bising usus 21x, asites tidak ada, massa tidak ada,
hepatomegali tidak ada, hepatomegali tidak ada, spenomegali tidak ada,
nyeri tekan tidak ada
1.2.8 Ekstremitas
Pergerakan bebas, tidak ada oedem, tidak ada sianosis, tidak ada clubbing
finger, keadaan kulit baik halus, turgor kulit baik <2 detik (dicubit di
perut) dan akral hangat
1.2.9 Genitalia
1) Laki - laki
Kebersihan bersih tidak adak kotoran, keadaan testis lengkap, tidak ada
peradangan atau benjolan.
1.3 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
1) Gizi : Gizi dan perkembangan anak baik
2) Kemandirian dalam bergaul : Pasien dapat bergaul dengan trman
sebayanya
3) Motorik halus :-
4) Motorik kasar :-
5) Kognitif dan bahasa :pasien dapat berbicara dengan
bahasa yang baik
6) Psikososial :pasien dekat dengan ibunya
23

1.4 Pola Aktivitas Sehari-hari


No Polakebiasaan Sebelum sakit Saat sakit
1 Nutrisi
a. Frekuensi 3 x sehari 3x sehari
b. Nafsu makan/selera Baik, 1 Porsi berkurang
c. Jenis makanan Nasi, sayur, lauk Nasi, sayur, lauk

2 Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 2 x sehari 2x sehari
Konsistensi Lembek lembek
b. BAK
Frekuensi 2-5 x sehari 2-5 xsehari
Konsistensi
3 Istirahat/tidur
a. Siang/ jam 2 jam 2 jam
b. Malam/ jam 9 jam 8 jam
4 Personal hygiene
a. Mandi 2x sehari 2x sehari
b. Oral hygiene 2x sehari 2x sehari
24

I. Data penunjang
Terapi obat yang di berikan :

Tanggal Obat Dosis Indikasi


25 juli 2018 Amoxcillin 3x1 Untuk mengobati infeksi
saluran pernapasan
25 juli 2018 Paracetamol 3x1 Untuk menurunkan
panas/demam
25 juli 2018 Ambroxcillin 3x1 Untuk mengencerkan
dahak
25 juli 2018 Chlorpheniramine(C 3x1 Untuk mengobati gejala
TM) alergi
25 juli 2018 Vitamin C 3x1 Untuk menjaga kekebalan
tubuh

Palangka Raya 25 Juli 2018

(Krisnoveliana)
25

1.5 Analisis Data

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH


DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Ibu An. R mengatakan Bakteri/Virus Bersihan jalan nafas
“anak nya batuk pilek sejak ↓ tidak efektif
2 hari yang lalu” Infeksi saluran
pernapasan atas
DO : ↓
 Pasien tampak lemas Kuman berlebihan di
 Pasien tampak batuk bronkus
 Tampak ada sekret ↓
berwarna kuning di Proses peradangan
hidung ↓

 TTV : Akumulasi sekret di

TD: 110/70 mmhg bronkus

S : 37,8 ºC
N : 90 x/mnt
RR : 26x/mnt

DS : Ibu An. R mengatakan Bakteri/Virus Hipertermi


“anak nya demam sejak 2 ↓
hari yang lalu ” Infeksi

DO : Respon Hipotalamus
 Pasien tampak lemas ↓
 Badan pasien terasa Proses penyakit
panas bila di raba
 Pasien tampak gelisah
 Mukosa bibir kering
26

 TTV :
TD : 100/70 mmhg
S : 37,8 ºC
N : 90x/mnt
RR : 26 x/mnt
27

1.6 Prioritas Masalah


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan denga akumulasi sekret
berlebihan di bronkus
2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
28

1.7 Intervensi

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


1. bersihan jalan nafas Setalah dilakukan 1. Observasi tanda-tanda vital klien 1. Mengindikasi tingkat keparahan
tidak efek tif kunjungan rumah 2. Ajarkan batuk efektif 2. Mempermudah pengeluaran sekret
berhubungan dengan diharapkan masalah 3. Anjurkan klien air minum hangat 3. Membanntu mengencerkan dahak
akumulasi sekret di bersihan jalan nafas 4. Berikan penkes tentang ISPA 4. Menambah pengetahuan klien dan keluarga
bronkus kembali efektif dengan 5. Kolaborasi dengan dokter dalam 5. Untuk mempercepat dalam proses
kriteria hasil : pemberian obat penyembuhan
Amoxcillin 3x1
1. Baktu pilek hilang
Ambroxcillin 3x1
2. Sekret
Ctm 3x1
berkurang/hilang
3. TTV dalam batas
normal :
TD : 110/70 mmhg
S : 36,2 ºC
N : 90x/mnt
RR : 20 x/mnt
29

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


2. Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan 1. Observasi TTV klien 1. Untuk mengetahui adanya infeksi
denga proses penyakit kunjungan rumah 2. Anjurkan ibu untuk memberikan 2. Untuk menurunkan panas dengan cara
diharapkan suhu tubuh kompres hangat di jidat dan ketiak konduksi
stabil dengan kriteria jika anak demam 3. Untuk mengurangi demam
hasil : 3. Anjurkan ibu untuk memberikan 4. Memberikan pengetahuan kepada ibu
pakaian yang tipis yang dapat tentang penyebab demam anak
1. Badan klien terasa
menyerap keringat 5. Membantu dalam proses penyembuhan
hangat bila di raba
4. Berikan penjelasan kepada ibu
2. Mukosa bibir lembab
penyebab demam
3. Klien tampak rileks
5. Kolaborasi dengan dokter dalam
4. TTV dalam batas
pemberian obat
normal :
Paracetamol 3x1
TD : 110/70 mmhg
Vitamin C 3x1
S : 36,2 ºC
N : 90x/mnt
RR : 20 x/mnt
30

1.8 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tandatangandan


Jam NamaPerawat
Rabu , 25 Juli 2018 Diagnosa Keperawatan 1 S : Ibu An. R mengarakan “ saya sudah
1. Memberikan penkes tentang ISPA mengerti tentang ISPA setelah dijelaskan “
Pukul : 08.30 WIB
O:

- Ibu klien tampak mengerti tentang ISPA


- Ibu dapat menjawab apa yang di tanyakan
- Ibu dapat menjelaskan apa yang di Krisnoveliana

maksud dengan ISPA

A : Masalah teratasi

P : Hentikan Intervensi
31

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tandatangandan


Jam NamaPerawat
Diagnosa Keperawatan 1 S : ibu An. R mengatakan “ batuk pilek
Kamis , 26 Juli 2018 1. Mengobservasi TTV klien anaknya berkurang
2. Mengajarkan batuk efektif O:
Pukul : 15.00 WIB
3. Menganjurkan klien minum air hangat - Anak tampak rileks
4. Berkolaborasi dalam pemberin obat - Batuk berkurang
Amoxcillin 3x1 - Sekret berkurang
Ambroxcillin 3x1 - TTV
Ctm 3x1 TD : 110/70 mmhg
Krisnoveliana
S : 36,7 ºC
N : 90x/mnt
RR : 20 x/mnt

A : Masalah Teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi
32

Implementasi Evaluasi (SOAP) Tandatangandan


Hari/Tanggal
Jam NamaPerawat

Diagnosa Keperawatan 2 S : Ibu An. R mengatakan “ demam anaknya


1. Mengobservasi TTV klien hilang “
2. Menganjurkan ibu untuk memberikan
O:
kompres hangat di jidat dan ketiak jika
anak demam - Badan klien terasa hangat bila di raba
3. Menganjurkan ibu untuk memberikan - Mukosa bibir lembab
pakaian yang tips yang dapat menyerap - Klien tampak rileks Krisnoveliana
keringat - TTV
4. Memberikan penjelasan kepada ibu TD : 110/70 mmhg
penyebab demam S : 36,7 ºC
5. Berkolaborasi dengan dokter dalam N : 90x/mnt
pemberian obat RR : 20 x/mnt
Paracetamol 3x1
Vitamin C 3x1
33

BAB 4
PEMBAHASAN

Proses perawatan ini merupakan rangkaian pengelolaan masalah dengan


cermat untuk diidentifikasi bagaimana pemecahan dari masalah – masalah yang
ditemukan dalam rangka memenuhi kebutuhan kesehatan serta keperawatan
pasien, dalam pembahasan ini di uraikan kesenjangan antara konsep atau teori
mengenai asuhan keperawatan padaAn. R di Puskesmas Panarung Palangka Raya
yang akan dibahas berdasarkan tahap proses kesehatan yaitu:
4.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian yang di lakukan pada An.R, maka data yang
didapat penulis pada klien dengan ISPA adalah anak mengalami batuk, pilek di
sertai demam sejak 2 hari yang lalu, suhu badan 37,8oC
Berdasarkan teori data yang muncul pada pengkajian kasus dengan ISPA
yaitu batuk, pilek, panas atau demam, suhu badan lebih dari 37oC.
Pada teori dan kasus nyata terdapat kesamaan, semua data dan gejala yang
ada pada teori didapatkan pada An.R yaitu batuk, pilek, demam, suhu badan
37,8oC.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Penulis membuat diagnosa keperawatan berdasarkan data temuan yang
dikumpulkan dari pasien dan keluarganya: Bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan denga akumulasi sekret berlebihan di bronkus, hipertermi
berhubungan dengan Proses penyakit
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien ISPA
menurut Carpenito-Moyet (2008), Smeltzer & Bare (2009), NANDA (2007)
:Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru, Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme,
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam memasukan dan mencerna makanan, Kurang
pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang
informasi.
34

Membandingkan kasus pada An.R dengan teori yang dipaparkan secara


teoritis terdapat beberapa diagnosa yang tidak diangkat yaitu Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam
memasukan dan mencerna makanan, Kurang pengetahuan tentang
penatalaksanaan ISPA berhubungan dengan kurang informasi, karena pada saat
mengkaji penulis langsung berhadapan dengan pasien sehingga penulis
memahami keluhan yang pasien rasakan, sehingga penulis dapat membuat
diagnosa tidak harus berdasarkan teori tetapi penulis mengangkat diagnosa
berdasarkan keluhan pasien yang ada.

4.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan yang dirancang dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan ini disesuaikan dengan masalah dan etiologi yang telah penulis
analisa. Adapun perencanaan tersebut meliputi:
Pada diagnosa yang diangkat sesuai dengan data temuan yaitu:
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
berlebihan di bronkus, dilakukan rencana keperawatan meliputi:Observasi tanda-
tanda vital klien, ajarkan batuk efektif, anjurkan klien air minum hangat, berikan
penkes tentang ISPA,kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obatAmoxcillin
3x1, Ambroxcillin 3x1, Ctm 3x1.
Diagnosa kedua. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit,
dilakukan rencana keperawatan meliputi: Observasi TTV klien, anjurkan ibu
untuk memberikan kompres hangat di jidat dan ketiak jika anak demam, anjurkan
ibu untuk memberikan pakaian yang tips yang dapat menyerap keringat, berikan
penjelasan kepada ibu penyebab demam, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat: Paracetamol 3x1, Vitamin C 3x1
4.4 Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan asuhan keperawatan dilakukan berdasarkan intervensi yang telah
dibuat, dalam melakukan intervensi penulis di bantu oleh keluarga pasien serta
bekerja sama dengan perawat lainnya.
Pada diagnosa 1, pada tanggal 25Juli 2018 dilakukan tindakan
Mengobservasi tanda-tanda vital klien, mengajarkan batuk efektif, menganjurkan
klien air minum hangat, memberikan penkes tentang ISPA, berkolaborasi dengan
35

dokter dalam pemberian obatAmoxcillin 3x1, Ambroxcillin 3x1, Ctm 3x1. Pada
diagnosa 2, pada tanggal 25 November 2017, di lakukan tindakan Mengobservasi
TTV klien, Menganjurkan ibu untuk memberikan kompres hangat di jidat dan
ketiak jika anak demam, Menganjurkan ibu untuk memberikan pakaian yang tips
yang dapat menyerap keringat, Memberikan penjelasan kepada ibu penyebab
demam, Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat: Paracetamol 3x1,
Vitamin C 3x1
Dari penatalaksanaan yang telah dilakukan penulis menyimpulkan
bahwa, pelaksanaan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah
direncanakan, adapun rencana keperawatan yang tidak dilakukan mengingat
waktu pada saat dinas hanya 7 jam.
4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan terhadap pasien mengacu pada skala penilaian berupa tujuan dan
kriteria hasil yang ditetapkan dalam perencanaan keperawatan sebelumnya.
Evaluasi keperawatan pada diagnosa pertama didapatpasien Anak tampak
rileks, Batuk berkurang,Sekret berkurang, TTV : TD : 110/70 mmhg, S : 36,7 ºC
,N : 90x/mnt, RR : 20 x/mnt.Masalah ini teratasi sebagian karna klien masih
batuk.
Evaluasi keperawatan pada diagnosa kedua didapat Badan klien terasa hangat
bila di raba, Mukosa bibir lembab, Klien tampak rileks, TTV : TD : 110/70
mmhg, S : 36,7 ºC, N :90x/mnt, RR : 20 x/mnt. Masalah ini teratasi karena
demam klien sudah hilang.
36

BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan yang diuraikan dalam bab 4 maka di tarik beberapa
kesimpulan yaitu:
5.1.1 Proses Keperawatan
1) Pada pengkajian data yang dilakukan pada kasus An. R terdapat tanda dan
gejala yang mengarah kepada ISPA berupa Batuk pilek seak 2 hari.
2) Diagnosa keperawatan yang timbul pada kasus An. Rsemuanya berjumlah
2(dua) diagnosa yaitu:Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan denga
akumulasi sekret berlebihan di bronkus, hipertermi berhubungan dengan
proses penyakit.
3) Perencanaan Keperawatan dirancang berdasarkan kebutuhan aktual dengan
rasional tindakan yang mendasarinya, semua disusun bedasarkan
perbandingan teori dengan kondisi yang di alami klien dengan masalah ISPA.
Fokus utama dalam kasus ini adalah penanganan Bersihan alan nafas tidak
efektif, dan diagnosa yang lainnya di urutkan berdasarkan prioritas.
4) Tindakan keperawatan pada An. R mengikuti perencanaan yang telah disusun
sebelumnya. Di laksanakan dengan dukungan peralatan dari pendidikan.
5) Evaluasi menunjukkan efektifitas sebagian tindakan yang dilakukan pada An.
R terlihat adanya perbaikan yang positif selama perawatan yang
dilaksanakan.
5.1.2 Faktor Pendukung dan Penghambat
Dalam pelaksanaan asuhan keperawtan pada An. R terdapat faktor
pendukung berupa: alat – alat keperawatan dari pihak puskesmas yang sangat
membantu dalam pelaksanaan studi kasus dan adanya kerjasama serta respon
yang baik yang ditunjukkan oleh keluarga terhadap tindakan yang teah
dilakukan, literatur yang cukup memadai di Perpustakaan Stikes Eka Harap
Palangka Raya, kerjasama yang baik dalam penatalaksanaan keperawatan
pada klien, baik keluarga sendiri maupun dengan petugas kesehatan lainnya
dan bimbingan akademik.

36
37

Faktor penghambat yang ada ialah : pasien yang kurang dapat bekerja
sama, rentang proses pembuatan laporan studi kasus yang dalam rentang
waktu yang sangat singkat, kurangnya pengetahuan tentang cara penulisan
studi kasus yang baik dan benar.
5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan adalah :
1) Bagi tenaga keperawatan :
Menumbuhkan kesadaran diri akan pentingnya mengembangkan pengetahuan
secara individu oleh perawat.
2) Bagi Puskesmas
Pengembangan sarana dan pra sarana kesehatan dan standart acuan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan ISPA.
3) Bagi institusi Pendidikan
Lebih memaksimalkan metode pembelajarn yang membina respon kritis
mahasiswa dalam menetapkan masalah keperawatan yang sering ditemui
dilahan praktek, sehingga kemampuan analisa mahasiswa lebih baik.
4) Bagi perkembangan IPTEK
Studi kasus ini dapat mendorong adanya pengembangan – pengembangan
lebih lanjut terutama penelitian yang berhubungan dengan asuhan
keperawatan dengan masalah sistem pencernaan.
38

DAFTAR PUSTAKA

Sularso, 2010.Keperawatan anak. Jakarta : EGC.

Dah Brooker, Christine. 2010. Kamus Saku Keperawatan Ed.31.EGC : Jakarta.

DEPKES. 2010.ProsesKeperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. EGC : Jakarta.

Kending dan Chernick, 2011. Ispa pada anak. Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai