Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori ISPA

1. Definisi ISPA

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah penyakit infeksi

akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran

pernanafasan mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran

bawah). Penularan ISPA yang utama melalui droplet yang keluar dari

hidung/mulut penderita saat batuk atau bersin yang mengandung bakteri.

Beberapa kasus ISPA dapat menyebabkan KLB (Kejadian Luar Biasa)

dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi, sehingga

menyebabkan kondisi darurat pada kesehatan masyarakat dan menjadi

masalah nasional (Depkes RI, 2010)

Gambar 2.1 : (Anatomy Sistem Pernafasan)


Sumber : (anfiscosmas / anatomi-fisiologi-sistem-pernafasan)

9
10

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi yang

melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan

bagian bawah. Infeksi ini disebabkan oleh virus, jamur dan bakteri,

menurut wong infeksi pernafasan akut adalah proses inflamasi yang

disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (mikoplasama), atau aspirasi

subtansi asing yang melibatkan suatu atau semua bagian saluran

pernafasan. Saluran pernafasan atas (jalan nafas atas) terdiri dari hidung

faring dan laring. Saluran pernafasan bawah terdiri dari bronkus,

bronkiolus, dan alveoli. (Marni, 2014)

Gangguan pernafasan dapat mengenai nasal, sinus paranasal,

tonsil, adenoid, laringn, dan faring, termasuk nasofaring dan orofaring.

Gangguan pernafasan atas dapat minor, seperti commond cold. Akan

tetapi, jalan nafas atas yang paten penting untuk bernafas efektif.

Masalah akut dan bahkan mengancam jiwa terjadi ketika kepatenan jalan

nafas terkena misalnya dengan edema laring. (Priscilla et. al. 2015)

Istilah umum untuk infeksi paru-paru yang dapat disebabkan oleh

barbagai kuman (virus, bakteri, jamur, dan parasit), Pneumonia juga

didefinisikan sebagai radang akut yang menyerang jaringan paru dan

sekitarnya. Penyakit ini merupakan manifestasi infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA). (Nastiti, 2016)


11

2. Etiologi ISPA

Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti

bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas

umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah

disebabkan oleh bakteri, virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah

yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis

yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam

penanganannya. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus

streptcocus, stapilococus, pneumococus, hemofillus, Bordetella dan

corinebacterium.

Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus

(termasuk didalamnya virus influenza, dan virus campak), Adenovirus,

Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus. (Dinkes, 2007).

ISPA akibat populasi adalah ISPA yang disebabkan oleh populasi udara

yang terjadi diluar ruangan (indoor) dan dalam ruangan (outdoor).

(Depkes RI, 2009).

Gambar 2.2 : Adenovirus


Sumber : ( Encyclopedia/A/adenovirus_infection)
12

Gambar 2.3 : Bakteri Pneumococus


Sumber : ( id.pinterest)

Menurut R.Hartono etiologi Infeksi pernafasan akut yaitu:

a. Agen penginfeksi

Sistem pernafasan menjadi terpengaruh oleh bermacam-

macam organisme terinfeksi. Banyak infeksi yang disebabkan oleh

virus, terutama Respiratory synctial virus (RSV). Agen lain

melakukan serangan pertama atau kedua melibatkan grup A B-

Hemolytic Streptococcus, Staphylococci, Haemophilus influenzae,

Chlamydia trachomatis, mycoplasma, dan Pneumococci.

b. Umur

Bayi umur dibawah 3 bulan mempunyai angka infeksi yang

rendah, karena fungsi pelindungan dari antibodi keibuan. Infeksi

meningkat pada 3-6 bulan pada waktu ini antara hilangnya antibodi

keibuan dari produksi antibodi bayi itu sendiri, sisa infeksi dari virus

berlanjutan pada waktu balita dan prasekolah, pada waktu anak-ank

berumur 5 tahun.
13

c. Ukuran

Ukuran anatomi mempengaruhi responsi infeksi sistem

pernafasan. Diameter saluran pernafasan terlalu kecil pada anak-anak

akan menjadi sasaran radang selaput lendir dan peningkatan produksi

sekresi. Disamping itu jarak antara struktur dalam sistem yang

pendek pada anak-anak, walaupun organismes bergerak dengan cepat

ke bawah sistem pernafasan yang mencangkup secara luas. Pembuluh

Eustachius relatif pendek dan terbuka pada anak kecil dan anak muda

yang membuat pathogen muedah untuk masuk ke telinga bagian

tengah.

d. Daya tahan

Kemampuan untuk menahan organisme penyerang dipengaruh

banyak faktor. Kekurangan sisten kekebalan pada anak beresiko

terinfeksi, kondisi yang mengurangi daya tahan adalah malnutrisi,

anemia, klelahan, dan tubuh yang menakutkan. Kondisi yang

melemahkan pertahanan pada sistem pernafasan dan cenderung yang

menginfeksi melibatkan alergi (seperti Alergi rhinitis), asma,

kelainan jantung yang disebabkan tersumbat paru-paru dan cystic

fibrosis.

e. Variasi musim

Banyaknya pantogen pada sistem pernafasan yang muncul

dalam wabah selama musm semi dan dingin.(Hartono, 2012)


14

3. Patofisiologi ISPA

Patogenesis saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar

dengan dunia luar sehingga dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang

efektif dari efisien dari sistem saluran pernafasan ini. Ketahanan Saluran

pernafasan terhadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara

sangat tergantung pada tiga unsur alamiah yang selalu terdapat pada

orang sehat yaitu: utuhnya sel epitel mukosa dan gerak moksila,

Makrofag alveoli, dan antibodi setempat. Sudah menjadi suatu

kecendrungan, bahwa terjadinya infeksi bakterial, mudah terjadi pada

saluran nafas yang telah rusak sel-sel epitel mukosa, yang disebabkan leh

infeksi terdahulu. (Amin, 2011). Keutuhan gerak lapisan mukosa dan

silia dapat terganggu oleh karena:

a. Asap rokok dan gsd CO2 polusi utama adalah pencemaran udara.

b. Sindroma imotil.

c. Pengobatan dengan O2 konsentrasi tinggi (25% atau lebih).

Makrofag biasanya banyak terdapat di alveoli dan baru akan

dimobilisasi ke tempat dimana terjadi infeksi. Asap rokok menurunkan

kemampuan Makrofag membunuh bakteri, sedangkan alkohol

menurunkan mobilitas sel-sel ini. Antibodi setempat pada saluran nafas,

adalah Imunoglobulin A (IgA) yang banyak terjadi di mukosa.

Kurangnya antibodi akan memudahkan terjadinya infeksi saluran

pernafasan, seperti pada keadaaan defesiensi IgA pada anak. Mereka

dengan keadaan- keadaan imunodefisiensi juga akan mengalami hal yang


15

serupa, Gambaran klinis radang oleh karena infeksi sangat tergantung

pada karakteristik inokulum, daya tahan tubuh seseorang, dan umur

seseorang. Karakteristik inokulum sendiri, terdiri dari besarnya aerosol,

tingkat virulensi jasad renik dan banyak jumlah jasad renik yang masuk.

Daya tahan tubuh, terdiri dari utuhnya sel epitel mukosa dan gerak

mukosilia, makrofak alveoli (Amin, 2011).

Umur mempunyai pengaruh besar terutama ISPA saluran

pernafasan bawah anak dan bayi, akan memberikan gambaran klinik

yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang dewasa. Terutama

penyakit-penyakit yang disebabkan oleh infeksi pertama karena virus,

ada mereka ini tampak lebih berat karena belum diperoleh kekebalan

alamiah, pada orang dewasa, mereka memberikan gambaran klinik yang

ringan sebab telah terjadi kekebalan yang diberikan oleh infeksnya

terdajulu. Pada ISPA dikenal 3 cara penyebaran:

a. Melalui aerosol yang lembut, terutama oleh karena batuk-batuk.

b. Melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi pada waktu batuk dan

bersin.

c. Melalui kontak langsung/ tidak langsung dengan dari benda yang

telah dicemari jasad renik (hand to hand transmission)

Pada infeksi virus, transmisi diawali dengan penyebaran virus,

melalui bahan sekresi hidung dari pada faring. (Amin.2011)


16

4. Manifestasi ISPA

Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran bernapas dapat berupa:

batuk, kesukaran bernapas, sakit tenggorok, pilek, sakit telinga dan

demam. Anak dengan batuk atau sukar bernapas mungkin menderita

pnemonia atau infeksi saluran pernapasan yang berat lainnya. Akan tetapi

sebagian besar anak batuk yang da tang ke puskesmas atau fasilitas

kesehatan lainnya hanya menderita infeksi saluran pemapasan yang

ringan (Depkes RI, 2010). Gejala ISPA dibagi atas 3 yaitu :

a. Gejala ISPA Ringan

Jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala seperti batuk,

serak yaitu anak ber suara parau pada waktu mengeluarkan suara

(misalnya pada waktu berbicara atau menangis), pilek yaitu

mengeluarkan lendir/ingus dari hidung, panas atau demam dengan

suhu badan lebih dari 37°C atau jika dahi anak diraba dengan tangan

terasa panas, perlu berhati - hati karena jika anak menderita ISPA

ringan sedangkan ia mengalami panas badannya lebih dari 39°C

gizinya kurang maka anak tersebut menderita ISPA sedang.

b. Gejala ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika

dijumpai gejala-gejala ISPA ringan disertai satu atau gejala-gejala

seperti pemapasan seperti pemapasan lebih dari 50x/menit pada anak

yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40x/menit pada

anak yang berumur satu tahun atau lebih dan cara menghitung
17

pemapasan adalah dengan menghitung jumlah tarikkan napas dalam

satu menit. Untuk dapat menghitung gunakan arloji, suhu lebih dari

39°C (diukur dengan termometer), tenggorokkan bewama merah,

timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak, telinga

sakit, atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga, pernapasan

berbunyi seperti mengorok (mendengkur) pernapasan berbunyi

menciut-ciut.

c. Gejala ISPA Berat

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai

gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih

gejal-gejala seperti bibir atau kulit membiru, lubang hidung

kembang-kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas, anak

tidak sadar atau kesadarannya menurun, pernapasan berbunyi seperti

mengorok dan anak tampak gelisah, sela iga tertarik kedalam pada

waktu bernapas, nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tak

teraba, tenggorokan bewarna merah. (Utomo, 2012).

5. Pengkajian ISPA

Menurut (Marni, 2014) pengkajian ISPA yaitu:

a. Observasi : adanya retraksi, suara serak, stridor, batuk, apakah ada

pernafasan cuping hidung.

b. Observasi warna kulit : Apakah kulit berwarna merah muda atau

sianosis, catat perubahan yang terjadi.


18

c. Auskultasi : paru, catat adanya penyimpangan yang terjadi, misalnya

ada mengi, wheezing, krakels.

6. Pemeriksaan Diagnostik ISPA

a. Pemeriksaan Foto rongten : thoraks

b. Pemeriksaan Laboratorium darah lengkap : hemoglobin, hemaktokrit,

kultur tengorok, kadar protein C reaktif, tes antibodi, tes serologi

untuk IgM atau peningkatan titer IgG menunjukan infeksi. (Marni,

2014)

7. Klasifikasi ISPA

a. Infeksi Saluran Pernafasan Akut diklasifikasikan dalam beberapa

diantaranya pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia

(MTBS, 2008). Menurut pengklasifikasian IDA (2014), penyakit

infeksi akut pada saluran pernafasan atas hingga parenkim paru

diantaranya sebagai berikut:

1) Rinitis / Common cold

Penyakit rinitis ini merupakan golongan infeksi akut

ringan pada pernafasan. Namun, penyakit ini sangat mudah

penularannya. Pada daerah tropis sering terjadi pada pergantian

musim bahkan pada musim hujan. Ditandai dengan hidung

tersumpat dan adanya sekret hidung dikarenakan oleh virus. Pada

masa bayi maupun balita pilek bisa menimbulkan pneumonia.


19

2) Faringitis, tonsilitis, dan tonsilifaringitis akut

Faringitis merupakan infeksi yang menyerang jaringan

mukosa faring dan jaringan disekitarnya seperti tonsil dan hidung

sehingga faringitis memiliki beberapa pengertian yaitu tonsilitis,

nasofaringitis, dan tonsilifaringitis. Penyakit ini ditandai dengan

sakit tenggorokan yang disebabkan oleh virus maupun bakteri.

3) Otitis media

Otitis media adalah salah satu infeksi yang menyerang

telinga bagian tengah karena terjadinya penumpukan cairan.

4) Rinosinuitis

Para ahli sepakat dengan penyakit rinosinuitis ataupun

rinosinobronkhitis karena infeksi maupun inflamasi pada rinitis

(radang pada mukosa hidung), sinuitis (radang pada salah satu

sinus di paranasal), dan bronkhitis (radang pada bronkus) sering

terjadi bersamaan dengan pertimbangan penyakit ini menyerang

saluran pernafasan atas (hidung, laring, trakea) dan saluran

pernafasan bawah (bronkus).

5) Epiglotitis

Infeksi yang terjadi pada epiglotis sangat berbahaya jika

dibiarkan. Hal ini ditandai dengan sesak nafas berat dan bunyi

nafas stridor. Penyebabnya adalah Haemophilus influenza tipe b

(Hib). Setelah ada vaksin Hib, epiglotitis jarang terjadi. Laringo

trakeobronkhitis akut (CROUP), Sindrom CROUP ini merupakan


20

penyakit heterogen yang menyerang laring, subglotis, trakea dan

bronkus. Berawal dari laringitis yang menyebar hingga trakea

disebut laringotrakeitis, dan saat menyebar hingga bronkus maka

terjadilah laringo trakeobronkhitis. Diakibatkan oleh beberapa

organisme virulen.

6) Bronkhitis akut

Proses inflamasi yang terjadi pada trakea, bronkus utama

dan menengah yang ditandai dengan batuk berdahak. Bronkhitis

disebabkan oleh virus maupun bakteri. Pada beberapa kasus,

bronkhitis akan membaik dalam 2 minggu tanpa pengobatan

apapun.

7) Bronkiolitis

Bronkiolitis merupakan proses inflamasi pada saluran

pernafasan bagian bawah yang menyerang bronkiolus. Biasanya

terjadi dengan gejala ISPA pada umumnya hingga nafas wheezing

pada bayi.

8) Pneumonia

Infeksi yang menyerang parenkim paru ini merupakan

angka tertinggi penyebab morbiditas dan mortalitas di negara

berkembang. Terjadi karena pada awalnya disebabkan oleh infeksi

virus hingga menyebabkan komplikasi infeksi bakteri.


21

8. Faktor resiko ISPA

a. Faktor resiko terjadinya ISPA adalah (Marni, 2014)

1) Status Imunisasi :

anak yang tidak mendapatkan imunisasi mempunyai resiko lebih

tinggi dari pada yang mendapat imunisasi

2) Vitamin A :

pemberian Vitamin A meningkatkan Imunitas anak, anak / bayi

yang tidak mendapat Vitamin A beresiko lebih besar terkena

penyakit ISPA.

3) Status gizi :

sebenarnya bisa juga mencegah atau terhindar dari penyakit

terutama penyakit ISPA hal ini dapat dikatakan penjegahan ISPA

yaitu dikutip (Marni. 2014) Pencegahan ISPA yaitu Cegah

Terjadinya Malnutrisi

4) Keberadaan anggota keluarga yang merokok :

Keberadaan anggota keluarga yang merokok didalam rumah.

Meningkatkan resiko terkena penyakit ISPA.

5) Status Ekonomi Keluarga

6) Hunian Yang padat


22

9. Terapi ISPA

Menurut (Priscilla et. al. 2015) Terapi ISPA meliputi :

a. Terapi bersifat Simtomatik

Istirahat yang cukup, mempertahankan asupan cairan, dan

menghindari dingin membantu meredakan gejala sistemik, seperti

demam, malaise, dan nyeri otot.

b. Terapi Komplementer

Aromaterapi dan minyak esensial, seperti basil, Kayu cedar,

eukaliptus, lavender atau rosemary dapat mengurangi kongesti, dan

meningkatkan kenyamanan dan kesembuhan.

c. Farmakologi

Antihistamin, meredakan efek sistemik histamin dan mengeringkan

sekresi pernafasan melalui efek Antikolinergik, berikut golongan obat

Antihistamin:

1) Brompheniramine

2) Chlorpheniramine

3) Clesmatine

4) Dexclorpheniramine

5) Diphenhydramine

10. Pencegahan ISPA

Pencegahan ISPA adalah (Marni, 2014)

a. Pada anak :

1) Cegah terjadinya Malnutrisi.


23

2) Cegah anemia pada anak.

3) Berikan Vaknisasi polisakarida, pneumokokus, dan Vaksin

konjugat pneumokokal

4) Perlu juga diberikan Vitamin A, asam folat, zat besi, kalsium, dan

mikronutrien (seng)

b. Pada orang tua berikan pendidikan kesehatan pada orang tua bahwa

penularan penyakit ini karena droplet / percikan, sehingga kalau

bersin atau batuk harus di tutup dengan tangan atau masker.

c. Menjaga Kebersihan perorangan dan lingkungan, dengan mecuci

tangan, Perbaiki ventilasi udara.

d. Menjaga anak agar tidak berhubungan dengan para penderita ispa

11. Penatalaksanaan terapeutik

b. Pengobatan berdasarkan usia anak, kondisi klinis dan kondisi

epidemiologi. Untuk penderita ISPA Yang masih ringan cukup

dirawat dirumah dengan memberikan obat penurun panas yang bisa

dibeli di toko obat/apotik, apabila apabila disertai batuk bisa

diberikan obat tradisional berupa ½ sendok teh jeruk nipis dan ½

sendok teh madu atau kecap, bisa diberikan 3-4x sehari, jika 3 hari

belumada perbaikan, segara bawa kedokter/ pusat playanan

kesahatan. Antibiotik yang bisa digunakan untuk mengatasi ISPA

bawah ini adalah Kontrimoksasol, ampisilin, amoksilin, gentamisin,

sefatoksim, dan eritromisin. (Marni, 2014)


24

B. Faktor Resiko ISPA

1. Status Imunisasi

Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan

mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi

campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang

berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti

difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan

berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA.

Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA,

diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status

imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan

penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling

efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis.

Pemberian imunisasi campak efektif mencegah 11% kematian pneumonia

balita dan imunisasi pertusis mencegah 6% kematian pneumonia pada

balita. (http://repository.ump.ac.id4000/3[accessed 25 April 2018])

2. Vitamin A

Sejak tahun 1985 setiap enam bulan posyandu memberikan

kapsul 200.000 IU vitamin A pada balita dari umur satu sampai dengan

empat tahun. Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan

imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan

tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi.

(http://repository.ump.ac.id/5872/3[accessed 25 April 2018])


25

Pemberian vitamin A yang dilakukan bersamaan dengan

imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang spesifik dan

tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bagi antibodi

yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing

yang tidak berbahaya, niscaya dapatlah diharapkan adanya perlindungan

terhadap bibit penyakit yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu

singkat. Karena itu usaha misal pemberian vitamin A dan imunisasi

secara berkala terhadap anak-anak prasekolah seharusnya tidak dilihat

sebagai dua keinginan terpisah. Keduanya haruslah dipandang dalam

suatu kesatuan yang utuh, yaitu meningkatkan daya tahan tubuh dan

perlindungan terhadap anak Indonesia.

sehingga mereka dapat tumbuh, berkembang dan berangkat

dewasa dalam keadaan yang sebaik-baiknya.Selain itu vitamin A sangat

berhubungan dengan beratnya infeksi. (http://digilib.unimus.ac.id

[accessed 25 April 2018])

3. Status Gizi

Masukan zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap pertumbuhan dan

perkembangan anak dipengaruhi oleh umur, keadaan fisik, kondisi

kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersedianya makanan

dan aktivitas dari anak itu sendiri. Keadaan gizi yang buruk muncul

sebagai faktor risiko yang penting untuk terjadinya ISPA. sehingga anak-

anak yang bergizi buruk sering mendapat pneumonia. Selain itu adanya

hubungan antara buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat
26

lainnya serta menurunnya daya tahan tubuh anak terhadap infeksi. Balita

dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan

balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang kurang.

(http://repository.ump.ac.id4000/3[accessed 25 April 2018])

4. Pencemaran udara dalam rumah

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk

memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan

paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi

pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam

rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita

bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih

lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran

tentunya akan lebih tinggi.

Hasil penelitian diperoleh adanya hubungan antara ISPA dan

polusi udara, diantaranya ada peningkatan resiko bronchitis, pneumonia

pada anak-anak yang tinggal di daerah lebih terpolusi, dimana efek ini

terjadi pada kelompok umur 9 bulan dan 6 – 10 tahun.

Pada bayi dan anak-anak, paparan secondhand smoke akan

meningkatkan potensi terkena sudden infant death syndrome(SIDS),

gangguan pendengaran, asma, gangguan pada perkembangan paru-paru,

serta isfeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Anak-anak mendapatkan

paparan secondhand smoke terbesar berada di dalam rumah.

(http://repository.ump.ac.id/4000/3[accessed 25 April 2018])


27

5. Status Ekonomi

Sosial Ekonomi Keadaan ekonomi belum pulih dari krisis

ekonomi yang berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk miskin

dan disertai dengan kemampuan menyediakan lingkungan pemukiman

yang kurang sehat dapat mendorongpeningkatan jumlah, rentan terhadap

serangan berbagai penyakit menular termasuk ISPA. Pada akhirnya akan

mendorong meningkatnya penyakit ISPA dan pnemonia pada balita

(Depkes RI, 2002). (http://digilib.unimus.ac.id diunduh tanggal

20/04/2018 jam 0.01wib)

6. Kepadatan hunian rumah

Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan nomor 829 tahun

1999 tentang kesehatan perumahan menetapkan bahwa luas ruang tidur

minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua orang dalam

satu ruangan. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah

penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Keadaan tempat tinggal

yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada.

(http://repository.ump.ac.id/4000/3[accessed 25 April 2018])

Kepadatan hunian rumah Kepadatan hunian dalam rumah

menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999

tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas

rumah 8m2. Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah

penularan penyakit dan melancarkan aktivitas (http://digilib.unimus.ac.id

[accessed 25 April 2018])


28

C. Kerangka Teori

Status Imunisasi

Vitamin A

Status Gizi

Keberadaan Kejadian
anggota keluarga ISPA Pada
merokok Anak

Status Ekonomi

Kepadatan Hunian

Skema : 2.1 Kerangka Teori.


Sumber : (Marni, 2014)

Anda mungkin juga menyukai