Anda di halaman 1dari 12

1.

1 Konsep Dasar Nyeri

1.1.1 Definisi

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat

subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya,

dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang

dialaminya (Aziz Alimul, 2006).

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan

ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).

Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara

aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan. Serangan

mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan

akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan (Asosiasi Studi Nyeri

Internasional); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat hingga

akhir yang dapat diantisipasi atau di prediksi. (NANDA, 2015). Nyeri kronis serangan yang

tiba-tiba atau lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi

atau diprediksi dan berlangsung > 3 bulan (NANDA, 2012).

1.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi nyeri dibedakan menjadi :

a. Menurut Tempat Nyeri :

1. Periferal Pain. Periferal pain ini terbagi menjadi 3 yaitu nyeri permukaan

(superfisial pain), nyeri dalam (deep pain), nyeri alihan (reffered pain). Nyeri

alihan ini maksudnya adalah nyeri yang dirasakan pada area yang bukan

merupakan sumber nyerinya.


2. Central Pain. Nyeri ini terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat,

spinal cord, batang otak.

3. Psychogenic Pain. Nyeri ini dirasakan tanpa adanya penyebab organik, tetapi

akibat dari trauma psikologis.

4. Phantom Pain. Phantom Pain ini merupakan perasaan pada bagian tubuh yang

sudah tak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari

stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya.

Oleh karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah

diangkat.

5. Radiating Pain. Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke

jaringan sekitar.

b. Menurut Sifat Nyeri :

1. Insidentil. Yaitu sifat nyeri yang timbul sewaktu-waktu dan kemudian

menghilang.

2. Steady. Yaitu sifat nyeri yang timbul menetap dan dirasakan dalam waktu

yang lama.

3. Paroxysmal. Yaitu nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali

dan biasanya menetap selama 10 – 15 menit, lalu menghilang dan kemudian

timbul kembali.

4. Intractable Pain. Yaitu sifat nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi.

Contoh pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi

akibat dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.

c. Menurut Berat Ringannya Nyeri :

1. Nyeri Ringan yaitu nyeri yang berada dalam intensitas yang rendah.
2. Nyeri Sedang yaitu nyeri yang menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan juga

reaksi psikologis.

3. Nyeri Berat yaitu nyeri yang berada dalam intensitas yang tinggi.

d. Menurut Waktu Serangan :

1. Nyeri Akut. Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada

fraktur. Klien yang mengalami nyeri akut pada umumnya akan menunjukkan

gejala-gejala antara lain : respirasi meningkat, Denyut jantung dan Tekanan

darah meningkat, dan pallor.

2. Nyeri Kronis. Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu

lebih lama dan pada umumnya penderita sering sulit mengingat sejak kapan

nyeri mulai dirasakan

1.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Pengalaman nyeri pada seseorang dapat di pengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya

adalah :

b. Arti Nyeri : Nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir

sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti membahayakan, merusak,

dan lain-lain. Keadaan ini di pengaruhi lingkungan dan pengalaman.

c. Persepsi Nyeri : Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif dari

seseorang yang merasakan nyeri. Dikarenakan perawat tidak mampu merasakan

nyeri yang dialami oleh pasien.

d. Toleransi Nyeri : Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang

dapat mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat

mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alcohol, obat-obatan,

hipnotis, gerakan atau garakan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat dan
sebagainya. Sedangkan faktor yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan,

rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang kunjung tidak hilang, sakit, dan lain-lain.

e. Reaksi terhadap Nyeri : Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respon

seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan

menjerit. Semua ini merupakan bentuk respon nyeri yang dapat di pengaruhi oleh

beberapa faktor, seperi arti nyeri, tingkat perspepsi nyeri, pengalaman masa lalu,

nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia,

dan lain-lain.

1.1.4 Etiologi

b. Trauma. Trauma ini juga terbagi menjadi beberapa macam. Penyebab trauma ini

terbagi menjadi :

1. Mekanik. Rasa nyeri yang diakibatkan oleh mekanik ini timbul akibat ujung-

ujung saraf bebas mengalami kerusakan. Contoh dari nyeri akibat trauma

mekanik ini adalah akibat adanya benturan, gesekan, luka dan lain-lain.

2. Thermis. Nyeri karena hal ini timbul karena ujung saraf reseptor mendapat

rangsangan akibat panas, dingin, misal karena api dan air.

3. Khemis. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya kontak dengan zat kimia yang

bersifat asam atau pun basa kuat.

4. Elektrik. Nyeri yang ditimbulkan karena adanya pengaruh aliran listrik yang

kuat mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan

luka bakar.

5. Neoplasma. Neoplasma ini juga terbagi menjadi dua yaitu :

a) Neoplasma Jinak.

b) Neoplasma Ganas.
c. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah. Hal ini dapat

dicontohkan pada pasien dengan infark miokard akut atau pun angina pektoris

yang dirasakan adalah adanya nyeri dada yang khas.

d. Peradangan. Nyeri yang diakibatkan karena adanya kerusakan ujung-ujung saraf

reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Contohnya

adalah nyeri karena abses.

e. Trauma psikologis.

1.1.5 Patofisiologi

Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat kimia

seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut merangsang dan

merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan dihantarkan ke

hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan di persiapkan sehingga

individu mengalami nyeri. Selain d ihantarkan ke hypotalamus nyeri dapat menurunkan

stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitive pada termosensitif sehingga dapat juga

menyebabkan atau mengalami nyeri (wahit chayatin,N.mubarak,2007)

1.1.6 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala nyeri :

a. Gangguam tidur

b. Posisi menghindari nyeri

c. Gerakan meng hindari nyeri

d. Raut wajah kesakitan (menangis, merintih)

e. Perubahan nafsu makan

f. Tekanan darah meningkat


g. Pernafasan meningkat

h. Depresi

1.1.7 Komplikasi

a. Edema Pulmonal

b. Kejang

c. Masalah Mobilisasi

d. Hipertensi

e. Hipertermi

f. Gangguan pola istirahat dan tidur

1.1.8 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di abdomen

b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal

c. Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemeriksaan lainnya

d. CT-Scan untuk mengetahui adanya pembukuh darah yang pecah diotak

1.1.9 Penatalaksanaan

e. Non farmakologi :

1. Relaksasi distraksi, mengalihkan perhatian klien terhadap sesuatu Contoh :

membaca buku, menonton tv , mendengarkan musik dan bermain

2. Stimulaisi kulit, beberapa teknik untuk stimulasi kulit antara lain :

a) Kompres dingin

b) Counteriritan, seperti plester hangat.


b. Farmakologi adalah obat :

1. Pemberian analgesic

Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan nyeri yang

berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri.

2. Plasebo

Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat analgesik

seperti gula, larutan garam/ normal saline, atau air. Terapi ini dapat

menurunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan pasien.

2.1 Manajemen Asuhan Keperawatan Nyeri

2.1.1 Pengkajian

1. Nyeri akut

a. Mengkaji perasaan klien

b. Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri

c. Mengkaji keparahan dan kualitas nyeri

2. Nyeri kronis

Pengkajian difokuskan pada dimensi perilaku afektif dan kognitif. Selain itu

terdapat komponen yang harus di perhatikan dalam memulai mngkaji respon nyeri

yang di alami pasien :

a. Penentu ada tidaknya nyeri

Dalam melakukan pengkajian nyeri , perawat harus percaya ketika pasien

melaporkan adanya nyeri, meskipun dalam observasi perawat tidak

menemukan adanya cidera atau luka.

b. Pengkajian status nyeri dilakukan dengan pendekatan P,Q,R,S,T yaitu :

1) P (Provocate)
Faktor paliatif meliputi faktor pencetus nyeri,terasa setelah

kelelahan,udara dingin dan saat bergerak.

2) Q (Quality)

Kualitas nyeri meliputi nyeri seperti di tusuk-tusuk,dipukul-pukul dan lain-

lain.

3) R (Region)

Lokasi nyeri,meliputi byeri abdomen kuadran bawah,luka post operasi,dan

lain-lain.

4) S (Skala)

Skala nyeri ringan,sedang,berat atau sangat nyeri.

5) T (Time)

Waktu nyeri meliputi : kapan dirasakan,berapa lama, dan berakhir.

c. Respon fisiologis

1) Respon simpatik

a) Peningkatan frekuensi pernafasan

b) Dilatasi saluran bronkiolus

c) Peningkatan frekuensi denyut jantung

d) Dilatasi pupil

e) Penurunan mobilitas saluran cerna

2) Respon parasimpatik

a) Pucat

b) Ketegangan otot

c) Penuru nan denyut jantung

d) Mual dan muntah

e) Kelemahan dan kelelahan


d. Respon perilaku

Respon perilaku yang sering di tunjukan oleh pasien antara lain perubahan

postur tubuh, mengusap, menopong wajah bagian nyeri yang sakit

mengertakan gigi, ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis.

e. Respon afektif

Respon afektif juga perlu di perhatikan oleh seorang perawat. Dalam melakuk

an pengkajian terhadap pasien dengan gangguan nyeri.

f. Pola kognitif dan perceptual

1) nyeri (kualitas,intensitas,durasi,skala,cara mengurangi nyeri

2) Skala nyeri

2.1.2 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d cidera fisik

2. Intoleransi aktivitas b.d kelelahan

3. Gangguan pola tidur b.d ketidaknyaman fisik

2.1.3 Rencana Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut b.d cidera fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV
keperawatan selama 3x24 2. Kaji nyeri
jam,masalah nyeri teratasi 3. Ajarkan tekhnik relaksasi kepada
dengan kriteria hasil : pasien
1. adanya penurunan 4. Berikan analgetik sesuai program
intensitas nyeri
2. ketidaknayaman akibat
nyeri berkurang
3. tidak menunjukan tanda-
tanda fisik dan perilaku
dalam nyeri akut

2. Intoleransi aktivitasb.d Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji aktivitas dan mobilitas


kelelahan keperawatan selama 3x24 pasien
jam,masalah dapat teratasi 2. Bantu aktifitas pasien
dengan kriteria hasil : 3. Berikan terapi sesuai program
1. Pasien dapat melakukan
aktivitasnya sendiri
2. Pasien tidak lemas
3. Gangguan pola tidur b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pola tidur pasien
perubahan lingkungan keperawatan selama 3x24 2. Ciptakan lingkungan nyaman
(hospitalisasi) jam,kebutuhan tidur tercukupi dan tenang
dengan kriteria hasil : 3. Batasi pengunjung
1. Kebutuhan tidur tercukupi
2. Pasien tampak segar
3. Tidak sering terbangun
pada saat tidur

2.1.4 Implementasi

Menurut Carpenito (2009, hal 57). komponen implementasi dalam proses

keperawatan mencakup penerapan keterampilan yang diperlukan untuk mengimplentasikan

intervensi keperawatan.

1.1.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan

identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam
melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam

memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan

kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan

keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, 2008. hal; 124).


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai