Anda di halaman 1dari 26

PRAKTIK PROFESI STASE KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA

OLEH:
I PUTU ARTHA SUWARTIKA
2002621048

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi/Pengertian
Pneumonia adalah salah satu infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Setiati et al, 2014).
Pneumonia merupakan suatu proses peradangan parenkim paru yang terjadi
pada pengisian rongga alveoli oleh eksudat dan terdapat konsolidasi.
Umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing pada
saluran pernapasan (Ardiansyah, 2012 ; Terry & Sharon, 2013 ; Ngastiyah,
2015 ; Kemenkes, 2016).
Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang biasanya terjadi pada
anak-anak tetapi terjadi lebih sering pada bayi dan awal masa kanak-kanak
dan secara klinis pneumonia dapat terjadi sebagai penyakit primer atau
komplikasi lain (Hockenberry & Wilson, 2008).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pneumonia
merupakan infeksi saluran napas bawah akut yang mengenai parenkim paru
yang terjadi pada pengisian rongga alveoli oleh eksudat dan dapat
menimbulkan konsolidasi yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan
benda-benda asing pada saluran pernapasan, dimana penyakit ini biasanya
lebih sering terjadi pada bayi dan awal masa kanak-kanak.
2. Epidemiologi/Insiden Kasus
United Nations Children's Fund (UNICEF) dan World Health Organization
(WHO) memaparkan bahwa pada tahun 2016, dalam 35 detik terdapat 1 anak
yang meninggal dunia akibat Infeksi Saluran Napas Bawah (ISNBA) dalam
bentuk pneumonia. Terdapat beberapa penyakit yang menyebabkan kematian
utama pada anak berusia dibawah lima tahun yaitu pneumonia tercatat
900.000 yang merupakan 16% dari total kematian anak balita sebagian besar
korbannya berusia dibawah 2 tahun, diare (14%), infeksi lain (9%), malaria
(8%), dan noncomunicable disease (4%) (UNICEF, 2018).
Data dan profil kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun
2016, menemukan penderita pneumonia pada balita di Indonesia tercatat
503.738 jiwa (57,84 %) dan jumlah kematian 551 jiwa (0,11%) (Kemenkes
RI, 2017). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, pneumonia
masih menjadi penyebab tertinggi keatian pada bayi di bawah usia lima tahun
(balita) maupun bayi baru lahir. Pada tahun 2018 menunjukan prevalensi
pneumonia naik dari 1,6% pada 2013 menjadi 2% dari populasi balita yang
ada di Indonesia pada 2018 (Riskesdas, 2018).
3. Etiologi/Faktor Predisposisi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam bakteri, virus dan jamur di
udara yang kita hirup. Penyebarannya dapat melalui tiga transmisi yaitu
aspirasi secret yang berisi mikroorganisme pathogen yang telah berkolonisasi
pada orofaring, inhalasi aerosol yang infeksius dan penyebaran hematogen
dari bagian ekstrapulmonal. Berikut merupakan agen-agen pembawa penyakit
pneumonia (Davey, 2005) :
a. Bakteri
Jenis pneumonia bakteri yang paling umum disebut pneumonia
pneumokokus. Pneumonia pneumokokus disebabkan oleh kuman
Streptococcus pneumonia yang biasanya hidup di saluran pernapasan
bagian atas. Pneumonia bakteri dapat terjadi dengan sendirinya atau
berkembang setelah terserang flu. Pneumonia bakteri sering menyerang
hanya satu bagian, atau lobus, paru-paru. Ketika ini terjadi, kondisi
tersebut disebut pneumonia lobar. Mereka yang berisiko terbesar terkena
pneumonia bakterial termasuk orang yang baru pulih dari operasi, orang
dengan penyakit pernapasan atau infeksi virus, dan orang yang sistem
kekebalannya lemah. Contoh bakteri yang menyebabkan pneumonia
adalah Staphylococcus aureus, Hemophilus influinzae, Streptococcus
Pneumoniae, dan Klebsiella Pneumoniae.
b. Virus
Virus yang menginfeksi saluran pernapasan bagian atas juga dapat
menyebabkan pneumonia. Virus influenza adalah penyebab paling umum
dari virus pneumonia pada orang dewasa. Sedangkan Respiratory syncytial
virus (RSV) adalah penyebab paling umum dari pneumonia virus pada
anak kecil. Kebanyakan pneumonia virus tidak serius dan berlangsung
lebih singkat daripada pneumonia bakterial.
c. Jamur
Pneumonia jamur paling sering terjadi pada orang dengan masalah
kesehatan kronis atau sistem kekebalan yang lemah. Pneumocystis
pneumonia adalah infeksi jamur serius yang disebabkan oleh
Pneumocystis jirovecii. Ini terjadi pada orang yang memiliki sistem
kekebalan yang lemah karena HIV / AIDS atau penggunaan obat-obatan
jangka panjang yang menekan sistem kekebalan mereka, seperti yang
digunakan untuk mengobati kanker atau mengelola transplantasi organ.
d. Aspirasi
Aspirasi pada makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion,
dan benda asing dapat menjadi salah satu pencetus terjadinya pneumonia.
Banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap meningkatnya kejadian
pneumonia pada balita, baik dari aspek individu anak, perilaku orang tua (ibu),
maupun lingkungan. Kondisi lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi
syarat kesehatan dan perilaku penggunaan bahan bakar dapat meningkatkan
risiko terjadinya berbagai penyakit seperti TB, katarak, dan pneumonia.
Rumah yang padat penghuni, pencemaran udara dalam ruang akibat
penggunaan bahan bakar padat (kayu bakar/ arang), dan perilaku merokok dari
orangtua merupakan faktor lingkungan yang dapat meningkatkan kerentanan
balita terhadap pneumonia (Azhar, 2013 ; Listyowati, 2013 ; Tana, 2009).
Berikut merupakan beberapa faktor penyebab yang dapat meningkatkan
terjadinya kasus penumonia pada balita yaitu :
a. Umur balita: pada kelompok umur bayi sampai anak balita yang menderita
pneumonia yang tertinggi terdapat pada kelompok umur bayi (<12 bulan)
dibandingkan umur anak balita (12-59 bln) (Adawiyah & Duarsa, 2012).
b. Faktor nutrisi: status gizi yang kurang dengan keadaan imunitas rendah
akan mudah terserang penyakit infeksi terutama pneumonia (Sediaoetama,
2008). Balita yang tidak mengkonsumsi ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
dan pemberian ASI kurang dari 24 bulan lebih beresiko terkena
pneumonia, dibandingkan Pemberian ASI selama 6 bulan pertama.
Pemberian ASI selama 2 tahun juga akan menambah ketahanan anak
dalam melawan gangguan penyakit infeksi salah satunya adalah
Pneumonia (Choyron, 2015)
c. Faktor lingkungan: anak balita yang tinggal di rumah dengan
menggunakan jenis bahan bakar yang memiliki banyak asap lebih, tinggal
dengan orang tua perokok beresiko terkena pneumonia. (Khasanah,
Suhartono, & Dharminto, 2016)
4. Patofisiologi
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan
(imunitas) pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan
yang berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan
terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya
mekanisme pertahanan paru. Mekanisme pertahanan saluran napas dan paru
antara lain adalah pertahanan mekanis oleh bulu hidung dan konka untuk
menyaring partikel besar agar tidak mencapai saluran napas bawah, refleks
muntah dan batuk untuk mencegah aspirasi, struktur trakeobronkial yang
bercabang-cabang untuk menjebak mikroorganisme yang kemudian akan
dibersihkan oleh mukosiliar dan faktor antibakteri yang membunuh patogen
yang berhasil masuk, flora normal yang menghalangi pertumbuhan bakteri
yang virulensinya lebih kuat, dan mikroorganisme yang berhasil lolos dan
mencapai alveolus akan disingkirkan oleh makrofag alveolar atau sel
Langhans. Makrofag alveolar selanjutnya memicu respon inflamasi untuk
membantu proses pertahanan tubuh (Alcon, Fabregas, & Torres, 2005).
Umumnya mikroorganisme bakteri, jamur, virus, aspirasi penyebab
pneumonia masuk melalui saluran pernapasan bagian atas, masuk bronkiolus
dan alveoli. Selanjutnya makrofag akan menelan patogen ini dan memicu
molekul sinyal atau sitokin seperti TNF-a, IL-8, dan IL-1 yang merekrut sel
inflamasi seperti neutrofil ke tempat infeksi. Mereka juga berfungsi untuk
menyajikan antigen ini ke sel T yang memicu mekanisme pertahanan seluler
dan humoral, mengaktifkan komplemen dan membentuk antibodi melawan
organisme ini. Hal ini, pada gilirannya, menyebabkan radang parenkim paru
dan membuat lapisan kapiler "bocor", yang menyebabkan penyumbatan
eksudatif dan menggarisbawahi patogenesis pneumonia (Jones RN, 2010).
Adanyanya bakteri di paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya
tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit. Pada individu yang rentan,
pathogen yang masuk ke dalam tubuh memperbanyak diri, melepaskan toksin
yang bersifat merusak dan menstimulasi respon inflamasi dan respon imun
yang keduanya mempunyai efek samping merusak. Reaksi antigen antibody
dan endotoksin yang dilepaskan oleh beberapa mikroorganisme merusak
membrane mukosa bronkial dan membrane alveolokapilar. Inflamasi dan
edema menyebabkan sel-sel dan bronkhioles terminasli terisi oleh debris
infeksius dan eksudat yang menyebabkan abnormalitas ventilasi-perfusi.
Adapun mekanisme yang terjadi pada alveolus meliputi empat tahapan yang
berurutan sebagai berikut (Price & Wilson, 2012) :
a. Kongesti (4 sampai 12 jam pertama): eksudat serosa masuk ke dalam
alveolus melalui pembuluh darah yang berdilatasi
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan
bergranula karena sel-sel darah merah, fibri, dan leukosit polimorfonuklear
mengisi alveolus
c. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari): paru-paru tampak kelabu karena
leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoulus yang
terserang
d. Resolusi (7 sampai 11 hari): eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali pada struktur semula
5. Klasifikasi
Berikut merupakan klasifikasi pneumonia berdasarkan agen penyebab (Wahid,
2013), yaitu sebagai berikut :
a. Pneumonia Bakterial
1) Community-Acquired Pneumonia (CAP)
Pneumonia yang sering diderita oleh anggota masyarakat umumnya
disebabkan oleh Streptococcus pneumonia (suatu pneumokokus) dan
biasanya menimbulkan pneumonia lobar. pneumonia yang disebabkan
oleh pneumokokus terjadi akut, sering disertai dengan gejala menggigil
dan diikuti demam yang tinggi.
2) Hospital-Acquired Pneumonia
Penyakit ini sering disebut sebagai pneumonia nosokomial, yaitu
pneumonia yang kejadiannya bermula di rumah sakit. Penyakit ini
merupakan penyebab kematian yang terbanyak pada pasien rumah
sakit. Mikroorganisme penyebabnya biasanya bakteri gram negative
dan stafilokokus.
3) Aspiration Pneumonia (Pneumonia Aspirasi)
Aspirasi dapat dikaitkan dengan menyebabkan: obstruksi (tersumbat)
saluran pernapasan, pneumonitis oleh bahan kimiawi (asam lambung,
enzim pencernaan), pneumonitis oleh infeksi, dan tenggelam di air.
Predisosisi pneumonia aspirasi adalah pada pemabuk, epilepsy,
pecandu obat narkotika, anesthesia umum, pemasangan NGT,
cerebrovaskuler accident, penyakit gigi dan periodontal.
b. Pneumonia Pnemosistis
Merupakan penyakit akut dan oportunistik yang disebabkan oleh suatu
protozoa bernama pneumocystis jirovecii sebelumnya dinamai
pneumocystis carinii. Gejalanya berupa dada sesak, exercise intolerance,
batuk, dan demam. Pada keadaan istirahat telah terjadi dipsnea, takipnea,
batuk nonproduktif dan tanpa demam.
c. Pneumonia non bakterial (Pneumonia Atipik)
Yang termasuk grup ini adalah pneumonia yang disebabkan Myicoplasma
pneumonia, Chlamydia psittaci, legionella pneumophila, dan Coxiella
burnetti, virus golongan pneumonia atipik.
Berikut merupakan klasifikasi pneumonia berdasarkan area paru yang terkena
(Wahid, 2013), yaitu sebagai berikut :
a. Pneumonia lobaris
Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau
lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”.
b. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Bronkopneumonia terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus yang berada didekatnya.
c. Pneumonia interstisial
Proses implamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar (interstisium) dan
jaringan peribronkial serta interlobular.
Berikut merupakan klasifikasi pneumonia pada anak dan balita (Kemenkes RI,
2010), yaitu sebagai berikut :
Kelompok Klasifikasi Gejala
Umur
2 bulan Pneumonia berat Nafas sesak dan adanya tarikan
sampai dinding dada bagian bawah ke
< 5 tahun dalam (Chest in drawing) atau
SaO2 < 90%
Pneumonia Napas cepat sesuai dengan
golongan umur 2 bulan sampai 11
bulan bernapas 50 kali atau lebih
per menit, 12 bulan sampai 5 tahun
bernapas 40 kali atau lebih per
menit.
Bukan pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada
tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam.
< 2 bulan Pneumonia berat Napas cepat >60 kali per menit atau
tarikan kuat dinding dada bagian
bawah ke dalam (Chest in
drawing).
Bukan pneumonia Tidak ada napas cepat atau tarikan
dinding dada bagian bawah ke
dalam

6. Gejala Klinis
Menurut Amin dan Hardhi (2015), tanda dan gejala pneumonia adalah sebagai
berikut:
a. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering
terjadi pada usia 6 bulan - 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5°C - 40,5°C
bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau
terkadang euforia dan lebih aktif dari normal,beberapa anak bicara dengan
kecepatan tidak biasa.
b. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningeal tanpa infeksi meninges.
Terjadi dengan awaitan demam tiba- tiba dengan disertai sakit kepala,
nyeri dan kekakuan pada punggung dan leher, adanya tanda kernig dan
brudzinski, dan akan berkurang saat suhu turun.
c. Anoreksia merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa
kanak- kanak. Sering kali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap
sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam
dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap pemulihan.
d. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang
merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung singkat,
tetapi dapat menetap selama sakit.
e. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering
menyetai infeksi pernafasan, khususnya karena virus.
f. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan
dari nyeri apendiksitis.
g. Sumbatan nasal, lubang hidung dari bayi mudah tersumbat oleh
pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan
menyusui pada bayi.
h. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan
sedikit lendir kental dan purulen, bergantung pada tipe dan tahap infeksi.
i. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan.
j. Bunyi pernafasan, seperti mengi, mengorok, dan krekels.
k. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang
lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan
peroral.
l. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusui atau makan/minum, atau
memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis,
distress pernapasan berat.
m. Disamping batuk atau kesulitan bernapas, terdapat napas cepat
1) Pada anak umur 2 bulan – 11 bulan > 50 kali/menit
2) Pada anak umur 1 tahun – 5 tahun > 40 kali/menit

7. Pemeriksaan Fisik
Secara riwayat, keluhan utama dalam kasus pneumonia termasuk tanda-tanda
sistemik seperti demam disertai menggigil, malaise, kehilangan nafsu makan,
dan mialgia. Temuan ini lebih umum pada pneumonia virus dibandingkan
dengan pneumonia bacterial. Sebagian kecil pasien mungkin mengalami
perubahan status mental, nyeri perut, nyeri dada, dan temuan sistemik lainnya.
Temuan paru termasuk batuk dengan atau tanpa produksi sputum. Pneumonia
bakteri dikaitkan dengan sputum bernanah atau jarang disertai darah.
Pneumonia virus berhubungan dengan produksi sputum encer atau kadang
mukopurulen. Mungkin ada nyeri dada pleuritik terkait dengan keterlibatan
pleuran bersamaan. Dispnea dan rasa berat di dada juga terlihat sesekali.
Pemeriksaan fisik dan temuan yang umum pada pasien pneumonia, meliputi
takipnea, takikardia, demam disertai atau tanpa menggigil, penurunan suara
napas atau suara napas brokial, egofoni dan penurunan taktil fremitus, baik
sugestif dari proses konsolidatif, krekels pada suara auskultasi pada organ paru
yang terkena, dullness saat perkusi (Jaint et al, 2021).
Pemeriksaan fisik pernapasan lebih rinci mengidentifikasi manifestasi klinis
pneumonia: nyeri, takipnea, penggunaan otot-otot aksesori pernapasan untuk
bernapas, nadi cepat, bounding atau bradikardia relatif, batuk, dan sputum
purulen. Keparahan, letak, dan penyebab nyeri dada harus diidentifikasi juga
hal apa yang dapat menghilangkannya. Segala perubahan dalam suhu dan
nadi, jumlah , bau, warna sekresi, frekuensi dan keparahan batuk, dan tingkat
takipnea atau sesak napas juga dipantau. Konsolidasi pada paru-paru diperiksa
dengan mengevaluasi bunyi napas (pernapasan bronchial, ronki
bronkovesikular atau krekels), fremitus, egofoni, pektoriloquy berbisik, dan
hasil perkusi (pekak pada bagian dada yang sakit) (Smeltzer & Bare, 2001).
8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
orang dengan masalah pneumonia adalah:
a. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial);
dapat juga menyatakan abses.
b. Oksimetri nadi : untuk mengukur berapa banyak oksigen dalam darah.
Pneumonia dapat mencegah paru-paru memindahkan cukup oksigen ke
dalam darah. Untuk mengukur level, sensor kecil yang disebut oksimeter
denyut dipasang ke jari atau telinga
c. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada. Tes kultur dan sputum dilakukan untuk
mengetahui kuman yang menyebabkan pneumonia. Pemeriksaan darah
dilakukan dengan pemeriksaan darah lengkap untuk melihat apakah sistem
kekebalan sedang melawan infeksi.
d. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
e. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru,menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
f. Bronkoskopi : jika perawatan tidak berhasil dengan baik, prosedur ini
digunakan untuk melihat ke dalam saluran udara. Selama prosedur, dokter
mungkin juga mengumpulkan sampel jaringan paru-paru dan cairan dari
paru-paru untuk membantu menemukan penyebab pneumonia.

9. Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pneumonia pada anak, harus ada gejala khas
yang dialami anak yaitu demam, nyeri dada dan sesak (pernafasan cuping
hidung). Pada pemeriksaan fisik ditemukan takpnea (nafas cepat), retraksi
dinding dada dan suara nafas ronchi. Ditemukan infiltrate pada rontgen thorax,
pada pemeriksaan lab darah (leukosit meningkat) serta pada pemeriksaan gram
sputum (ditemukan bakteri atau pathogen penyebab pneumonia) (Ardiansyah,
2012).
10. Terapi/Tindakan Penanganan
Penatalaksanaan yang umum dilakukan pada penderita pneumonia yaitu
(Ardiansyah, 2012):
a. Oksigen 1-2 liter/menit (karena biasanya terjadi penurunan SaO2 < 90%).
b. Intra vena fluid drip dextrose 10%, NaCl 0,9% = 3:1, KCl 10 mEq/500 ml
cairan, jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan, kenaikan suhu dan
status hidrasi.
c. Pemberian makanan enteral diberikan secara bertahap melalui selang
nasogastric dengan feeding drip jika sesak tidak terlalu berat.
d. Jika terdapat sekresi lendir berlebihan dapat dilakukan pemberian inhalasi
dengan salin normal dan beta agonis untuk meperbaiki transport
mukosilier. Seperti pemberian terapi nebulizer dengan flexoid dan ventolin
yang bertujuan untuk mempermudah mengeluarkan dahak juga dapat
meningkatkan lebar lumen bronkus.
e. Pemberian antibiotic : pneumonia (Amoxicillin oral 40 mg/kgBB/12 jam,
Kontrimoksazol 8 mg/kgBB), pneumonia berat (Ampicillin 50 mg/kgBB,
Benzylpenicillin 50.000 U/kgBB IM/IV per 6 jam, Gentamicin 7.5
mg/kgBB IM/IV per 24 jam, Cefriaxon 80 mg/kgBB per 24 jam).
f. Pemberian antipiretik seperti paracetamol untuk meredakan demam.
11. Komplikasi
Menurut Misnadiarly (2008) Komplikasi pneumonia yang tidak diobati atau
kurang diobati termasuk gagal napas, sepsis, infeksi metastasis, empiema,
abses paru, dan disfungsi multi-organ.
a. Efusi pleura
Ketika cairan menumpuk di antara pleura dan dinding dada karena
banyaknya cairan yang sudah ada di paru-paru. Sebagai akibat dari
Pneumonia, efusi pleura dapat berkembang yang dapat menyebabkan
kolaps paru-paru jika tidak ditangani dengan tepat.
b. Empiema
Nanah mungkin ada di paru-paru karena infeksi. Dengan demikian
kantong nanah dapat berkembang di rongga antara pleura dan dinding
dada, atau di paru-paru itu sendiri yang dikenal sebagai empiema.
c. Abses paru
Abses paru berkembang ketika infeksi telah menghancurkan jaringan paru-
paru dan terbentuk rongga berisi nanah.
d. Bakteremia
Ini terjadi ketika infeksi tidak lagi terkandung di dalam paru-paru dan
berpindah ke aliran darah, sehingga darah terinfeksi.
e. Septikemia
Keadaan infeksi pada aliran darah (sepsis) akubat dari pathogen penyebab
pneumonia.
f. Meningitis
Infeksi dapat menyebar ke meninges yang menutupi otak dan sumsum
tulang belakang, menyebabkan meningitis.
g. Septic arthritis
Ketika bakteremia telah terjadi, septic arthritis juga merupakan bahaya,
karena bakteri bermanifestasi di persendian yang dilalui darah.
h. Endokarditis atau perikarditis
Karena darah juga diedarkan melalui otot jantung dan perikardium, risiko
terkena infeksi sangat tinggi jika terdapat bakteremia.
Pathway Pneumonia
Bakteri, virus, jamur, aspirasi benda asing masuk Faktor penyebab meningkatnya
kesaluran nafas pneumonia pada anak :
1. Umur balita (< 12 tahun)
2. Faktor nutrisi (tidak mengosumsi ASI
ekslusif)
Gangguan Pertukaran Gas Bakteri berkolonisasi di saluran 3. Faktor lingkungan (menggunakan jenis
pernafasan bawah bahan bakar yang memiliki banyak
asap lebih, tinggal dengan orang tua
Intoleransi Aktivitas perokok.
Menginfeksi area alvoli dan parenkim paru

ATP menurun
Stimulasi kemoreseptor
Reaksi radang pada bronkus dan alveolus Sel point bertambah
dari hipotalamus

Pernafasan Anaerob
PNEUMONIA Leukosit meningkat Reaksi peningkatan
suhu tubuh
O2 menurun Proses difusi
terganggu PK Infeksi
Konsolidasi alveoli Hipertermi

Nyeri Akut Nyeri pleuritik Konsolidasi paru


Sel goblet meningkat

Kesulitan bernafas
Produksi sputum meningkat

Ketidakefektifan Pola Penggunaan otot bantu nafas


Nafas dan retraksi dinding dada Obstruksi pada jalan nafas

Ketidakefektifan Bersihan
Peningkatan asam Tertelan dan masuk pada
Mual Jalan Nafas
lambung lambung
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien yaitu meliputi nomor rekam medis, nama pasien, tempat
tanggal lahir, usia, jenis kelamin, bahasa, dan identitas
orangtua/penanggung jawab
b. Keluhan utama, yaitu meliputi keluhan yang dirasakan saat ini. Pada anak
dengan pneumonia biasanya mengeluhkan merasa demam disertai
menggigil, malaise, kehilangan nafsu makan, dan mialgia, batuk, sesak,
nyeri perut maupun nyeri dada.
c. Riwayat keluhan saat ini, yaitu tentang bagaimana perjalanan penyakit
yang pasien detita saat ini. Dari kapan mulai tanda gejala, sempat berobat
dimana dan bagaimana kronologi penyakitnya.
d. Riwayat kesehatan masa lalu yaitu seperti :
1) Kondisi prenatal, perinatal dan postnatal (apakah terdapat gangguan
pernafasan atau tanda-tanda infeksi sebelumnya)
2) Penyakit yang pernah diderita (riwayat penyakit lain yang pernah
diderita sebelumnya)
3) Riwayat masuk rumah sakit dan operasi (riwayat adanya masuk rumah
sakit sebelumnya, kapan, karena apa dan tindakan yang diberikan)
4) Riwayat kecelakaan atau trauma (riwayat trauma yang berhubungan
dengan kondisi pernafasan)
5) Riwayat alergi (riwayat alergi yang dimiliki anak)
6) Riwayat imunisasi (megkaji status imunisasi anak sesuai dengan
usianya)
7) Pengobatan (pengobatan sebelumnya yang diterima seperti antipiretik,
antibiotic dan nebulizer)
e. Riwayat pertumbuhan, yaitu riwayat pertumbuhan anak apakah ada
pertumbuhan yang menyimpang atau tidak (BB dan TB)
f. Riwayat sosial, yaitu siapa pengasuh anak, hubungan dengan anggota
keluarga, hubungan anak dengan teman sebaya serta pembawaan anak
secara umum
g. Riwayat keluarga, yaitu kondisi sosial ekonomi, kondisi lingkungan rumah
(apakah cenderung menggunakan bahanbakar kayu dan ada kebiasaan
merokok orang tua dekat anak), riwayat penyakit keluarga dan genogram
keluarga (apakah ada keluarga yang memiliki penyakit yang sama atau
tidak)
h. Pengkajian tingkat perkembangan, yaitu meliputi pengkajian terhadap
personal sosial, adaptif motorik halus, bahasa dan motorik kasar anak.
i. Pengkajian pola kesehatan klien saat ini
Data yang perlu dikaji terkait pola fungsi kesehatan seperti pemeliharaan
dan persepsi terhadap kesehatan (apakah orang tua rutin memeriksakan
tumbuh kembang anak, apakah rutin melakukan imunisasi), nutrisi atau
metabolic (mengkaji apakah anak memiliki mual dan muntah), pola
eliminasi (BAB dan BAK, apakah ada tanda diare atau kencing sedikit)
pola aktivitas dan latihan (pengkajian kemandirian pasien dalam
melakukan ADL dan latihan serta apakah pasien merasakan sesak), pola
tidur dan istirahat (apakah pola istirahat pasien terganggu), pola
kognitifperseptual, pola persepsi diri/konsep diri, pola seksual dan
reproduksi, pola peranhubungan, pola manajemen koping stress dan pola
keyakinan dan nilai pasien.
j. Pemeriksaan fisik, yaitu pemeriksaan head to toe dengan melakukan
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dari ujung rambut hingga ujung
kaki. Inspeksi meliputi keadaan umum anak lemah, tampak menggigil,
pucat, sianosis, pernafasan cuping hidung, sesak nafas penggunaan otot
bantu nafas dan retraksi dinding dada. Palpasi meliputi adanya nyeri tekan
pada kepala, dada dan peningkatan suhu. Perkusi meliputi suara pasu
cenderung pekak atau dullness, auskultasi meliputi suara nafas tambahan
ronchi atau wheezing.
k. Pemeriksaan diagnostik penunjang meliputi ditemukan infiltrate pada
rontgen thorax, pada pemeriksaan lab darah (leukosit meningkat) serta
pada pemeriksaan gram sputum (ditemukan bakteri atau pathogen
penyebab pneumonia).
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan mukus
berlebihan dan sekresi yang tertahan ditandai dengan suara napas
tambahan, dispnea, sputum dalam jumlah yang berlebihan, batuk yang
tidak efektif.
b. Hipertermi berhubungan dengan penyakit infeksi pneumonia dan
peningkatan laju metabolisme ditandai dengan kulit terasa hangat dan
gelisah.
c. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis ditandai dengan
keluhan tentang intensitas dan karakteristik nyeri.
3. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan Rasional


1 Ketidakefektifan Bersihan Setelah diberikan asuhan Tindakan yang dapat diberikan, yaitu: Rasional dari tindakan yang diberikan,
Jalan Nafas berhubungan keperawatan selama 1 x 4 jam, NIC Label yaitu:
dengan mukus berlebihan diharapkan masalah ketidakefektifan Manajemen Jalan Nafas NIC Label
dan sekresi yang tertahan bersihan jalan nafas pasien dapat a. Posisikan pasien untuk Manajemen Jalan Nafas
ditandai dengan suara napas teratasi dengan kriteria hasil: memaksimalkan potensi ventilasi a. Dilakukan untuk mengurangi sesak
tambahan, dispnea, sputum NOC Label dan mengurangi dispnea pada yang terjadi pada pasien dengan
dalam jumlah yang Status Pernafasan : Kepatenan pasien (misalnya semifowler jika cara pengaturan posisi.
berlebihan, batuk yang tidak Jalan Nafas diindikasikan). b. Monitor status pernapasan dan
efektif. a. Irama pernafasan pasien teratur b. Monitor status pernapasan dan oksigenasi dilakukan untuk
b. Pasien memiliki kemampuan oksigenasi, sebagaimana mestinya mengidentifikasi tanda abnormal
untuk mengeluarkan secret c. Berikan terapi oksigen jika pada status pernafasan pasien
c. Tidak terdapat suara nafas diperlukan. c. Oksigen tambahan digunakan jika
tambahan (ronchi) d. Auskultasi suara napas, catat area diperlukan untuk mempertahankan
d. Tidak terdapat pernafasan cuping yang mengalami penurunan atau saturasi oksigen agar tetap dalam
hidung ventilasi tidak muncul, dan rentang normal.
e. Tidak ada penggunaan otot bantu munculnya suara tambahan d. Untuk mengetahui suara nafas
nafas (ronchi). tambahan yang dialami pasien.
f. Frekuensi pernapasan pasien e. Apabila basien berusia 10-18 tahun Biasanya pasien mengalami suara
normal : ajarkan pasien teknik batuk efektif nafas ronchi atai wheezing.
1) Bayi (0-12 bulan) : 30-60 f. Lakukan fisioterapi dada untuk e. Anak usia 10-18 sudah dapat
x/menit. membantu pasien mengeluarkan dikatakan dapat mengerti dan
2) Balita (1-3 tahun) : 24-40 secret yang tertahan bertindak lebih kooperatif.
x/menit. g. Hilangkan secret dengan meminta f. Untuk membantu pasien
3) Anak Prasekolah (3-5 tahun) pasien batuk efektif atau melalui mengeluarkan secret yang tertahan
: 22-34 x/menit. suction g. Melakukan batuk efektif yang
h. Lakukan nebulizer sebagaimana sudah diajarkan untuk
mestinya dengan kolaborasi obat mengeluarkan sekret
flexoid dan ventolin h. Nebulizer dilakukan untuk
i. Monitor dan dokumentasi warna, mempermudah mengeluarkan
jumlah, dan konsistensi sekret. dahak pada pasien
j. Monitor status pernapasan dan i. Untuk memantau dan dokumentasi
oksigenasi, setelah tindakan karakteristik sekret.
diberikan j. Dilakukan untuk memantau status
pernafasan pasien setelah diberikan
tindakan.
2 Hipertermi berhubungan Setelah diberikan asuhan Tindakan yang dapat diberikan, yaitu: Rasional dari tindakan yang diberikan,
dengan penyakit infeksi keperawatan selama 1 x 4 jam, NIC Label yaitu:
pneumonia dan peningkatan diharapkan masalah ketidakefektifan Perawatan Demam NIC Label
laju metabolisme ditandai bersihan jalan nafas pasien dapat a. Monitor suhu dan tanda vital lain. Perawatan Demam
dengan kulit terasa hangat teratasi dengan kriteria hasil: b. Monitor intake dan output pasien a. Dilakukan untuk memantau suhu
dan gelisah. NOC Label c. Berikan terapi cairan IV NaCl 0,9 % dan tanda vital lain.
Termolegulasi pada pasien b. Untuk memantau intake dan output
a. Tidak ada peningkatan suhu kulit d. Monitor adanya komplikasi dari pasien
b. Pasien tidak menggigil hipertermi seperti penurunan c. Terapi cairan IV NaCl 0,9 %
c. Pasien tidak mengalami kesadaran, kejang diberikan pada pasien untuk
dehidrasi e. Anjurkan melakukan kompres memenuhi kebutuhan cairan pasien
d. Suhu pasien dalam rentang hangat untuk menurunkan suhu apabila mengalami dehidrasi
normal (36,5oC - 37oC) tubuh pasien d. Untuk memantau adanya
e. Denyut nadi pasien dalam f. Kolaborasi pemberian antipiretik komplikasi dari hipertermi seperti
rentang normal (paracetamol 500 mg) penurunan kesadaran, kejang
1) Bayi – 1 tahun : 100-160 e. Dilakukan untuk menurunkan suhu
x/menit. Kontrol Infeksi tubuh pasien
2) Anak usia 1-5 tahun : 70-120 a. Monitor tanda dan gejala infeksi f. Kolaborasi pemberian antipiretik
x/menit. b. Lakukan pemeriksaan lab darah (paracetamol 500 mg) dilakukan
Keparahan Infeksi lengkap untuk mengetahui nilai untuk menurunkan demam pasien
a. Sputum purulen berkurang WBC dengan cara farmakologi.
b. Infiltrate pada x-ray dada c. Lakukan pemeriksaan sputum
berkurang dahak Kontrol Infeksi
c. Tidak ada peningkatan leukosit/ d. Lakukan pemeriksaan x-ray dada a. Untuk memantau tanda dan gejala
dalam rentang normal dengan e. Kolaborasi pemberian antibiotic infeksi
usia 3-5 tahun (4.000-12.000) (seperti Amoxicillin oral 40 b. Untuk memantau terjadinya
mg/kgBB/12 jam) peningkatan leukosit pada pasien
c. Untuk mengidentifikasi pathogen
penyebab pneumonia pada pasien
d. Untuk memantau adanya infiltrate
pade x-ray dada pasien
e. Untuk menekan aktivitas bakteri
dengan antibiotik
3 Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan asuhan Tindakan yang dapat diberikan, yaitu: Rasional dari tindakan yang diberikan,
dengan agen pencedera keperawatan selama 1 x 4 jam, NIC Label yaitu:
ditandai dengan pasien diharapkan masalah nyeri akut yang Manajemen Nyeri NIC Label
mengeluh nyeri di dada dan dialami pasien berkurang dengan a. Kaji secara komprehensif terkait Manajemen Nyeri
intensitas nyeri kriteria hasil: nyeri mecakup lokasi, karakteristik, a. Pengkajian karakteristik nyeri
menggunakan intrumen. NOC Label durasi, frekuensi, kualitas, intensitas perlu dilakukan dengan singkat dan
Tingkat Nyeri atau keparahan nyeri, dan faktor sederhana akan tetapi lengkap
a. Nyeri yang dilaporkan pasien presipitasi (pengkajian PQRST). untuk memberikan gambaran
dapat berkurang dari sebelumnya b. Observasi isyarat non-verbal dalam pemilihan intervensi yang
(skala sedang). ketidaknyamanan, khususnya tidak tepat untuk pasien.
b. Nyeri berlangsung tidak lama. mampu dikomunikasikan secara b. Observasi isyarat non-verbal
efektif. diperlukan untuk mengetahui
Kontrol Nyeri c. Gunakan strategi komunikasi respon objektif yang ditunjukkan
a. Pasien dapat mengenali secara terapeutik untuk menyatakan akibat adanya nyeri.
konsisten onset nyeri. pengalaman nyeri dan c. Untuk meningkatkan kenyamanan
b. Pasien dapat menggunakan menyampaikan penerimaan pasien pasien pada perawat.
teknik farmakologi dan non- terhadap respon nyeri. d. Agar pasien mengerti nyeri yang
farmakologi untuk mengurangi d. Berikan informasi mengenai nyeri, dirasakan disebabkan oleh apa.
nyeri secara konsisten. seperti penyebab nyeri. e. Teknik nonfarmakologis digunakan
c. Pasien tidak menunjukkan e. Ajarkan menggunakan teknik non- karena dapat meningkatkan
ekspresi wajah terhadap nyeri. farmakologis (misalnya relaksasi, relaksasi pada pasien, sehingga
d. Tekanan darah pasien normal musik terapi, distraksi, membantu pasien mengatasi nyeri
anak 3-6 tahun (95-110/55-70 pengaplikasian teknik panas/dingin) yang dirasakan.
mmHg). sebelum, setelah, dan jika mungkin f. Peningkatan tekanan darah,
e. Frekuensi denyut nadi pasien selama nyeri berlangsung. respirasi rate, dan denyut nadi
normal (60-100 x/menit). f. Ukur tanda-tanda vital klien. umumnya menandakan adanya
1) Bayi – 1 tahun : 100-160 g. Kolaborasi dalam pemberian peningkatan nyeri yang dirasakan.
x/menit. analgetik sesuai indikasi (Misalnya g. Terapi farmakologi berupa
2) Anak usia 1-5 tahun : 70-120
paracetamol) pemberian analgetik mampu
x/menit.
g. Frekuensi pernapasan pasien membantu mengurangi rasa nyeri.
normal :
1) Bayi (0-12 bulan) : 30-60
x/menit.
2) Balita (1-3 tahun) : 24-40
x/menit.
3) Anak Prasekolah (3-5 tahun)
: 22-34 x/menit.
Daftar Pustaka
Adawiyah, R & Duarsa, ABS. (2012). Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Kejadian Pneumonia Pada Balita Di Puskesmas Susunan Kota
Bandar Lampung Tahun 2012. Jurnal Kedokteran Yarsi 24 (1):
051-068 (2016).
Alcon, A., Fabregas, N., & Torres, A. (2005). Pathophysiology of Pneumonia.
Clinics in Chest Medicine , 39 – 46.
Amin & Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC (Jilid I). Yogyakarta: Mediaction.
Ardiansyah, M. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Diva
Press.
Azhar K, Perwitasari D. (2013). Kondisi fisik rumah dan perilaku dengan
prevalensi TB paru di Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Sulawesi
Utara. Media Litbangkes. 2013; 23 (4):172- 81.
Choyron, VAG. (2015). Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian
Pneumonia Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pedan
Klaten. Naskah Publikasi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Davey, P. (2005). At a glance medicine. Jakarta : Erlangga.
Hockenberry M.J & Wilson D. (2008). Wong’s Clinical Manual of Pediatric
Nursing, 9Th edition. ISBN.
Jain, V., Vashisht, R., Yilmaz, G., & Bhardwaj, A. (2021). Pneumonia Pathology.
In Stat Pearls. Stat Pearls Publishing.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526116/
Jones RN. (2010). Microbial etiologies of hospital-acquired bacterial pneumonia
and ventilator-associated bacterial pneumonia. Clinical Infection
Disease , 51 Suppl 1:S81-7.
Kemenkes RI. (2017). Data dan Informasi Kesehatan Profil Kesehatan Indonesia
2016. Kemenkes RI : Jakarta.
Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita, Vol. 3
(ISSN 2087-1546). 19-21. Diakses pada link
http://www.depkes.go.id/article/view/13010200020/pneumoniabali
ta.html.
Kemenkes, R. (2016). Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Khasanah, M, Suhartono, & Dharminto. (2016). Hubungan Kondisi Lingkungan
Dalam Rumah Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Puring Kabupaten Kebumen. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (E-Journal) Volume 4, Nomor 5, Oktober
2016 (Issn:2356-3346).
Listyowati. (2013). Hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dengan kejadian
pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas Tegal Barat,
Kota Tegal. Jurnal Kesehatan Masyarakat [online].
Misnadiarly. (2008). Penyakit infeksi saluran napas pneumonia pada anak, orang
dewasa, usia lanjut, pneumonia atipik & pneumonia atypik
mycobacterium. Jakarta : Pustaka Obor Populer .
Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan, Salemba Medika, Jakarta.
Ngastiyah. (2015). Perawatan Anak Sakit ed 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran (EGC).
Price, S., & Wilson, L. (2012). Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta : EGC.
Riskesdas. (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan. Diakses pada link dari
http://www.docstoc.com/docs/19707850/Laporan-Hasil-
RisetKesehatan-Dasar-(RISKESDAS)-Nasional-2018.
Sediaoetama, AD. (2008). Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi, Jilid 1.
Jakarta : Dian Rakyat
Setiati, Siti et al. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 6, Jilid 2. Jakarta:
Interna Publishing.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medikal-bedah
Brunner & Suddarth (8th ed., Vol. 1). EGC.
Tana L, Delima, Kristanto AY. (2009). Peranan penggunaan bahan bakar terhadap
katarak pada ibu rumah tangga di Indonesia. Majalah Kedokteran
Indonesia. 2009; 59(8): 363-9.
Teery & Sharon. (2013). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik ed 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
UNICEF. (2018). Pneumonia-UNICEF Data. Diakses tanggal 15 Maret 2021,
pada link https://data.unicef.org/topic/child-
health/pneumonia/html.
Wahid, A. & Imam, S. 2013 .Asuhan Keperawatan pada gangguan sistem
respirasi. Jakarta : CV Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai