Anda di halaman 1dari 30

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pnemonia masih menjadi penyakit terbesar penyebab kematian

anak dan kaum lanjut usia di dunia. World Health Organization (WHO)

tahun 2005 memperkirakan kematian balita akibat pneumonia di seluruh

dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6-2,2 juta, sekitar 70% terjadi di Negara-

negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara. Pada tahun 2005

ada sekitar 303 kasus pneumonia. Tiga perempat kasus pneumonia di

dunia terdapat di 15 negara dan Indonesia menduduki peringkat

keenam(Zairinayati,SKM, 2020)

Pneumonia dari tahunke tahun selalu menduduki peringkat atas

penyebab kematian bayi dan anak balita di Indonesia. Menurut Riskesdas

2007 pnemonia selalu menduduki peringkat kedua setelah diare (15,5%

diantara semua balita), dan selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar

setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa

pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah kesehatan

masyarakat utama yang berkontribusi tingginya angka kematian balita di

Indonesia. Pneumonia balita merupakan salah satu indicator keberhasilan

program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan seperti

tertuang dalam rencana strategis kementrian kesehatan tahun 2010-2014,

ditargetkan persentase penemuan pneumonia pada tahun 2014 adalah

100% (Zairinayati,SKM, 2020)

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan

paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan


dengan proses infeksi akut pada bronkus. Gejala penyakit ini berupa napas

cepat dan napas sesak karena paru meradang secara mendadak (Poetry,

2018)

Berdasarkan Survey Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2001, 27,6%

kematian bayi dan 22,8% kematian balita disebabkan oleh penyakit sistem

respiratorik, terutama pneumonia. Tingginya angka mortalitas dan

morbiditas pneumonia pada anak usia balita di Negara berkembang

dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko, antara lain berat badan lahir

rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang

adekuat, malnutrisi, overerowded, pendidikan orang tua yang rendah, dan

tingginya pajanan terhadap polusi udara(polusi industry atau asap rokok).

Di Indonesia proporsi kematian balita pada umur 1-1 tahun antara lain

diare 25,2%, pneumonia 15,5%, Enterokolitis 10,7%, meningitis 8,8%,

DBD 6,8%, campak 5,8%, tenggelam 4,9%, TB 3,9%, malaria 2,9%,

leukemia 2,9% dan lain-lain 4,9%, namun penelitian tersebut tidak menilai

adanya pengaruh faktor lingkungan rumah seperti kurang sinar matahari

dan ventilasi (Poetry, 2018)

Hasil lapaoran Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun

2007, prevalensi ISPA tertinggi terjadi pada dua tahun (>35%) ISPA

cenderung terjadi lebih tinggi pada kelompok ibu dengan pendidikan dan

tingkat pendapatan rumah tangga yang rendah. Salah satu penyebab

tingginya angka kesakitan dan kematia akibat pneumonia dikarenakan

rendahnya pengetahuan ibu balita mengenai penyakit pneumonia yang

menimpa anaknya (Poetry, 2018)


TINJAUAN TEORI

A. Konsep Medis

a. Definisi

Pneumonia adalah peradangan yang biasanya mengenai

parenkim paru, distal dari bronkiulus terminalis mencangkup

bronkiolus respiratori, alveoli, dan menimbulakn konsolidasi jaringan

paru. Pneumonia adalah keadaan inflamasi akut yang terdapat pada

parenkim paru (bronkiolus dan alveoli paru), penyakit ini merupakan

penyakit infeksi karena ditimbulkan oleh bakteri, virus, atau jamur.

Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang.

Katung-katung kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang.

Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara-

gara inilah, selain penyebab infeksi ke seluruh tubuh, penderita

pneumonia bisa meninggal (Poetry, 2018)

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan

paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan

dengan proses infeksi akut pada bronkus (bronchopneumonia). Gejala

penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena napas paru

meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi

pernapasan sebanyak 60 kali/menit pada anak usia < 2 bulan, 50

kali/menit atau anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40

kali/menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5

tahun (Zairinayati,SKM, 2020)

b. Etiologi
Terjadinya suatu peningkatan kasus penyakit tertentu dan atau

kejadian luar biasa sewaktu-waktu bisa terjadi secara sproratis. Hal ini

terjadi karena berbagai faktor determinan yang sifatnya saling

berintraksi antara satu dengan lainnya. Penyebab utama yaitu belum

sepenuhnya berfungsi sebagaimana harapan, transfortasi yang sulit,

penderita dalam tahap observasi penanganan atau pengobatan drop out,

alokasi dana tidak seiring dengan jadwal yang semestinya

(Zairinayati,SKM, 2020)

Diagnosis etiologi pneumonia pada balita sukar untuk

ditegakkan karena dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan

prosedur pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil yang

memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab

pneumonia. Hanya biakan dari specimen fungsi atau aspirasi paru serta

pemeriksaan specimen fungsi paru merupakan cara yang sensifif untuk

balita akan tetapi fungsi paru merupakan prosedur yang berbahaya dan

bertentangan dengan etika, terutama jika hanya dimaksudkan untuk

penelitian (Joko, 2019)

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme

seperti bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pneumoni komunitas yang

diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan gram positif,

sedangkan pneumonia rumah sakit banyak disebabkan gram negatif.

Dari laporan beberapa kota di Indonesia ditemukan dan pemeriksaan

dahak penderita komunitas adalah bakteri gram negatif. Penyebab


paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan

nosocomial:

1. Yang didapat di masyarakat; streptococcus, pneumonia,

Mycoplasma, pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella

pneumophilo, Chlamydia pneumonia, Anaerab oral, Adenovirus,

influenza tipe A dan B.

2. Yang didapat di rumah sakit; basil usus gram negatif (E, coli,

klebsiella pneumonia). Pseudomonas aeruginosa, staphylococcus

aureus, Anaerab oral (Askar, 2020)

Menurut (Safitri & Suryani, 2022) etiologi pneumonia

a. Bakteri

Pneumonia bakteri didapatkan pada usia lanjut. Organisme

gram positif seperti: Streptococcus pneumonia, S. Aerous, dan

streptococcus pygenesis. Bakteri gram negatif seperti

Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.

b. Virus

Disebabkan virus influenza yang menyebar menyebar

melalui droplet. Penyebab utama pneumonia virus ini yaitu

Cytomegalovirus.

c. Jamur

Disebabkan oleh jamur hitoplasma yang menyebar melalui

udara yang mengandung spora dan ditemukan pada kotoran

burung, tanah serta kompos.

d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya pneumocystis carinii pneumonia

(CPC). Biasanya pada pasien yang mengalami immunosupresi.

Penyebaran infeksi melalui droplet dan disebabkan oleh

streptococcus pneumonia, melalui selang yaitu stapilococcus

aureus dan pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan

enterobacter. Dan bisa terjadi karena kekebalan tubuh dan juga

mempunyai riwayat penyakit kronis (Safitri & Suryani, 2022)

Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia yang dari non

mikroorganisme:

a) Bahan kimia

b) Paparan fisik seperti suhu dan radiasi

c) Merokok

d) Debu, bau-bauan, dan polisi lingkungan (Musdalipah et al.,

2021)

c. Patofisiologi

Menurut pendapat (Musdalipah et al., 2021) kuman masuk

kedalam jaringan paru-paru melalui saluran nafas bagian atas menuju

ke bronkhiolus dan alveolus. Setelah bakteri masuk dapat menimbukan

reaksi peradangan dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein.

Kuman pneumokokusus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen

atau lobus. Eritrosit dan leukosit mengalami peningkatan, sehingga

alveoli penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit, fibrin dan

leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar, paru menjadi tidak


berisi udara. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun sehingga

alveoli penuh dengan leukosit dan eritrosit menjadi sedikit.

Setelah itu paru tampak berwarna abu-abu kekuningan.

Perlahan sel darah merah yang akan masuk ke alveoli menjadi mati

dan terdapat eksudat pada alveolus sehingga membran dari alveolus

akan mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan

proses difusi osmosis oksigen dan berdampak pada penurunan jumlah

oksigen yang dibawa oleh darah. Secara klinis penderita mengalami

pucat sampai sianosis. Terdapatnya cairan purulent pada alveolus

menyebabkan peningkatan tekanan pada paru, dan dapat menurunkan

kemampuan mengambil oksigen dari luar serta mengakibatkan

berkurangkan kapasitas paru (Rigustia et al., 2019)

Proses pathogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu

keadaan (imunitas) pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien

dan lingkungan yang berintraksi satu sama lain. Dalam keadaan sehat,

pada paru tidak akan terjadi akan terjadi pertumbuhan

mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme

pertahanan paru. (Askar, 2020)

d. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis beragam, tergantung pada organisme penebab

dan penyakit pasien (Askar, 2020)

1. Menggigil mendadak dan dengan cepat berlanjut menjadi demam

(38,5 o C sampai 40,5 o C).

2. Nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernapas dan batuk.
3. Pasien yang sakit parah mengalami takipnea berat (25 sampai 45

kali pernapasan/menit) dan dyspnea, prtopnea ketika disangga.

4. Nadi cepat dan memantul, dapat meningkat 10 kali/menit per satu

derajat peningkatan suhu tubuh (Celcius).

5. Bradikardi relativ untuk tingginya demam menunjukkan infeksi

virus, infeksi mikroplasma, atau infeksi organisme Legionella.

6. Tanda lain : infeksi saluran napas atas, sakit kepala, demam derajat

rendah, nyeri pleuritik, myalgia, ruam faringitis, setelah beberapa

hari, sputum mucoid atau mukopurulen dikeluarkan.

7. Pneumonia berat : pipi memerah, bibi dan bantalan kuku

menunjukkan sianosis sentral.

8. Sputum purulent, bewarna seperti katar, bercampur darah, kental,

atau hijau, bergantung pada agen penyebab.

9. Nafsu makan buruk, dan pasien mengalami diaphoresis dan mudah

lelah.

10. Tanda dan gejala pneumonia dapat juga bergantung pada kondisi

utama pasien (misal, yang menjalani terapi imunosupresan, yang

menurunkan resistensi terhadap infeksi

e. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis secara umum untuk pneumonia:

1. Pemberian antibiotic seperti: penicillin, cephalosporin pneumonia

2. Pemberian antipiretik, analgetik, bronkodilator

3. Pemberian oksigen

4. Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi.


Sedangkan untuk penyebab pneumonia bervariasi sehingga

penanganannya pun akan disesuaikan dengan penyebab tersebut.

Selain itu, pengobatan pneumonia tergantung dari tingkat

keparahan gejala yang timbul.

1) Bagi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri

Dengan pemberian antibiotik yang tepat. Pengobatan harus

komplit sampai benar-benar tidak lagi muncul gejala pada

penderita.

2) Bagi pneumonia yang disebabkan oleh virus

Pengobatannya sama dengan pengobatan pada penderita flu.

Yaitu banyak beristirahat dan pemberian nutrisi yang baik untuk

membantu daya tahan tubuh. Sebab bagaimanapun juga virus

akan dikalahkan jika daya tahan tubuh sangat baik.

3) Bagi pneumonia yang disebabkan oleh jamur

Cara pengobatannya akan sama dengan cara mengobati penyakit

jamur lainnya. Hal yang paling penting adalah pemberian obat

anti jamur agar bisa mengatasi pneumonia (Sari et al., 2018)

f. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah:

1. Sinar X

Mengidentifikasi distribusi (missal: lobar, bronchial), luas abses

atau infiltrate, empyema (stapilococcus), dan penyebaran infliltrate.

2. GDA
Jika terdapat penyakit paru biasanya GDA tidak normal tergantung

pada luas paru yang sakit.

3. JDL leukositosis

Sel darah putih rendah karena terjadi inveksi virus, dan kondisi

imun.

4. LED meningkat

Terjadi karena hipoksia volume menurun, tekanan jalan napas

meningkat.

g. Komplikasi

Komplikasi pneumonia meliputi hipoksemia, gagal respratorik, effuse

pleura, empyema abses paru, dan bacteremia, disertai penyebaran

infeksi ke bagian tubuh lain yang menyebabkan meningitis,

endocarditis, dan pericarditis. komplikasi pneumonia pada anak yang

mesti diwaspadai:

1. Gagal Napas

Jika pneumonia sudah masuk dalam tahap berat, risiko

terjadinya gagal napas akan meningkat berkali-kali lipat. Jika

kondisi ini tidak segera mendapatkan penanganan tepat dari pihak

medis, risiko terjadinya kekurangan oksigen yang berujung

kematian mungkin tak bisa dihindari lagi.

2. Bakteremia
Ketika pneumonia sudah memburuk, infeksi akan meluas ke

aliran darah. Akibatnya, proses penyembuhan lebih sulit untuk

dilakukan. Kondisi ini juga bisa menyebabkan kegagalan pada

fungsi organ selain paru-paru, syok septik, dan kemudian

meninggal dunia.

3. Efusi Pleura

Infeksi di paru bisa menyebabkan penumpukan cairan di

selaput pleura, yaitu selaput tipis yang melapisi bagian luar paru-

paru dan bagian di dalam tulang rusuk Semakin banyak cairan

yang ada di paru-paru, semakin sesak pula laju pernapasan pasien.

Lama-kelamaan, kondisi ini bisa menyebabkan tubuh kekurangan

oksigen dan berujung pada hilangnya nyawa pasien (Sari et al.,

2018)

B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang

dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat

data dasar tentang klien, dan membuat catatan tentang respons

kesehatan klien. Dengan demikian hasil pengkajian dapat mendukung

untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien dengan baik dan tepat.

Tujuan dari dokumentasi pada intinya untuk mendapatkan data yang

cukup untuk menentukan strategi perawatan. Dikenal dua jenis data

pada pengkajian yaitu data objektif dan subjektif. Perawat perlu


memahami metode memperoleh data. Dalam memperoleh data tidak

jarang terdapat masalah yang perlu diantisipasi oleh perawat. Data hasil

pengkajiian perlu didokumentasikan dengan baik (Zairinayati,SKM,

2020)

a. Usia : Pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus

terbanyak terjadi pada anak berusia di bawah 3 tahun.

b. Keluhan utama : Saat dikaji biasanya penderita bronkopneumonia

mengeluh sesak nafas.

c. Riwayat penyakit sekarang : Pada penderita bronkopneumonia

biasanya merasakan sulit untuk bernafas, dan disertai dengan batuk

berdahak, terlihat otot bantu pernafasan, adanya suara nafas

tambahan, penderita biasanya juga lemah dan tidak nafsu makan,

kadang disertai diare.

d. Riwayat penyakit dahulu : Anak sering menderita penyakit saluran

pernafasan bagian atas, memiliki riwayat penyakit campak atau

pertussis serta memiliki faktor pemicu bronkopneumonia misalnya

riwayat terpapar asap rokok, debu atau polusi dalam jangka

panjang.

e. Pemeriksaan fisik :

1) Inspeksi

Perlu diperhatikannya adanya sianosis, dispneu, pernafasan

cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula non produktif

menjadi produktif, serta nyeri dada pada saat menarik nafas.

Batasan takipnea pada anak 2 bulan-12 bulan adalah 50


kali/menit atau lebih, sementara untuk anak berusia 12 bulan-5

tahun adalah 40 kali/menit atau lebih. Perlu diperhatikan

adanya tarikan dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada

pneumonia berat, tarikan dinding dada ke dalam akan tampak

jelas (Poetry, 2018)

2) Palpasi

Fremitus biasanya terdengar lemah pada bagian yang terdapat

cairan atau secret, getaran hanya teraba pada sisi yang tidak

terdapat secret.

3) Perkusi

Normalnya perkusi pada paru adalah sonor, namun untuk kasus

bronkopneumonia biasanya saat diperkusi terdengar bunyi

redup.

4) Auskultasi

Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara

mendekatkan telinga ke hidung atau mulut bayi. Pada anak

pneumonia akan terdengar stridor, ronkhi atau wheezing.

Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas akan

berkurang, ronkhi halus pada posisi yang sakit, dan ronkhi

basah pada masa resolusi. Pernafasan bronkial, egotomi,

bronkoponi, kadangkadang terdengar bising gesek pleura.

f. Riwayat kehamilan dan persalinan:

1) Riwayat kehamilan: penyakit injeksi yang pernah diderita ibu

selama hamil, perawatan ANC, imunisasi TT.


2) Riwayat persalinan: apakah usia kehamilan cukup, lahir

prematur, bayi kembar, penyakit persalinan, apgar score.

g. Riwayat sosial

Siapa pengasuh klien, interaksi social, kawan bermain, peran ibu,

keyakinan agama/budaya.

h. Kebutuhan dasar

1) Makan dan minum : Penurunan intake, nutrisi dan cairan, diare,

penurunan BB, mual dan muntah

2) Aktifitas dan istirahat : Kelemahan, lesu, penurunan aktifitas,

banyak berbaring 3) BAK Tidak begitu terganggu

3) Kenyamanan : Malgia, sakit kepala

4) Higiene : Penampilan kusut, kurang tenaga (Poetry, 2018)

i. Pemeriksaan tingkat perkembangan

1. Motorik kasar: setiap anak berbeda, bersifat familiar, dan dapat

dilihat dari kemampuan anak menggerakkan anggota tubuh.

2. Motorik halus: gerakkan tangan dan jari untuk mengambil

benda, menggengggam, mengambil dengan jari, menggambar,

menulis dihubungkan dengan usia.

3. Data psikologis

1) Anak

Krisis hospitalisasi, mekanisme koping yang terbatas

dipengaruhi oleh: usia, pengalaman sakit, perpisahan, adanya

support, keseriusan penyakit.


2) Orang tua

Reaksi orang tua terhadap penyakit anaknya dipengaruhi oleh :

a) Keseriusan ancaman terhadap anaknya

b) Pengalaman sebelumnya

c) Prosedur medis yang akan dilakukan pada anaknya

d) Adanya suportif dukungan

e) Agama, kepercayaan dan adat

f) Pola komunikasi dalam keluarga (Askar, 2020)

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan

respons manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari

individu atau kelompok, dimana perawat secara akuntabilitas dapat

mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk

menjaga status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan

merubah. Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai

seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah

kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa

keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan

asuhan keperawatan, sangat perlu untuk didokumentasikan dengan

baik (Sari et al., 2018)

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme

jalan nafas

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas


c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan

membrane alveolus-kapiler (Nurhayati et al., 2022)

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan

oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis

untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (SIKI DPP PPNI

2018) (Nurhayati et al., 2022)

Tujuan dan Kriteria Intervensi


No. Diagnosis Keperawatan
hasil Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan Observasi

efektif berhubungan tindakan keperawatan a. Identifikasi

dengan spasme jalan selama 1x24 jam kemampuan

napas diharapkan kriteria batuk

hasil: b. Monitor

a. Batuk efektif adanya

b. Produksi sputum retensi

menurun sputum

c. Mengi menurun c. Monitor

d. Wheezing menurun tanda dan

e. Dispnea menurun gejala

f. Ortopnea menurun infeksi

g. Gelisah menurun saluran

h. Frekuensi napas napas

membaik d. Monitor

i. Pola napas membaik pola napas

(frekuensi,
kedalaman,

usaha

napas)

e. Auskultasi

bunyi napas

Terapeutik

f. Atur posisi

semi fowler

atau fowler

g. Berikan

minum

hangat

h. Lakukan

fisioterapi

dada, jika

perlu

i. Berikan

oksigen,

jika perlu

Edukasi

j. Jelaskan

tujuan dan

prosedur

batuk

efektif

k. Ajarkan
teknik

batuk

efektif

l. Anjurkan

batuk

dengan kuat

langsung

setelah tarik

napas

dalam yang

ke-3

Kolaborasi

m. )

Kolaborasi

pemberian

bronkodilat

or,

mukolitik

atau

ekspektoran

, jika perlu

2. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan Observasi

berhubungan dengan tindakan keperawatan a. Monitor

hambatan upaya napas selama 1x24 jam bunyi napas

diharapkan kriteria b. Monitor

hasil: sputum
a. Tekanan ekspirasi c. Monitor

meningkat frekuensi,

b. Tekanan inspirasi irama,

meningkat kedalaman

c. Dispnea menurun dan upaya

d. Penggunaan otot napas

bantu napas d. Monitor

menurun kemampuan

e. Frekuensi napas batuk

membaik efektif

f. Kedalaman napas e. Monitor

membaik adanya

sumbatan

jalan napas

f. Palpasi

kesimetrisa

n ekspansi

paru

g. Monitor

saturasi

oksigen

Edukasi

h. Anjurkan

asupan

cairan 2000

ml/hari, jika

tidak
kontraindik

asi

i. Ajarkan

teknik

batuk

efektif

3. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Observasi

berhubungan dengan tindakan keperawatan a. Monitor

perubahan membrane selama 1x24 jam frekuensi,

alveolus-kapiler diharapkan kriteria irama,

hasil: kedalaman

a. Dispnea menurun dan upaya

b. Bunyi napas napas

tambahan menurun b. Monitor

c. Napas cuping pola napas

hidung menurun (seperti

d. PCO2 membaik bradipnea,

e. PO2 membaik takipnea,

f. Takikardi membaik hiperventila

g. Ph arteri membaik si,

kussmaul,

cheyne-

stokes, biot,

ataksik)

c. Monitor

adanya
sumbatan

jalan napas

d)

Auskultasi

bunyi napas

d. Monitor

saturasi

oksigen

e. Monitor

nilai AGD

f. Monitor

hasil x-ray

thoraks

g. Monitor

kecepatan

aliran

oksigen

h. Monitor

integritas

mukosa

hidung

akibat

pemasangan

oksigen

Terapeutik

i. Tetap

berikan
oksigen saat

pasien

ditransporta

si

Kolaborasi

j. Kolaborasi

penentuan

dosis

oksigen

k. Kolaborasi

penggunaan

oksigen saat

aktivitas

dan/atau

tidur

4. Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan Manajemen

dengan proses penyakit tindakan keperawatan Nutrisi

selama 1x24 jam a. Identifikasi

diharapkan kriteria penyebab

hasil: hipertermia

a. Menggigil menurun b. Monitor

b. Kulit merah tanda-tanda

menurun vital

c. Kejang menurun c. Monitor

d. Pucat menurun suhu tubuh

e. Takikardi menurun anak tiap


f. Takipnea menurun dua jam,

g. Bradikardi menurun jika perlu

h. Hipoksia menurun i) d. Monitor

Suhu tubuh intake dan

membaik output

i. Suhu kulit membaik cairan

j. Tekanan darah e. Monitor

membaik warna dan

suhu kulit

f. Monitor

komplikasi

akibat

hipertermia

Terapeutik

g. Sediakan

lingkungan

yang dingin

h. Longgarkan

atau

lepaskan

pakaian

i. Basahi dan

kipasi

permukaan

tubuh

j. Tingkatkan

asupan
cairan dan

nutrisi yang

adekuat

k. Berikan

cairan oral

l. Ganti linen

setiap hari

jika

mengalami

keringat

berlebih

m. Lakukan

pendinginan

eksternal

(mis.

kompres

dingin pada

dahi, leher,

dada,

abdomen,

aksila

Edukasi

n. Anjurkan

tirah baring

o. Anjurkan

memperban
yak minum

Kolaborasi :

p. Kolaborasi

pemberian

antipiretik,

jika perlu

q. Kolaborasi

pemberisn

antibiotik,

jika perlu

4. Evaluasi

Menurut setiadi (2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan

keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang

sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang

telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan

melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Terdapa dua

jenis evaluasi:

a. Evaluasi Formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan

hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera

setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna

menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.

Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal

dengan istilah SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis data dan

perencanaan.
1) S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali

pada klien yang afasia

2) O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan

oleh perawat.

3) A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang

dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.

4) P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan

tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan

datang dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.

b. Evaluasi Sumatif (Hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua

aktivitas proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini

bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan

yang telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait

dengan pencapaian tujuan keperawatan (Setiadi, 2012), yaitu:

1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan

perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau

klien masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien

menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah

ditetapkan.

3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien

hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan

sama sekali (Nurhayati et al., 2022)


DAFTAR PUSTAKA

Askar, M. (2020). Patofisiologi untuk teknologi laboratorium medis.

Joko, S. (2019). Penyembuh gangguan sistem pernapasan (Ketiga). B FIRST.

Musdalipah, Setiawan, M. A., & Santi, E. (2021). ANALISIS EFEKTIVITAS

BIAYA ANTIBIOTIK SEFOTAXIME DAN GENTAMISIN PENDERITA


PNEUMONIA PADA BALITA DI RSUD KABUPATEN BOMBANA

PROVINSI SULAWESI TENGGARA. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina.

Nurhayati, S., Suryani, R. L., Cahyaningrum, E. D., & Nony. (2022). Fisioterapi

dada untuk mengatasi masalah bersihan jalan nafas tidak efektif pada

penderita pneumonia. Jurnal Altifani, vol.2 no. https://doi.org/10..25008

Poetry, I. (2018). Penyakit infeksi saluran napas pneumonia pada anak, orang

dewasa, usia lanjut, pneumonia atipik & pneumonia atypik mycobacterium

(Edisi keem). Pustaka Obor Populer.

Rigustia, Zeffira, & Vani, A. (2019). Faktor Risiko yang Berhubungan dengan

Kejadian Pneumonia pada Balita Di Puskesmas Ikur Koto Kota Padang.

Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, Vol.1 no.1.

Safitri, R. wardana, & Suryani, R. lintang. (2022). Batuk efektif untuk mengurangi

sesak nafas dan sekret pada anak dengan diagnosa pneumonia. vol.3 no.4.

Sari, D. kurnia, Rahardjo, M., & Joko, T. (2018). HUBUNGAN KONDISI

LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA

PADA ANAK BALITA DI KECAMATAN PACITAN KABUPATEN

PACITAN. Jurnal Kesehatan Masyarakat, vol.6 no.6.

Zairinayati,SKM, M. K. (2020). Lingkungan fisik rumah dan penyakit pneumonia.

Pascal Books.

Anda mungkin juga menyukai