Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PATOFISIOLOGI PENYAKIT MENULAR

TENTANG INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA)

Disusun Oleh :

Isnu Adriansyah (18051334041)


Juwita Ayu Lestari (18051334044)
Meilinda Eka S N (18051334049)
Nadila Siti Namira (18051334062)

S1 GIZI B 2018
PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2020
A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
1. Pengertian lSPA
Infeksi saluran pernapasan akut disebabkan oleh virus atau bakteri. Penyakit ini diawali dengan
panas disertai salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau
berdahak. ISPA selalu menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit terbanyak di Indonesia
(Kemenkes RI,2014).
ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut mengandung dua unsur, yaitu infeksi dan saluran
pernapasan bagian atas. Pengertian infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam
tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pemapasan
bagian atas adalah yang dimulai dari hidung hingga hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan
bronkiolus (Gunawan, 2010).
ISPA adalah radang saluran pernapasan bagian atas yang disebabkan oleh infeksi jasad renik,
virus maupun riketsia, tanpa/disertai radang parenkim paru. ISPA adalah penyakit penyebab angka
absensi tertinggi, lebih tertinggi, lebih dari 50% semua angka tidak masuk sekolah/kerja karena sakit.
Angka kekerapan terjadinya ISPA tertinggi pada kelompokkelompok tertutup di masyarakat seperti
kesatrian, sekolah, sekolah sekolah yang sekaligus menyelenggarakan pemondokkan (boardingschool).
ISPA bila mengenai saluran pernapasan bawah, khususnya pada bayi, anak-anak, dan orang tua,
memberikan gambaran klinik yang berat dan jelek, berupa Bronchitis, dan banyak yang berakhir dengan
kematian (Amin, 2011).

2. Patofisiologi lSPA
Patogenesa saluran pernapasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga
dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien dari sisitem saluran pernapasan ini.
Ketahanan saluran pernapasan terhadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara sangat
tergantung pada 3 unsur alamiah yang selalu terdapat pada orang sehat, yaitu: utuhnya epitel mukosa
dan gerak moksila, makrofag alveoli, dan antibodi setempat. Sudah menjadi suatu kecendrungan, bahwa
terjadinya infeksi bakterial, mudah terjadi pada saluran napas yang telah rusak sel-sel epitel mukosanya,
yang disebabkan oleh infeksi-infeksi terdahulu.
Keutuhan gerak lapisan mukosa dan silia dapat terganggu oleh karena:
a. Asap rokok dan gas S02, polutan utama adalah pencemaran udara.
b. Sindroma imotil.
c. Pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25% atau lebih).
Makrofag biasanya banyak terdapat di alveoli dan baru akan dimobilisasi ke tempat-tempat
dimana terjadi infeksi. Asap rokok menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri, sedangkan
alkohol, menurunkan mobilitas sel-sel ini. Antibodi setempat pada saluran napas, adalah Imunoglobulin
A (Ig A) yang banyak terdapat di mukosa. Kurangnya antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi
saluran pernapasan, seperti pada keadaan defisiensi Ig A pada anak. Mereka dengan keadaan-keadaan
imunodefisiensi juga akan mengalami hal yang serupa, seperti halnya penderita-penderita yang
mendapat terapi situastik, radiasi, penderita dengan neoplasma yang ganas, dan lain-lain. Gambaran
klinik radang oleh karena infeksi sangat tergantung pada karateristik inokulum, daya tahan tubuh
seseorang, dan umur seseorang. Karateristik inokulum sendiri, terdiri dari besarnya aerosol, tingkat
virulensi jasad renik dan banyaknya ( jumlah) jasad renik yang masuk. Daya tahan tubuh, terdiri dari
utuhnya sel epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan Ig A (Amin, 2011).
Umur mempunyai pengaruh besar terutama pada ISPA saluran pernapasan bawah anak dan
bayi, akan memberikan gambaran klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang dewasa.
Terutama penyakitpenyakit yang disebabkan oleh infeksi pertama karena virus, terutama penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh infeksi pertama karena virus, pada mereka ini tampak lebih berat karena
belum diperoleh kekebalan alamiah. Pada orang dewasa, mereka memberikan gambaran klinik yang
ringan sebab telah terjadi kekebalan yang diberikan oleh infeksinya terdahulunya.
Pada ISPA dikenal 3 cara penyebaran infeksi ini:
a. Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk.
b. Melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi pada waktu batuk-batuk dan bersin-bersin.
c. Melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah dicemari jasad renik (hand to hand
transmisssion).
Pada infeksi virus, transmisi diawali dengan penyebaran virus, melalui bahan sekresi hidung.
Virus ISPA terdapat 10-100 kali lebih banyak dalam mukosa hidung daripada faring. Dari beberapa
klinik, laboratorium, maupun dilapangan, diperoleh kesimpulan bahwa sebenarnya kontak hand to hand
merupakkan modus yang terbesar bila dibandingkan dengan cara penularan aerogen yang semula
banyak diduga (Amin, 2011).

b. Jenis-Jenis ISPA

Penyakit Infeksi akut menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai
hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan aksesoris seperti
sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni antara lain :

Infeksi Infeksi merupakan masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia
dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. 2) Saluran pernapasan Saluran
pernapasan merupakan organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ aksesorinya
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. 3) Infeksi Akut Infeksi yang berlangsung
sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari ditentukan untuk menunjukkan proses akut meskipun
untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung
lebih dari 14 hari. Penyakit ISPA secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas,
saluran pernafasan bagian bawah (termasuk paru-paru) dan organ aksesoris saluran
pernafasan. Berdasarkan batasan tersebut jaringan paru termasuk dalam 17 saluran
pernafasan (respiratory tract).

Program pemberantasan penyakit (P2) ISPA dalam 2 golongan yaitu : 1) ISPA Non-
Pneumonia Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah batuk dan
pilek (common cold). 2) ISPA Pneumonia Pengertian pneumonia sendiri merupakan proses
infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi
kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinik batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun
tarikan dinding dada bagian bawah.

Berdasarkan kelompok umur program-program pemberantasan ISPA (P2 ISPA)


mengklasifikasikan ISPA sebagai berikut : 1) Kelompok umur kurang dari 2 bulan,
diklasifikasikan atas : a) Pneumonia berat : apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya
penarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya nafas cepat,
frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih. b) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa) : bila
tidak ditemukan tanda tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam dan tidak ada
nafas cepat, frekuensi kurang dari 60 menit. 18 2) Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun. b)
Suhu tubuh lebih dari 39°C c) Tenggorokan berwarna merah d) Timbul bercak-bercak merah
pada kulit menyerupai bercak campak e) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang
telinga f) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).

Gejala dari ISPA Berat Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-
gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a) Bibir atau kulit membiru b) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun c) Pernapasan
berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah d) Sela iga tetarik ke dalam pada waktu
bernafas e) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba f) Tenggorokan berwarna
merah.

c. Proses Terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan

Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkhus dilapisi oleh membran mukosa bersilia,
udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembutkan. Partikel
debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel
debu yang halus akan terjerat dalam membran mukosa. Gerakan silia mendorong membran
mukosa ke posterior ke rongga hidung dan ke arah superior menuju faring. 21 Secara umum
efek pencemaran udara terhadap pernafasan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung
menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran
pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga
menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan makrofage di saluran pernafasan. Akibat
dari dua hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik
dan bakteri tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan
terjadinya infeksi saluran pernafasan (Mukono, 2008: 17).

d. Penyebab ISPA

ISPA dapat disebabkan oleh banyak hal. Antara lain : 1) Menurut Nelson (2002, 1455-1457),
Virus penyebab ISPA meliputi virus parainfluenza, adenovirus, rhinovirus, koronavirus,
koksakavirus A dan B, Streptokokus dan lainlain. 2) Perilaku individu, seperti sanitasi fisik
rumah, kurangnya ketersediaan air bersih (Depkes RI, 2005: 30). Untuk pencegahan ISPA
dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu : a) Imunisasi 22 b) Penyehatan Lingkungan
Pemukiman (PLP) polusi di dalam maupun di luar rumah c) Mengatasi demam d) Perbaikan
makanan pendamping ASI e) Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum. e.
Cara Penularan ISPA Penyebaran melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda
yang telah dicemari virus dan bakteri penyebab ISPA (hand to hand transmission) dan dapat
juga ditularkan melalui udara tercemar (air borne disease) pada penderita ISPA yang
kebetulan mengandung bibit penyakit melalui sekresi berupa saliva atau sputum.

Influenza

a. Definisi
Influenza adalah infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus influenza, dan menyebar
dengan mudah dari orang ke orang. Virus ini beredar di seluruh dunia dan dapat
mempengaruhi orang tanpa memandang usia dan jenis kelamin (WHO, 2009).
Flu sendiri merupakan suatu penyakit yang self-limiting, dimana bila tidak terjadi
komplikasi dengan penyakit lain, maka setelah 4-7 hari penyakit akan sembuh sendiri.
Daya tahan tubuh seseorang akan sangat berpengaruh terhadap berat ringannya penyakit
tersebut. Daya tahan tubuh dipengaruhi oleh pola hidup seseorang (BPOM, 2006).
b. Etiologi
Dikenal tiga jenis influenza musiman (seasonal) yakni A, B dan Tipe C. Di antara banyak
subtipe virus influenza A, saat ini subtipe influenza A (H1N1) dan A (H3N2) adalah yang
banyak beredar di antara manusia. Virus influenza bersirkulasi di setiap bagian dunia.
Kasus flu akibat virus tipe C terjadi lebih jarang dari A dan B. Itulah sebabnya hanya virus
influenza A dan B termasuk dalam vaksin influenza musiman. Influenza musiman
menyebar dengan mudah Saat seseorang yang terinfeksi batuk, tetesan yang terinfeksi
masuk ke udara dan orang lain bisa tertular.
Mekanisme ini dikenal sebagai air borne transmission. Virus juga dapat menyebar oleh
tangan yang terinfeksi virus. Untuk mencegah penularan, orang harus menutup mulut dan
hidung mereka dengan tisu ketika batuk, dan mencuci tangan mereka secara teratur
(WHO, 2009).
Virus influenza A inang alamiahnya adalah unggas akuatik. Virus ini dapat ditularkan pada
spesies lain dan dapat menimbulkan wabah yang berdampak besar pada peternakan
unggas domestik atau menimbulkan suatu wabah influenza manusia. Virus A merupakan
patogen manusia yang paling virulen di antara ketiga tipe infleuenza dan menimbulkan
penyakit paling berat, yang paling terkenal di Indonesia adalah flu babi (H1N1) dan flu
burung (H5N1) (Spickler, 2009).
Virus influenza B hampir secara ekslusif hanya menyerang manusia dan lebih jarang
dibandingkan virus influenza A. karena tidak mengalami keragaman antigenik, beberapa
tingkat kekebalan diperoleh pada usia muda, tapi sistem kekebalan ini tidak permanen
karena adanya kemungkinan mutasi virus.
Virus influenza C menginfeksi manusia, anjing dan babi, kadangkala menyebabkan
penyakit yang berat dan epidemi lokal. Namun, influenza C jarang terjadi disbanding jenis
lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak -anak (Spickler, 2009).
c. Gejala
Gejala influenza biasanya diawali dengan demam tiba-tiba, batuk (biasanya kering), sakit
kepala, nyeri otot, lemas, kelelahan dan hidung berair. Pada anak dengan influenza B
dapat menjadi lebih parah dengan terjadinya diare 4 serta nyeri abdomen.
Kebanyakan orang dapat sembuh dari gejala-gejala ini dalam waktu kurang lebih satu
minggu tanpa membutuhkan perawatan medis yang serius. Waktu inkubasi yaitu dari saat
mulai terpapar virus sampai munculnya gejala kurang lebih dua hari (Abelson, 2009).
Pada masa inkubasi virus tubuh belum merasakan gejala apapun. Setelah masa inkubasi
gejala-gejala mulai dirasakan dan berlangsung terus-menerus kurang lebih selama satu
minggu. Hal ini akan memicu kerja dari sistem imun tubuh yang kemudian setelah kurang
lebih satu minggu tubuh akan mengalami pemulihan hingga akhirnya benar-benar sembuh
dari influenza (Spickler, 2009).
Untuk orang-orang dengan faktor resiko tinggi seperti usia di atas 65 tahun, atau orang-
orang dengan penyakit tertentu seperti penyakit kronis pada hati, paru-paru, ginjal,
jantung, gangguan metabolik seperti diabetes melitus, atau orang yang sistem imunnya
rendah berpotensi mengalami keparahan. Kadang sulit untuk membedakan flu dan
salesma pada tahap awal infeksi ini, namun flu dapat diidentifikasi dengan adanya demam
mendadak dan rasa lelah atau lemas (Spickler, 2009).
Prognosis pada umumnya baik, penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari.
Kematian terbanyak oleh karena infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari
4 hari dan leukosit > 10.000/ul, biasanya didapatkan infeksi bakteri sekunder (WHO,
2009).
2. Pengobatan
Orang yang menderita flu disarankan banyak beristirahat, meminum banyak cairan, dan
bila perlu mengkonsumsi obat-obatan untuk meredakan gejala yang mengganggu.
Tindakan yang dianjurkan untuk meringankan gejala flu tanpa pengobatan meliputi antara
lain :
a. Beristirahat 2-3 hari, mengurangi kegiatan fisik berlebihan.
b. Meningkatkan gizi makanan. Makanan dengan kalori dan protein yang tinggi akan
menambah daya tahan tahan tubuh. Makan buah-buahan segar yang banyak
mengandung vitamin.
c. Banyak minum air, teh, sari buah akan mengurangi rasa kering di tenggorokan,
mengencerkan dahak dan membantu menurunkan demam.
d. Sering-sering berkumur dengan air garam untuk mengurangi rasa nyeri di tenggorokan.
(BPOM, 2006) Beberapa obat yang dapat digunakan adalah penurun panas pada saat
terjadi demam, penghilang sakit untuk meredakan nyeri serta obat batuk jika terjadi batuk.
Karena influenza disebabkan oleh virus, maka antibiotik tidak memiliki pengaruh terhadap
infeksi kecuali diberikan untuk infeksi sekunder seperti pneumonia bakterialis.
Pengobatan antiviral dapat efektif, namun sebagian galur influenza dapat menunjukan
resistensi terhadap obat-obatan antivirus standar (Abelson, 2009).
Obat flu pada umumnya adalah obat tanpa resep dokter yang dapat diperoleh di apotek-
apotek dan toko obat berizin. Obat flu umumnya merupakan kombinasi dari beberapa zat
aktif, seperti kombinasi-kombinasi dari :
a. Analgesik/antipiretik dikombinasikan dengan nasal dekongestan.
b. Analgesik/antipretik dikombinasikan dengan nasal dekongestan dan antihistamin.
c. Analgesik/antipiretik dikombinasikan dengan nasal dekongestan, antihistamin dan
antitusif atau ekspektoran.
Berikut adalah zat aktif yang umumnya terdapat sebagai komponen obat flu :
a. Analgesik dan antipiretik Secara umum obat golongan ini mempunyai cara kerja obat
yang dapat meringankan rasa sakit dan menurunkan demam.
Zat aktif yang memiliki khasiat analgesik sekaligus antipiretik yang lazim digunakan dalam
obat flu adalah : parasetamol.
b. Antihistamin Antihistamin adalah suatu kelompok obat yang dapat berkompetisi
melawan histamin, yaitu salah satu me diator dalam tubuh yang dilepas pada saat terjadi
reaksi alergi. Zat aktif yang termasuk golongan ini antara lain klorfeniramin maleat,
deksklorfeniramin maleat.
c. Dekongestan hidung Dekongestan hidung adalah obat yang mempunyai efek
mengurangi hidung tersumbat. Obat-obat yang dapat digolongkan sebagai dekongestan
hidung antara lain : fenilpropanolamin, fenilefrin, pseudoefedrin dan efedrin.
d. Ekspektoran dan Mukolitik Ekspektoran dan mukolitik digunakan untuk batuk berdahak,
dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran dahak. Zat aktif yang termasuk ke dalam
kelompok ini antara lain gliseril guaiakolat, ammonium klorida, bromheksin.
e. Antitusif Antitusif yaitu obat yang bekerja pada susunan saraf pusat menekan pusat
batuk dan menaikkan ambang rangsang batuk. Zat aktif yang termasuk antitusif antara
lain dekstrometorfan HBr dan difenhidramin HCl (dalam dosis tertentu). (BPOM, 2006)

2.1. Pengertian Sinusitis


Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal yang dapat
berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila
yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan bila semua sinus terkena
disebut pansinusitis ( Mangunkusumo, 2008 ).
Sinusitis adalah peradangan pada sinus paranasal ( Smeltzer, 2001 ).

2.2. Penyebab Sinusitis


Menurut ( Mangunkusumo, 2008 ), penyakit sinusitis disebabkan oleh :
1. ISPA akibat virus
2. Bermacam rhinitis, terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil
3. Polip hidung
4. Kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka
5. Sumbatan kompleks ostio-meatal ( KOM )
6. Infeksi tonsil
7. Infeksi gigi
8. Kelainan imunologik
9. Dyskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener
Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan factor penting penyebab sinusitis.
Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi,udara dingin dan
kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama – lama menyebabkan perubahan
mukosa dan merusak silia.

2.3. Patofisiologi Sinusitis


Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran
klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Mukus juga mengandung
substansi antimicrobial dan zat – zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami edema, sehingga mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak
dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif
didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan
drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang
dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila
tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang
baik untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen
yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi
inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob
akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa
yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.

2.4. Klasifikasi Sinusitis dan Mikrobiologi


Konsensus Internasional tahun 2004 membagi sinusitis menjadi akut dengan batas
sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3
bulan.
Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan dari
sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik adanya factor
predisposisi harus dicari dan diobati secara tuntas.
Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang dtemukan pada sinusitis akut
adalah Strptococcus Pneumonia ( 30 – 50 % ). Haemophylus Influenzae ( 20 – 40 % )
dan Moraxella Catarrhalis ( 4 % ). Pada anak, M. Chatarrhalis lebih banyak ditemukan (
20 % ).
Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri
yang ada lebih condong ke arah bakteri negative gram dan anaerob. ( Mangunkusumo,
2008 ).
Sedangkan berdasarkan penyebabnya, sinusitis dapat dibagi menjadi:
1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.
2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan
sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar).

2.5. Tanda Dan Gejala Sinusitis


Penegakan diagnosis sinusitis secara umum:
1. Kriteria Mayor :
 Sekret nasal yang purulen
 Drenase faring yang purulen
 Purulent Post Nasaldrip
 Batuk
 Foto rontgen (Water’sradiograph atau air fluid level) : Penebalan lebih 50% dari
antrum
 Coronal CT Scan : Penebalan atau opaksifikasi dari mukosa sinus
2. Kriteria Minor :
 Edem periorbital
 Sakit kepala
 Nyeri di wajah
 Sakit gigi
 Nyeri telinga
 Sakit tenggorok
 Nafas berbau
 Bersin-bersin bertambah sering
 Demam
 Tes sitologi nasal (smear) : neutrofil dan bakteri
 Ultrasound

Kemungkinan terjadinya sinusitis jika :


Gejala dan tanda : 2 mayor, 1 minor dan ≥ 2 kriteria minor.

Sedangkan untuk menegakkan diagnosis sinusitis menurut klasifikasinya adalah


sebagai berikut:

SINUSITIS AKUT

A. Gejala Subyektif
Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas (terutama
pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari. Gejala subyektif
terbagi atas gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu, serta gejala lokal yaitu
hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke
nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari,
nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain.

1. Sinusitis Maksilaris
Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang
sering terinfeksi oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2)
letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari
sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah
dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan
sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar
hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai
dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah
kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih
dirasakan di dahi dan depan telinga.
Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala
mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri
pipi khas yang tumpul dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari
hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non produktif seringkali ada.

2. Sinusitis Ethmoidalis
Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali
bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Karena dinding leteral labirin ethmoidalis
(lamina papirasea) seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering
menimbulkan selulitis orbita.
Pada dewasa seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta
dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan.
Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius,
kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata
digerakkan. Nyeri alih di pelipis, post nasal drip dan sumbatan hidung.

3. Sinusitis Frontalis
Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus
etmoidalis anterior.
Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas
alis mata, biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari,
kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam.
Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan
mungkinterdapat pembengkakan supra orbita.

4. Sinusitis Sfenoidalis
Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di
belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim
menjadi bagian dari pansinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu
dengan gejala infeksi sinus lainnya.

B. Gejala Obyektif
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan ethmoid anterior)
terkena secara akut dapat terjadi pembengkakan dan edema kulit yang ringan akibat
periostitis.
Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah,
pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid
jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada
sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus
atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan
sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior. Pada sinusitis akut tidak
ditemukan polip,tumor maupun komplikasi sinusitis.Jika ditemukan maka kita harus
melakukan penatalaksanaan yang sesuai.
Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip). Pada
posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5 menit dan
provokasi test yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet hidung
pasien kemudian pasien disuruh menelan ludah dan menutup mulut dengan rapat,
jika positif sinusitis maksilaris maka akan keluar pus dari hidung.
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau
gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit,
sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi waters, PA dan lateral. Akan
tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid
level) pada sinus yang sakit.
Pemeriksaan mikrobiologik sebaiknya diambil sekret dari meatus medius atau
meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan
flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti pneumococcus, streptococcus,
staphylococcus dan haemophylus influensa. Selain itu mungkin juga ditemukan virus
atau jamur.

SINUSITIS SUBAKUT

Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang akutnya
(demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda.
Pada rinoskopi anterior tampak sekret di meatus medius atau superior. Pada
rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan
transiluminasi tampak sinus yang sakit, suram atau gelap.

SINUSITIS KRONIS

Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya
sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari faktor
penyebab dan faktor predisposisinya.
Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa
hidung. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan defisiensi
imunologik, sehingga mempermudah terjadinya infeksi, dan infeksi menjadi kronis
apabila pengobatan sinusitis akut tidak sempurna.

A. Gejala Subjektif
Bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :
 Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca
nasal (post nasal drip) yang seringkali mukopurulen dan hidung biasanya
sedikit tersumbat.
 Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.
 Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi sumbatan
tuba eustachius.
 Ada nyeri atau sakit kepala.
 Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.
 Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis
atau bronkhiektasis atau asma bronkhial.
 Gejala di saluran cerna mukopus tertelan sehingga terjadi gastroenteritis.

B. Gejala Objektif
Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat
pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental,
purulen dari meatus medius atau meatus superior, dapat juga ditemukan polip, tumor
atau komplikasi sinusitis. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di
nasofaring atau turun ke tenggorok.
Dari pemeriksaan endoskopi fungsional dan CT Scan dapat ditemukan etmoiditis
kronis yang hampir selalu menyertai sinusitis frontalis atau maksilaris. Etmoiditis
kronis ini dapat menyertai poliposis hidung kronis.

2.6. Epidemiologi Sinusitis


Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari,
bahkan dianggap sebagai salah satu gangguan kesehatan tersering di seluruh dunia.
Sinusitis menyerang 1 dari 7 orang dewasa di United States, dengan lebih dari 30 juta
individu yang di diagnosis tiap tahunnya. Individu dengan riwayat alergi atau asma
berisiko tinggi terjadinya rhinosinusitis. 1,2 revalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa
18 – 75 tahun dan kemudian anak-anak berusia 15 tahun. Pada anak-anak berusia 5 –
10 tahun, infeksi saluran pernafasan di hubungkan dengan sinusitis akut. Sinusitis
jarang pada anak-anak berusia kurang dari 1 tahun karena sinus belum berkembang
dengan baik.
Sinusitis maxilla paling sering terjadi daripada sinusitis paranasal lainnya, karena:
1. Ukuran sinus paranasal yang terbesar
2. Posisi ostium sinus maxilla lebih tinggi daripada dasarnya sehingga aliran secret
atau drainasenya hanya tergantung dari gerakan silia.
3. Letak ostium sinus maxilla berada pada meatus nasi medius disekitar hiatus
semilunaris yang sempit sehingga mudah tersumbat.
4. Letak dasar sinus maxilla berbatasan langsung dengan dasar akar gigi (processus
alveolaris) sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinus maxilla.

2.7. Penatalaksanaan Medis


Tujuan terapi sinusitis ialah :
1. Mempercepat Penyembuhan
2. Mencegah Komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di Kompleks Ostio-meatal ( KOM )
sehingga drainasedan ventilasi sinus paranasal pulih secara alami.
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial,
untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan
ostium sinus. Antibiotic yang dipilih adalah golongan pensilin seperti amoksisilin. Jika
diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta – lactamase, maka dapat
diberikan amoksisilin – klavuvulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis
antibiotic diberikan selama 10 – 14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman negative gram
dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan,
seperti analgetik, mukolitik, steroid oral / topical, pencucian rongga hidung dengan NaCl
atau pemanasan ( diatermi ). Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat
antikolinergiknya dapat menyebabkan secret jadi lebih kental. Irigasi sinus maksila atau
Proetz displacemen therapy juga merupakan terapi tambahan yang dapat bermanfaat.
Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang
berat.

Tindakan Operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional ( BSEF / FESS ) merupakan operasi terkini
untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan
hamper semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih
memuaskan dan tindakan lebih ringan dantidak radikal.
Indikasinya berupa : sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat,
sinusitis kronik yang disertai kista atau kelainan yang irreversible, polip ekstensif,
adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.

2.7. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium
 Tes sedimentasi, leukosit, dan C-reaktif protein dapat membantu diagnosis
sinusitis akut
 Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada sinusitis akut, tapi harus
dilakukan pada pasien immunocompromise dengan perawatan intensif dan pada
anak-anak yang tidak respon dengan pengobatan yang tidak adekuat, dan
pasien dengan komplikasi yang disebabkan sinusitis.
2. Imaging
 Rontgen sinus, dapat menunjukan suatu penebalan mukosa, air-fluid level, dan
perselubungan.Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi
untuk mengetahui adanya abses gigi.
 CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis sinusitis akut,
menunjukan suatu air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi
pernafasan atas dan 40% pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini
dilakukan untuk luas dan beratnya sinusitis.
 MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak yang
menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk mendiagnosis sinusitis
akut

2.8. Komplikasi Sinusitis


Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya antibiotic.
Komplikasi berat biasanya
1. Komplikasi orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang
tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut,
namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat
menimbulkan infeksi isi orbita.
Terdapat lima tahapan :
 Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi
sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak,
karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering
kali merekah pada kelompok umur ini.
 Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi
isi orbita namun pus belum terbentuk.
 Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis.
 Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita.
Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang
lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan
kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang
makin bertambah.
 Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui
saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu
tromboflebitis septik. Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri
dari :
a. Oftalmoplegia.
b. Kemosis konjungtiva.
c. Gangguan penglihatan yang berat.
 Kelemahan pasien.
 Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan
dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.

2. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus,
kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista
retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan
melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi
sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata
ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan
penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel
meskipun lebih akut dan lebih berat.
Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua
mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.

3. Komplikasi Intra Kranial


 Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis
akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena
atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus
frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
 Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium,
sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga
pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu
menimbulkan tekanan intra kranial.
 Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau
permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
 Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka
dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.
Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara
bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.

4. Osteomielitis dan abses subperiosteal


Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis
adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala
sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.

5. Kelainan Paru
Seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya kelainan sinus paranasal
disertai dengan kelainan paru ini disebut sino bronchitis. Selain itu dapat juga
menyebabkan kambuhnya asma brokial yang sukar dihilangkan sebelum
sinusitisnya disembuhkan.

2.9. Pencegahan Sinusitis


1. Biasakan mencuci tangan sesering mungkin untuk menghindari bakteri menempel
di tangan dan menimbulkan alergi.
2. Jaga pula lingkungan agar tetap bersih.
3. Mencegah stress
4. Mengonsumsi makanan yang kaya akan antioksidan, terutama sayur dan buah yang
dapat menguatkan sistem kekebalan tubuh sehingga akan mencegah serangan
sinus musiman.
5. Jaga kondisi sinus agar tetap kering dan bersih dengan minum air yang cukup agar
cairan hidung tetap encer.
6. Gunakan obat semprot hidung untuk melawan alergen.
7. Serta hindari zat-zat yang menyebabkan alergi yang terdapat di lingkungan, seperti
debu, asap rokok.
8. Konsumsilah makanan bergizi serta vitamin C untuk menjaga daya tahan tubuh.
9. Mulailah rajin berolahraga, karena tubuh yang sehat tidak mudah terinfeksi virus
penyakit.
10. Kemudian Hindari juga merokok karena merokok bisa menyebabkan hidung iritasi
dan mempermudah kuman masuk.
11. Selain itu usahakan hidung selalu lembab meskipun udara sedang panas terik atau
dingin karena hidung yang kering lebih rentan terkena infeksi.
12. Hindari juga efek buruk dari polusi udara dengan mengenakan masker.
13. Bersihkan juga ruang tempat tinggal dari debu serta partikel kecil lainnya yang dapat
memicu berkembangnya virus penyakit
14. Istirahat yang cukup.

Anda mungkin juga menyukai