Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

F DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAPASAN (ISPA) DI POLI ANAK RSUD
DOLOKSANGGUL KABUPATEN
HUMBANG HASUNDUTAN
T.A 2021/2022

OLEH:

Nama : Evita Walenchia Saragi


NIM : 1902006
Dosen Pembimbing : Kino Siboro, SKM, M.KM

PRODI D-III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


KESEHATAN BARU JALAN BUKIT INSPIRASI SIPALAKKI
KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
T.A 2021/2022
BAB I
TEORITIS MEDIS
1.1 Definisi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan organ
saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Infeksi ini
disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan menyerang host, apabila
ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Penyakit ISPA ini paling banyak di
temukan pada di bawah lima tahun karena pada kelompok usia ini adalah
kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap
berbagai penyakit. (Karundeng Y.M, et al. 2016)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi yang menyerang
salah satu bagian atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga
alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan andeksanya, seperti sinus, rongga telinga
tengah, dan pleura. ISPA merupakan infeksi saluran pernapasan yang berlangsung
selama 14 hari. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang
banyak dijumpai pada balita dan - mulai dari ISPA ringan sampai berat. ISPA yang
berat jika masuk kedalam jaringan paru-paru akan menyebabkan Pneumonia.
Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kematian terutama
pada - (Jalil, 2018).
1.2 Etiologi
Proses terjadinya ISPA diawali dengan masuknya beberapa bakteri dari genus
streptokokus, stafilokokus, pneumokokus, hemofillus, bordetella, dan
korinebakterium dan virus dari golongan mikrovirus (termasuk didalamnya virus para
influenza dan virus campak), adenoveirus, koronavirus, pikornavirus, herpesvirus ke
dalam tubuh manusia melalui partikel udara (droplet infection). Kuman ini akan
melekat pada sel epitel hidung dengan mengikuti proses pernapasan maka kuman
tersebut bisa masuk ke bronkus dan masuk ke saluran pernapasan yang mengakibatkan
demam, batuk, pilek, sakit kepala dan sebagainya. (Marni,2014)
Selain bakteri dan virus ISPA juga dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu
kondisi lingkungan (polutan udara seperti asap rokok dan asap bahan bakar
memasak, kepadatan anggota keluarga, kondisi ventilasi rumah kelembaban,
kebersihan, musim, suhu), ketersediaan dan efektifitas pelayanan kesehatan serta
langkah-langkah pencegahan infeksi untuk pencegahan penyebaran (vaksin, akses
terhadap fasilitas pelayanan kesehatan, kapasitas ruang isolasi), faktor penjamu (usia,
kebiasaan merokok, kemampuan penjamu menularkan infeksi, status gizi, infeksi
sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh pathogen lain, kondisi
kesehatan umum) dan karakteristik pathogen (cara penularan, daya tular, faktor
virulensi misalnya gen, jumlah atau dosis mikroba). (WHO,2007:12). Menurut
Widoyono (2008), Kondisi lingkungan yang berpotensi menjadi faktor risiko ispa
adalah lingkungan yang banyak tercemar oleh asap kendaraan bermotor, bahan
bakar minyak, asap hasil pembakaran serta benda asing seperti mainan plastik kecil.
1.3 Patofisiologi
Menurut Amalia Nurin, dkk, (2014) Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi
4 tahap yaitu :
1. Tahap prepatogenesis : penyebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi apa-
apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit, timbul gejala
demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyaklit, dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan atelektasis, menjadi kronis dan meninggal akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk
mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan
saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat
tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat yaitu keutuhan
epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi. Infeksi bakteri
mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya telah rusak akibat
infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan
lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam
pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25 %
atau lebih). Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain
bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh
bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini.
Antibodi setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak
ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi
saluran nafas, seperti yang terjadi pada . Penderita yang rentan (imunokompkromis)
mudah terkena infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi
sitostatika atau radiasi. Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan
hematogen, limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
1.4 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia,
nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu
berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit. (Suriani, 2018)
Gejala ISPA berdasarkan tingkat keparahan adalah sebagai berikut Rosana
(2016):
a. Gejala dari ISPA ringan
Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu
atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1) Batuk.
2) Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (pada waktu
berbicara atau menangis).
3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi diraba
dengan punggung tangan terasa panas.
b. Gejala dari ISPA sedang
Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari
ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
1) Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu: untuk kelompok
umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih untuk
umur 2 -< 5 tahun.
2) Suhu tubuh lebih dari 39°C.
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
c. Gejala dari ISPA berat
Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala
ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai
berikut:
1) Bibir atau kulit membiru.
2) tidak sadar atau kesadaran menurun.
3) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan tampak gelisah.
4) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
6) Tenggorokan berwarna merah.
1.5 Penatalaksanaan
Terapi untuk ISPA atas tidak selalu dengan antibiotik karena sebagian
besar kasus ISPA atas disebabkan oleh virus. Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) atas yang disebabkan oleh virus tidak memerlukan
antiviral, tetapi cukup dengan terapi suportif.
a. Terapi Suportif
Berguna untuk mengurangi gejala dan meningkatkan performa pasien berupa
nutrisi yang adekuat, pemberian multivitamin.
b. Antibiotik
Hanya digunakan untuk terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab, utama ditujukan pada
pneumonia, influenza, dan aureus. (Kepmenkes RI, 2011)
1.6 Pathway

1.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan kultur/biakan kuman (swab) : hasil yang didapatkan adalah
biakan kuman (+) sesuai jenis kuman
b. Pemeriksaan hidung darah (deferential count) : laju endap darah
meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan
adanya thrombositopenia
c. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Saputro, 2013)
1.8 Komplikasi
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh
sendiri 5-6 hari jika tidak terjadi invasi kuman lainnya. Komplikasi yang
dapat terjadi adalah sinusitis paranasal, penutupan tuba eusthacii dan penyebaran
infeksi. (Windasari, 2018)
a. Sinusitis paranasal
Komplikasi ini hanya terjadi pada besar karena pada bayi dan kecil sinus
paranasal belum tumbuh. Gejala umum tampak lebih besar, nyeri kepala
bertambah, rasa nyeri dan nyeri tekan biasanya didaerah sinus frontalis dan
maksilaris. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan foto rontgen dan
transiluminasi pada besar.
Proses sinusitis sering menjadi kronik dengan gejala malaise, cepat lelah
dan sukar berkonsentrasi (pada besar). Kadang- kadang disertai sumbatan
hidung, nyeri kepala hilang timbul, bersin yang terus menerus disertai secret
purulen dapat unilateral ataupun bilateral. Bila didapatkan pernafasan mulut
yang menetap dan rangsang faring yang menetap tanpa sebab yang jelas perlu
yang dipikirkan terjadinya komplikasi sinusitis. Sinusitis paranasal ini dapat diobati
dengan memberikan antibiotik.
b. Penutupan tuba eusthachii
Tuba eusthachii yang buntu memberi gejala tuli dan infeksi dapat
menembus langsung kedaerah telinga tengah dan menyebabkan otitis media akut
(OMA). Gejala OMA pada kecil dan bayi dapat disertai suhu badan yang tinggi
(hiperpireksia) kadang menyebabkan kejang demam.
sangat gelisah, terlihat nyeri bila kepala digoyangkan atau memegang telinganya
yang nyeri (pada bayi juga dapat diketahui dengan menekan telinganya dan biasanya
bayi akan menangis keras). Kadang-kadang hanya ditemui gejala demam, gelisah,
juga disertai muntah atau diare. Karena bayi yang menderita batuk pilek sering
menderita infeksi pada telinga tengah sehingga menyebabkan terjadinya OMA
dan sering menyebabkan kejang demam, maka bayi perlu dikonsul kebagian THT.
Biasanya bayi dilakukan parsentesis jika setelah 48-72 jam diberikan antibiotika
keadaan tidak membaik. Parasentesis (penusukan selaput telinga) dimaksudkan
mencegah membran timpani pecah sendiri dan terjadi otitis media perforata (OMP).
Faktor-faktor OMP yang sering dijumpai pada bayi dan adalah :
1) Tuba eustachii pendek, lebar dan lurus hingga merintangi penyaluran
sekret.
2) Posisi bayi yang selalu terlentang selalu memudahkan perembesan infeksi
juga merintangi penyaluran sekret.
3) Hipertrofi kelenjar limfoid nasofaring akibat infeksi telinga tengah walau
jarang dapat berlanjut menjadi mastoiditis atau ke syaraf pusat (meningitis).
c. Penyebaran infeksi
Penjalaran infeksi sekunder dari nasofaring kearah bawah seperti
laryngitis, trakeitis, bronkitis dan bronkopneumonia. Selain itu dapat pula
terjadi komplikasi jauh, misalnya terjadi meningitis purulenta.
1.9 Pencegahan
Menurut Hastuti, D (2013) pencegahan ISPA dapat dilakukan dengan :
a. Menyediakan makanan bergizi sesuai preferensi dan kemampuan untuk
mengkonsumsi makanan untuk mendukung kekebalan tubuh alami.
b. Pemberian imunisasi lengkap kepada
c. Keadaan fisik rumah yang baik, seperti: ventilasi dirumah dan kelembaban
yang memenuhi syarat.
d. Menjaga kebersihan rumah, tubuh, makanan, dan lingkungan agar bebas
kuman penyakit.
e. Menghindari pajanan asap rokok, asap dapur.
f. Mencegah kontak dengan penderita ISPA dan isolasi penderita ISPA untuk
mencegah penyebaran penyakit.
BAB II
TEORITIS KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
Pengkajian menurut Amalia Nurin, dkk, (2014)
1. Identitas Pasien
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Alamat
2. Keluhan Utama
Adanya demam, kejang, sesak napas, batuk produktif, tidak mau makan rewel
dan gelisah, sakit kepala.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri
otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek dan sakit tenggorokan
b. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini
c. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit infeksi, TBC, Pneumonia, dan infeksi saluran napas lainnya.
Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti
penyakit klien tersebut.
d. Riwayat sosial
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan
padat penduduknya.
4. Kebutuhan Dasar
a. Makan dan minum
Penurunan intake, nutrisi dan cairan, diare, penurunan BB dan muntah.
b. Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, lesu, penurunan aktifitas, banyak berbaring.
c. BAK
Tidak begitu sering
d. Kenyamanan
Mialgia, sakit kepala.
e. Hygine
Penampilan kusut, kurang tenaga.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
b. Tanda vital :
Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien. TD
menurun, nafas sesak, nadi lemah dan cepat, suhu meningkat, sianosis
c. TB/BB
Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
d. Kuku
Bagaimana kondisi kuku, apakah sianosis atau tidak, apakah ada
kelainan.
e. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah
ada kelainan atau lesi pada kepala
f. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak
g. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/
tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
h. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta
cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
i. Mulut
Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/tidak,
apakah ada kemerahan/tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan,
apakah ada kesulitan dalam berbicara.
j. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena
jugularis.
k. Telinga
Apakah ada kotoran atau cairan dalam telinga, bagaiman bentuk tulang
rawanya, apakah ada respon nyeri pada daun telinga.
l. Thoraks
Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada
wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan.
Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan
1) Inspeksi
a) Membran mukosa- faring tampak kemerahan
b) Tonsil tampak kemerahan dan edema
c) Tampak batuk tidak produktif
d) Tidak ada jaringan parut dan leher
e) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan cuping hidung
2) Palpasi
a) Adanya demam
b) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
c) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
3) Perkusi
Suara paru normal (resonance)
4) Auskultasi
Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru. Jika
terdengar adanya stridor atau wheezing menunjukkan tanda bahaya.
(Suriani, 2018).
m. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri
tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan
bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
n. Genitalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin, warna rambut
kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada
wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia
mayora.
o. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak,
apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
p. Ekstremitas
1) Inspeksi : adakah oedem, tanda sianosis, dan kesulitan bergerak
2) Palpasi : adanya nyeri tekan dan benjolan
3) Perkusi : periksa refek patelki dengan reflek hummar Adakah terjadi
tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan bagian dari pemeriksaan medis yang
dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis penyakit tertentu. Pemeriksaan ini
umumnya dilakukan setelah pemeriksaan fisik dan penelusuran riwayat
keluhan atau riwayat penyakit pada pasien. Pemeriksaan penunjang untuk
penyakit ISPA diantaranya ada: Pemeriksaan laboratorium, Rontgen thorax,
Pemeriksaan lain sesuai dengan kondisi klien.
7. Analisa Data
Dari hasil pengkajian kemudian data terakhir dikelompokkan lalu dianalisa data
sehingga dapat ditarik kesimpulan masalah yang timbul dan dapat dirumuskan
diagnosa masalah.
2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
pasien terhadap suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan yang didalamnya
baik berlangsung aktual maupun potensial yang bertujuan untuk
mengidentifikasi respon pasien baik individu, keluarga ataupun komunitas, terhadap
situasi yang berkaitan mengenai kesehatan. Diagnosa yang biasanya muncul pada
pasien ISPA menurut SDKI (2016) adalah sebagai berikut :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
b. Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi bakteri stertococcus)
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
d. Ansietas b.d kurang terpaparnya informasi.
2.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan serta untuk tujuan dan kriteria hasil yang digunakan pada
pasien ISPA menggunakan SDKI.
Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
Bersihan Setelah 1) Observasi
jalan dilakukan a) Identifikasi kemampuan batuk
napas tindakan b) Monitor adanya retensi sputum
tidak keperawatan, 2) Terapeutik
efektif bersihan jalan a) Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
b.d napas b) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan
sekresi meningkat. pasien
yang 1) Batuk efektif c) Buang sekret pada tempat sputum.
tertahan meningkat 3) Edukasi
2) Produksi a) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
sputum b) Anjurkan tarik napas dalam melalui
menurun hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
3) Gelisah detik, kemudian keluarkan dari mulut
menurun dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama
4) Frekuensi 8 detik
napas c) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam
membaik hingga 3 kali
5) Pola napas d) Anjurkan batuk dengan kuat langsung
membaik setelah tarik napas dalam yang ke-3
4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu
Hiperter Tujuan : Setelah 1) Observasi
mia b.d dilakukan a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis
proses tindakan dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
penyakit keperawatan penggunaan inkubator dll)
(infeksi 3x24 jam b) Monitor suhu tubuh
bakteri pengaturan suhu c) Monitor keluaran urine
stertococ tubuh pasien 2) Terapeutik
cus) membaik a) Sediakan lingkungan yang dingin
Kriteria hasil : b) Longgarkan atau lepaskan pakaian
1) Takikardia c) Berikan kompres hangat pada dahi atau
menurun leher
2) Hipoksia 3) Edukasi
menurun Anjurkan tirah baring
3) Suhu tubuh 3) Kolaborasi
membaik
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
4) Suhu kulit
intravena, jika perlu
membaik

Intoleran Tujuan : 1) Observasi


si Setelah a) Monitor pola dan jam tidur
aktivitas dilakukan b) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
b.d tindakan selama melakukan aktivitas
ketidakse keperawatan 2) Terapeutik
imbanga 3x24 jam a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
n toleransi stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
antara aktivitas b) Berikan aktivitas distraksi yang
suplai meningkat menenangkan
dan Kriteria hasil : 4) Edukasi
kebutuha 1) Kemudahan a) Anjurkan tirah baring
n melakukan b) Anjurkan melakukan aktivitas secara
oksigen. aktivitas sehari- bertahap
hari meningkat 5) Kolaborasi
2) Keluhan
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
lelah menurun
meningkatkan asupan makanan

Ansietas Tujuan : 1) Observasi


b.d Setelah a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
kurang dilakukan (mis.kondisi, waktu, stresor)
terpaparn tindakan b) Identifikasi kemampuan mengambil
ya keperawatan keputusan
informas 3x24 jam 2) Terapeutik
i. tingkat ansietas a) Ciptakan suasana terapeutik untuk
menurun menumbuhkan kepercayaan
Kriteria hasil : b) Motivasi mengidentifikasi situasi yang
1)Verbalisasi memicu kecemasan
kebingungan 3) Edukasi
menurun a) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan
2)Verbalisasi persepsi
khawatir akibat b) Latih teknik relaksasi
kondisi yang 4) Kolaborasi
dihadapi Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
menurun
3)Perilaku
gelisah menurun

2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi adalah proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun
rencana keperawatan. Sebelum mengimplementasikan intervensi keperawatan,
gunakan pemikiran kritis untuk menentukan ketepatan intervensi terhadap situasi
klinis. Persiapan proses implementasi akan memastikan asuhan keperawatan yang
efisien, aman, dan efektif. Lima kegiatan persiapan tersebut adalah pengkajian ulang,
meninjau dan merevisi rencana asuhan keperawatan yang ada, mengorganisasikan
sumber daya dan pemberian asuhan, mengantisipasi dan mencegah komplikasi, serta
mengimplementasikan intervensi keperawatan. (Potter & Perry, 2010)
2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan untuk menentukan apakah
intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien. Selama
evaluasi, lakukan berfikir kritis dalam membuat keputusan dan mengarahkan
asuhan keperawatan dalam upaya memenuhi kebutuhan klien. Pencapaian tujuan
keperawatan dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dengan hasil
yang diharapkan. (Potter & Perry,2010)
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
A. Identitas pasien
Nama : An. F Suku/Bangsa : Batak, Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Doloksanggul
Tanggal lahir : 03-10-2016 Tanggal Masuk Periksa : 26 Jan 2022
Umur : 6 tahun Diagnosa Medis : ISPA
Agama : Khatolik Sumber Informasi : Orang tua
B. Riwayat keperawatan
1. Keluhan Utama : Batuk berlendir dan Pilek
2. Keluhan saat pengkajian : An. F datang ke poli pada tanggal 26 Jan 2022
pukul 10.50 WIB dengan keluhan Batuk berlendir di sertai pilek sejak 2 hari yang
lalu. Orang tua klien mengatakan batuk klien meningkat pada malam hari.
3. Riwayat penyakit sekarang : 2 hari sebelumnya
klien mengalami demam mendadak, batuk, pilek dan sakit.
4. Riwayat penyakit dahulu : Orang tua An. F mengatakan sebelumnya klien sudah
pernah mengalami penyakit ISPA
5. Riwayat kesehatan keluarga : Orang tua klien mengatakan kakak klien juga pernah
mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
C. Genogram
Keterangan:
: Perempuan dan laki-laki hidup
: Perempuan dan laki-laki meninggal
: Garis perkawinan
: Garis persaudaraan
: Garis tinggal serumah
: Klien

D. Pemeriksaan fisik (Head to toe)

1. Keadaan umum : Stabil

2. Kesadaran : CM

 GCS : 15

 Eye: 4

 Verbal: 5

 Motorik: 6

3. Vital Sign :

 Suhu : 38,5 ° C

 Nadi : 102 x/menit

 RR : 30 x/menit

4. BB/TB

 BB: 22, 4 kg

 TB: tidak diperiksa

a. Kepala :

 Inspeksi : Rambut hitam, tipis dan bersih, kulit kepala tidak ada ketombe.
prontal kanan dan kiri simetris, pariental kanan dan kiri simetris, tidak ada
benjolan pada oxcipital, prontal dan pariental

 Palpasi : tidak ada masa.

b. Mata:
 Inspeksi : tampak simetris antara mata kanan dan matak iri, tidak terdapat
kotoran, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus

 Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada palpebra.

c. Telinga :

 Inspeksi : Bentuk simetris, telinga bagian luar tampak bersih,tidak ada serumen

 Palpasi : tidak ada nyeri tekan

d. Hidung:

 Inspeksi : Tampak simetris, membran mukosa hidung faring tampak kemerahan,


tampak batuk tidak produktif

 Palpasi : tidak ada nyeri tekan

e. Leher :

 Inspeksi: Tidak tampak pembesaran vena jugularis dan kelenjar tiroid

 Palpasi: An. F tidak merasakan nyeri tekan

f. Mulut :

 Inspeksi : mukosa bibir lembab, bentuk simetris, tidak ada lesi dan
pembengkakan

 Palpasi : tidak terdapat masa

g. Thorak :
 Inspeksi : Tampak simetris antara dada kanan dan kiri
 Palpasi : Gerakan dinding dada seimbang antara kiri dan kanan

h. Paru-paru

 Suara dasar: Vesikuler diseluruh lapang paru

 Suara tambahan: Ada ronchi

i. Genetalia : Tidak terkaji


j. Ekstremitas

5 5

5 5

An. F bergerak tanpa hambatan

E. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 S: Orang tua klien Virus atau kuman Bersihan jalan nafas
mengatakan anaknya batuk golongan A tidak efekti f
berlendir di sertai pilek sejak
2 hari yang lalu Saluran pernafasan
O: (hidung, pharing,
- K/u tampak meringis tiap laring)
kali batuk
- Suara napas terdengar Mukus dalam jumlah
ronci berlebih
- TTV
o Suhu:38,4ºC Sumbatan pada jalan
o N :102X/Menit nafas
o RR : 30X /menit
Ketidak efektifan
bersihan jalan nafas
2. S: Orang tua klien mengatakan Virus atau kuman Gangguan Pola nafas
anaknya batuk pada malam golongan A
hari
O: - Saluran pernafasan
(hidung, pharing,
laring)

Produksi sputum
berlebih
Posisi berbaring

Penumpukan sputum

Kongesti hidung

Gangguan pola nafas

3.1 Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif

2. Gangguan pola nafas

3.2 Intervensi
Diagnosa
Tujuan dan
Keperaw Intervensi
Kriteria Hasil
atan
Bersihan Setelah 1. Posisikan klien senyaman mungkin untuk
jalan dilakukan memaksimalkan ventilasi
nafas tindakan R:Posisi semi fowler membantu memaksimalkan
tidak keperawatan respirasi klien
efektif b/d diharapkan jalan 2. Keluarkan sekret dengan batuk efektif
produksi nafas yang R:Batuk efektif membantu proses pengeluaran sputum
mucus bersih dan 3. Berikan nebulizer sesuai instruksi dokter
dalam patent dengan R:Melonggarkan jalan napas
jumlah criteria hasil: 4. Anjurkan untuk tidak memberikan minum pada
berlebihan - meningkatnya selama periode tachypnea (pernafasan cepat dan
pengeluaran dangkal)
sekret R:Menghindari terjadinya aspirasi
- Suara ronchi 5. Berikan kelembaban udara yang cukup
berkurang
R:Menghindari iritasi dan memberikan rasa nyaman
- Frekuensi
6. Ajarkan untuk mengamati pengeluaran secret dan
dalam batas
tanda-tanda vital
normal
R:Untuk mengetahui perkembangan kesehatan klien
7. Berikan obat sesuai dengan instruksi dokter
R: Terapi obat yang sesuai dengan kondisi klien
membantu mempercepat kesembuhan
Gangguan Setelah 1. Berikan posisi semi fowler
pola nafas dilakukan 2. Kolaborasi pemberian O2
b/d tindakan 3. Kolaborasi pemberian obat
kongesti keperawatan
hidung diharapkan
masalah
gangguan pola
nafas teratasi
dengan kreteria
hasil: klien tidak
sesak lagi, sudah
tidak ada
sumbatan.
3.3 Implementasi

Hari/Tgl Tindakan Respon Hasil


1. Mengukur TTV, Suhu, nadi dan 3. TTV
respirasi Suhu :38,4⁰C
2. Mengajarkan/ menganjurkan pada Nadi:102x/menit
untuk memberikan posisi sedikit RR :30x/menit
ekstensi. 4. Mengatakan akan
3. Menganjurkan untuk melakukan melakukan yang dijelaskan
fisioterapi dada.Dengan cara Perawat
Clapping/menepuk pada bagian 5. Mengatakan akan
Rabu, 26
dada/punggung melakukan anjuran yang
Jan 2022
4. Berkolaborasi dalam pemberian terapi dijelaskan perawat
1. Memberikan posisi semi fowler 6. Terapi :
 Ambroxol 2 ½ tablet
2. Berkolaborasi dalam pemberian
 CTM 1 ½ tablet
Oksigen
 Salbutamol 1 tablet
3. Berkolaborasi dalam pemberian terapi  Dipuyer 3 dd 1
obat  Amoxicillin syr
 3 dd 1 cth

3.4 Evaluasi

No Hari/ Evaluasi
Tanggal
1 Rabu, 26 Jan S : Orang tua pasien mengatakan anaknya masih batuk berlendir
2022 dan pilek
O:
 Pasien tampak lemah
 Pasien tampak batuk
 Suara napas terdengar ronci
A : Masalah belum teratasi
P : Hentikan Intervensi (PBj)

Anda mungkin juga menyukai