Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

“PNEUMONIA ANAK”

Disusun untuk memenuhi tugas Pendidikan Profesi Ners

Departemen Anak

Disusun oleh:

Gioni Arthur Ascentis

200070300111028

Kelompok 3A

PROGRAM STUDI NERS JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2020
A. Definisi
Pneumonia adalah bentuk infeksi pernapasan akut yang menyerang paru-paru.
Paru-paru terdiri dari kantung-kantung kecil yang disebut alveoli, yang mengisi
dengan udara ketika orang yang sehat bernafas. Ketika seseorang menderita
pneumonia, alveoli dipenuhi dengan lendir atau cairan, yang membuat pernafasan
terasa menyakitkan dan membatasi asupan oksigen. Tanda – tanda bahwa balita
mengalami pneumonia adalah terjadi peningkatan frekuensi nafas sehingga anak
tampak sesak. Selain itu, jika diamati pada daerah dada tampak tarikan dinding dada
bagian bawah setiap kali anak menarik nafas (Kaswandani, 2017).
Menurut Fadli (2020), Pneumonia adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh
berbagai kuman (virus, bakteri, jamur, dan parasit), tetapi paling sering oleh virus.
Infeksi ini mengakibatkan kantung udara di paru-paru yang disebut alveolus menjadi
terisi dengan nanah dan cairan lain. Hal ini menyulitkan oksigen untuk mencapai
aliran darah. Anak-anak berisiko lebih besar terkena pneumonia karena sistem
kekebalan tubuh mereka belum sepenuhnya berkembang. Apalagi anak-anak yang
kekurangan gizi atau bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif.
Menurut Utari (2019), Pneumonia adalah suatu infeksi yang menyerang paru-paru,
dan menyebabkan penderitanya mengalami berbagai gejala, seperti sesak napas
dan batuk-batuk. Pneumonia sering disebut sebagai penyakit paru-paru basah dan
umumnya muncul pada anak usia balita. Kasus pneumonia pada anak tingkat
keparahannya bisa beragam, dari ringan hingga berat.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pneumonia pada anak
merupakan infeksi pernafasan akut yang menyerang paru-paru anak, disebabkan
oleh berbagai kuman dan mengakibatkan alveoli dipenuhi dengan lendir atau cairan
sehingga membuat pernafasan terasa menyakitkan dan membatasi asupan oksigen.
Kasus pneumonia pada anak tingkat keparahannya bisa beragam, dari ringan hingga
berat.

B. Etiologi dan Faktor Resiko

ETIOLOGI

a. Bakteri
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia
lanjut. Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme gram-positif atau
gramnegatif seperti: Steptococcus pneumoniae (pneumokokus), Streptococcus
piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumoniae, Legionella dan lain-lain.
Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus
pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh
menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan
menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi,
berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat cepat
(Misnadiarly, 2008).
b. Virus
Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Influenzae
virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus, chicken-pox (cacar
air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes simpleks, Virus insial pernapasan,
hanta virus dan lain-lain. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah
Respiratory Syncial Virus (RSV).Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang
saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu
pneumonia.Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat
dan sembuh dalam waktu singkat.Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus
influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly,
2008).
c. Mikoplasma
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada
manusia.Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski
memiliki karakteristik keduanya.Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat
ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling
sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah,
bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008).
d. Protozoa
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis.Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP).Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang
prematur.Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai
beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari.Diagnosis pasti
ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal
dari paru (Djojodibroto, 2009).
e. Fungi
Pneumonia fungi yang terjadi sering diakibatkan oleh adanya jamur Aspergilus,
Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma kapsulatum dan lain-lain.
f. Bahan Lain Non Infeksi
Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga dapat diakibatkan oleh adanya agen
non infeksi seperti aspirasi lipid, zat-zat kimia, polutan, allergen dan radiasi.Selain itu
juga dapat diakibatkan oleh konsumsi obat seperti nitofurantoin, busulfan dan
metotreksat.

FAKTOR RESIKO
Faktor risiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian: (PDPI, 2003):
1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh
Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme, azotemia),
perawatan di rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur, perokok, intubasi
endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid, pengobatan antibiotik,
waktu operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik, infeksi berat di luar paru dan
cidera paru akut (acute lung injury) serta bronkiektasis
2. Faktor eksogen adalah :
a. Pembedahan :
Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis pembedahan,
yaitu torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan operasi abdomen bawah
(5%).
b. Penggunaan antibiotik :
Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik yang aktif
terhadap Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di saluran
pencernaan.Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan penisilin mempengaruhi
flora normal di orofaring dan saluran pencernaan.Sebagaimana diketahui
Streptococcus merupakan flora normal di orofaring melepaskan bacterocins yang
menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif. Pemberian penisilin dosis tinggi
akan menurunkan sejumlah bakteri gram positif dan meningkatkan kolonisasi bakteri
gram negatif di orofaring.
c. Peralatan terapi pernapasan
Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa dan
bakteri gram negatif lainnya sering terjadi.
d. Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi enteral
Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di lambung karena asam
lambung dengan pH < 3 mampu dengan cepat membunuh bakteri yang tertelan.
Pemberian antasid / penyekat H yang mempertahankan pH > 4 menyebabkan
2
peningkatan kolonisasi bakteri gram negatif aerobik di lambung, sedangkan larutan
enteral mempunyai pH netral 6,4 - 7,0.
e. Lingkungan rumah sakit
 Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan prosedur
 Penatalaksanaan dan pemakaiaan alat-alat yang tidak sesuai prosedur, seperti alat
bantu napas, selang makanan, selang infus, kateter dll
 Pasien dengan kuman MDR tidak dirawat di ruang isolasi

Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita (Depkes,
2004), diantaranya :
a. Faktor risiko yang terjadi pada balita
Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat ringannya
penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :
1) Status gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia.Tingkat
pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi
adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan
kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia
2) Status imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita
umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari
penyakit.Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan
imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita (Depkes RI,
2004).Salah satu strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian
akibat pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi.Melalui imunisasi diharapkan
dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapapat dicegah
dengan imunisasi.
3) Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan makanan
bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena dapat
mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk
menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia pada
balita
4) Umur Anak
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia.Risiko
untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan
yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum
sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit.

b. Faktor Lingkungan
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko
terjadinya pneumonia.Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak
mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan
berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal
dari tempat yang kotor tersebut (Depkes RI, 2004), yang berpengaruh diantaranya :
1. Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara kotor
dari ruangan yang tertutup.Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan
dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan
media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen
2. Polusi Udara
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh polusi di
dalam dapur.Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terhadap kejadian
pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat disebabkan oleh
karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran
yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor.

C. Klasifikasi

Hariadi (2010) membuat klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemilogi serta
letak anatomi.
a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi
1) Pneumonia Komunitas (PK) adalah pneumonia infeksius pada seseorang yang
tidak menjalani rawat inap di rumah sakit.
2) Pneumonia Nosokomial (PN) adalah pneumonia yang diperoleh selama
perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain atau prosedur.
3) Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari lambung, baik
ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada paru bukan merupakan
infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena bahan teraspirasi mungkin
mengandung bakteri aerobic atau penyebab lain dari pneumonia.
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia yang terjadi
pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi
1) Pneumonia lobaris Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian
besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal
sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”.
2) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) Bronkopneumonia terjadi pada ujung
akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk
bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya.
3) Pneumonia interstisial Proses implamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar
(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular (Wong, 2004)

Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Etiologinya (Amin, 1989)


Grup Penyebab Tipe Pneumonia
Bakteri Streptokokus pneumonia Pneumoni bakterial
Streptokokus piogenesis
Stafilokokus aureus
Klebsiela pneumonia
Eserikia koli
Yersinia pestis

Aktinomisetes Aktinomisetes Israeli Aktinomisetes pulmonal


Nokardia asteroides Nokardia pulmonal
Fungi Kokidioides imitis Kokidioidomikosis
Histoplasma kapsulatum Histoplasmosis
Blastomises dermatitidis Blastomikosis
Aspergilus Aspergilosis
Fikomisetes Mukormikosis
Riketsia Koksiela burneti Q fever
Klamidia Chlamydia trachomatis Chlamydial Pneumonia
Mikoplasma Mikoplasma pneumonia Pneumonia mikoplasmal
Virus Influenza virus, adeno Pneumonia virus
Virus respiratory
Syncytial
Protozoa Pneumositis karini Pneumonia pneumosistis
(pneumonia plasma sel)

D. Patofisiologi

Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada


beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi.
Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus
dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru,
partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan
mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan
juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya
dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.

Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah


mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi imun
didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan anak
mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel saluran napas.
Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat
mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang
normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus
tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan
pneumonia virus.

Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme


pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran
napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan
normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu
orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia
bakterialis dan virus ( contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr,
virus herpes simpleks ) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari
sumber terlokalisir atau bakteremia/viremia generalisata.

Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi


akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli
menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan
klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada
struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke
dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk
mencegah infeksi dan terdiri dari:
1. Susunan anatomis rongga hidung

2. Jaringan limfoid di naso-oro-faring

3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sek¬ ret fiat
yang dikeluarkan oleh set epitel tersebut.

4. Refleks batuk

5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi.

6. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.

7. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari imu¬


noglobulin A (IgA).

Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau
tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang
mem¬pengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan badan yang menurun,
misal¬nya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, faktor iatrogen
seperti trauma pada paru, anestesia, aspirasi, pengobatan dengan antibiotika yang
tidak sempurna.

E. Manifestasi Klinis

Gejala pneumonia pediatrik bergantung pada penyebab infeksi dan beberapa faktor
lain, termasuk usia dan kesehatan umum anak. Nafas cepat, suhu tinggi, dan batuk
adalah tiga dari tanda-tanda kondisi yang paling umum (ADA, 2020).
Gejala berdasarkan usia anak:
1. Bayi baru lahir
Bayi baru lahir adalah satu-satunya kelompok usia yang jarang mengalami batuk
akibat langsung dari pneumonia. Gejala yang paling umum adalah mudah rewel dan
tidak minum ASI dengan benar. Anak seusia ini juga dapat menunjukkan:
a. Napas cepat yang tidak normal
b. Sesak napas
c. Suara mendengkur
2. Gejala pada bayi berusia di atas satu bulan
Setelah bayi berusia lebih dari satu bulan, gejala pneumonia yang paling mencolok
adalah batuk. Semua gejala yang mempengaruhi bayi baru lahir mungkin akan
muncul juga, meskipun dengkuran menjadi kurang umum seiring dengan
bertambahnya usia bayi. Gejala pneumonia lain yang terdapat pada bayi seusia ini
meliputi:
a. Kongesti, didefinisikan sebagai akumulasi cairan di paru-paru, mengakibatkan
gangguan pertukaran gas dan hipoksemia arteri.
b. Mengi atau napas berat
c. Demam, terutama selama pneumonia yang disebabkan oleh infeksi bakteri
3. Balita dan anak prasekolah
Demam dan batuk adalah gejala paling umum pada anak di atas satu tahun. Gejala
khas lainnya termasuk:
a. Napas cepat yang tidak normal
b. Kongestion, didefinisikan sebagai akumulasi cairan di paru-paru, mengakibatkan
gangguan pertukaran gas dan hipoksemia arteri.
c. Muntah, terutama setelah batuk
4. Anak-anak yang lebih dari 4 tahun
Demam dan batuk tetap menjadi tanda pneumonia yang paling umum pada anak-
anak usia sekolah. Mereka mungkin juga mengeluhkan gejala-gejala berikut:
a. Nyeri dada
b. Kelelahan
c. Sakit perut yang tidak jelas
Gejala pneumonia lain yang mungkin terjadi pada usia ini meliputi:
a. Muntah
b. Diare
c. Sakit tenggorokan
d. Sakit telinga

F. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi,
suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala
dan tanda pneumonia lebih beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan
auskultasi paru umumnya tidak ditemukan kelainan.
Pemeriksaan penunjang:
a.Pemeriksaan rontgen thorax
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan
bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru.
Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.
b Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumonia viral dan bakterial. Infeksi virus
leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3) dengan neutrofil yang
predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan
LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan
pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan (Bennete, 2013).
c. Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis pada pneumonia anak tidak perlu dilakukan, kecuali
pada pneumonia yang berat dan memerlukan rawat inap di rumah sakit. Spesimen
pemeriksaan ini bisa diambil dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus,
aspirasi paru, darah, dan pungsi paru. Diagnosis definitif bila kuman ditemukan dari
aspirasi paru, cairan pleura, dan darah.

G. Penatalaksanaan

Pada KEMKES (2010) disampaikan bahwa Gejala pneumonia bervariasi tergantung


pada umur penderita dan penyebab infeksinya. Pneumonia karena infeksi bakteri
biasanya menyebabkan anak sakit berat mendadak dengan demam tinggi dan napas
cepat. Infeksi karena virus umumnya lebih gradual dan bisa memburuk setiap saat.
Gejala - gejala yang sering ditemui pada anak dengan pneumonia adalah napas
cepat dan sulit bernapas, batuk, demam, menggigil, sakit kepala, nafsu makan
hilang, dan mengik. Balita yang menderita pneumonia berat bisa mengalami
kesulitan bernafas, sehingga dadanya bergerak naik turun dengan cepat atau tertarik
ke dalam saat menarik napas/inspirasi yang dikenal sebagai “lower chest wall
indrawing”. Gejala pada anak usia muda bisa berupa kejang, kesadaran menurun,
suhu turun (hipotermia), tidak bereaksi (letargi) dan minum terganggu. Diagnosis
pneumonia dipastikan dengan foto dada (X-ray) dan uji laboratorium, namun pada
tempat-tempat yang tidak mampu melaksanakannya, kasus dugaan pneumonia
dapat ditetapkan secara klinis dari gejala klinis yang ada. Pedoman untuk temuan
kasus pneumonia dari WHO telah ada sehingga dengan cara yang sederhana dan
mudah, pemberi pelayanan dapat berperan penting dalam mengenal secara dini
gejala pneumonia pada balita dan memberikan pengobatan secara tepat.
Pelaksanakan tatalaksana pneumonia secara efektif telah diteliti di banyak negara
berkembang akan menurunkan kejadian dan kematian karena pneumonia. Hal yang
penting untuk diperhatikan adalah apabila seorang anak batuk dan sulit bernapas,
untuk mencegah menjadi berat dan kematian, anak tersebut harus segera
mendapatkan pertolongan sesuai dengan pedoman tatalaksana.

Tabel 1. Pedoman Tatalaksana Kasus Pneumonia Pada Anak

(*) Disebut napas cepat, apabila:

 Anak usia < 2 bulan bernapas 60 kali atau lebih per menit
 Anak usia 2 bulan sampai 11 bulan bernapas 50 kali atau lebih per menit
 Anak usia 12 bulan sampai 5 tahun bernapas 40 kali atau lebih per menit

Menurut ICHRC (2016) tatalaksana anak yang dirawat di rumah sakit dengan
pneumonia adalah sebagai berikut :

1. Terapi Antibiotik
 Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam), yang harus
dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi respons yang
baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah atau di
rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari
berikutnya.
 Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat
(tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya, kejang,
letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat) maka ditambahkan
kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
 Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
 Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali sehari).
 Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto dada.
 Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5
mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau
klindamisin (15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik,
lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai secara
keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.
2. Terapi Oksigen
 Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat
 Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen (berikan
pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen yang cukup).
Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada anak yang stabil.
Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Pemberian oksigen
setelah saat ini tidak berguna
 Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal. Penggunaan nasal
prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan oksigen pada bayi muda.
Masker wajah atau masker kepala tidak direkomendasikan. Oksigen harus tersedia
secara terus-menerus setiap waktu. Perbandingan terhadap berbagai metode
pemberian oksigen yang berbeda dan diagram yang menunjukkan penggunaannya
terdapat pada bagian 10.7
 Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit) tidak ditemukan lagi.
 Perawat sebaiknya memeriksa sedikitnya setiap 3 jam bahwa kateter atau prong
tidak tersumbat oleh mukus dan berada di tempat yang benar serta memastikan
semua sambungan baik.
 Sumber oksigen utama adalah silinder. Penting untuk memastikan bahwa semua alat
diperiksa untuk kompatibilitas dan dipelihara dengan baik, serta staf diberitahu
tentang penggunaannya secara benar.

Pada pneumonia ringan dimana anak di rawat jalan maka tatalaksana yang diberikan
adalah (IHRC, 2016):

 Beri antibiotik: Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari atau
Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV
diberikan selama 5 hari.

Tindak lanjut
 Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali
anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk atau tidak
bisa minum atau menyusu.

Ketika anak kembali:

 Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan


membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.
 Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu makan tidak ada perubahan, ganti ke
antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi.
 Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai
pedoman.

H. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi dengan adanya Penumonia adalah:

 Pleurisy: inflamasi pada pleura


 Efusi pleura: adanya cairan dalam rongga pleura
 Atelectasis: alveoli kolaps atau tidak adanya udara dalam alveoli. Sering terjadi pada
pneumonia dengan bakteri Streptococcus pneumonia dan Haemphilus influenza
 Bakterimia: infeksi bakteri dalam darah
 Empyema: akumulasi eksudat purulen pada rongga pleura
 Pericarditis: terjadi akibat penyebaran infeksi organisme yang menginfeksi pleura via
rute hematogenous ke pericardium
 Sepsis: dapat terjadi ketika akteri dalam alveolus masuk ke dalam sistem aliran
darah
 Acute respiratory failure: kegagalan dalam pertukaran oksigen dengan
karbondioksida. Hal ini menjadi penyebab nomor satu pasien meninggal dengan
penumonia
 Pneumothrax: dapat terjadi ketika udara terjebak dalam longga pleura dan
menyebabkan paru-paru kolaps.

I. Pencegahan

Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit pneumonia:


a. Perawatan selama masa kehamilan
Untuk mencegah risiko bayi dengan berat badan lahir rendah, perlu gizi ibu
selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup bagi
kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta pencegahan
terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi selama kehamilan.
b. Perbaikan gizi balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena
malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi neonatal sampai
umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak terkontaminasi serta
mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat memberikan perlindungan dan
ketahanan terhadap infeksi virus dan bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat
ASI secara ekslusif lebih tahan infeksi dibanding balita yang tidak mendapatkannya.
c. Memberikan imunisasi lengkap pada anak
Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi
yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9 bulan, imunisasi
DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan
dan 4 bulan.
d. Memeriksakan anak sedini mungkin apabila terserang batuk
Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai
untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk yang disertai
dengan napas cepat/sesak napas.5. Mengurangi polusi di dalam dan di luar rumah.
Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap diturunkan
dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa balita ke dapur serta
membuat lubang ventilasi yang cukup. Selain itu asap rokok, lingkungan tidak
bersih, cuaca panas, cuaca dingin, perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai
faktor yang memberi kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.
e. Menjauhkan balita dari penderita batuk
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran
pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang penyakit batuk.
Udara napas seperti batuk dan bersin-bersin dapat menularkan pneumonia pada
orang lain. Karena bentuk penyakit ini menyebar dengan droplet, infeksi akan
menyebar dengan mudah. Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya
penyakit saluran napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan
menderita salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar
mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.
f. Mengurangi minum alkohol
Mengurangi minum alkohol dapat membantu dalam mengatasi hidrasi. Hal ini
juga membantu melawan pneumonia. Obat penurun demam, contohnya
acetaminophen (Tylenol) atau ibuprofen (Advil) mungkin juga dapat membantu agar
lebih baik.
g. Latihan Nafas
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas dalam
dan terapi untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah terjadinya
pneumonia. (Jeremy, 2005)

J. Epidemiologi
Pneumonia membunuh lebih banyak anak daripada penyakit menular lainnya,
merenggut nyawa lebih dari 800.000 anak balita setiap tahun, atau sekitar 2.200
setiap hari. Ini termasuk lebih dari 153.000 bayi baru lahir (Chan & Lake, 2012).
Salah satu penyebab kematian tertinggi akibat penyakit infeksi pada anak usia balita
adalah penyakit pneumonia (WHO-UNICEF, 2009). Data dari (Kemenkes, 2018)
menunjukkan jumlah balita yang mengalami pneumonia 505.331, terdiri atas 167.665
kasus pneumonia pada balita usia >1 tahun dan 337.666 pada balita usia 1 – 4
tahun. Jumlah kematian balita akibat pneumonia pada tahun 2018 mencapai 425
balita.
Pneumonia menyumbang 16% dari 5,9 juta kematian balita di dunia dan menjadi
penyebab 920.136 anak-anak meninggal dunia di tahun 2015 (WHO, 2016)
sedangkan di Indonesia pada tahun 2015 angka kejadian pneumonia pada balita
yang ditemukan dan ditangani sebanyak 554.650 kasus dari target penemuan kasus
sebanyak 874.195 (63,45%). Angka kematian akibat pneumonia pada balita tahun
2015 sebesar 0,16% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2014 sebesar 0,08%
(Kemenkes RI, 2015& 2016). Berdasarkan kelompok umur, period prevalence
pneumonia yang tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun, period prevalence
pneumonia balita di Indonesia adalah 18,5 per mil (Kemenkes RI, 2013).

K. Pathway
L. Askep umum
1. Pengkajian
a. Data demografi
b. Riwayat Masuk, Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas,
cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran kadang sudah
menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang demam (seizure).
c. Riwayat Penyakit Dahulu, Predileksi penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA,
influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum diketahui adanya
penyakit Pneumonia. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan
dapat memperberat klinis penderita
d. Pengkajian :
- Sistem Integumen : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
- Sistem Pulmonal : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat,
terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,
- Sistem Cardiovaskuler : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi,
kualitas darah menurun
- Sistem Neurosensori : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
- Sistem Musculoskeletal : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru
dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
- Sistem genitourinaria : produksi urine menurun/normal,
- Sistem digestif : konsistensi feses normal/diare

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan Pertukaran Gas berhubungan dengan Gangguan pengiriman oksigen.
b. Infeksi, Resiko Tinggi Terhadap (penyebaran) berhungan dengan
Ketidakadekuatan pertahanan utama.
c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan pembentukan edema.

DIAGNOSA
N
KEPERAWATA KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
O
N
1. Kerusakan a. Menunjukkan a. Kaji frekuensi, a. Manifestasi
pertukaran gas perbaikan ventilasi kedalaman, dan distres
berhubungan dan oksigenasi kemudahan pernapasan
dengan jaringan dengan bernapas tergantung
gangguan GDA dalam rentang b. Tinggikan kepala pada/indikasi
pengiriman normal dan tak ada dan dorong derajat
oksigen. gejala distres sering mengubah keterlibatan paru
pernapasan. posisi, napas dan status
b. Berpartisipasi pada dalam, dan batuk kesehatan
tindakan untuk efektif. umum
memaksimalkan c. Pertahankan b. Tindakan ini
oksigenasi. istirahat tidur. meningkatkan
Dorong inspirasi
menggunakan maksimal,
teknik relaksasi meningkatkan
dan aktivitas pengeluaran
senggang sekret untuk
d. Observasi memperbaiki
penyimpangan ventilasi
kondisi, catat c. Mencegah
hipotensi terlalu lelah dan
banyaknya menurunkan
jumlah sputum kebutuhan/kons
merah umsi oksigen
muda/berdarah, untuk
pucat, sianosis, memudahkan
perubahan perbaikan infeksi
tingkat d. Syok dan edema
kesadaran, paru adalah
dispnea berat, penyebab umum
gelisah. kematian pada
pneumonia dan
membutuhkan
intervensi medic
segera.
2. Infeksi, Resiko a. Mencapai waktu a. Pantau a. Selama periode
Tinggi Terhadap perbaikan infeksi tanda vital waktu ini,
(penyebaran) berulang tanpa dengan ketat, potensial
berhungan komplikasi. khusunya selama komplikasi fatal
dengan b. Mengidentifikasi awal terapi (\hipotensi/syok)
Ketidakadekuata intervensi untuk b. Anjurkan dapat terjadi
n pertahanan mencegah/menur pasien b. Meskipun pasien
utama unkan resiko memperhatikan dapat
infeksi pengeluaran menemukan
sekret (mis., pengeluaran dan
meningkatkan upaya
pengeluaran membatasi atau
daripada menghindarinya,
menelannya) dan penting bahwa
melaporkan sputum harus
perubahan warna, dikeluarkan
jumlah dan bau dengan cara
sekret. aman
c. Tunjukkan/d c. Efektif berarti
orong tehnik menurunkan
mencuci tangan penyebaran
yang baik. /tambahan
d. Batasi infeksi.
pengunjung d. Menurunkan
sesuai indikasi. pemajanan
terhadap
patogen infeksi
lain.
3. Ketidakefektifan a. Tidak mengalami a. Kaji a. Takipnea,
bersihan jalan aspirasi frekuensi/kedala pernapasan
nafas b. Menunjukkan batuk man pernapasan dangkal, dan
berhubungan yang efektif dan dan gerakan gerakan dada
dengan peningkatan dada. tak simetris
pembentukan pertukaran udara b. Auskultasi area sering terjadi
dalam paru-paru. paru, catat area karena
penurunan/tak ketidaknyamana
ada aliran udara n gerakan
dan bunyi napas dinding dada
adventisius, mis., dan/atau cairan
krekels, megi. paru.

c. Bantu pasien b. Penurunan

napas sering. aliran udara

Tunjukkan/bantu terjadi pada area

pasien konsolidasi

mempelajari dengan cairan.

melakukan batuk, Bunyi napas

mis., menekan bronkial (normal

dada dan batuk pada bronkus)

efektif sementara dapat juga

posisi duduk terjadi pada area


tinggi. konsolidasi.
d. Penghisapan Krekels, ronki,
sesuai indikasi. dan mengi
terdengar pada
inspirasi
dan/atau
ekspirasi pada
respons
terhadap
pengumpulan
cairan, sekret
kental, dan
spasme jalan
napas/obstruksi
c. Napas dalam
memudahkan
ekspansi
maksimum paru-
paru/jalan napas
lebih kecil. Batuk
adalah
mekanisme
pembersihan
jalan napas
alami,
membantu silia
untuk
mempertahanka
n jalan napas
paten.
Penekanan
menurunkan
ketidaknyamana
n dada dan
posisi duduk
memungkinkan
upaya napas
lebih dalam dan
lebih kuat.

d. Merangsang
batuk atau
pembersihan
jalan napas
secara mekanik
pada pasien
yang tak mampu
melakukan
karena batuk tak
efektif atau
penurunan
tingkat
kesadaran.
DAFTAR PUSTAKA

Fadli, Rizal. 2020. Anak Dapat Alami Pneumonia, Ini Gejalanya.


https://www.halodoc.com/artikel/anak-dapat-alami-pneumonia-ini-gejalanya
(Refrensi: Kids Health. 2020. Pneumonia dan Everyday Health. 2020.
Pneumonia in Children)

Kaswandani, Nastiti. 2017. Menekan Pneumonia. Ikatan Dokter Anak Indonesia.


https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/menekan-pneumonia

Utari, Reni. 2019. Kenali Gejala Pneumonia pada Anak dan Cara Mencegahnya
Berikut Ini. Kemenkes RI: Sehatq. https://www.sehatq.com/artikel/kenali-gejala-
pneumonia-pada-anak-dan-cara-mencegahnya-berikut-ini

Ditjen P2PL Depkes RI 2007.Bimbingan penatalaksanaan pneumonia balita.

Hariadi, S. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Departemen Ilmu
Penyakit Paru FK UNAIR RSUD dr Soetomo

Wong D. L.,Whaly (2004). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Alih bahasa


Sunarno,Agus dkk.Edisi 6 Volume 1.Jakarta :EGC.
Marni. (2014). Asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan pernafasan.
Yogyakarta : Gosyen Publishing
ADA’s Medical Knowledge Team. 2020. Pediatric Pneumonia.
https://ada.com/conditions/pediatric-pneumonia/. Diakses pada 1 November
2020
Bennete M.J. (2013). Pediatric pneumonia.
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview

KEMKES. 2010. Buletin Pneumonia. Diakses pada tanggal 2 November 2020.


https://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/buletin/buletin-
pneumonia.pdf.

IHRC. 2016. Pneumonia Berat Diagnosis dan Tatalaksana. Diakses pada tanggal 2
November 2020. https://www.ichrc.org/422-pneumonia-berat-diagnosis-dan-
tatalaksana.

IHRC. 2016. Pneumonia Ringan. Diakses pada tanggal 2 November 2020.


https://www.ichrc.org/421-pneumonia-ringan.

Jeremy, dkk. 2005. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Jakarta: Erlangga.

Chan, Margaret, & Lake, Anthony. (2012). Who/Unicef on Ending Preventable Child
Deaths. The Lancet, 379(9832), 2119–2120.
Kemenkes, R. I. (2018). Hasil utama Riskesdas 2018. Online) Http://Www. Depkes.
Go. Id/Resour
WHO-UNICEF. (2009). Global Action Plan for Prevention and Control of Pneumonia
(GAPP). 1 Februari 2017. Availabel at,
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/fch_cah_ nch_09
_04/en/
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI

Anda mungkin juga menyukai