Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyakit infeksi
akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai
dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan
adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Irianto, 2015).
Menurut WHO (2007), ISPA menjadi salah satu penyebab utama morbiditas
dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang
meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi
saluran pernapasan bawah. Kelompok yang paling berisiko adalah balita,
anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan
pendapatan per kapita rendah dan menengah.
ISPA merupakan penyakit yang banyak terjadi di negara berkembang
serta salah satu penyebab kunjungan pasien ke Puskesmas (40%-60%) dan
rumah sakit (15%-30%). Kasus ISPA terbanyak terjadi di India 43 juta kasus,
China 21 kasus, Pakistan 10 juta kasus dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria
masing-masing 6 juta kasus. Semua kasus ISPA yang terjadi di masyarakat,
7-13% merupakan kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit
(Dirjen PP & PL, 2012).
Kasus ISPA di Indonesia pada tiga tahun terakhir menempati urutan
pertama penyebab kematian bayi yaitu sebesar 24,46% (2013), 29,47%
(2014) dan 63,45% (2015). Selain itu, penyakit ISPA juga sering berada pada
daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit (Kemenkes RI, 2015). Terdapat
lima Provinsi dengan ISPA tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur (41,7%),
Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa
Timur (28,3%). Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi
berdasarkan umur terjadi pada kelompok umur 1- 4 tahun (25,8%). Penyakit
ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk kondisi ekonomi
menengah ke bawah (Kemenkes, 2014).
Penyakit ISPA masih menjadi masalah kesehatan masyarakat karena
dampak yang ditimbulkan sangat besar terhadap penderita tidak hanya pada
anak-anak tetapi juga orang dewasa. Selain itu penyakit ISPA juga dapat
menjadi pemicu dari penyakit-penyakit lainnya dan berkembang menjadi
penyakit yang berbahaya seperti pneumonia bahkan dapat menimbulkan
kematian (Najmah, 2016). Pengendalian penyakit ISPA memerlukan upaya
promosi kesehatan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar hidup
sehat dan mampu mengembangkan kesehatan serta terciptanya lingkungan
yang kondusif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa defenisi ISPA ?
2. Apa konsep dasar asuhan keperawatan ispa ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Agar mengetahui secara umum tentang definisi dan konsep dasar asuhan
keperawatan ISPA.
2. Tujuan Khusus
a. Agar petugas kesehatan dapat mengetahui definisi dan konsep dasar
asuhan keperawatan ISPA.
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi dan konsep dasar asuhan
keperawatan ISPA.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Petugas kesehatan
Agar dapat memahami definisi dan konsep dasar asuhan keperawatan
penyakit ISPA di wilayah kerjanya.
2. Bagi Masyarakat
Agar masyarakat memahami secara umum tentang penyakit ISPA.
3. Bagi Mahasiswa
Agar dapat memahami definisi dan konsep dasar asuhan keperawatan
penyakit ISPA.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada
anak-anak dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut
muncul secara bersamaan. (Meadow, Sir Roy. 2012)
ISPA (lnfeksi Saluran Pernafasan Akut) yang diadaptasi dari
bahasa Inggris Acute Respiratory hfection (ARl) mempunyai pengertian
sebagai berikut:
 Infeksi adalah masuknya kuman atau mikoorganisme kedalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
 Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alfeoli
beserta organ secara anatomis mencakup saluran pemafasan bagian
atas.
 Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14
hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang digolongkan ISPA. Proses ini dapat
berlangsung dari 14 hari. (Suriadi, 2012)
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau
lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
(saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga
telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari.
Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek
biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga
sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas
seperti paru itu salah satunya adalah Pneumonia. (WHO)
2. Epidemiologi
Berdasarkan DEPKES (2006) juga menemukan bahwa 20-30%
kematian disebabkan oleh ISPA. Faktor penting yang mempengaruhi ISPA
adalah pencemaran udara. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah
akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah
timbulnya gangguan pernapasan. Tingginya tingkat pencemaran udara
menyebabkan ISPA memiliki angka yang paling banyak diderita oleh
masyarakat dibandingkan penyakit lainnya. Selain faktor tersebut,
peningkatan penyebaran penyakit ISPA juga dikarenakan oleh perubahan
iklim serta rendahnya kesadaran perilaku hidup bersih dan sehat dalam
masyarakat. maka di dalam makalah ini akan dijabarkan secara lengkap
semua hal yang berkaitan dengan ISPA.

3. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus,
Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebact
erium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus,
Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan
lain-lain. (Suriadi, 2001)

4. Klasifikasi
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA
sebagai berikut:
a. Pneumonia berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding
dada kedalam (chest indrawing).
b. Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa
disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas
cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan
pneumonia. (Rasmaliah, 2004)
5. Tanda dan gejala
a. Tanda dan gejala dari penyakit ISPA adalah sebagai berikut :
1) Batuk
2) Nafas cepat
3) Bersin
4) Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung
5) Nyeri kepala
6) Demam ringan
7) Tidak enak badan
8) Hidung tersumbat
9) Kadang-kadang sakit saat menelan
b. Tanda-tanda bahaya klinis ISPA :
1) Pada sistem respiratorik adalah : tachypnea, napas tak teratur
(apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis,
suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan
wheezing.
2) Pada sistem cardial adalah : tachycardia, bradycardiam,
hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
3) Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit
kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
4) Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak (Naning R,
2012)

6. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya
virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran pernafasan
bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka
virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan.
(Colman, 2013). Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan
timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran
pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak
terdapat pada dinding saluran pernafasan, sehingga terjadi pengeluaran
cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala
ISPA yang paling menonjol adalah batuk. (Colman, 2013). Adanya
infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan
terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen
yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang
mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan
sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran
pernafasan sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor
seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan
bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran pernafasan
dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak. Virus yang
menyerang saluran pernafasan atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang
lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga
menyebar ke saluran pernafasan bawah. Dampak infeksi sekunder bakteri
pun menyerang saluran pernafasan bawah, sehingga bakteri-bakteri yang
biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah
terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri (Colman, 2013). Penanganan penyakit
saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran
pernafasan terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran pernafasan
yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun
sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran pernafasan yang terdiri dari
folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas sistem
imun mukosa.Ciri khas berikutnya adalah bahwa imunoglobulin A (IgA)
memegang peranan pada saluran pernafasan atas sedangkan imunoglobulin
G (IgG) pada saluran pernafasan bawah. Diketahui pula bahwa sekretori
IgA sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran
pernafasan. (Colman, 2013)
7. Pathway

Sumber : https://id.scribd.com/document/214108710/Pathway-Ispa-Ok
8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan
a. Inspeksi
1) Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
2) Tonsil tampak kemerahan dan edema
3) Tampak batuk tidak produktif
4) Tidak ada jaringan parut pada leher
5) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan cuping hidung
b. Palpasi
1) Adanya demam
2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c. Perkusi
1) Suara paru normal (resonance)
d. Auskultasi
1) Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi
paru

9. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia san kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis :
takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten 6
minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya
aneurime ventricular. EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi,
hipertrofi bilik jantung dan iskemik ( jika disebabkan oleh AMI)
b. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik,
perubahan dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan
kontraktilitas ventricular.
c. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
pergerakan dinding.
d. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan
stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner.
Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran
bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas.
e. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung,
edema atau efusi fleura yang menegaskan diagnisa CHF.
f. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah
sehingga hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.
(Nursalam M, 2002)

10. Penatalaksanaan
Obat –obat yang digunakan antara lain :
a. Antagonis kalsium, untuk memperbaiki relaksasi miokard dan
menimbulkan vasodilatasi koroner.
b. Beta bloker, untuk mengatasi takikardia dan memperbaiki pengisian
ventrikel.
c. Diuretika, untuk gagal jantung disertai udem paru akibat disfungsi
diastolik. Bila tanda udem paru sudah hilang, maka pemberian
diuretika harus hati-hati agar jangan sampai terjadi hipovolemia
dimana pengisian ventrikel berkurang sehingga curah jantung dan
tekanan darah menurun.
d. Pemberian antagonis kalsium dan beta bloker harus diperhatikan
karena keduanya dapat menurunkan kontraktilitas miokard sehingga
memperberat kegagalan jantung.
e. Dukungan diet : Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol,
atau menghilangkan edema. (Arif, Muttaqin, 2012)
11. Komplikasi
a. Penemonia.
b. Bronchitis.
c. Sinusitis.
d. Laryngitis.
e. Kejang deman. (Soegijanto, S, 2009)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
 Pengkajian
Riwayat kesehatan:
 Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan).
 Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa).
 Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit
sepertiyang dialaminya sekarang).
 Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang
pernahmengalami sakit seperti penyakit klien).
 Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien).
Pemeriksaan fisik :
Difokuskan pada pengkajian sistem pernafasan:
1. Inspeksi :
a) Membran mukosa hidung-faring tampak kemerahan
b) Tonsil tampak kemerahan dan edema
c) Tampak batuk tidak produktif
d) Tidak ada jaringan parut pada leher
e) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasancuping hidung.
2. Palpasi :
a) Adanya demam.
b) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher/nyeritekan pada nodus limfe servikalis.
c) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
3. Perkusi :
a) Suara paru normal (resonance).
4. Auskultasi :
a) Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi
paru.
 PENGKAJIAN (Menurut Khaidir Muhaj (2008):
1) Identitas Pasien.
2) Umur :Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering
mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari
1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada
usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang
lebih lanjut(Anggana Rafika, 2009).
3) Jenis kelamin :Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia
kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak
perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark
(Anggana Rafika, 2009).
4) Alamat : Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah
anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor
risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Kochet al (2003)
membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded)
mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat
.Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit
gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara
didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik
maupun kimia. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna
dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara
Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak (Anggana
Rafika, 2009).
Riwayat Kesehatan :
1. Keluhan Utama:
Klien mengeluh demam.
2. Riwayat penyakit sekarang:
Dua hari sebelumnya klien mengalami demam mendadak, sakit
kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun,
batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
3. Riwayat penyakit dahulu:
Klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit sekarang.
4. Riwayat penyakit keluarga:
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit
seperti penyakit klien tersebut.
5. Riwayat sosial:
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu
dan padat penduduknya.
Pemeriksaan Persistem
B1 (Breath) :
1. Inspeksi :
a) Membran mucosa hidung faring tampak kemerahan.
b) Tonsil tanpak kemerahan dan edema.
c) Tampak batuk tidak produktif,
d) Tidak ada jaringna parut pada leher,
e) Tidak tampak penggunaan otot- otot pernapasan
tambahan,pernapasan cuping hidung, tachypnea, dan
hiperventilasi.
2. Palpasi :
a) Adanya demam.
b) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher /
nyeri tekan pada nodus limfe servikalis.
c) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid.
3. Perkusi :
a) Suara paru normal (resonance).
b) Auskultasi :
c) Suara napas vesikuler / tidak terdengar ronchi pada kedua sisi
paru.
B2 (Blood) : kardiovaskuler Hipertermi.
B3 (Brain) : penginderaan Pupil isokhor, biasanya keluar cairan pada
telinga, terjadi gangguan penciuman.
B4 (Bladder) : perkemihan Tidak ada kelainan.
B5 (Bowel) : pencernaan Nafsu makan menurun, porsi makan tidak
habis Minum sedikit, nyeri telan pada tenggorokan.
B6 (Bone) : Warna kulit kemerahan (Benny:2010).
Pemeriksaan Penunjang :
a) Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan
adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
b) Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga
disertai dengan adanya thrombositopenia.
c) Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan.

2. Diagnosa keperawatan
1) Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
Tujuan :
 suhu tubuh normal berkisar antara 36 – 37,5 °C.
 Pasien akan menunjukkan termoregulasi ( keseimbangan antara
produksi panas, peningaktan panas, dan kehilangna panas).
Kriteria Hasil : Suhu tubuh kembali normal
Nadi : 60-100 denyut per menit
Tekanan darah : 120/80 mmHg
RR : 16-20 kali per menit
2) Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia
Tujuan :
 Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah pada
BBnormal.
 Klien dapat menoleransi diet yang dianjurkan
 Tidak menunjukkan tanda malnutrisi
 Nutrisi kembali seimbang
Kriteria hasil : A. Antropometri: berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan
Berat badan tidak turun (stabil)
1. Biokimia:
– Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl dan perempuan 12-16 g/dl)
– Albumin normal (dewasa 3,5-5,0 g/dl)
2. Clinis:
– Tidak tampak kurus
– Rambut tebal dan hitam
– Terdapat lipatan lemak subkutan
3. Diet:
– – Makan habis satu porsi
– – Pola makan 3X/hari
3) Nyeri akut b.d inflamasi pada membran mukosa faring dan tonsil.
Tujuan: nyeri berkurang/terkontrol
Kriteria hasil : Nyeri berkurang skala 1-2
4) Risiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya
pertahanansekunder (adanya infeksi penekanan imun).
Tujuan:
 tidak terjadi penularan, tidak terjadi komplikasi
 Meminimalisir penularan infeksi lewat udara
Kriteria hasil : Anggota keluarga tidak ada yang tertular ISPA
3. Intervensi
1. Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda vital
1) Anjurkan klien/keluarga untuk kompres pada kepala/aksila
2) Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang tipis
dan dapat menyerap keringat seperti pakaian dari bahan
katun.
3) Atur sirkulasi udara
4) Anjurkan klien untuk minum banyak ± 2000 – 2500 ml/hari
5) Anjurkan klien istirahat di tempat tidur selama fase febris
penyakit.
6) Kolaborasi dengan dokter:
– Dalam pemberian terapi, obat antimikrobial
– Antipiretika
Rasionalisasi:
1) Pemantauan tanda vital yang teratur dapat
menentukanperkembangan perawatan selanjutnya.
2) Dengan memberikan kompres, maka akan terjadi
proseskonduksi/perpindahan panas dengan bahan perantara.
3) Proses hilanganya panas akan terhalangi untuk pakaian
yang tebaldan tidak akan menyerap keringat.
4) Penyediaan udara bersih.
5) Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh
meningkat.
6) Tirah baring untuk mengurangi metabolisme dan panas.
7) Untuk mengontrol infeksi pernafasan dan menurunkan
panas.
2. Intervensi:
1) Kaji kebiasaan diet, input-output dan timbang BB setiap hari.
2) Berikan makan porsi kecil tapi sering dan dalam keadaan
hangat.
3) Tingkatkan tirah baring
4) Kolaborasi: konsultasi ke ahli gizi untuk memberikan diet
sesuaikebutuhan klien.
Rasionalisasi:
1) Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun
tujuan BBdan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
2) Untuk menjamin nutrisi adekuat/meningkatkan kalori total.
3) Nafsu makan dapat dirangsang pada situasi rileks, bersih,
danmenyenangkan.
4) Untuk mengurangi kebutuhan metabolik.
5) Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada
situasi ataukebutuhan individu untuk memberikan nutrisi
maksimal.
3. Intervensi:
1) Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya (dengan skala 0 – 10 ),
faktoryang memperburuk atau meredakan nyeri, lokasi,
lama, dankarakteristiknya.
2) Anjurkan klien untuk menghindari alergen/iritan terhadap debu,
bahankimia, asap rokkok, dan mengistirahatkan/
meminimalkan bicara bila suara serak.
3) Anjurkan untuk melakukan kumur air hangat.
4) Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi (steroid oral, IV, dan
inhalasi, & analgesik)
Rasionalisasi:
1) Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang
berhubunganmerupakan suatu hal yang amat penting untuk
memilih intervensi yangcocok dan untuk mengevaluasi
keefektifan dari terapi yang diberikan.
2) Mengurangi bertambahberatnya penyakit.
3) Peningkatan sirkulasi pada daerah tenggorokan serta
menguranginyeri tenggorokan.
4) Kortikosteroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/
menghambatpengeluaran histamin dalam inflamasi
pernafasan. Analgesik untukmengurangi nyeri.
4. Intervensi:
1. Batasi pengunjung sesuai indikasi.
1) Jaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas.
2) Tutup mulut dan hidung jika hendak bersin.
3) Tingkatkan daya tahan tubuh, terutama anak dibawah usia 2
tahun,lansia, dan penderita penyakit kronis. Konsumsi
vitamin C, A danmineral seng atau anti oksidan jika
kondisi tubuh menurun/asupan makanan berkurang.
4) Kolaborasi pemberian obat sesuai hasil kultur
Rasionalisasi:
1) Menurunkan potensi terpajan pada penyakit infeksius.
2) Menurunkan konsumsi/kebutuhan keseimbangan O₂ dan
memperbaikipertahanan klien terhadap infeksi, meningkatkan
penyembuhan.
3) Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.
4) Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan
menurunkan tahanan terhadap infeksi.
5) Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi
dengankultur dan sensitifitas atau diberikan secara
profilaktik karena risiko tinggi.

4. Implementasi Keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi
1) Mengukur tanda tanda vital
2) Mengompres kepala atau aksila dingan mengunakan air dingin
3) Memerikan penjelasan kepada klien tentang manfaat
mengunakan pakaian berbahan tipis
4) Memberikan obat penurun panas sesuai dengan dosis dan tepat
waktu
b. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia
1) Membantu jenis dan makanan yang dimakan klien
2) Membuat catatan makanan harian
3) Monitor lingkungan selama klien makan.
4) Monitor intake nutrisi
c. Nyeri akut b.d inflamasi pada membrane mukosa faring dan tonsil
1) Tingkatkan istirahat
2) Berikan informasi tentang nyeri kepada keluarga anak ,seperti
penyebab nyeri berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
ketidak nyamanan dari prosedur
3) Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic
pertama kali.
d. Resiko tinggi penularan infeksi b.d tidak kuatnya pertahanan
sekunder
1) Membatasi pengunjung
2) Mempertahankan teknik isolasi
3) Memperbanyak istirahat
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan
untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan
(Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan myocarditis
(Doenges, 1999) adalah :
1) Suhu tubuh pasien dalam rentang normal antara 36 -37,5 C.
2) Klien dapat mencapai BB yang direncanakan mengarah kepada BB
normal.
3) Nyeri hilang atau terkontrol.
4) Tidak terjadi komplikasi pada kli
DAFTAR PUSTAKA

Meadow, Sir Roy dan Simen. 2013. Lectus Notes:Pediatrika. Jakarta : PT. Gelora
Aksara Pratama

Suriadi,Yuliani R. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak, Jakarta : CV Sagung


Seto

Rasmaliah. 2013. “Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan


penanggulangannya” dalam http://library.usu.ac.id. 29 Januari 2010.
19:05:10 WIB

Naning R. 2012. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu


Kesehatan Anak) PSIK FK UGM

DepKes RI. 2014. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta

Nursalam M. 2013. Manajemen Keperawatan, Aplikasi dalam keperawatan


Perofesional. Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin, Arif. 2013. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Soegijanto, S. 2014. Ilmu Penyakit Anak; Diagnosa dan Penatalaksanaan.


Jakarta: Salemba medik

Anda mungkin juga menyukai