OLEH :
OLEH :
Hisnawati, S.Kep
NS0622015
CI LAHAN CI INSTITUSI
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran
pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau
bakteri, virus, maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim
paru. ISPA adalah masuknya miroorganisme (bakteri, virus dan riketsia) ke
dalam saluran pernafasan yang menimbulkan gejala penyakit yang dapat
berlangsung sampai 14 hari (Wijayaningsih, 2013). ISPA merupakan salah satu
penyakit menular yang dapat ditularkan melalui udara. Infeksi saluran
pernafasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini diawali dengan
panas disertai salah satu atau lebih gejala berupa tenggorokan sakit atau nyeri
telan, pilek, batuk kering atau batuk berdahak (Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, 2013).
2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus,
Staphylococcus,Pneumococcus,Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium
. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar diperoleh. Penetapan etiologi Pneumonia di Indonesia masih
didasarkan pada hasil penelitian di luar Indonesia. Menurut publikasi WHO,
penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa di negara berkembang
streptococcus pneumonia dan haemophylus influenza merupakan bakteri yang
selalu ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi, yakni 73, 9% aspirat paru
dan 69, 1% hasil isolasi dari spesimen darah. Sedangkan di negara maju,
dewasa ini Pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus
(Suriadi,Yuliani R,2001)
3. Manifestasi Klinis
a. Tanda dan gejala dari penyakit ISPA adalah sebagai berikut:
1) Batuk
2) Nafas cepat
3) Bersin
4) Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung
5) Nyeri kepala
6) Demam ringan
7) Tidak enak badan
8) Hidung tersumbat
9) Kadang-kadang sakit saat menelan
b. Tanda-tanda bahaya klinis ISPA
1) Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas
lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
2) Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
3) Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,
bingung, papil bendung, kejang dan coma.
4) Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak (Naning R,2002)
4. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran pernafasan bergerak
ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks
spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan
epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan(Colman, 1992). Iritasi virus pada
kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering.
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada
dinding saluran pernafasan, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang
melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan
gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol
adalah batuk (Colman, 1992). Adanya infeksi virus merupakan predisposisi
terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi
kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan
pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-
bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus
menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini
menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran
pernafasan sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran pernafasan dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak. Virus yang menyerang saluran
pernafasan atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh,
sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga menyebar ke saluran
pernafasan bawah.
Dampak infeksi sekunder bakteri pun menyerang saluran pernafasan
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru
sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Colman, 1992). Penanganan
penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis
saluran pernafasan terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran pernafasan
yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun
sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran pernafasan yang terdiri dari
folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas sistem imun
mukosa.Ciri khas berikutnya adalah bahwa imunoglobulin A (IgA) memegang
peranan pada saluran pernafasan atas sedangkan imunoglobulin G (IgG) pada
saluran pernafasan bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA sangat berperan
dalam mempertahankan integritas mukosa saluran pernafasan(Colman, 1992).
Dari uraian diatas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap,yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita
belummenunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi,virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul
gejala demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit,dibagi menjadi empat,yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia
5. Komplikasi
a. Penemonia
b. Bronchitis
c. Sinusitis
d. Laryngitis
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
b. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah
biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
c. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia dan,
d. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Suryadi, Yuliani R, 2001)
7. Penatalaksanaan
a. Upaya pencegahan
1) Menurut Wijayaningsih tahun 2013, hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain:
2) Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik diantaranya
dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung
cukup gizi.
3) Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan
tubuh terhadap penyakit baik.
4) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
5) Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA.
b. Upaya perawatan
1) Prinsip perawatan ISPA antara lain(Purba, 2003):
2) Meningkakan istirahat minimal 8 jam per hari
3) Meningkatkan makanan bergizi
4) Bila demam beri kompres dan banyak minum
5) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung
6) Bila demam gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat
7) Bila anak terserang ISPA tetap berikan makanan dan ASI
c. Penatalaksaan medis : pemberian antibiotik sesuai jenis kuman penyebab.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya secret
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan jalan nafas
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI.
OLEH :
OLEH :
Hisnawati, S.Kep
NS0622015
CI LAHAN CI INSTITUSI
I. IDENTITAS PASIEN
V. PENGKAJIAN SEKUNDER
A. Kesadaran : Composmentis
B. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/85 Mmhg
Nadi : 98 x/menit
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 36,3 oC
SPO2 : 95%
C. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
a. Bentuk kepala :mesochepal
Ubun-ubun : keras
Kulit kepala : bersih
b. Rambut
Penyebaran dan keadaan rambut: penyebaran merata, rambut bersih
warna : putih
c. Wajah
Warna kulit : sawo matang
Struktur wajah : simetris
2. SMata
a. Kelengkapan dan kesimetrisan : lengkap dan simetris
b. Kelopak mata (palpebral) : tidak ada edema
c. Konjungtiva dan sklera : konjuntiva merah muda, sclera unikterik
d. Pupil : Isokor
e. Kornea dan iris : tidak ada peradangan
f. Ketajaman penglihatan/ visus : normal
3. Hidung
a. Tulang hidung dan posisi septum nasi : simetris, tidak ada pembengkakan
b. Lubang hidung : simetris, tidak ada sekret
c. Cuping hidung : ada pernafasan cuping hidung
4. Telinga
a. Bentuk telinga : simetris
b. Ketenggangan telinga : lentur
c. Lubang telinga : bersih, tidak ada serumen
d. Ketajaman pendengan : normal
5. Mulut dan faring
a. Keadaan bibir : pucat
b. Keadaan gusi dan gigi : bersih
c. Keadaan lidah : bersih
6. Leher
a. Posisi trakhea : simetris
b. Tiroid : tidak ada pembesaran
c. Kelenjar lymphe : tidak ada pembesaran
d. Vena jugularis : tidak ada pembesaran
e. Denyut nadi carotis : teraba
7. Thorak
a. Pernafasan
Frekuensi : 32 x/ menit
Irama : regular
b. Tanda- tanda kesulitan bernafas: ada karna adanya sesak
8. Abdomen
a. Inspeksi
1) Bentuk abdomen : normal
2) Benjolan/ massa : tidak ada
b. Palpasi
Tanda nyeri tekan : ada nyeri tekan di bagian dada
Benjolan/ massa : tidak ada
Tanda- tanda ascites : tidak ada
Hepar : tidak ada pembesaran
9. Ekstremitas atas dan bawah
a. Kesimetrisan otot : simestris
b. Kekuatan otot : 4 4
4 4
c. Kelainan pada ekstremitas : tidak ada
10. Genetalia
a. Kelainan pada genetalia eksterna dan daerah inguinal: tidak ada kelainan
b. Anus dan perineum
1) Lubang anus : tidak ada kelainan
2) Kelainan pada anus dan perineum: tidak ada kelainan
Terapi
1. IVFD RL 20 tpm
2. Santagesik 1 amp/ 24 jam/ IV
3. omeprazole 1 amp/24 jam/IV
4. Acetilsistein 3x1
5. Terpasang O2 3iter
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/ Diagnosa keperawatan Implementasi Keperawatan Evaluasi keperawatann
tgl
Rabu Bersihan jalan tidak efektif 1. Memonitor jalan nafas (frekuensi, S:
12/04/ kedalaman, usaha napas) pasien mengatakan sering batuk dan sulit
2023 2. Memonitor bunyi nafas tambahan (mis: mengeluarkan lendir
gurgling, mengi, wheezing, ronki kering) O:
3. Memonitor sputum (jumlah, warna, aroma) 1. dyspnea (+)
4. Memposisikan semi-fowler atau fowler 2. Sputum (+)
5. Memberikan minum hangat A:Masalah bersihan jalan tidak efektif belum
6. Melakukan fisioterapi dada, jika perlu teratasi
7. Melakukan penghisapan lendir P: Lanjutkan intervensi
8. Memberikan oksigen 1. Memonitor jalan nafas (frekuensi,
9. Mengajarkan teknik batuk efektif kedalaman, usaha napas)
10. Mengkolaborasi pemberian bronkodilator, 2. Memonitor bunyi nafas tambahan
ekspektoran, mukolitik, jika perlu (mis: gurgling, mengi, wheezing,
ronki kering)
3. Memonitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
4. Memposisikan semi-fowler atau
fowler
5. Memberikan minum hangat
6. Mengajarkan teknik batuk efektif
7. Mengkolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
Rabu Pola nafas tidak efektif 1. Memonitor jalan nafas (frekuensi, S:
12/04 kedalaman, usaha napas) pasien mengatakan sesak
202 2. Memonitor sumbatan jalan nafas O:
3. Memonitor adanya produksi sputum 1. Dyspnea (+)
4. Mengauskultasi bunyi nafas 2. SPo2: 95%
5. Memonitor saturasi oksigen 3. Frekuensi pernafasan: 28 x/menit
6. Mengatur interval pemantauan respirasi A: Masalah pola nafas belum teratasi
sesuai kondisi pasien P: Lanjutkan intervensi
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur 1. Memonitor jalan nafas (frekuensi,
pemantauan kedalaman, usaha napas)
2. Memonitor sumbatan jalan nafas
3. Memonitor adanya produksi sputum
4. Mengauskultasi bunyi nafas
5. Memonitor saturasi oksigen
6. Mengatur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi pasien
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
2. Tanda-tanda vital
Nadi : 98x/menit
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 36,3 oC
SPO2 : 95%
P: lanjutkan intervensi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Berikan terapi nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Anjurkan istirahat dan tidur
5. Jelaskan penyebab,periode dan
pemicu nyeri
6. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu